Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HIDRAMNION

DISUSUN OLEH :
FADILLAH CHABIBUN NISSA’

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG
2023
A. Konsep hidramnion
1. Definisi hidramnion
Hidramnion ringan didefinisikan sebagai kantong-kantong yang
berukuran vertical 8 sampai 11 cm terdapat pada 80% kasus
dengan cairan berlebihan. Hidramnion sedang didefinisikan
sebagai kantong-kantong yang hanya mengandung bagian-
bagian kecil dan berukuran 12-15cm dijumpai pada 15%,
hidramnion berat didefinisikan sebagai adanya janin
mengambang bebas dalam kantong cairan yang berukuran 16
cm atau lebih (F.Gary dkk,2005)
Hidramnion atau poli hidramnion adalah suatu kondisi dimana
terdapat keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi batas
normal. Untuk keadaan normal air ketuban berjumlah sebanyak
antara 1-2 liter, sedangkan kasus hidramnion melebihi batas
dari 2 liter yaitu antara 4-5 liter. Hidramnion ini adalah
kebalikan dari oligo hidramnion yaitu kekurangan air ketuban.
(Rustam Muchtar, 1998)
2. Etiologi
Menurut dr. Hendra Gunawan Wijanarko, Sp.OG dari RSIA
Hermina Pasteur, Bandung (2007) menjelaskan bahwa
hidramnion terjadi karena:
a. Produksi air jernih berlebih
b. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban
menumpuk, yaitu hidrocefalus, atresia saluran cerna,
kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital
c. Ada sumbatan/ penyempitan pada janin sehingga dia tidak
bisa menelan air ketuban. Alhasil volume ketuban
meningkat drastis
d. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang
menghasilkan air seni
e. Ada proses infeksi
f. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang
menyangkut sistem syaraf pusat sehingga fungsi gerakan
menelan mengalami kelumpuhan
g. Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
h. Ketidak cocokan/ inkompatilitas rhesus
3. Patofisiologi
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang
komposisinya sangat mirip dengan cairan ekstersel. Selama
paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil
lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga
menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin mulai
berkemih, menelan dan menghiruo cairan amnion (Abramovich
dkk, 1979; Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini
hampir pasti seacra bermakna mengatur pengendalian volume
cairan. Walaupun pada kasus hidramnion epitel emnion sering
dianggap sebagai sumberutama cairan amnion belum pernah
ditemukan adanya perubahan histologik pada amnion atau
perubahan kimiawi pada cairan amnion.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion,
diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah salah satu cara
pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini dibenarkan dengan
kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin
tidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esophagus. Pros
ini jelas bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah
hidramnion. Pritchard (1966) dan Abramovich (1970)
mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasus
hidramnion berat, janin menelan cairan amnion dalam jumlah
yang cukup banyak.
Hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila
pengaliran air ketuban terganggu atau kedua duanya, diduga air
ketuban dibentuk dari sel-sel amnion. Di samping itu ditambah
oleh air kencing janin dan cairan otak pada anensefalus. Air
ketuban yang dibentuk secara rutin dikelurakan dan diganti
dengan yang baru. Salah satu cara pengeluarannya ialah ditelan
oleh janin, diabsorbsi kemudian dialirkan ke plasenta untuk
akhirnya masuk peredaran darah ibu. Eksresi air ketuban akan
terganggu bila bayi susah menelan seperti pada atresia
esophagus atau tumor tumor plasenta. Pada anencepalus
disebabkan pula karena transudat cairan dari selaput otak dan
sumsum tulang belakang dan berkurangnya hormone
antideuretik.
Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama
hamil trimester ketiga masih belum dapat diterangkan. Salah
satu penjelasannya adalah bahwa hiperglikemia ibu
menyebabkan hiperglikemia janin yang menimbulkan diuresis
osmotik. Barhava dkk (1994) membuktikan bahwa volume air
ketuban trimester ketiga pada 399 diabetes gestasional
mencerminkan status glikenik terakhir. Yasuhi dkk. (1994)
melaporkan peningkatan produksi urin janin pada wanita
diabetic yang puasa dibandingkan dengan control nondiabetik.
Yang menarik, produksi urin janin meningkat pada wanita
nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada
wanita diabetik.
4. Pathway
5. Manifestasi klinis
a. Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya
b. Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan
palpasi sulit dilakukan
c. Djj sulit terdengar
d. Balotemen janin jelas
e. Sesak nafas dan rasa tak nyaman di perut
f. Edema
g. Gangguan pencernan
h. Varises dan hemoroid
i. Nyeri abdomen (Hanifa, 2005)
6. Penatalaksanaan
a. Waktu hamil
a) Hidramnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup
diobservasi dan berikan terapi simptomatis
b) Ajarkan klien untuk melaporkan setiap tanda ruptur
membran atau kontraksi uterus
c) Bantu klien untuk menghindari konstipasi dengan cara
meningkatkan masukan serat dalam diet atau dengan
menggunakan pencahar sesuai resep karena terdapat
kemungkinan terjadi ruptur membran akibat peningkatan
tekanan uterus
d) Ingat bahwa agen antiinflamasi nonsteroid seperti
indometahin dapat efktif dalam menurunkan
pembentukan cairan amnion
e) Persiakan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk
mencegah atau menghentikan persalinan premeture
f) Pada hidramnion yang berat dengan keluhan-keluhan,
harus dirawat dirumah sakit untuk istirahat sempurna.
Berikan diet rendah garam. Obat-obatan yang dipakai
adalah sedativa dan obat deuresis. Bila sesak hebat sekali
disertai sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi
abdominal pada bawah umbilikus. Dalam satu hari
dikeluarkan 500cc perjam sampai keluhan berkurang.
Jika cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan
solutio placenta, apalagi bila anak belum viable.
Komplikasi pungsi dapat berupa:
- Timbul his
- Traumapada janin
- Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
- Infeksi serta syok
- Bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah,
umpamanya janin mengenai plasent, maka pungsi
harus dihentikan
b. Waktu partus
a) Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap
kitamenunggu
b) Persiapkan toklisis dengan magnesium sulfat untuk
mencegah atau menghentikan persalinan prematur
c) Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka
lakukan pungsi transvaginal melalui serviks bila sudah
ada pembukaan. Dengn memakai jarum pungsi tusuklah
ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban akan
keluar pelan-pelan
d) Bila sewaktu pemeriksn dalam, ketuban tiba-tiba pecah
maka, untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar
dengan deras, masukan tinju kedalam vagina sebagai
tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-
pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi
suolutio placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi
kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri
c. Post partum
a) Harus hati-hati akan terjadi nya perfarahan post partum,
jadi sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan
transfusi darah serta sediakan obat uterotonika
b) Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan
pendarahan post partum
c) Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus
melemah maka untuk menghindari infeksi berikan
antibiotik yang cukup
d) Kaji bayi baru lahir dengan cermat terhadap faktor yang
dapat membuatnya tidak mampu menelan in utero.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen (bahaya radiasi)
b. USG
Banyak ahli mendefinisiakn hidramnion bila indeks cairan
amnion melebihi 24-25 cm pada pemeriksaan USG.
Berdasarkan pemeriksaan USG hidramnion terbagi
menjadi :
a) Mid hydramnion (hidramnion ringan ), bila kantung
amnion mencapai 8-11cm dalam dimensi vertical.
Insiden sebesar 80% dari semua kasus yang terjadi
b) Moderate hydramnion (hidramnion sedang), bila kantung
amion mencapai 12-15 cm dalamnya. Insiden sebesar
15%
c) Severe hydramnion (hidramnion berat), nila janin
ditemukan berenang dengan bebas dalam kantung
amnion yang mencapai 16 cm atau lebih besar. Insiden
sebesar 5%
8. Komplikasi
1. Malpresentasi janin (bokong janin berada di posisi terendah
di dalam panggul. Contoh : sungsang dan melintang)
2. Pelepasan plasenta prematus (abrusio)
3. Disfungsi uterus selama persalinan
4. Perdarahan pasa partum segera sebagai akibat atoni uterus
dari overdistensi
5. Prolaps tali pusat
6. Persalina prematur (Varney, helen. 2011)

Anda mungkin juga menyukai