Oleh:
5. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa
dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun
maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan
karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap
aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
PATHWAY
Insufisiensi plasenta Sirkulasi uteroplasenta↓ Cemas pada janin
Post date
SC
Persalinan tidak
normal
Ketidakefektifan
menyusui
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengkap, golongan darah (ABO)
b. Urinalis untuk mengetahui kadar albumin
c. Kultur mengidentifikasi adanya virus herpes simplex II
d. Ultrasonografi melokalisasi lasenta, menentukan pertumbuhan dan presentasi janin
7. Penatalaksanaan
Teknik SC transperitaneal profunda
a. Persiapan pasien
Pasien dalam posisi trandenburg ringan. Dilakukan anastesi spinal / peridural pada
oprasi efektif atau anastesi umum pada darurat alat operasi, obat dan darah
dipersiapkan
b. Pelaksanaan
1) Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan oprasi
dipersempit dengan kain suci hama.
2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simpisis ampai dibawah
umbilikus lapis demi lais sehingga kavum peritonium terbuka.
3) dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
4) Dibuat bladder flap yaitu dengan menggunting peritonium kandung kencing di
depn segmen bawah rahim secara melintang pada vesikouterma ini disisihkan
secara tumpul ke arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung
kencing
5) Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan plikavesikouretra
tadi sc tajam dengan pisau sedang ± 2 cm. Kemudian diperlebar sc melintang
secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator. Arah insisi pada segmen
bawah rahim dapat melintang (transversal)
6) Setelah kavum uteri terbuka selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan. Badan
janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan diotong
plasenta dilahirkan secara manual ke dalam otot rahim intramuscular disuntik
oksitosin. Laisan dinding rahim dijahit :
Lapisan I : Dijahit jelujur pada endometrium dan miometrium
Lapisan II : Dijahit jelujur hanya pada miometrium saja
Lapisan III : Dijahit jelujur pada plika vesikoureterina
7) Setelah dinding rahim selesai dijahit kedua admeksa dieksplorasi
8) Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut
dijahit
8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea menurut
(Mochtar R, 2012: 121) adalah sebagai berikut :
a. Infeksi puerperal (nifas)
1) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung.
3) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2) Atonia uteri.
3) Perdarahan pada placental bed.
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemihbila
reperitonealisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Observasi tingkat kesadaran dan keadaan emosi ibu
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Tekanan darah bisa meningkat pada 1-3 hari post partum. Setelah persalinan
sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan darah sementara
waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari. Bila tekanan
darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post partum.
Sebaliknya bila tekanan darah tinggi, dapat menunjuk kemungkinan adanya
pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas.
b) Suhu
Pada hari ke 4 setelah persalinan suhu ibu bisa naik sedikit kemungkinan
disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih dari 38oC
pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi
atau sepsis nifas.
c) Nadi
Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada waktu
habis persalinan karena ibu dalam keadaan istiraha penuh. Ini terjadi
utamanya pada minggu pertama post partum. Pada ibu yang nervus nadinya
bisa cepat, kira-kira 110x/menit. Bisa juga terjadi gejala shock karena
infeksi khususnya bila disertai peningkatan
d) Pernafasan
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Bila ada respirasi cepat
pospartum (> 30 x/menit) mungkin karena adanya ikutan dari tanda-tanda
syok.
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Memeriksa apakah terjadi edema pada wajah. Memeriksa apakah konjungtiva
pucat, apakah skelera ikterus, dan lain-lain
b) Leher
Hiperpigmentasi perlahan berkurang, kaji pembesaran kelejar tiroid,
pembuluh limfe, dan pelebaran vena jugularis.
c) Thorak
- Payudara: payudara membesar, uting mudah erektil, pruduksi kolostrums
/48 jam. Kaji ada tidaknya massa, atau pembesaran pembuluh
limfe.
- Jantung: kaji munculnya bradikardi, S1S2 reguler tunggal
- Paru: kaji pernafasa ibu
d) Abdomen
Kaji bising usus pada empat kuadran, konsistensi, kekuatan kontraksi, posisi,
tinggi fundus. Kaji adanya linea gravidarum, strie alba, albican.
e) Genetalia
- Uterus: kaji apakah kondisi uterus sudah kembali dalam kondisi normal.
- Lokhea: periksa tipe, jumlah, bau, dan komposisi lokhea
- Serviks: kaji adanya edema, distensi, dan perubahn struktur internal dan
eksternal.
- Vagina: kaji adanya berugae, perubahan bentuk, dan produksi mukus
normal.
f) Perinium dan Anus
Pemeriksaan perineum: REEDA (red, edema, ecchymosis, discharge, loss of
approximation). Dan kaji ada tidaknya hemoroid.
g) Ekstremitas
Periksa apakah tangan dan kaki edema, pucat pada kuku jari, hangat, adanya
nyeri dan kemerahan, varises, refleks patella, dan kaji homans’ sign (nyeri
saat kaki dorsofleksi pasif).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:
a) Nyeri Akut
b) Intoleransi Aktivitas
c) Resiko perdarahan
3. Intervensi Keperawatan
Standar Luaran Standar Intervensi
Diagnosa
Keperawatan Keperawatan Indonesia
No Keperawatan
Indonesia (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri Akut SLKI : SIKI :
Setelah dilakukan asuhan Manjemen nyeri Observasi
keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan nyeri berkurang dengan durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil :
intensitas nyeri
Tingkat Nyeri
1. Nyeri berkurang dengan 2. Identifikasi skala nyeri
skala 2 3. Identifikasi respon nyeri
2. Pasien tidak mengeluh nyeri
nonverbal
3. Pasien tampak tenang
4. Pasien tidur dengan tenang 4. Identifikasi factor yang
5. Frekuensi nadi dalam batas memperingan dan memperberat
normal (60-100 x/menit)
nyeri
6. Tekanan darah dalam batas
normal (90/60 mmHg-10/80 5. Identifikasi pengetahuan dan
mmHg) keyakinan tentang nyeri
7. RR dalam batas normal (16- 6. Identifikasi budaya terhadap
20 x/menit)
Kontrol Nyeri respon nyeri
1. Melaporkan bahwa nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri
berkurang dengan terhadap kualitas hidup pasien
menggunakan manajemen
8. Monitor efek samping
nyeri
2. Mampu mengenali nyeri penggunaan analgetik
(skala, intensitas, frekuensi, 9. Monitor keberhasilan terapi
tanda nyeri)
komplementer yang sudah
Status Kenyamanan
1. Menyatakan rasa nyaman diberikan
setelah nyeri berkurang Terapeutik
- Fasilitasi istirahat tidur
- Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri ( missal:
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan).
- Beri teknik non farmakologis
untuk meredakan nyeri
Standar Luaran Standar Intervensi
Diagnosa
Keperawatan Keperawatan Indonesia
No Keperawatan
Indonesia (SLKI) (SIKI)
(aromaterapi, terapi pijat,
hypnosis, biofeedback, teknik
imajinasi terbimbimbing,
teknik tarik napas dalam dan
kompres hangat/ dingin)
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Terapi Aktivits
Aktivitas keperawatan 3x24 jam, Klien
1. Observasi
toleran terhadap aktivitas, dengan Identifikasi deficit
tingkat aktivitas
kriteria hasil :
Identifikasi kemampuan
Toleransi terhadap aktivitas berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
Berpartisipasi dalam aktivitas
Identifikasi sumber daya
fisik tanpa disertai peningkatan untuk aktivitas yang
diinginkan
tekanan darah, nadi dan RR
Identifikasi strategi
Mampu melakukan aktivitas meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
sehari hari (ADLs) secara Identifikasi makna
mandiri aktivitas rutin (mis.
bekerja) dan waktu
luang
Monitor respon
emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap
aktivitas
2. Terapeutik
Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan
deficit yang dialami
Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi danrentang
aktivitas
Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan social
Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
Fasilitasi transportasi
untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasikan
aktivitas yang dipilih
Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau
gerak
Fasilitasi akvitas
motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
Tingkatkan aktivitas
fisik untuk memelihara
berat badan, jika sesuai
Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksasi otot
Fasilitasi aktivitas
dengan komponen
memori implicit dan
emosional (mis. kegitan
keagamaan khusu) untuk
pasien dimensia, jika
sesaui
Libatkan dalam
permaianan kelompok
yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi
dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan
( mis. vocal group, bola
voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas
sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-
teki dan kart)
Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
Fasilitasi
mengembankan motivasi
dan penguatan diri
Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-
hari
Berikan penguatan
positfi atas partisipasi
dalam aktivitas
3. Edukasi
Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
Anjurkan keluarga untuk
member penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu