Anda di halaman 1dari 7

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Oligohidramnion adalah jumlah air ketuban kurang dari batas normal, yaitu
800 cc. Indeks air ketubannya kurang dari 5 cm, di mana indeks normal adalah 5-
25 cm. Oligohidramnion mempengaruhi umbilikus sehingga menimbulkan
gangguan aliran darah menuju janin serta menimbulkan asfiksia intrauterine. Air
ketuban yang kental akan diaspirasi dan menambah kejadian asfiksia sehingga
terjadi deformitas tepat ditempat yang terkena tekanan langsung dengan dinding
uterus.

B. Etiologi
Sebab primer yaitu karena amnion kurang baik tumbuhnya, dan sekunder
terjadi misalnya pada ketuban pecah dini. Oligohidramnion biasa terjadi pada
kehamilan serotinus. Pada keadaan ini, sejak usia kehamilan 39 minggu telah
terjadi pengeluaran meconium sebanyak 14 %. Makin tua kehamilan makin tinggi
pengeluaran mekonium di dalam air ketubannya. Usia kehamilan 42 minggu
menjadi 30 % dan diikuti dengan jumlah air ketuban yang semakin berkurang.
Faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya oligohidramnion antara lain :
1. Faktor Janin
a. Bocornya membran amnion. Terkadang cairan
amnion keluar melalui lubang kecil pada membran amnion sehingga
menyebabkan air ketuban sedikit. Hal ini terjadi pada tahap akhir
kehamilan namun kebanyakan terjadi saat mendekati masa persalinan.
b. Ketidaknormalan janin. Tidak adanya ginjal atau ginjal yang abnormal
(agenesis ginjal, ginjal polikistik) pada janin juga
bisa menurunkan produksi urine yang pada akhirnya berdampak pada
seikitnya cairan ketuban.

c. Faktor genetik. Adanya pewarisan gen abnormal.


2. Faktor Plasenta
a. Abrupsio plasenta.
Ketikdanormalan plasenta yang menyebabkan plasenta terlepas dari
dinding rahim bagian dalam sehingga mengakibatkan
terjadinya defisiensi cairan amnion.  Ketidakteraturan pada darah plasenta
dan suplai nutrisi bisa mencegah bayi menghasilkan urine sehingga
menyebabkan komplikasi serius.

b. Anak kembar.
Wanita hamil dengan janin kembar memiliki risiko lebih tinggi terjadinya
defisiensi cairan amnion.
3. Obat – obatan. Penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan
beberapa inhibitor ACE (angiotensin-converting enzyme) bisa menyebabkan
air ketuban sedikit.
Kondisi ibu berikut ini bisa menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya
oligohidramnion :
1. Tekanan darah tinggi kronik
2. Dehidrasi
3. Diabetes (kencing manis)
4. Preeklampsia (tekanan darah tinggi saat hamil lebih dari 20 minggu)
5. Lupus

C. Gambaran Klinis
Adapun gambaran klinis oligohidramnion, yaitu :
1. Perut ibu kelihatan kurang membuncit.
2. Ibu merasa nyeri di perut pada tiap pergerakan anak.
3. Persalinan lebih lama dari biasanya.
4. Sewaktu his akan terasa sakit sekali.
5. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali, bahkan tidak ada yang keluar.
Air ketuban yang sedikit bisa menunjukkan tanda dan gejala ataupun juga
tidak. Pada saat kantong amnion bocor, ibu hamil bisa merasa basah (seperti
mengompol) karena bocornya cairan lewat vagina. Perut juga terlihat lebih
kecil daripada usia kehamilan seharusnya.

D. Patofisiologi
Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita cacat
bawaan, pertumbuhan terhambat, bahkan bias terjadi foetus papyreceous, yaitu
picak seperti kertas karena tekanan-tekanan.
Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti
club-foot, cacat karena tekanan, atau kulit jadi tebal dan kering ( leathery
appearance ).

E. Penegakan Diagnosis
Dokter bisa menganjurkan serangkaian tes untuk mendeteksi ketidaknormalan
fetus dan ibu ditanyai seputar masalah kesehatan kronik yang dialaminya.
1. USG untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis bandingnya. Pemeriksaan ini sering digunakan untuk mengamati
ginjal janin dan kandung kemihnya guna menyingkirkan kemungkinan
terjadinya agenesis ginjal dan obstruksi ureter. Tes ini juga berfungsi untuk
memeriksa pertumbuhan janin untuk mengeliminasi kemungkinan IUGR
(intrauterine growth restriction) yang menyebabkan oligouria. USG Doppler
bisa digunakan untuk menilai insufisiensi plasenta. Kriteria diagnosisnya
meliputi:
a. Kadar cairan amnion kurang dari 5 cm
b. Tidak adanya kantong cairan dengan kedalaman 2-3 cm

c. Jumlah total cairan amnion di bawah 500 mL antara kehamilan minggu 32


hingga 36.

2. Amniotic Fluid Index (AFI). 


Tes untuk mengukur jumlah cairan amnion. 
3. Maximum Vertical Pocket (MPV). 
Tes untuk memeriksa jumlah cairan amnion pada bagian terdalam rahim 
4. Pemeriksaan Spekulum Steril. 
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi kebocoran membran amnion. 
5. Tes Darah Ibu. 
Tes darah (seperti skrining serum saat hamil) bisa mendeteksi kadar cairan
amnion yang rendah.

F. Resiko Kehamilan dengan Oligohidramnion


1. Resiko ibu
Persalinan yang tidak sesuai dengan yang semestinya.
2. Resiko janin
a. Hipoksia janin yang berhubungan dengan kompresi tali pusat, karena tali
pusat mempunyai sedikit cairan yang membuatnya terapung.
b. Resiko hipokplasi jaringan paru yang meningkat, jika kasus telah ada
sebelumnya ada setelah gestasi.

G. Penanganan
Ibu hamil yang mengalami oligohidramnion, pastikan untuk makan makanan
yang sehat dan bergizi, minum banyak cairan, banyak istirahat, hindari merokok,
dan laporkan tanda melahirkan ke dokter segera.
Adapun penanganannya, yaitu :
1. Istirahat yang cukup
2. Perbaiki nutrisi dan cairan
3. Pemantauan kesejahteraan janin
4. Hitung pergerakan janin
5. Pemeriksaan USG
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin memutuskan persalinan perlu
diinduksi atau melalui caesar untuk melindungi ibu atau anak. Amnioinfusi (infus
salin ke dalam rahim) untuk peningkatan cairan ibu dan istirahat juga mungkin
diperlukan.

Beberapa kasus berat dengan oligohidramnion preterm butuh beberapa terapi


berikut :
1. Amnioinfusion. 
Yakni memberikan infus cairan NaCl ke rongga amnion menggunakan kateter
intrauterin guna menjaga kadar normal cairan amnion.
2. Vesico-Amniotic Shunts. 
Pengobatan ini dilakukan dengan mengalihkan urine janin ke rahim ibu
dengan fetal obstructive uropathy yang menyebabkan oligohidramnion.
3. Injeksi Cairan. 
Injeksi cairan melalui amniosentesis sebelum persalinan. Meskipun, kondisi
ini cenderung terjadi lagi dalam beberapa minggu setelah pemberian injeksi.
4. Rehidrasi ibu hamil. 
5. Penggunaan cairan oral dan cairan intravena untuk merehidrasi ibu bisa
membantu meningkatkan kadar cairan amnion. Oleh karena itu dokter sering
menyarankan ibu untuk banyak minum.
6. Bed rest. 
7. Istirahat yang cukup disertai pemberian cairan bisa membantu meningkatkan
cairan amnion

Akhiri kehamilan merupakan pilihan satu-satunya pada kasus berat yang


terjadi pada kehamilan di trimester pertama.  Pencegahan tidak mungkin
dilakukan pada kasus idiopatik. Namun hal-hal berikut ini bisa
mengurangi resiko.
1. Konsultasi dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin
dan suplemen herbal.
2. Mengkonsumsi makanan sehat terutama pada penderita diabetes.
3. Minum cairan dalam jumlah cukup untuk mencegah dehidrasi.
4. Olahraga teratur.
5. Berhenti merokok.
6. Check-up rutin ke dokter untuk mendeteksi ketidaknormalan.
Daftar Pustaka

Benson, Ralph C dan Martin L. Pernoll. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi.
Jakarta : EGC

Manuaba, Ida Ayu C. dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB.
Jakarta : EGC

Saifuddin, Abdul Bari. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Sinclair, Constance. 2010. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC

Sofian, Amru. 2011. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi, Ed.3, Jilid I. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai