Anda di halaman 1dari 35

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


EFUSI PEURA

KELOMPOK I :

ROBERT TANGKE

HENRY MARCH BALIGAU

LAURENSYA

ANILINUS GWIJANGGE

ASTRID DIASTARI

Sekolah Tinggi Kesehatan Widya Nusantara Palu

Tahun 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Efusi Pleura”.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mohon maaf atas ketidaksempurnaan makalah ini, baik dari
segi penulisan maupun isinya. Untuk penyempurnaan lebih lanjut, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai penyusun


khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Palu Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................. i

Kata Pengantar............................................................................................. ii

Daftar Isi...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................. 2
BAB II Tinjauan Teori................................................................................. 4

A. Definisi............................................................................................ 4
B. Anatomi Fisiologi........................................................................... 4
C. Klasifikasi....................................................................................... 8
D. Etiologi............................................................................................ 9
E. Manifestasi klinis......................................................................... 11
F. Komplikasi ...................................................................................... 12
G. Patofisiologi ................................................................................... 13
H. Penatalaksaan Medis....................................................................... 15
I. Pemeriksaan penunjang.................................................................. 17
J. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Efusi-Pleura.................. 19
1. Pengkajian................................................................................. 19
2. Diagnosa Keperawatan.............................................................. 22
3. Intervensi Keperawatan............................................................. 22

iii
BAB III Penutup.......................................................................................... 29

A. Kesimpulan...................................................................................... 29
B. Saran................................................................................................. 29
Daftar Pustaka.............................................................................................. 30

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal
diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit
ginjal, tumor mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis
dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan
penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu
mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik.
Pasien dengan efusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan
dapat sembuh dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi
pleura sebagian besar merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat
reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit.
Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di
tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar
50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus mesotelioma
(keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita
kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika
tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup
penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah
bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ ini
seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan bahkan
dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir pada
kematian.

1
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan penatalaksanaan
yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan di rumah sakit untuk itu perlu perawat perlu mempelajari konsep
dan penatalaksanaan efusi pleura serta asuhan keperawatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi efusi pleura !
2. Sebutkan klasifikasi dari efusi pleura!
3. Sebutkan etiologi efusi pleura !
4. Sebutkan manifestasi klinis dari efusi pleura !
5. Jelaskan patofisiologi terjadinya efusi pleura!
6. Jelaskan pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien dengan efusi
pleura !
7. Jelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien dengan efusi
pleura !
8. Jelaskan komplikasi dari penyakit efusi pleura !
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura ?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan definisi efusi pleura.
2. Untuk menyebutkan klasifikasi dari efusi pleura.
3. Untuk menyebutkan etiologi efusi pleura.
4. Untuk menyebutkan manifestasi klinis dari efusi pleura.
5. Untuk menjelaskan patofisiologi terjadinya efusi pleura.
6. Untuk menjelaskan pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien
dengan efusi pleura.
7. Untuk menjelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien
dengan efusi pleura.
8. Untuk menjelaskan komplikasi dari penyakit efusi pleura.

2
9. Untuk menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
efusi pleura.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi ( LeMone, Priscilla ; 2015)


Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam jiwa
penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain
karena tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan
infeksi virus maupun bakteri.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura
bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau
komplikasi dari suatu penyakit.
B. Anatomi ( Andra S Wijaya, 2014)
1. Anatomi pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pleura
yang membungkus pilmo dekstra dan sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna dibagi menjadi dua yaitu :
 Pleura visceralis / pulmonis yaitu pleura yang langsung melekat pada
permukaan pulmo.
 Pleura parietalis : bagian pleura yang berbatasan dengan dinding torakx.

4
Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus pilmonalis
sebagai lig.pulmonalis (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura
ini terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cavum pleura. Dimana
daalam cavum ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi agar tidak
terjadinya gesekan antara pleura ketika proses pernapasan.

Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas :

 Cupula pleura (cupula cervikalis) : merupakan pleura paritalis yang


terletak pada atas costa 1 namun tidak melebihi dari collum costaenya.
Cupula pleura tersebut setinggi 1-1,5 inci diatas 1/3 media
os.clavikula.
 Pleura parietalis pars cortalis : pleura yang menghadap ke permukaan
dalam cortilage costae, SIC//ICS, pinggir corpus vertebratae, dan
permukaan belakang sternum.
 Pleura parietalis pars diaphargnatica ; pleura yang menghadap ke
diafragma permukaan thoracal yang yang dipisahkan oleh fiscia
endhotoracia
 Pleura paritalis pars mediastinalis (medialis) ; pleura yang menghadap
ke mediastinum / terletak di depan medial daan membentuk bagian
lateral mediastinum.

Refleksi pleura

 Refleksi vertebrae : pleura costalis melabjutkan sebagai pleura


mediastinalis di collumna vertebralis membentuk refleksi vertebrae
yang membentang dari sacrum XII
 Refleksi costae : pleura costalis melanjut sebagai pleura diaphragmatis
membentuk refleksi costae
 Refleksi sterna : pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis
dibelakang dr.os sternum membentuk refleksi sterna.

5
 Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragm
Garis refleksi pleura : garis refleksi pleura antara pleura dekstra dan
pleura sinistra terdapat perbedaan yakni :
a. Garis refleksi pleura dekstra
Garis refleksi dimulai pada anticultion sternocvicuaris dekstra lalu
bertemu konstralateralnya di planum medianum pada angulus
ludovichi/ angulus louis setinngi cortilage costae ll. Lalu berjalan
ke caudal sempai diposterior dr.proc xiphoideus pada linea media
anterior / linea midsternalis menyilang sudut xiphocostalis menuju
pada cortilage costae VIII pada linea midclavicularis, menyilang
costae X pada liena axilaris media dan menyilang cartilage costa
XII pada collum costaenya.
b. Garis refleksi pleura sinistra
Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicuaris sinistri
lalu bertemu kontralateral nya diplanum medianum pada angulus
ludovici / angulus louis setinggi cartilage costae II. Lalu berjlan
turun sampai cartilage costae IV dan membelok ke tepi sternum
lalu mengikuti cartilage costa VIII pada linea miidclavicularis dan
menyilang costae X pada linea axilaris anterior dan menyilang
costa XII pada collum costaenya.

Vascularisasi pleura

Pleura parietal divaskularisasi ole Aa. Intercostalis, a mamaria interna, a


musculophrenica. Dan vena-vena nya bermuara pada system vena dinding
thorax sedangkan pleura visceralis mendapatkan vaskularisasi dari Aa.
Brochialis.

Innervasi pleura

 Pleura parietalis pars costalis diinnervasi oleh Nn. Intercostales

6
 Pleura parietalis pars mediastinalis diinnervasi oleh n. Phrencius
 Pleura parietalis pars diaphargmatis bagien perifer diinervasi oleh Nn.
Intercostales. Sedangkan bagian sentral oleh n. Phrencius
 Pleura visceralis diinnervasi oleh serabut afferent otonom dr plexus
pulmonalis

Rececus pleura

Rececus merupakan sebuah ruangan kosong yang akan terisi oleh paru saat
inspirasi dalam dan akan menjadi tempat berisi cairan pada pasien dengan
kasus efusi pleura. Terdapat 3 ps rececus, yaitu :

 Rececus costadiaphargmatica dextra et sinistra


Rececus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan pleura
parietalis pars diaphargmatica
 Rececus costomediastinalis anterior dextra et sinistra
Recesusu yang terletak diantra pleura parietalis pars costalis dan pleura
parietalis pars mediastinalis dibagian ventral
 Rececus costomediastinalis posterior dextra et sinistra
Recesus yang terletak diantara pleura parietalis pars costalis dan pleura
parietalis pars mediastinalis dibagian dorsal.
2. Fisiologi pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thorax kedalam
paru-paru, sehinggaparu-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan
pleura pada waktu istrahat (restung pressure) dalam posisi tiduran adalah -2
sampai -5 cm H2O. Sedikit bertambah negatif di apex sewaktu posisi berdiri.
Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cm
H2O.

7
Selain fungsi mekanis seperti yang telah disiggung diatas, ronnga pleura steril
karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing dan cairan
yang diproduksinya bertindak sebagi lubrikan.
Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/kg. Bersifat hipookontik
dengan konsentrasi protein 1 gr/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi
kemungkinan besar mengatur jumlah produksi dan reabsorbsi cairan rongga
pleura. Reabsirbsi terjadi terutama pada pembulu limfe pleura parietalis,
dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi
dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura.
C. Klasifikasi (Amin, Hardhi,2015 )
Efusi pleura dibagi dalam dua kategori yaitu : ( Morton ; 2012 )
1. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandahkan bahwa membran
pleura tidak terkena penyakit. Transudat menandahkan bahwa kondisi seperti
asites atau penyakit sistemik seperti gagal jantung kongestif atau gagal ginjal
yang mendasari terjadinya penupukan cairan. Transudat terjadi jika faktor-
faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura
terganggu.
Biasanya hal ini terdapat pada:
a. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b. Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening

8
2. Efusi pleura eksudat
Biasanya terjadi akibat adanya inflmasi oleh produk bakteri atau tumor
yng mengenai permukaan pleural. Eksudat terjadi akibat terjadinya
kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dn masuk kedalam
paru yang dilapisi pleura tersebut kedalam paru terdekat. Kriteria efusi pleura
eksudat :
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6
c. LDH cairan pleura dua per tiga batas normal LDH serum.

Penyebab efusi pleura eksudat seperti penumonia, empiema, penyakit


metastases ( mis. Kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium),
hemotorak, infark paru, keganasan, rupture aneurisma aorta.

D. Etiologi (Amin, Hardhi,2015 )


Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Ini disebabkan
satu dari lima mekanisme berikut :
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleural atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleural
5. Kerusakan drainase ilmfatik ruang pleura

Penyebab efusi pleura

Infeksi Non Infeksi


 Tuberculosis  Karsinoma paru
 Pneumonitis  Karsinoma pleura : primer,
 Abses paru sekunder
 Perforasi eshopagus  Karsinoma mediastinum

9
 Abses subfrenik  Tumor ovarium
 Bendungan jantung ; gagal
jantung, perikarditis konstriktiva
 Gagal hati
 Gagal ginjal
 Hipotiroidisme
 Kilotoraks
 Emboli paru
Penyebab efusi pleura yang lain yaitu ( Andra S Wijaya, 2014) :
1. Virus dan mikoplasma
Insidennya agak jarang, bila terjadi jumlah tidak banyak contohnya, echo
virus, riketsia, mikoplasma, clamidia.
2. Bakteri piogenik
Bakteri berasal dri jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen.
Contoh aerob : streptokokus pneumonia, s. Mileri, s. Aeurus, hemoplius,
klebsiela. Annaerob : bakteroides seperti peptostreptococcus, fusobacterium.
3. Fungi
Sangat jarang terjadi, biasanya karna perjalanan infeksi fungi dari jaringan
paru. Contohnya : aktinomikosis, koksidiomikosis, aspergilus, kriptokokus,
histoplasmosis, dll.
4. Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba. Amoeba masuk
dalam bentuk tropozoid setelah melewati parenkim hati menembus diafragma
terus ke rongga pleura. Efusi terjadi karena amoeba menimbulkan
peradangan.
5. Kelainan intra abdominal
Contoh : pankreatitis, pseoudokista pankreas atau eksarsebasi akut,
pankreatitis kronik, abses ginjal, dll

10
6. Penyakit kolagen
Contoh : lupus eritematosus sistemik (SLE), artitis rematoid (RA),
skleroderma

7. Neoplasma
Gejala yang paling khas adalah jumlah cairan efusi sangat banyak dan selalu
berakumulasi dengan cepat.
8. Sebab-sebab lain
Seperti : trauma (trauma tumpul, laserasi, luka tusuk, dll), uremia,
miksedema, limfedema, reaksi hipersensitif terhadap obat, efusi pleura
idiopatik.

Tampilan cairan efusi pleura

Jernih, kekuningan (tanpa darah) Tumor jinak


Tumor ganas
Tuberculosis
Seperti susu
 Tidak berbau (kilus) Pascatrauma
 Berbauh (nanah) Empiema
Hemoragik Keganasan
Trauma

E. Manifestasi klinis (Amin, Hardhi,2015 )


Kebaanyakan efusi pleura bersifat asimtomatik, timbul gejala sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya. Berikut beberapa manifestasi klinik dari efusi
pleura :
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit akan hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.

11
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak sekret.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani di
bagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
F. Komplikasi (Peate, M. N, 2015).
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan
yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.

2. Pneumothoraks
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
3. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.

12
4. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
5. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik
pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
6. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga
pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang
menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.
G. Patofisiologi ( Andra S Wijaya, 2014)
Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapn satu sama lain dan hanya
dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa. Lapisan cairan ini memperlihatkan
adanya keseimbangan antara transudasi dari kapiler-kapiler pleura dan reabsorbsi
oleh vena viseral dan parietal dan saluran getah bening.
Efusi pleura dapat berupa transudat dan eksudat. Transudat terjadi pada
peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada payah jantung kongestif.
Keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluran cairan dari pembuluh.
Transudasi juga dapat terjadi pada hopoproteinemia, seperti pada penyakit hati
dan ginjal, atau penekanan tumor pada kava. Penimbunan eksudat timbul
sekundar dari peradangan atau keganasan pleura atau akibat peninngkatan
permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening.

13
Jika efusi pleura mengandung nana, disebut empiema. Empiema diakibatkan
oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan merupakan komplikasi
dari pneumonia, abses paru0paru atau perforasi karsinoma kedalam rongga
pleura. Empiema yang tidak ditangani dengan drainase yang baik dapat
membahayakan dinding thorax. Eksudat akibat peradangan akan mengalami
organisasi dan terjadi perlekatan dinding antara pleura parietalis dan viseral, ini
disebut dengan fibrothorax. Jika fibrothorax meluas maka akan mengakibatkan
hambatan mekanisme yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat
dibawahnya.
Patway

14
H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan ( PDPI, 2017)

15
Pada dasarnya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengatasi
penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan efusi pleura TBC, pneumonitis,
kanker paru, dll.
2. Pengobatan (Amin, Hardhi,2015 )
Penanganan pasien dengan efusi pleura dengan mengatasi penyakit yang
mendasarinya, mencegah penumpukan kembali cairan, serta untuk
mengurangi ketidaknyamanan dan disupnea. Berikut ini beberapa
penatalaksanaan efusi pleura antara lain :
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
disupnea akan semakin meningkat pula.
b. Thorakosentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri, disupnea, dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter jika perlu
dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika
jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya
baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
Thorakosintesis dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang
dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40
mmHg. Indikasi untuk melakukan thorasintesis adalah :
 Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
 Bila terapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
 Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc
karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam
jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai
dengan batuk dan sesak. Hal tersebut dapat menyebabkan kerugian

16
sebagai berikut.
 Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang
berada dalam cairan pleura.
 Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
a. Dapat terjadi pneumothoraks.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman.
d. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostasis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi
kembali.
3. Rehabilitasi (Amin, Hardhi,2015 )
a. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Kebutuhan istrahat terpenuhi. Pasien istrahat atau tidur dalam waktu 3-8
jam per hari.
c. Anjurkan jika mengalami gejala-gejala gangguan pernapasan seperti
sesak nafas, nyeri dada segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
d. Menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan
e. Tidak melakukan kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan
seperti merokok, minum minuman beralkohol.
f. Menjaga keersihan luka post WSD
g. Menjaga kebersihan ruang tempat tidur udara daoat bersirkulasi dengan
baik
h. Memberikan pendidikan kepada keluaraga penumpukan cairan di paru-
paru bisa disebabkan oleh beberapa penyakit seperti gagal jantung,
adanya neoplasma (carcinoma bronchogenik dan akibat metastasis
tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru,

17
trauma, pneumoni, yndrom nefrotik, hipoalbumin.
I. Pemeriksaan Penunjang ( Ni Ketut Kardiyuniani, 2019 & Irman Soemantri, 2008
)
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.

7. Analisa cairan pleura

18
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral dekubitus
dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit
50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga
pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan
adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah
didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil
dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan
efusi dilakukan pemeriksaan seperti :
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin,
amylase, pH, dan glukosa.
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
c. Pemeriksaan hitung sel
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan
apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura
transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan
antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan
gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura
eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada
Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan.
J. Konsep Asuhan Keperawatan ( Andra S Wijaya, 2014)
1. Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama
pendidikan, pekerjaan, dll.
2) Riwayat Kesehatan

19
a. RKD
Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung
kongestif, TB, pneumonia, infeksi paru (terutama virus), sindrom
neofrotik, penyakit jaringan ikat, dan tumor neoplastik. Karsinoma
malignansi bronkogenik adalah malignansi yang paling umum
berkaitan dengan efusi pleura. Efusi pleura dapat juga tampak pada
sirosis hepatis, embolisme paru, dan infeksi parasitic.
b. RKS
Menifestasi yang bisanya dirasakan oleh pasien adalah :
 Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat
 Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk
tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen.
 Kesulitan bernapas, lapar napas
c. RKK
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit paru,
jantung, ginjal, dll.
3) Data dasar pengkajian pasien
Pemeriksaan bermacam-macam, tergantung pada jumlah akumulasi
cairan, kecepatana kumulasi dan fungsi paru sebelumnya.
a. Aktivitas/ istirahat
 Gejala:
Dispnea denagn aktivitas ataupun istirahat
b. Sirkulasi
 Tanda:
- Takikardia
- Frekuensi tak teratur/ disritmia

20
- S3 atau s4/ irama jantung gallop (gagal jantung sekunder
terhadap efusi)
- TD: hipertensi/ hipotensi
- DVJ
c. Intergritas ego
 Tanda:
Ketakutan, gelisah
d. Makanan/ cairan
 Adanya pemasangan IV vena sentral
e. Nyeri/ kenyamanan (gejala tergantung pada ukuran/ organ yang
terlibat) :
 Gejala:
- Nyaeri dada inilateral, meningkat karena pernapasan dan
batuk
- Tajam dan nyeri, menusuk yang diprberat oleh napas
dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
(efusi pleura)
 Tanda:
- Berhati-hati pada area yan sakit
- Perilaku distrakasi
- Mengkerutkan wajah
f. Pernapasan
 Gejala
- Kesulitan bernapas, lapar napas
- Batuk (mungkin gejala yang ada)
- Riwayat bedah dada/ trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi/ infeksi paru (empiema/ efusi); penyakit

21
interstisial mennyebar (sarcoidosis); keganasan (missal:
obstruksi tumor)

 Tanda:
- Pernapasan: peningkatan frekuensi/ takipnea
- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori
pernapasan pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi
abdominal akut.
- Bunyi napas menurun atau tidak ada (sisi yang terlibat)
- Fremitus menurun (sisi yang terlibat)
- Perkusi dada; bunyi pekak di atas area yang terisi cairan
- Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama
(paradoksik) bila trauma, penurunan pengembangan torak
(area yang sakit)
- Kulit: pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan
(udara pada jaringan dengan palpasi)
- Mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan
- Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/ terapi PEEP
g. Keamanan
 Gejala:
- Adanya trauma dada
- Radiasi/ kemoterapi untuk keganasan.
4) Pemeriksaan Diagnostik
 Sinar X dada: menyatakan akumulasi cairan pada area pleural;
dapat menunjukan penyimpanganstruktur mediastinal (jantung)
 GDA: variable tergantung dari drajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan meknik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi,

22
PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaCO2 mungkin normal atau
menurun; saturasi O2 biasanya menurun.
 Torakonsentasis: menyatakan cairan sarisanguinosa
2. Diagnosa keperawatan (Amin, Hardhi,2015 )
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan cairan di pleura paru dextra.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi
makanan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan
WSD (Water Seal Drainag
3. Intervensi keperawatan (Amin, Hardhi,2015 )
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan a. Posisikan pasien untuk
nafas tindakan keperawatan memaksimalkan
selama 3x24 jam pasien ventilas
menunjukkan keefektifan
b. Identifikasi pasien
jalan nafas dibuktikan
dengan kriteria hasil : perlunya pemasangan
a. Frekuensi pernafasan alat jalan nafas buatan
sesuai yang c. Lakukan fisioterapi
diharapkan dada jika perl
b. Ekspansi dada d. Keluarkan sekret
simetris. dengan batuk atau
c. Bernafas mudah. suctio
d. Pengeluaran sputum e. Auskultasi suara nafas,
e. Tidak didapatkan catat adanya suara
penggunaan otot tambahan
tambahan. f. Monitor respirasi dan
status oksigen.

23
f. Tidak didapatkan g. Posisikan pasien untuk
ortopneu mengurangi dispneu.
Tidak didapatkan nafas
pendek. Respiratory monitoring
a. Monitoring frekuensi,
irama dan kedalaman
nafas.
b. Monitoring gerakan
dada, lihat
kesimetrisan.
c. Monitor pola nafas :
takipneu
d. Beri terapi pengobatan
respirasi.

Nyeri akut berhubungan NOC : Pain management :


dengan agen injury fisik Setelah dilakukan a. Kaji pengalaman
tindakan keperawatan nyeri pasien
selama 3 x 24 jam, nyeri
sebelumnya, gali
hilang/terkendali dengan
kriteria hasil: pengalaman pasien
a. Mengenali faktor tentang nyeri dan
penyebab tindakan apa yang
b. Mengenali lamanya dilakukan pasien
sakit (skala, b. Kaji intensitas,
intensitas, frekuensi karakteristik, onset,
dan tanda nyeri) durasi nyeri.
c. Menggunakan metode c. Kaji
non-analgetik untuk ketidaknyamanan,
mengurangi nyeri pengaruh terhadap
d. Melaporkan nyeri kualitas istirahat,
berkurang dengan tidur, ADL.
menggunakan d. Kaji penyebab dari
manajemen nyeri nyeri
e. Menyatakan rasa e. Monitoring respon
nyaman setelah nyeri verbal/non verbal
berkurang f. Atur posisi yang
f. Tanda vital dalam senyaman mungkin,

24
rentang normal lingkungan nyaman

Pain control :
Ajarkan teknik relaksasi

Management terapi :
Kelola pemberian
analgetik
Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan Nutritional management
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan Aktifitas:
selama 2x24 jam
a. Kaji adanya alergi
diharapkan klien dapat
terpenuhi kebutuhan makanan
nutrisinya, dengan kriteria b. Kolaborasi dengan
hasil: ahli gizi untuk
a. Intake zat gizi menentukan jumlah
(nutrien) kalori dan nutrisi yang
b. Intake zat makanan dibutuhkan pasien
dan cairan c. Berikan makanan yang
c. Berat badan normal terpilih
d. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
e. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi

Nutritional management:
a. Timbang berat badan
secara rutin
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor mual dan
muntah
Monitor kalori dan intake
nutrisi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC


Setelah dilakukan Activity therapy
tindakan keperawatan Observasi :

25
selama 3 x 24 jam, klien a. Monitor respon fisik,
dapat melakukan aktivitas emosi, social dan
dengan baik dengan spiritual
kriteria hasil:
b. Sediakan penguatan
a. Berpartisipasi dalam
positif bagi yang aktif
aktivitas fisik tanpa
beraktivitas.
disertai penignkatan
tekanan darah,nadi dan
Mandiri :
RR
a. Bantu klien untuk
b. Mampu melakukan
mengidentifikasi
aktivitas sehari-hari
aktivitas yang mampu
secara mandiri
dilakukan
c. Tanda-tanda vital
b. Bantu untuk memilih
normal
aktivitas konsisten
d. Level kelemahan
yang sesuai dengan
e. Status
kemampuan fisik,
kardiopulmonary
psikologis dan sosial.
adekuat
c. Bantu untuk
f. Status respirasi :
mengidentifikasi
pertukaran gas dan
aktivitas yang disukai
ventilasi adekuat
d. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan.

Health education :
a. Ajarkan untuk
penggunaan teknik
relaksasi
b. Ajarkan Tindakan
untuk mengehemat
energi.

Kolaborasi :
a. Kolaborasikan dengan
tenaga rehabilitasi
medik dalam

26
merencanakan
program terapi yang
tepat
b. Rujuk pasien ke pusat
rehabilitasi jantung
jika keletihan
berhubungan dengan
penyakit jantung.

Resiko infeksi NOC : NIC


berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi
tindakan invasive: tindakan keperawatan a. Pantau tanda dan
pemasangan WSD (Water selama 3 x 24 jam, infeksi
gejala infeksi
Seal Drainage) tidak terjadi dengan
kriteria hasil: (misalnya, suhu tubuh,
a. Tanda – tanda vital denyut jantung,
klien terutama suhu drainase, penampilan
dalam batas normal luka, sekresi,
b. Tidak terdapat tanda – penampilan urin, suhu
tanda infeksi pada kulit, lesi kulit,
daerah pemasangan keletihan, dan malise)
WSD b. Kaji faktor yang dapat
c. Nilai laboratorium meningkatkan
terutama leukosit kerentanan terhadap
dalam batas normal infeksi (misalnya, usia
( leukosit normal : lanjut, usia kurang dari
5000 – 10.000 rb/ul ). 1 tahun, luluh imun,
dan malnutrisi )
c. Pantau hasil
laboratorium (hitung
darah lengkap, hitung
granulosit, absolut,
hitung jenis, protein
serum, dan algumin)
d. Amati penampilan
praktik higiene
Personal untuk
perlindungan terhadap

27
infeksi

Mandiri
a. Lindungi pasien
terhadap kontaminasi
silang dengan tidak
menugaskan perawat
yang sama untuk
pasien lain yang
mengalami infeksi dan
memisahkan ruang
perawatan pasien
dengan pasien yang
terinfeksi
b. Bersihkan lingkungan
dengan benar setelah
dipergunakan masing-
masing pasien

Kolaborasi
a. Ikuti protokol institusi
untuk melaporkan
suspek infeksi atau
kultur positif
b. Berikan terapi
antibiotik, bila di
perlukan

Health education
a. Jelaskan kepada
pasien dan keluarga
mengapa sakit atau
terapi meningkatkan
resiko terhadap infeksi
b. Instruksikan untuk
menjaga higiene
personal untuk

28
melindungi tubuh
terhadap infeksi
(misalnya, mencuci
tangan)

BAB III
PENUTUP

29
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.Apabila efusi pleura
tidak ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan komplikasi seperti ;
fibrotoraks, pneumothoraks, atalektasis, fibrosis paru, dan kolaps paru.
B. Saran
Sebaiknya perawat harus mengetahui konsep dasar penyakit gangguan sistem
pernapasan : efusi pleura secara mendetail agar dalam mengaplikasikan asuhan
keperawatan kepada pasien dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan
baik dan benar

DAFTAR PUSTAKA

30
Amin, Hardhi,2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &
NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1, Jogjakarta, , penerbit Mediaction

Andra S Wijaya, 2014, Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori


dan Contoh Askep, Yogyakarta, Nuha Medika

Http://klikpdpi.com/indekx.php?mod=article&sel=8187

Irman Soemantri, 2008, Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperaawatan Pada


Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Jakarta, Salemba Medika

LeMone, Priscilia, 2015, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 5, Jakarta,
EGC

Ni Ketut Kardiyudiani, 2019, Keperawatan Medikal Bedah I, Yogyakarta, PT.


PUSTAKA BARU

Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi


Medika

31

Anda mungkin juga menyukai