Oleh :
Kelompok V
Devi Susyuliani
Nelfice
Dosen Pembimbing:
PEKANBAR
U 2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih dan
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
Kelompok V
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS...............................................Error! Bookmark not defined.
A. Definisi Efusi Pleura....................................................................................................3
B. Etiologi Efusi pleura....................................................................................................4
C. Manifestasi Klinik......................................................................................................14
D. Evaluasi Diagnostik....................................................................................................14
E. Patofisiologis............................................................................................................... 16
F. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan............................................................. 25
BAB III KASUS......................................................................................................................28
A. Uraian Kasus...............................................................................................................28
B. Pengkajian...................................................................................................................28
C. Analisa data.................................................................................................................28
D. WOC Efusi Pleura......................................................................................................29
E. Asuhan keperawatan..................................................................................................30
F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi..............................................33
G. Health Education........................................................................................................33
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit efusi pleura?
C. Tujuan
1. Mengetahui cara pengkajian pada klien dengan efusi pleura
2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan efusi pleura.
3. Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan efusi pleura.
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit efusi pleura.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi
penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009). Menurut Smeltzer dan Bare efusi
pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara permukaan
viseral dan parietal, adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Definisi lain dari efusi pleura
merupakan suatu kelainan yang mengganggu system pernapasan. Efusi pleura bukanlah
diagnosis daris suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejalan atau komplikasi dari
suatu penyakit (Muttaqin,2008).
Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan visceral, perietal, adalah proses penyakit primer yang yang jarang terjadi
tetapi biasanya menurunkan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Fisiologi pleura
Pleura merupakan membran tipis yang terdiri atas dua lapisan yang berbeda yaitu
pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru.
Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, yaitu sebagai berikut
(somantri, 2009):
1. Pleura viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis
(tebalnya tidak lebih dari 30µm), diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel
limfosit. Terdapat endopleura yang berisi fibrosit histiosit dibawah sel mesotelial.
Struktur lapisan tengah memiliki jaringan kolagen dan serat-serat elestik, sedangkan
lapisan terbawah terdapat jaringan intertisial subpleura yang sangat banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan brakialis serta kelenjer
getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada
jaringan parenkim paru.
2. Pleura parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan jaringan yang paling tebal dan terdiri atas
sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen den serat-serat elastik). Dalam
jaringan ikat terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan mamaria interna,
kelenjer getah bening, banyak reseptor saraf sensorik yang peka terhadap nyeri.
Ditempat ini juga terdapat perbedaan temperatur. Sistem persarafan berasal dari nervus
interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi oleh pleura
viseralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui endotel kapiler dan direabsobsi
oleh pembuluh limfe dan pleura venule pleura.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga yang kosong antara kedua
pleura tersebut, karena biasanya di tempat ini hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang
sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura tersebut bergeser satu sama lain.
Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa
liter cairan atau udara.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui parietalis dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura viseralis
melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan dari pleura parietal dengan pleura
viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik koloid plasma. Cairan terbanyak direabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya
sebagian kecil direabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrofili disekitar
sel-sel mesotelial.
B. Etiologi Efusi Pleura : (Mansjoer, 1999)
Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan
koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorbsinya
oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmer
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang berbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein
transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga selmesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan kedalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering
adalah mikrobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening ini
(misalnya pada pleuritis tuberculosis) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi
proteincairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragi (Muttaqin, 2008):
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri) sindoroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindroma vena
kava sperior, tumor dan sindroma Meigs.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi,
dan penyakit kolagen.
3) Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis dan kanker paru.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi unilateral tidak mempunya kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya
akan tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongestif, sindrom
nefrotik, asites, infark paru, lupus aritematosus sistemis, tumor dan TB.
Penyakit –penyakit yang dapat menyebabkan efusi pleura (perhimpunan dokter spesialis
penyakit dalam, 2009):
5) Sindrom Meigh
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium disertai
asites dan efusi pleura. Patogenesis ini masih belum diketahui betul. Bila tumor
ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya massa
di rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan pleura sering dikirakan sebagai
neoplasma dan metatasisnya.
6) Dialisis peritoneal
Efusi leura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialisis peritonial. Efusi
terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari ringga
pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya koposisi antara
cairan pleura dengan cairan dialisat.
4. Efusi pleura karena
kolagen
a) Lupus eritematosus
Pleuritis adalah salah satu gejala yang timbul belakangan pada penyakit lupus
eritematosus sistemik (SLE). Dengan terjadinya efusi pleura yang kadang-kadang
mendahului gejala sistemik lainnya, diagnosis SLE ini menjadi lebih jelas. Hampir55%
dari SLE disertai pleuritis dan 25% daripada juga dengan efusi pleura.
b) Aritis reumatid (RA).
Efusi pleura terdapat pada 5% RA selama masa sakit. Cairan efusi bersifat eksudat
serosa yang banyak mengandung limfosit. Faktor reumatoid mungkin terdapat dalam
cairan efusi tapi tidak patognomik untuk RA, karena juga terdapat pada karsinoma,
tuberkulosis dan pneumaonia. Kadar glukosa biasanya sangat rendah ( kurang dari
20%) malah tidak terdeteksi sama sekali ( demikian juga pada tuberculosis dan
karsinoma ). kadar kolestrol dalam cairan efusi juga sering meningkat. Biopsi pada
jaringan pleura bisa mendapat granuloma yang seolah-olah seperti nodul reumatik
perifer. Umumnya efusi pleura pada RA sembuh sendiri tanpa diobati tapi kadang-
kadang diperlukan juga terapi kortikosteroid.
Demam reumatik akut sering juga ditemukan efusi pleura dengan sifat eksudat.
Jumlah cairan biasanya sedikit dan segera menghilang bila demam reumatiknya
berkurang.
c) Skeloderma
Efusi pleura juga didapatkan pada penyakit skoloderma. Jumlah cairan efusinya
tidak banyak, tapi yang menonjol disini adalah penebalan pleura atau adhesi yang
terdapat pada 75% pasien skeleroderma.
5. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
a) Gangguan kariovaskuler
Payah jantung adalah sebab terbanyak timbulnya efusi plura. Penyebab lain:
perikarditis kontritiva dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat
terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening
juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke pleura dan paru-paru
meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral tapi yang agak sulit menerangkan adalah
kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan
istirahat, digitalis, diuretic, dll. Dan efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-
kadang torakosentesis diperlukan juga bila pasien amat sesak.
b) Emboli pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal. Keadaan ini
dapat disertai dengan infark paru ataupun tanpa infark. Emboli dapat menyebabkan
menurunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan
parenkim paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah ( warna
merah).
Pada bagian paru yang iskemik terdapat juga kerusakan pleura viseralis, keadaan ini
kadang-kadang disertai pleuritik yang berarti pleura parietalis juga ikut terkena.
Disamping itu permeabilitas antara satu ataupun kedua bagian pleura meningkat,
sehingga cairan efusi mudah terbentuk. Adanya nyeri pleuritik dan efusi pleura pa da
emboli pulmonal tidak berarti infark
Paru juga harus terjadi. Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak
banyak dan biasanya sembuh secara spontan. Efusi pleura dengan infark paru jumlah
cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuhan juga lebih lama.
Pengobatan ditujukan terhadap embolinya yakni dengan memberikan obat
antikoagulan dan mengontrol keadaan trombositnya.
c) Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik,
malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta edema anasarka. Efusi ini terjadi
karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan
osmotik darah. Efusi ini terjadi kebanyakan bilateral dan cairannya bersifat transudat.
Pengobatan adalah dengan memberikan diuretic dan restriksi pemberian garam.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
6. Efusi pleura neoplasma
Neoplasma primer atau sekunder ( metastasis ) dapat menyerang pleura dan umumnya
menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak nafas dan
nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun
dilakukan torakosentesis berkali-kali.
Efusi bersifat eksudat tapi sebagin kecil ( 10% ) bisa sebagai transudat. Warna efusi
bisa serosantokrom ataupun hemoragik ( terdapat lebih dari 100.000 sel eritrosit per cc ).
Didalam cairan ditemukan sel-sel limfosit ( yang dominan 0 dan banyak sel mesotelial.
Pemeriksaan sitologi terhadap jenis-jenis neoplasma.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleurabpada neoplasma yakni:
Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap
air dan protein.
Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena
dan getah bening sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan
protein.
Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinema
Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral tetapi bisa juga bilateral karena
obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan pengaliran cairan
dari rongga pleura via diafragma. Keadaan efusi pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini
ditemukan 10-20% karsinoma bronkus, 8% dari limfoma maligna dan leukemia. jenis-jenis
neoplasma yang menyebabkan efusi pleura:
a. Mesotelioma
Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor ini jarang
ditemukan bila tumor masih terlokalisasi biasanya tidak menimbulkan efusi pleura
sehingga dapat digolongkan sebagai tumor jinak. Sebaliknya bila ia tersebar ( difus
)digolongkan sebagai tumor ganas karena dapat menimbulkan efusi pleura yang
maligna.
b. Karsinoma bronkus
Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusi pleura. Tumor bisa
ditemukan dalam permukaan pleura karena penjalaran langsung dari paru-paru melalyui
pembuluh getah bening. Efusi dapat juga terjadi tanpa adanya pleura yang terganggu
yakni dengan cara obstruksi pneumonitis atau menurunnya aliran getah bening. Terapi
operasi terhadap tumornya masih dapat dipertimbangkan tetapi bila pada pemeriksaan
sitologi sudah ditemukan cairan pleura pasien tidak dapat dioperasi lagi. Untuk
mengurangi keluhan sesak nafasnya dapat dilakukan torakosentesis secara berulang-
ulang. Tapi sering timbul lagi dengan cepat sebaiknya dipasang pipa torakotomi pada
dinding dada ( risikonya timbul empiema ).tindakan lain untuk mengurangi timbulnya
lagi cairan adalah dengan pleurodesis memakai zat-zat seperti tetrasiklin, talk,
sitistatika, kuinakrin.
c. Neoplasma metastatic
Jenis-jenis neoplasma yang sering bermetastasis kepleura dan menimbulkan efusinya
adalah karsinoma payudara (terbanyak , ovarium, lambung, ginjal, pancreas, dab
bagian-bagian organ lain dalam abdomen.
Efusi dari pleura yang terjadi dapat bilateral. Ganbaran foto mungkin tidak terlihat
bayangan metastasis dijaringan baru karena implantasi dapat mengenai pleura viseralis
saja. Pengobatan terhadap neoplasma metastatic ini sama dengan karsinoma bronkus
yakni dengan kemoterapi dan penanggulangan terhadap efusi pleuranya.
d. Limfoma maligna
Kasus-kasus limfoma maligna ( non Hodgkin dan Hodgkin ) ternyata 30%
bermetastasis kepleura dan juga menimbulkan efusi pleura. Didalam caiaran efusi tidak
selalu terdapat sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya ditemukan sel-
sel limfosit karena sel ini ikut dalam aliran darah dan aliran getah bening melintasi
rongga pleura. Diantara sel-sel lain yang bermigrasi inilah kadang-kadang ditemukan
sel-sel yang ganas limfoma malignum.
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya yakni:
Bila efusi terjadi dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura,
cairannya adalah eksudat berisi sel limfosit yang banyak dan sering
hemoragik.
Bila efusi terjadi karena obstruksi saluran getah bening, cairannya bisa
transudat atau eksudat dan ada limfosit.
Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentukkilus.
Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena
menurunnya resistensi terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema akut
atau kronik.
Seperti pada neoplasma lainnya, efusi pleura yang berulang (efusi maligna ) pada
limfoma maligna kebanyakan tidak responsif terhdap tindakan torakostomi dan instilasi
dengan beberapa zat kimia. Keadaan dengan efusi maligna ini mempunyai prognosis yang
buruk.
7. Efusi pleura karena sebab lain-lain
1) Trauma
Efusi pleura dapat terjadi akibat trauma yakni trauma tumpul, laserasi,
luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau karena
pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi. Jenis cairan dapat berupa serosa
( eksudat/transudat ), hemotoraks, kilotoraks, dan empiema.
Analisis cairan ufusi dapat menentukan lokalisasi trauma, misal pada
ruptura esophagus kadar pH nya rendah ( lebih kurang 6,5 ) karena
terkontaminasi dengan asam lambung, kadar amylase dalam cairan pleura
meningkat karena adanya air ludah ( saliva ) yang tertelan dan masuk kedalam
riongga pleura.
2) Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri
dari efusi pleura, efusi perikard, dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme
penumpukan cairan ini belum diketahui betul tapin diketahui dengan
timbulnya eksudat terdapat peningkatan permeabilitas jaringan pleura,
perikard atau peritoneum. Yang agak unik adalah cairan masih juga terjadi
walaupun pasien menjalani hemodialisis kronik ( uremianya berkurang ).
Disini cairan malah dapat berubah dari serosa menjadi hemoragik dan
seterusnya terjadi kontriktif pleura/pericardium. Asal darah tidak jelas betul
tapi diperkirakan karena efek antikoagulan/heparin pada pleura/pericardium.
Bila sudah terjadi kontriktif pleura/pericardium penatalaksanaannya adalah
dengan dekortikasi.
Sebagian besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang
jelas seperti sesak nafas, sakit dada atau batuk. Jumlah efusi bisa sedikit atau
banyak, unilateral atau bilateral.. kadang-kadang dengan dialysis yang teratur
efusi dapat terserap perlahan-lahan. Torakosentesis sewaktu-waktu masih
diperlukan.
3) Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagi bagian dari penyakit
miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama.
Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein dengan konsentrasi tinggi.
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan
efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Beberapa pasien dapat
juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan. Pathogenesis efusi pleura
vbersifat eksudat ini belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya
kegagalan aliran getah bening. Didaerah timur tengah terutam pada bangsa
yahudi penyakit diturunkan sebagai secara autosomal resesif dari orang tua ke
anaknya.
Gejala penyakit berupa serangan demam yang berulang, rasa sakit
abdominal dan pleuritis. Pleuritis disini dapat memberikan rasa nyeri pleuritik
dan efusi pleura. Pengobatan bersifat suportif saja dan operasi sebaiknya
dihindarkan.
4) Reaksi hipertensif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofuratoin,metilsergid, praktolol kadang-kadang
memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang
dan kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura. Bila proses menjadi
kronik bisa terjadi fibrosis paru atau pleura.
Pengobatan dengan hidrazin, prokainamid dan kadang-kadang derngan
definilhidatoin dan isoniazid sering juga menimbulkan pleuritis dan
perikarditid. Radang dan efusi yang timbul dapat menghilang bila pemberian
obat-obatan tersebut dihentikan.
C. Manifestasi Klinik (Brunner & Suddarth, 2000)
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang
terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat
tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang
beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a) batuk kadang berdarah
b) demam, menggigil
c) pernafasan yang cepat
d) Lemas progresif disertai penurunan BB
e) Asites
f) Dipsnea
D. Evaluasi Diagnostik (Muttaqin, 2008)
Pada flouroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300cc tidak
bisa terlihat, mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan
kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih
dari 300cc, frenicocostalis tampak tumpul dan diafragma kelihatan meninggi.
Untuk memastikannya, perlu dilakukan dengan foto thoraks lateral dari sisi
yang sakit (lateral dekubitus).
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Biopsi pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura melalui biopsi
jalur perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel- sel
ganas atau kuman- kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan
tumor pleura).
c. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara resudial ke kapasitas total
paru, dan penyakit pleural pada tuberculosis kronis tahap lanjut.
Kapasitas total paru adalah volume maksimal pengembangan paru- paru
dengan usaha inspirasi yang sebesar- besarnya kira- kira 5800 ml. (Syaifuddin,
2009)
d. Pemeriksaan laboratorium
Memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisa
cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan penyebab dari efusi
pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil thorakosentesis secara makroskopis
biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat, dan transudat.
Haemorragic pleural effusion, biasanya terjadi pada klien dengan
adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan
tuberculosis.
Yellow exudates pleural effusion, terutama terjadi pada keadaan gagal
jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis
konstriktif.
Clear transudate pleural effusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmoner.
e. Pemeriksaan darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih
dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi.
Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan
anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin
meningkat dan kadar natrium darah menurun.
f. Pemeriksaan sputum
Ateleksis
Peningkatan
permeabilitas kapiler Akumulasi/penimbunan
cairan di kavum pleura
Gangguan ventilasi (pengembangan paru tidak optimal), ganguan difusi, distribusi, dan
transportasi oksigen
Intoleransi
aktivitas
Kriteria Hasil :
- Klien mengetahui tentang proses penyakit, program pengobatan penyakitnya.
- Kecemasan klien menurun
Rencana Intervensi Rasional
Jelaskan hal – hal mengenai penyakit Mengorientasi program pengobatan.
pada pasien dan pengobatan Membantu menyadarkan klien untuk
memperoleh kontrol.
Identifikasi kemungkinan kambuh / Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat
komplikasi jangka panjang dan keganasan dapat meningkatkan insiden
kambuh.
Perubahan nurtisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan, dispneu, anorexia.
Tujuan : memuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria:
- BB meningkat
- Melakukan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat
Rencana Intervensi Rasionalisasi
Berikan perawatan mulut sebelum dan Menurunkan rasa tak enak karena sisa
sesudah tindakan pernapasan. sputum atau obat untuk pengobatan respirasi
yang merangsang pusat muntah.
Kriteria Evaluasi :
Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukan dengan daya tahan tubuh,
penghematan energi,dan perawatan diri
-Mengurangi dispnea
Rencana Intervensi Rasionalisasi
Jelaskan aktivitas dan faktor yang Merokok, suhu ekstrim dan stre
dapat meningkatkan kebutuhan menyebabkan vasokonstruksi pembuluh
oksigen. garah dan peningkatan beban jantung.
Anjurkan program hemat energy, buat Mencegah penggunaan energi berlebihan
jadwal aktifitas harian, tingkatkan
secara bertahap
Ajarkan teknik napas efektif Mempertahankan pernapasan lambat dengan
tetap mempertahankan latihan fisik yang
memungkinkan peningkatan kemampuan otot
bantu pernapasan
Pertahankan terapi oksigen tambahan Meningkatkan oksigenasi tanpa
mengorbankan banyak energi
Beri waktu istirahat yang cukup Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah
keletihan
Intervensi Keperawatan
1.Terapkan regimen obat-obatan
a. Siapkan dan posisikan pasien untuk torasentesis.
b. Berikan dukungan sepanjang prosedur.
3. Pantau drainase selang dada dan system water-seal ,catat jumlah drainase pada
interval yang diharuskan.
1) Mengapa klien dengan efusi Pleura sulit untuk tarik nafas dalam atau bahkan sesak
nafas?
2) Penyakit apa saja yang anda ketahui yang bisa menyebabkan efusi pleura?
3) Kenapa efusi pleura itu bisa terjadi?
BAB III
KASUS
A. Bapak L mengeluh susah untuk tarik nafas dalam. Dada kelihatan seperti tong. Saat
dilakukan perkusi dada bagian kanan suara redup dan dilakukan auskultasi tidak ada
terdengar udara saat inspirasi dan ekspirasi. Diding dada sebelah kanan selalu
tertinggal saat tarik nafas.
B. Pengkajian
Data Subjektif : Bapak L mengeluh susah saat tarik nafas
dalam. Data Objektif :
Inspeksi : dada kelihatan seperti tong, dinding dada sebelah kanan selalu
tertinggal saat bernafas.
Auskultasi : Tidak ada terdengar udara saat inspirasi dan ekspirasi
Perkusi : dada bagian kanan suara redup.
C. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1 DS: - Tn.L mengeluh susah Penumpukan cairan di pola nafas tidak
tarik nafas dalam. rongga pleura efektif
DO:
- Tidak ada terdengar suara Tekanan intrapleural
saat inspirasi dan ekspirasi
- Dada bagian kanan suara Efusi Pleura
redup
- dada seperti tong Ekspansi paru menurun dan
asimetris gerakan paru
Pertukaran O2 di alveoli
menurun
Dypnea
Pengeluaran zat-zat
vasoaktif(bradikinin,
serofinin)
Merangsang ujung-ujung
saraf bebas
nyeri
Tekanan intrapleura
Efusi Pleura
Dyspnea
Merangsang
ujung-ujung saraf bebas
Pola nafas tidak
efektif nyeri
E. Asuhan Keperawatan
Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d. terangsangnya saraf intratoraks sekunder
terhadap iritasi pleura
Tujuan : nyeri yang di rasakan dapat teratasi/ berkurang.
Evaluasi keefektifan pemberian obat. Persepsi nyeri dan hilangnya nyeri adalah
Dorong pemakaian obat dengan benar subjektif dan pengontrolan nyeri yang terbaik
untuk mengontrol nyeri; ganti obat merupakan keleluasan pasien. Bila pasien
atau waktu sesuai ketepatan. tidak mampu memberikan masukan, perawat
harus mengobservasi tanda psikologis dan
fisiologis nyeri dan memberikan obat
berdasarkan aturan.
Adapun penatalaksanaan pada pasien efusi pleura salah satunya bisa tirah baring,
tujuannya untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan aktifitas akan
meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea akan semakin meningkat pula. Selain itu
juga dapat melakukan distraksi. Distraksi adalah teknik mengalihkan perhatian klien ke hal
lain terutama hal yang menyenangkan dengan tujuan untuk menurunkan kewaspadaan
terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
G. Health Education
1) Penkes mengenai apa itu efusi pleura.
2) Penkes mengenai factor- factor yang menyebabkan efusi pleura
3) Penkes gejala efusi pleura.
4) Penkes mengenai pengobatan efusi pleura.
H. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari ini, maka diharapkan seluruh mahasiswa keperawatan mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan efusi pleura.
DAFTAR PUSTAKA
Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing
Price, SA & Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika