Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA”

OLEH
KELOMPOK 8 KELAS 7B

ANGGOTA KELOMPOK
Zakiyyatus Sholikah 1130016001
Firnanda Erindia 1130016002
Siti Hardiyanti 1130016004
Annisatul Arum Pridasari 1130016028

FASILITATOR :
Priyo Mukti, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Puji syukur atas
kehadirat Allah yang selalu memberikan Rahmat serta taufik hidayahnya sehingga
kami bisa mengerjakan tugas makalah ini dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN EFUSI PLEURA”. Dan kami juga bersyukur atas
terselesainya makalah ini.
Pada kesempatan ini, perkenankan kami menyampaikan terima kasih
yangsedalam-dalamnya kepada: Priyo Mukti, S.Kep., M.Kep yang telah memberi
arahan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini,
begitu pula dengan makalah ini. Oleh karena itu masukan, kritik dan saran sangat
penulis harapkan demi perbaikan dan sempurnanya tulisan di masa mendatang.
Harapan penulis, semoga makalah ini berguna bagi pembaca.

Surabaya, 28 Oktober 2019

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan ........................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................3
2.1 Definisi ......................................................................................................3
2.2 Etiologi ......................................................................................................3
2.3 Patogenesis.................................................................................................3
2.4 Fisiologi Pleura...........................................................................................3
2.5 Patofisiologi................................................................................................4
2.6 Asuhan keperawatan teori...........................................................................5
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA..............................9
3.1 Kasus...........................................................................................................9
3.2 Pengkajian...................................................................................................9
3.3 Diagnosa Keperawatan...............................................................................16
3.4 Intervemsi...................................................................................................17
3.5 Implementasi dan evaluasi..........................................................................19
BAB 4 PENUTUP...........................................................................................21
4.1 Saran...........................................................................................................21
4.2 Kesimpulan.................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Efusi pleura merupakan keadaan di mana cairan menumpuk di dalam rongga
pleura.Dalam keadaan normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak 10-20 ml yang
berfungsimempermudah pergerakan paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah cairan
melebihivolum normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura
parietalyang melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh
darahmikropleura viseral. Pleura seringkali mengalami pathogenesis sperti terjadinya efusi
cairan, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila
rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks atau empima toraksis bila
berisi nanah, pneumotoraks bila berisi udara (Soemantri, 2009).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus efusi pleura di seluruh
dunia cukup tinggi menduduki urutan ketiga setelah kanker paru, sekitar 10-15 juta
dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi pleura suatu disase entity dan
merupakan suatu gejalanpenyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru. Efusi pleura menempati urutan ke empat
distribusi 10 penyakit terbanyak setelah kanker yaitu dengan jumlah 76 dari 808 orang
dengan prevalensi 9,14% (Alsagaf, 2010)
Berdasarkan data yang dilaporkan Departemen Kesehatan tahun 2006 menyebutkan di
Indonesia kasus efusi pleura 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas dengan Case
Fatality Rate (CFR), sedangkan di Jawa Timur penderita terdiagnosis Efusi pleura sebesar
39,19 dengan sensitivitas sebesar 88,9% dan spesifitas sebesar 90% (Amelia, 2016)
Umumnya pasien datang dengan gejala sesak napas, nyeri dada, batuk, dan
demam.'ada pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas seperti bunyi redup pada
perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada auskultasi
paru bila cairanefusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi ter!adinyaefusi pleura.
Oleh karena keadaannya yang dapat mengancam jiwa, dan penanganannya yangsegera
pada beberapa kasus, kami mengangkat kasus efusi pleura dalam makalah ini. Agar kami
dapat mempela!ari bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan kasus yang
umumnyamerupakan keadaan akut dari penyakit paru seperti tuberkulosis.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Efusi Pleura?
2. Bagaimana Etiologi ?
3. Bagaimana Patogenesis?
4. Bagaimana Fisiologi?
5. Bagaimana Patofisiologi
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan efusi Pleura?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Efusi Pluera
2. Untuk mengetahui Etiologi
3. Untuk mengetahui Patogenesis
4. Untuk mengetahui Fisiologi
5. Untuk mengetahui Patofisologi
6. Untuk mengetahui Asuhan Keparawatan Efusi Pleura

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Efusi Pleura
Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi
penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Soemantri, 2009).
2.2 Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer pada
pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan tumor primer pleura
(Soemantri, 2009).
2.3 Patogenesis
Timbulnya efusi pelura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi seperti adanya gangguan
dalam reabsorbsi cairan pelura (misalnya karena adanya tumor), peningkatan produksi cairan
pelura (misalnya akibat infeksi pada pleura). Sedangkan secara patologis, efusi pleura terjadi
dikarenakan keadaan-keadaan seperti :
a. Meningkatnya tekanan hidrostatik contohnya akibat gagal jantung
b. Penurunan tekanan osmotik koloid plasma contohnya hipoproteinemia
c. Peningkatan permeabilitas kapiler contohnya infeksi bakteri
d. Kurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
1. Transudat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan asites, hipoprotenemia pada nefrotik sindrom,
obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialysis peritoneal, dan
atalektasis akut.
2. Eksudat
a. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasite, abses).
b. Neoplasma (kanker paru, metastasis, limfoma, leukemia).
c. Emboli/infark paru.
d. Penyakit kolagen (SLE, rheumatoid artritis)
e. Penyakit gastrointestinal (pankreatitis, rupture esophagus, abses hati).
f. Trauma (hemotorax, khilotorax) (Soemantri, 2009).
2.4 Fisiologi Pleura
Pleura merupakan membrane tipis yang terdiri atas dua lapisan yang berbeda, yaitu pleura
fiseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam
beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, sebagai berikut :

3
1. Pleura fiseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 µm), diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat
endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan
tengah memiliki jaringan kolagen dan serat-serat elastic, sedangkan lapisan terbawah
terdapat jaringan interstisial sub pleura yang sangat banyak mengandung pembuluh
darah kapiler dari arteri pulmonalis dan brakialis serta kelenjar getah bening.
Keseluruhan jaringan pleura fiseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan
parenkim paru.
2. Pleura Parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan jaringan yang lebih tebal dan terdiri atas
sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat. Cairan pleura
diproduksi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi oleh pelura viseralis. Cairan terbentuk
dari filtrasi plasma melalui endotel kapiler dan direabsorbsi oleh pembuluh limfe dan
venula pleura.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura
tersebut, karena biasanya ditempat ini hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit
ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga memudahkan kedua pleura
tersebut bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura
ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau udara.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietalis dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pelura viseralis
melalui sistem limfatik dan vaskuler. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura
viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik koloid plasma. Cairan terbanyak di reabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya
sebagian kecil yang direabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrofili disekitar
sel-sel mesotelial (Soemantri, 2009).
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan

4
osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial
masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura.
Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat), sedangkan
yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang
berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis
sekunder (sakibat samping) terhadap peradangan atau adanya neoplasma.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah/gagal
jantung kongesif. Saat jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal keseluruh
tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul
hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berapa dalam pembuluh darah pada area tersebut
menjadi bocor dan masuk kedalam pleura, ditambah dengan adanya penuruna reabsorbsi yang
abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien neftrotiksindrom, malabsorbsi atau
keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
pembentukan cairan pleura dan reabsorbsi yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya
penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah
masuk ke dalam rongga pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada
kekakuan relatif paru dan dinding dada. Pada volume paru dalam batas pernapasan normal,
dinding dada cenderung rekoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil kedalam
(Soemantri, 2009).
2.6 Asuhan Keperawatan Teori
a. Pengkajian
1) Biodata
Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh usia.
Status ekonomi (tempat tinggal) sangat berperan terhadap timbulnya penyakit ini
terutama yang didahului oleh tuberkulosis paru. Klien dengan tuberkulosis paru sering
ditemukan didaerah padat penduduk dengan kondisi sanitasi kurang.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, gejala yang timbul sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan menyebar kemungkinan
timbul dispnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas

5
pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullnes
pada perkusi, dan penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang terkena.
b) Riwayat kesehatan Dahulu
Klien dengan efusi pleura terutama akibat adanya infeksi non pleura biasanya
mempunyai riwayat penyakit tuberkulosis paru.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan dari anggota
keluarganya yang lain, terkecuali penularan infeksi tuberkulosis yang menjadi
faktor penyebab timbulnya efusi pleura
3) Pemeriksaan Fisik
a) Pada klien efusi pleura bentuk hemitorak yang sakit mencembung, kosta mendatar,
ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan menurun. Pendorongan
mediastinum kea rah hemitorak kontralateral yang diketahui dari posisi trakea dan
iktus kordis, RR cenderung meningkat dank lien biasanya dispneu
b) Vocal premitus mneurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
c) Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka pada pemeriksaan ekskursi
diafragma akan didapatkan adanya penurunan kemampuan pengembangan
diafragma.
d) Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni.
4) Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja, tetapi
kadang-kadang sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan penunjang seperti sinar tembus
dada. Diagnosis yang pasti bisa didapatkan melalui tindakan torakosintesis dan biopsy
pleura pada beberapa kasus.
a) Sinar Tembus Dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian
medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara
dalam rongga tersebut yang bisa berasal dari luar atau dari dalam paru-paru itu
sendiri.

6
Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat
atelectasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada
tempatnya.
b) Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.
Torakosintesis sebiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada
bagian bawah paru di sela iga ke-9 garis aksila posterior dengan memakai jarum
abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1.000-
1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah
banyak, maka akan menimbulkan syok pleural (hipotensi) atau edema paru. Edema
paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat mengembang.

Tabel. Perbedaan Cairan Transudat dan Eksudat


Transudat Eksudat
1. Warna 1. Kuning pucat, jernih 1. Jernih, keruh, purulent, hemoragik
2. Bekuan 2. – 2. - / +
3. Berat Jenis 3. < 1018 3. > 1018
4. Leukosit 4. < 1000/µL 4. Bervariasi, > 1000/µL
5. Eritrosit 5. Sedikit 5. Biasanya banyak
6. Hitung Jenis 6. MN (Limfosit/mesotel) 6. Terutama polimorfonuklear (PMN)
7. Protein Total 7. < 50% serum 7. > 50% serum
8. LDH 8. < 60% serum 8. > 60% serum
9. Glukosa 9. = Plasma 9. = / < plasma
10. Fibrinogen 10. 0,3-4 10. 4-6% atau lebih
11. Amilase 11. – 11. > 50% serum
12. Bakteri 12. – 12. -/+
Sumber. Black, J.M., dan Jacob, E.M., 1993
c) Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila
hasil biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.

d) Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis


7
Pemeriksaan penunjang lainnya :
a) Bronkoskopi : pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses paru
b) Scanning isotope : pada kasus-kasus dengan emboli paru
c) Torakostopi (fiber-optic pleuroscopy ) : pada kasus dengan neoplasma atau TBC
(Soemantri, 2009)
b. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan klien dengan efusi pleura adalah dengan mengatasi penyakit yang
mendasarinya, mencegah re-accumulation cairan dan mengurangi ketidaknyamanan
dan dispnea.
c. Diagnosis Keperawatan
a) Pola napas tidak efektif, yang berhubungan dengan :
 Penurunan ekspansi paru (akumulasi dari udara/cairan)
 Proses radang
Ditandai dengan :
- Dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan
- Penggunaan otot bantu pernapasan, nasal faring
- Sianosis, ABGs abnormal
- Perubahan pergerakan dinding dada
b) Risiko tinggi terhadap trauma, yang berhubungan dengan :
 Ketergantungan alat eksternal
 Proses penyakit saat ini
c) Nyeri akut, yang berhubungan dengan :
 Terangsangnya saraf intratorak sekunder terhadap iritasi pleura
 Inflamasi parenkim paru
d) Kerusakan pertukaran Gas, yang berhubungan dengan :
 Penurunan kemampuan recoil paru, gangguan transportasi oksigen (Soemantri,
2009)

BAB 3
8
ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA
3.1 KASUS
Tn.A berumur 56 tahun pada tanggal 28 oktober 2019 datang ke poliklinik umum
RSUD. Dengan keluhan pasien mengatakan batuk, sesak nafas terjadi selama kurang lebih 6
hari dan terjadi 10 menit sekali, nyeri dada seperti tertusuk - tusuk, rasa berat pada dada, berat
badan menurun, mudah lelah, nyeri akan semakin terasa berat jika melakukan aktivitas dan
berbaring. Saat dikaji oleh perawat, Klien tampak lemah, skala nyeri 7, Penampilan klien
tampak sesuai dengan usianya, Klien tampak tidak banyak bicara dan terlihat seperti menahan
saki, tidak bersemangat dan Tinggi badan 167 cm dan berat badan 50 kg . Hasil pemeriksaan
tanda – tanda vital TD: 110/90 mmHg Nadi : 108 x /mnt Pernafasan : 26 x/mnt Suhu : 36,5°C,
suara ronkhi (+), bibir terlihat kering dan pucat, konjungtiva anemis, akral dingin, CRT ≥ 2
detik, batuk disetai lendir.
3.2 Pengkajian
3.2.1 Identitas pasien
a. Nama : Tn. “ A “
b. Usia : 56 Tahun
c. Jenis Kelamin : laki - laki
d. Agama : Islam
e. Suku : jawa
f. Status Pernikahan : Menikah
g. Pekerjaan :swasta
h. No. RM : 255xxx
i. Tanggal Masuk RS : 28 oktober 2019
3.2.2 Identitas penanggung jawab
a. Nama : Ny. “ S “
b. Usia : 52 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Hubungan dengan klien : Istri
3.2.3 Data asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengumpulan data
a) Keluhan Utama
(a) Keluhan utama : Sesak napas
(b) Faktor pencetus : Terjadi saat istirahat atau selama kegiatan

9
(c) Lamanya keluhan : ±10 menit
(d) Faktor yang memperberat : Saat berbaring dan saat beraktivitas
(e) Upaya yang dilakukan : Saat klien duduk dan menarik nafas dalam
(f) Diagnosa medic : Efusi Pleural
b) Riwayat kesehatan
(a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan Batuk dan Sesak nafas dialami ± 6 hari yang lalu, 2 hari
dirumah sesak dan batuk kemudian dibawa kerumah sakit sejak tgl 28
oktober 2019
(b) Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan pernah di rawat di Rumah Sakit dengan keluhan yang
sama yaitu sesak nafas dan batuk.
c) Riwayat psikososial
(a) Pola Konsep Diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang kerumahnya.
(b) Pola Kognitif
Klien mengetahui bahwa penyakitnya jantung, tetapi tidak mengetahui
secara keseluruhan.
(c) Pola Koping
Klien berharap dapat sembuh dari penyakitnya.
(d) Pola Interaksi
Klien mampu berinteraksi dengan Perawat dan dokter.
d) Riwayat spiritual
(a) Keadaan klien beribadah
Klien mengatakan sebelum sakit rajin beribadah.
(b) Dukungan keluarga klien
Klien mengatakan keluarga sangat mendukung terhadap kesembuhan
klien.
(c) Ritual yang biasa dilakukan
Klien mengatakan tidak ada ritual khusus yang biasa dilakukan.
e) Pemeriksaan fisik
(1) Keadaan umum
(a)Tanda-tanda distres

10
Klien tampak lemah, ekspresi wajah klien tampak datar, penampilan
klien tampak sesuai dengan usianya, klien tampak tidak banyak bicara
dan tidak bersemangat dan Tinggi badan 167 cm dan berat badan 50 kg.
(b)Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 110/90 mmHg
Nadi : 108 x /mnt
Pernafasan : 26 x/mnt
Suhu : 36,5°C
(c)Sistem Pernapasan
1. Hidung
Hidung simetris kanan dan kiri, pernapasan cuping hidung,Tidak
ditemukan adanya polip dan Tidak terdapat apistaksis.
2. Leher
Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid
ataupun kelenjar dan tampak ada lendir pada saat batuk.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid dan
kelenjar limfe serta tidak ada nyeri tekan.
3. Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Ada nyeri tekan
Perkusi : Bunyi pekak diatas area yang terisi cairan
Auskultasi: Terdengar bunyi nafas tambahan yaitu ronchi (+)
(2) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : Tidak ditemukan adanya anemia, Bibir tampak kering dan
ukuran jantung normal
Palpasi : Teraba arteri carotis kuat
Auskultasi : Bunyi jantung : I = Lup, II = Dup, tidak terdengar bunyi
jantung tambahan
(3) Sistem pencernaan
Abdomen
Inspeksi : Warna kulit tidak ada kelainan, Tidak tampak
Vena yang melintang diperut, gerakan abdomen
mengikuti irama pernapasan.
Perkusi : Redup

11
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada teraba adanya
pembesaran hepar
Auskultasi : Tidak ada bising usus

(4) Sistem indera


1. Mata
Inspeksi : Bulu mata dan alis tumbuh dengan baik,Mampu membuka
mata secara spontan dan Bola mata dapat bergerak kesegala arah.
Palapasi : Tidak ada nyeri tekan.
2. Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung simetris, tidak terdapat secret,Tidak ada
polip dan Fungsi penciuman klien baik dapat membedakan
bau dan Klien tidak mimisan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
3. Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga simetris kanan dan kiri dan Tidak ada
pembengkakan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan Kedua daun telinga lentur.
(5) Sistem muskleletal
1. Kepala
Bentuk kepala bulat, tidak ada peradangan, rambut tidak mudah
dicabut, tidak ada nyeri tekan.
2. Vertebra
Tidak menunjukkan adanya kelainan bentuk seperti scoliosis, lordosis,
dan kifosis.
3. Lutut
Kedua lutut dapat digerakkan denganpergerakan lambat, dan tidak
tampak oedema.
4. Kaki
Kedua kaki tidak dapat digerakkan tetapi dengan pergerakan yang
lambat dan tidak tampak bengkak pada kaki
5. Tangan
Tangan kanan klien kurang mampu menggerakkan serta menahan
tekanan, dan tangan kiri tampak tidak ada.

12
(6) Sistem integumen
1. Rambut
Rambut berwarna putih sebagian, keadaan rambut tampak kurang rapi
2. Kulit
Warna kulit langsat berkeriput, pucat. CRT ≥ 2 detik
3. Kuku
Kuku pendek dan bersih
(7) Sistem endokrin
1. Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
2. Ekskresi urine normal
f) Pemeriksaan diagnostic
(1) Pemeriksaan Radiologi
Kesan : Efusi Pleural Bilateral
(2) Pemeriksaan Laboratorium
(a) Darah rutin
Jenis Hasil Satuan Nilai normal
Pemeriksaan
WBC 6,55 uL 40-10,0
HGB 13,6 g/dL 12,0-18,0
HCT 41,0 % 37,0-54,0
PLT 250 10^3/uL 150-400

(b) Darah lengkap (kimia darah)


g) Therapy
(1) Terapi O2 3 lpm : Untuk memenuhi kebutuhan O2 yang adekuat dalam
darah
(2) Spinarolacton 50 mg 2x1 : Mencegah penimbunan cairan dalam
tubuh/untuk pernapasan (sesak napas)
(3) Inj. Lasix 1 amp/ 8 jam : Untuk mengurangi cairan dalam tubuh
(4) Ranitidin 1 amp/ 12 jam : Untuk menekan sekresi atau pembentukan asam
lambung
(5) Nebulizer dengan Combiven : Melonggarkan jalan napas

h) Analisa data
13
No Data Penyebab Masalah
1. Data Subjektif : Sekresi yang Bersihan jalan
a. Klien tertahan nafas tidak
mengatakan efektif
batuk berlendir
b. Klien
mengatakan
sesak napas
Data Objektif
a. Tampak lendir
pada saat batuk
b. Klien tampak
sesak napas
c. TTV
TD:110/70
mmHg
N : 88x/mnt
S :36ºC
P :26x/mnt
2. Data Subjektif Ketidakseimbangan Intoleransi
a. Klien antara suplai dan aktivitas
mengatakan kebutuhan O2
mudah lelah
b. Klien
mengatakan
sesak nafas dan
nyeri jika
digunakan untuk
beraktivitas
Data Objektif
a. Klien terlihat
wajahnya pucat
b. Klien terlihat
lemas

14
c. Data CRT ≥ 2
detik
d. Konjungtiva
anemis
e. Akral dingin
3. Data Subjektif Agen pencedera Nyeri akut
P: klien mengatakan fisiologis (mis.
batuk dan sesak Inflamasi parenkim
nafas sudah lebih paru, iskemia,
dari 6 hari, nyeri neoplasma, reaksi
semakin terasa sekret terhadap
saat melakukan sirkulasi toksin).
aktivitas
Q: klien
mengatakan
nyeri terasa
seperti tertusuk –
tusuk
R: klien mengatakan
nyeri pada
daerah dada,
dada terasa berat
S: klien mengatakan
skala yang
dirasakan yaitu
skala 7
T: kalien
mengatakan
nyeri semakin
berat saat
melakukan
aktivitas
Data Objektif
a. Klien terlihat
tidak banyak
15
bicara
b. Klien terlihat
seperti menahan
sakit
c. Saat bagian dada
di tekan klien
memberi respon
wajah meringis
kesakitan

3.3 Diagnosa Keperawatan


Bersihan jalan nafas b/d sekresi yang tertahan d/d batuk tidak efektif, sputum
berlebih, mengi, wheezing dan rhonki kering.
Intoleransi aktivitasb/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 d/d
mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat ≥ 20% dari kondisi istirahat
Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi parenkim paru, iskemia,
neoplasma, reaksi sekret terhadap sirkulasi toksin) d/d mengeluh sakit, tampak
meringis, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, bersifat protektif (posisi menghindari
nyeri.

3.4 Intervensi
No Diagnosa Outcome Intervensi
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas
b/d sekresi yang keperawatan selama 1x24
1. Monitor pola nafas
tertahan d/d batuk jam dengan ekspektasi
2. Monitor bunyi nafas tambahan
tidak efektif, meningkat dengan kriteria
3. Monitor sputum
sputum berlebih, hasil
4. Posisikan semi fowler
mengi, wheezing,
1. Produksi sputum menurun 5. Berikan oksigen
ronkhi kering
2. Mengi menurun Manajemen ventilasi mekanik
3. Wheezing menurun
6. Monitor efek ventilator terhadap
4. Frekuensi nafas membaik
status oksigenasi
5. Pola nafas membaik
7. Monitor efek negative ventilator

16
8. Monitor gangguan mukosa oral,
nasal, trakea dan laring
9. Lakukan perawatan mulut
secara rutin
10. Lakukan penghisapan
lender
11. Ganti sirkuit ventilator
sesuai protokol
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Manajemen energi
b/d keperawatan selama 1x24
1. Sediakan lingkungan nyaman
ketidaksseimbangan jam dengan ekspektasi
dan rendah stimulus
antara suplai dan meningkat, dengan kriteria
2. Anjurkan tirah baring
kebutuhan O2 d/d hasil :
3. Anjurkan aktivitas secara
mengeluh Lelah,
1. Kekuatan nadi perifer berthhap
frekuensi jantung
sedang Manajemen aritmia
meningkat > 20%
2. Eject fraction sedang
dari kondisi 4. Monitor respon homeodinamik
3. Lelah menurun
istirahat 5. Monitor saturasi oksigen
4. Tekanan darah membaik
6. Berikan lingkungan yang teang
5. Central venous pressure
7. Rekam EKG 12 sadapan
cukup membaik

3 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri


pencedera fisiologis keperawatan selama 1x24
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
d/d mengeluh sakit, jam dengan ekspektasi
durasi, frekuensi, kualitas,
tampak meringiis, menurun, dengan kriteria
intensitas nyeri
frekuensi nadi hasil :
2. Identifikasi skala nyeri
meningkat, sulit
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikais respon nyeri non
tidur, bersifat
2. Meringis menurun verbal
protektif
3. Sikap protektif menurun 4. Berikan teknik non
4. Gelisah menurun farmakologis untu mengurangi
5. Kesulitan tidur menurun nyeri
6. Frekuensi nadi membaik 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Kolaborasi pemberian analgesic
Pemberian obat

17
7. Identifikasi kemungkinan alergi
8. Lakukan prinsip pemberian obat
6T
9. Dokumentasi pemberian obat
dan respon terhadap obat

18
3.5 Implementasi dan Evaluasi
No dx Waktu Implementasi Paraf Evaluasi Paraf
1. 29/10/19 Mlakukan monitor pola nafas, bunyi nafas, sputum 29/10/19, pukul : 14.00
08.00 R : pasien kooperatif S : Px mengatakan lebih
Hasil : pola nafas ireguler, bunyi nafas ronkhi dan wheezing, sputum (+) nyaman
O : suara nafas wheezing (-),
29/10/19 Memberikan posisi semi fowler dan memberikan oksigen NRM 7lpm ronkhi (+), RR 22x/menit
08.15 R : pasien kooperatif A : masalah teratasi sebagian
Hasil : RR 24 x/menit, pasien tampak tenang I : intervensi 1,2,3,4,5
dilanjutkan
29/10/19 Melakukan suction
09.00 R : pasien kooperatif
Hasil : didapatkan secret dengan fekuensi 10 ml warna purulent
2 29/10/19 Melakukan pemeriksaan TTV 29/10/19 pukul 14.00
08.00 R : pasien kooperatif S : pasien mengatakan masih
Hasil : didapatkan hasil TD: 150/90, N : 80x/mnt, RR 24x/mnt, S: 37 oC merasakan kelelahan dan
tidak berdaya
29/10/19 Melakukan pemeriksaan EKG
O : RR: 24x/mnt, Td 150/90,
09.30 R : px kooperatif
N : 80x/mnt, hasil EKG :
Hasil : segmen ST elevasi
segmen ST elevasi
Melakukan HE kepada Px dan keluarga terkait pasien harus tirah baring,
A : masalah belum teratasi
dam tidak membuat keramaian
I : semua intervensi
R : keluarga kooperatif
dilanjutkan 3

19
Hasil : keluarga menjenguk pasien bergantian
3 29/10/19 Melakukan pengkajian nyeri 29/10/19 pukul 14.00
11.00 R : pasien kooperatif S : pasien mengatakan skala
Hasil : px mengatakan nyerinya tumpul, nyeri terus menerus,skala nyeri 7 nyeri 5
O : pasien terlihat tenang dan
29/10/19 Melakukan injeksi intacutan untuk mengetahui reksi algeri px tidak menyeringai
11.11 R : pasien kooperatif A : masalah teratasi
Hasil : respon alergi (-) sebagain
I : intervensi 2, 4,5,6,9
29/10/19 Melakukan pemebrian obat inj IV ondancetron, santagesik dilanjutkan
11.30 R : px kooperatif
Hasil : tidak terjadi reaksi alergi pada obat

20
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi
penumpukan cairan dalam rongga pleura). Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan
kelainan sekunder. Kelainan primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman
primer intrapleura dan tumor primer pleura.
Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat), sedangkan
yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang
berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis
sekunder (sakibat samping) terhadap peradangan atau adanya neoplasma
4.2 Saran
Untuk tenaga kesehatan diperlukan penanganan khusus dan cepat dalam menanani
penderita-penderita efusi pleura. Karena penyakit ini menyerang pernapasan manusia yang
merupakan peran penting dalam kehidupan

21
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff H, dan Mukty H.A. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press
Amalia & Pradjoko. 2016.Nilai diagnostic Adenosine Deaminase (ADA )Cairan Pleura pada
Penderita Efusi Pleura Tuberculosis.Jurnal Respirasi (JR) vol. 2 No. 2 Mei 2016
Soemantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
pernapasan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI

22

Anda mungkin juga menyukai