LUKLUATUL MAHBUBAH
1120020078
Post operasi SC
Adekuat Tidak
Kelelahan Adekuat
Suplai O2 ke
jaringan menurun ASI
keluar ASI tidak
Intoleransi
keluar
aktivitas
Nekrose
Efektif
laktasi Inefektif
laktasi
Kurang
pengetahuan
perawatan payudara
Menyusui
tidak efektif
6. Manifestasi Klinis Sectio Caesarea (SC)
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Disporsi sefalopelvik : yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan
ukuran panggul
d. Rupture uteri mengancam
e. Partus lama (prolonged labor)
f. Partus tak maju (obstructed labor)
g. Distosia serviks
h. Pre-eklamsia dan hipertensi
i. Malpresentasi janin
1) Letak lintang
2) Letak bokong
3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)
4) Presentasi rangkap jika resposisi tidak berhasil
5) Gemeli (Caroll dan Wilkinson, 2012).
7. Komplikasi Sectio Caesarea (SC)
a. Infeksi Puerpuralis
1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
2) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama
(Caroll dan Wilkinson, 2012).
b. Pendarahan disebabkan karena:
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2) Atonia uteri
3) Pendarahan pada placentabled (Caroll dan Wilkinson, 2012).
c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi (Caroll dan Wilkinson, 2012).
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio
sesarea klasik (Caroll dan Wilkinson, 2012).
8. Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesarea (SC)
a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin / Hematokrit
f. Golongan darah
g. Urinalisis
h. Amnio sentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
j. Ultrasound sesuai pesanan (Caroll dan Wilkinson, 2012).
9. Penatalaksanaan Sectio Caesarea (SC)
a. Medis
Cairan intervena sesuai indikasi, anastesi, perjanjian dari orang terdekat
untuk tujuan, seksio sesarea test laboratorium sesuai indikasi, tanda – tanda
vital, pemasangan volley kateter (Caroll dan Wilkinson, 2012).
b. Perawatan Post Partum
Pasien berbaring miring di dalam pemulihan dengan pemantauan ketat
TTV tiap 15 menit dan 1 jam pertama, kemudian 30 menit dalam 1 jam
berikutnya dan selanjutnya setiap jam. Yakinkan kepala pasien agak tengadah
agar jalan nafas bebas, tungkai bagian atas posisi fleksi, analgetik diberikan,
mobilisasi, makan dan minum, setelah diperiksa peristaltik usus 6 jam post
partum bila positif maka pasien dapat diberikan minum hangat sedikit –
sedikit, seterusnya dilanjutkan dengan makanan biasa bila pasien telah flatus,
kassa harus diganti hari ke-3 sebelum pasien pulang, kateter dibuka 12 – 24
jam pasca bedah (Caroll dan Wilkinson, 2012).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea (SC)
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan Sectio Caesarea, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,
prolaps tali pusat, abrupsio plasenta, dan plasenta previa.
a. Identitas atau Biodata Klien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register,
dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun
seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau
abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat pada saat sebelun inpartu di
dapatkan cairan ketuban yang keluar pervaginam secara spontan kemudian
tidak diikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam keluarga
seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktivitas
Pada pasien post partum, pasien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak,
cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eliminasi
Pada pasien post partum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain body image dan ideal diri.
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan
nifas.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, karena adanya
proses mengerang yang salah.
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
4) Telinga
Bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola
mamae dan papila mamae.
7) Abdomen
Pada klien nifas, abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari di bawah pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekonium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung atau
ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum maka tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
b. Risiko konstipasi berhubungan dengan efek agen farmakologis (post anestesi
spinal)
c. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (post sectio
caesarea/post SC)
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, tingkat
nyeri menurun dengan kriteria hasil:
1) Keluhan nyeri dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup
menurun)
2) Meringis dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
3) Sikap protektif dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup
menurun)
4) Frekuensi nadi dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup
menurun)
5) Tekanan darah dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup
menurun)
Intervensi:
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi nyeri non verbal
4) Monitor efek samping penggunaan analgetik
5) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (teknik
relaksasi)
b. Diagnosa 2: Risiko konstipasi berhubungan dengan efek agen farmakologis
(post anestesi spinal)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, eliminasi
fekal membaik dengan kriteria hasil:
1) Konsistensi feses dari skala 2 (cukup memburuk) menjadi skala 4 (cukup
membaik)
2) Frekuensi defekasi dari skala 2 (cukup memburuk) menjadi skala 4
(cukup membaik)
3) Peristaltik usus dari skala 2 (cukup memburuk) menjadi skala 4 (cukup
membaik)
Intervensi:
1) Identifikasi faktor risiko konstipasi
2) Anjurkan mengkonsumsi makanan berserat
3) Anjurkan minum air putih sesuai dengan kebutuhan
c. Diagnosa 3: Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (post
sectio caesarea/post SC)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, tingkat
infeksi menurun dengan kriteria hasil:
1) Kemerahan dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup
menurun)
2) Nyeri dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
3) Bengkak dari skala 2 (cukup meningkat) menjadi skala 4 (cukup menurun)
Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
2) Batasi jumlah pengunjung
3) Berikan perawatan kulit pada area edema
4) Cui tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
5) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
7) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri
adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan
bukan atas petunjuk petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan (Caroll dan Wilkinson, 2012).
5. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai (Caroll dan Wilkinson, 2012).
LAPORAN PENDAHULUAN NYERI
Selain jenis-jenis nyeri di atas, terdapat juga beberapa jenis nyeri yang
lain, yaitu sebagai berikut:
1) Nyeri somatic: nyeri yang berasal dari tendon, tulang, saraf, dan pembuluh
darah.
2) Nyeri menjalar: nyeri yang terasa di bagian tubuh yang lain, umumnya
disebabkan oleh kerusakan atau cedera pada organ viseral.
3) Nyeri neurologis: bentuk nyeri tajam yang disebabkan oleh spasme di
sepanjang atau di beberapa jalur saraf.
4) Nyeri phantom: nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang hilang,
mislanya pada bagian kaki yang sebenarnya sudah diamputasi (Saputra,
2013).
b. Bentuk Nyeri
1) Nyeri akut, merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang. Umumnya berlangsung tidak lebih dari enam bulan.
Penyebab dan lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan
peningkatan tegangan otot dan ekcemasan (Saputra, 2013).
2) Nyeri kronis, merupakan nyeri yang berlangsung berkepanjangan,
berulang atau menetap selama lebih dari enam bulan. Umumnya nyeri
tidak dapat disembuhkan. Nyeri kronis dapat dibagi menjadi beberapa
kategori, yaitu nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri
psikosomatis.
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Suatu kejadian Suatu situasi, status
eksistensi nyeri
Sumber Faktor eksternal atau Tidak diketahui
penyakit dari dalam
Serangan Mendadak Bisa mendadak atau
bertahap; tersembunyi
Durasi Sampai 6 bulan Enam bulan lebih sampai
bertahun-tahun
Pernyataan nyeri Daerah nyeri umumnya Daerah nyeri sulit
diketahui pasti dibedakan intensitasnya
dengan daerah yang tidak
nyeri sehingga sulit
dievaluasi
Gejala klinis Pola respons yang khas Pola respons bervariasi
dengan gejala yang lebih
jelas
Perjalanan Umumnya gejala Gejala berlangsung terus
berkurang setelah dengan intensitas yang
beberapa waktu tetap atau bervariasi
Prognosis Baik dan mudah Penyembuhan total
dihilangkan umumnya tidak terjadi
6. Pengukuran Intensitas Nyeri
a. Skala nyeri menurut Hayward
Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri Hayard
dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih satu bilangan dari 0-10
yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang ia rasakan.
Skala nyeri menurut Hayward dapat dituliskan sebagai berikut:
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat dikendalikan dengan aktivitas
yang biasa dilakukan
10 = sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada masalah nyeri seacra umum mencakup lima hal,
yaotu pemicu nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri, intensitas nyeri, dan waktu
serangan.
P = Provoking atau pemicu, yaotu faktor yang menimbulkan nyeri an
memengaruhi gawat atau ringannya nyeri
Q = Quality atau kualitas nyeri, misalnya rasa tajam atau tumpul
R = Region atau daerah/lokasi, yaitu perjalanan ke daerah lain
S = Severity atau keparahan, yaitu intensitas nyeri
T = Time atau waktu, yaitu jangka waktu serangan dan frekuensi nyeri
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan untuk pasien yang mengalami ketidaknyamanan atau
nyeri adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan:
1) Trauma pada perineum selama persalinan dan kelahiran
2) Trauma jaringan dan reflex spasme otot karena gangguan
musculoskeletal, gangguan vascular, gangguan visceral, aknker, dan
lain-lain.
3) Kram perut, muntah, diare karena influenza, gastroenteris, ulkus
lambung, dna lain-lain.
4) Inflamasi, misalnya pada saraf, sendi, dan tendon otot.
5) Inflamasi dan spasme otot polos, misalnya karena batu ginjal atau
infeksi saluran pencernaan.
6) Trauma jaringan dan spasme otot reflex, misalnya karena pembedahan,
kecelakaan, terbakar, dan res diagnostic.
7) Demam
8) Respons alergi
9) Iritan bahan kimia
b. Nyeri kronis berhubungan dengan artritis.
3. Rencana Keperawatan
a. Mengurangi atau menghilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri.
b. Menggunakan berbagai metode pereda nyeri yang noninvasif untuk
memodifikasi nyeri yang dialami.
c. Memberikan pereda nyeri yang optimal bersama analgesic sesuai dengan
program yang ditentukan.
4. Tindakan Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas
petunjuk petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan pada masalah nyeri dapat dinilai dari kemampuan
pasien dalam merespons serangan nyeri, hilangnya rasa nyeri, menurunnya
intensitas nyeri, terdapat respons fisiologis yang baik, dan kemampuan untuk
menjalankan kegiatan sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA