Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

terselesainya makalah yang berjudul “Makalah Keperawatan Efusi Pleura”.

Sebagian besar makalah yang berjudul “Efusi Pleura” ini dapat

terselesaikan atas bimbingan dari dosen dan kerjasama antara mahasiswa/i,

anggota kelompok. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih atas partipasinya.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas ketidaksempurnaan

makalah ini, baik dari segi penulisan maupun isinya. Untuk penyempurnaan lebih

lanjut, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai penyusun

khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Batam, Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................. i

Daftar Isi...................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah..................................................................... 2

1.3. Tujuan....................................................................................... 2

BAB II Tinjauan Teori................................................................................. 3

1.4. Konsep Dasar Penyakit............................................................. 3

1.4.1. Definisi................................................................................. 3

1.4.2. Klasifikasi............................................................................. 3

1.4.3. Etiologi................................................................................. 5

1.4.4. Pohon Masalah..................................................................... 10

1.4.5. Manifestasi Klinis................................................................. 11

1.4.6. Pemeriksaan Penunjang........................................................ 11

1.4.7. Penatalaksaan Medis............................................................ 13

1.4.8. Komplikasi........................................................................... 15

BAB III Penutup.......................................................................................... 21

1.5. Kesimpulan............................................................................... 21

1.6. Saran.......................................................................................... 21

Daftar Pustaka.............................................................................................. 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal

diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal,

tumor mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan

pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan

cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu mengganggu

fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi

pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih

kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar

merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari

rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih

banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak

menunjukkan hasil yang memuaskan.

Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada

sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus

mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar

50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.

Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan

jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup

penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah

bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ ini

1
seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan bahkan

dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir pada

kematian.

Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan

penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai

pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu

2
mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya serta asuhan

keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah ini akan

dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.

1.2. Rumusan Masalah

1. Jelaskan definisi efusi pleura !

2. Sebutkan klasifikasi dari efusi pleura!

3. Sebutkan etiologi efusi pleura !

4. Sebutkan manifestasi klinis dari efusi pleura !

5. Jelaskan patofisiologi terjadinya efusi pleura!

6. Jelaskan pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien dengan

efusi pleura !

7. Jelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien dengan

efusi pleura !

8. Jelaskan komplikasi dari penyakit efusi pleura !

9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan

efusi pleura ?

1.3. Tujuan

1. Untuk menjelaskan definisi efusi pleura.

2. Untuk menyebutkan klasifikasi dari efusi pleura.

3. Untuk menyebutkan etiologi efusi pleura.

4. Untuk menyebutkan manifestasi klinis dari efusi pleura.

5. Untuk menjelaskan patofisiologi terjadinya efusi pleura.

2
6. Untuk menjelaskan pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien

dengan efusi pleura.

7. Untuk menjelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien

dengan efusi pleura.

8. Untuk menjelaskan komplikasi dari penyakit efusi pleura.

9. Untuk menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien

dengan efusi pleura.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1. Konsep Dasar Penyakit

1.1.1. Definisi

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak

diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi

tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara

normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)

berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak

tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam

jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah

berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena

tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi

virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003).

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam

pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya

ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.

Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan

gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin, 2008).

1.1.2. Klasifikasi

Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :

3
1. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura,

cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering

hemoragik.

2. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya bisa

transudat atau eksudat dan ada limfosit.

3. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan

berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).

4
4. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena

menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema

akut atau kronik.

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :

1. Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah

transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler

hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu sehingga terbentuknya cairan

pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal

ini terdapat pada:

a. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

b. Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal

c. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

d. Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

a. Gagal jantung kiri (terbanyak)

b. Sindrom nefrotik

c. Obstruksi vena cava superior

d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau

masuk melalui saluran getah bening

2. Eksudat

Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler

yang permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya perubahan

permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura misalnya:

5
infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura

kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah

bening ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,

sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura, infark paru, karsinoma

bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus

Eritematosis).

(Hadi Halim, 2001: 787-788)

1.1.3. Etiologi

Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi

biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.

Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh

2 faktor yaitu:

1. Infeksi

Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:

tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik. Macam-macam penyakit

infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:

a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma

Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi

jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis

virusnya adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia, dan

mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000

per cc.

b. Pleuritis karena bakteri Piogenik

6
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan

parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi

diafragma, dinding dada atau esophagus.

1) Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus

aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp.

2) Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.

c. Pleuritis Tuberkulosa

Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat.

Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus

subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Cairan efusi yang biasanya

serous, kadang-kadang bisa juga hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per

cc. mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel

limfost. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberculosis.

d. Pleura karena Fungi

Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran

infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah :

aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus, histoplasmosis,

blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi

hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi. .

e. Pleuritis karena parasit

7
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba.

Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke

parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena

peradangan yang ditimbulkannya. Di samping ini dapat terjadi empiema karena

karena ameba yang cairannya berwarna khas merah coklat.di sini parasit masuk ke

rongga pleura secara migrasi dari perenkim hati. Dapat juga karena adanya

robekan dinding abses amuba pada hati ke arah rongga pleura.

2. Non infeksi

Penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain: Ca

paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium,

bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal

ginjal.

Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura

antara lain:

a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi

1) Gangguan Kardiovaskuler

Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak

timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis konstriktiva dan

sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan

tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas

reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun

(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru meningkat.

8
2) Emboli Pulmonal

Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal.

Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark. Emboli menyebabkan

turunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun

kerusakan parenkim paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang

berdarah (warna merah). Di samping itu, permeabilitas antara satu atau kedua

bagian pleura akan meningkat sehingga cairan efusi mudah terbentuk.

Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan

biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya. Pada

efusi pleura denga infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu

penyembuha juga lebih lama.

3) Hipoalbuminemia

Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom

nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi

karena rendahnya tekana osmotic protein cairan pleura dibandingkan dengan

tekana osmotic darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat

transudat.

b. Efusi pleura karena neoplasma

Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura

dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan

adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah adanya cairan yang selalu

9
berakumulasi kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-

kali.

Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma,

yakni :

1) Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura

terhadap air dan protein.

2) Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh

darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal

memindahkan cairan dan protein.

3) Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya

timbul hipoproteinemia.

c. Efusi pleura karena sebab lain

1) Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi,

luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau

karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.

2) Uremia

Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri

dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme

penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tetapi diketahui dengan

timbulnya eksudat terdapat peningkatan permeabilitas jaringan pleura,

perikard atau peritoneum. Sebagian besar efusi pleura karena uremia

tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas, sakit dada, atau

batuk.

10
3) Miksedema

Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian miksedema.

Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan

bersifat eksudat dan mengandung protein dengan konsentrasi tinggi.

4) Limfedema

Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan

efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada beberapa

pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.

5) Reaksi hipersensitif terhadap obat

Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-kadang

memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa

radang dan dan kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.

6) Efusi pleura idiopatik

Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur

diagnostik secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis

cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum bisa didapatkan

diagnostik yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan daloam efusi

pleura idiopatik (Asril Bahar, 2001).

d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal

Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan

peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis, pseudokista

pancreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati, abses

limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral.

11
Mekanismenya adalah karena berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim

pancreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat

eksudat serosa, tetapi kadang-kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga

sering terjadi setelah 48-72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi,

operasi terhadap obstruksi intestinal atau pascaoperasi atelektasis.

1) Sirosis Hati

Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan efusi pleura

timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan

asites dengan cairan pleura, karena terdapat hubungan fungsional antara rongga

pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot

diafragma.

2) Sindrom Meig

Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium

(jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis terjadinya efusi

pleura masih belum diketahui betul. Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi

pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai

asites dan eksudat cairan pleura sering dikira sebagai neoplasma dan

metastasisnya.

3) Dialisis Peritoneal

Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialysis

peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan

dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.

Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan

dialisat.

12
Pathway

Efusi Pleura

Peningkatan Menekan pleura Atelektasis


cairan pleura

Ekspansi paru Indikasi tindakan

Rangsangan serabut inadekuat


saraf sensoris parietalis
Nafas pendek Pemasangan
dengan usaha kuat
Torakosintesis WSD
Sesak napas
Nyeri

Kelelahan
nafsu makan menurun Terputusnya
kontinuitas jaringan

Perubahan nutrisi Kesulitan tidur

kurang dari kebutuhan Perlukaan

Gangguan pola
tidur kurang dari Port de entry
Intoleransi aktivitas
kebutuhan

Resiko tinggi
terhadap infeksi
Nyeri

13
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,

setelah cairan cukup banyak rasa sakit akan hilang. Bila cairan banyak,

penderita akan sesak napas.

2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan

nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril

(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sekret.

3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi

penumpukan cairan pleural yang signifikan.

4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,

karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang

bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada

perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan

membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani di

bagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah

pekak karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada auskultasi

daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.

6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

1.1.1. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen dada

Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk

mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

2. CT scan dada

14
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa

menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.

3. USG dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang

jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

4. Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui

torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan

diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

5. Biopsi

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka

dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk

dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan

pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat

ditentukan.

6. Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan

yang terkumpul.

7. Analisa cairan pleura

Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan

di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral

15
dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak

paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak

cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP

atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi

pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan

pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah

didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti :

a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),

albumin, amylase, pH, dan glukosa.

b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui

kemungkinan terjadi infeksi bakteri.

c. Pemeriksaan hitung sel

8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan

Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk

membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau

eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang

mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan

pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis

hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang

mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura

eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri,

infeksi virus, dan keganasan.

1.1.2. Penatalaksanaan Medis

16
1. Aspirasi cairan pleura

Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang

dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi

ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru

atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh

diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi.

Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang

bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat

timbul dengan tindakan aspirasi :

a. Trauma

Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai

pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura

parietalis yang dapat menyebabkan pneumothoraks.

b. Mediastinal Displacement

Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan

pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan

bergesernya kembali struktur mediastinal. Tekanan negatif yang

berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal

kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan

perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada

hemodinamik.

c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan

hipoproteinemia.

17
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat

menimbulkan tiga pengaruh pokok :

1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer

yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai

gangguan elektrolit dalam tubuh.

2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang

negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan

pleura yang lebih banyak.

3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.

2. Water Seal Drainage

Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini

dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3. Penggunaan Obat-obatan

Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura efusi selain hasilnya yang

kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan

cairan karena malignancy adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu

penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan

penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak

memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor

patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.

18
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula

menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang

berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :

4. Thorakosintesis

Thorakosintesis dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan

dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi

untuk melakukan thorasintesis adalah :

a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan

dalam rongga pleura.

b. Bila terapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.

c. Bila terjadi reakumulasi cairan.

Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc karena

pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak

dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Hal

tersebut dapat menyebabkan kerugian sebagai berikut.

a) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang

berada dalam cairan pleura.

b) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.

c) Dapat terjadi pneumothoraks.

5. Radiasi

19
Radiasi pada tumor justru menimbulkan efusi pleura disebabkan oleh

karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi, beberapa publikasi

terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.

1.1.3. Komplikasi

1. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase

yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura

viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat

menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada

dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk

memisahkan membran-membran pleura tersebut.

2. Pneumothoraks

Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)

3. Atalektasis

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang

disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

4. Fibrosis Paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat

paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan

jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan

peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat

menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

20
5. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan

ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan

mengakibatkan kolaps paru.

1.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Efusi Pleura

1.2.1. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama

atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan

pekerjaan pasien.

2. Keluhan Utama

Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak

nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat

tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non

produktif.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda -

tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat

badan menurun dan sebagainya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,

pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan

untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

21
5. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-

penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,

asma, TB paru dan lain sebagainya.

6. Riwayat Psikososial

7. Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang

dilakukan terhadap dirinya.

8. Pengkajian Pola Fungsi

a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

b. Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi

perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan

persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.

c. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan

penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya

penyakit.

d. Pola nutrisi dan metabolisme

e. Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan

pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi

pasien.

22
f. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS

pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan

akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.

g. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien

dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.

9. Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan

defekasi sebelum dan sesudah MRS.

Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest

sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada

struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus

digestivus.

10. Pola aktivitas dan latihan

a. Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.

b. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.

c. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat

adanya nyeri dada.

d. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien

dibantu oleh perawat dan keluarganya.

11. Pola tidur dan istirahat

a. Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan

berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

23
b. Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan

rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang

yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.

11. Pemeriksaan Fisik

a. Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien

secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,

sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien

untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.

b. Sistem Respirasi

1) Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit

mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan

pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah

hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan

ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya

dyspneu.

2) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah

cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan

pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

3) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.

Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan

terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung

lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini

24
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian

depan dada, kurang jelas di punggung.

4) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi

duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada

kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan

ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di

sekitar batas atas cairan.

c. Sistem Cardiovasculer

1) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada

pada ICS – 5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

pembesaran jantung.

2) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus

diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu

juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.

3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung

terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah

pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

4) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau

gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah

jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya

peningkatan arus turbulensi darah.

d. Sistem Pencernaan

25
1) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau

datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau

tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-

benjolan atau massa.

2) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai

normalnya 5 – 35 kali per menit.

3) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,

adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui

derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.

4) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan

akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta,

tumor).

e. Sistem Neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga

diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen

atau comma.Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.

Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,

penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

f. Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu,

palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi

perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi

dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian

dibandingkan antara kiri dan kanan.

26
g. Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya

lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak

cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport oksigen. Pada

palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,

demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit

untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,

27
28
BAB III

KESIMPULAN

1.1. Kesimpulan

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam

pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya

ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura

viseralis.Apabila efusi pleura tidak ditangani dengan baik, maka akan

menyebabkan komplikasi seperti ; fibrotoraks, pneumothoraks, atalektasis,

fibrosis paru, dan kolaps paru.

Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi efusi pleura

sebagai berikut.

1. Aspirasi cairan pleura

2. Pemasangan WSD

3. Penggunaan obat-obatan

4. Thorakosintesis

5. Radiasi

1.2. Saran

Sebaiknya perawat harus mengetahui konsep dasar penyakit gangguan

sistem pernapasan : efusi pleura secara mendetail agar dalam mengaplikasikan

asuhan keperawatan kepada pasien dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan

dengan baik dan benar.

29
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika

Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 11

April 2016 pada http://doc-alfarisi.blogspot.com/2016/04/definisi-dan-klasifikasi-

efusi-pleura.html

Blackwell, Wiley.2014. Nursing Diagnoses. USA : ISBN

Moorhead, dkk.2013. Nursing Outcome Classification (NOC). USA : ISBN

Bulechek, dkk.2013. Nursing Intervensions Classification (NIC). USA : ISBN

30

Anda mungkin juga menyukai