Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

OLIGOHIDRAMNION

A. Definisi Oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc.
Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena VAK
tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang kurang dari
presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan).

B. Etiologi Oligohidramnion
Etiologi yang pasti belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenosis janin.
Etiologi primer  lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik pertumbuhannya dan etiologi
sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini ( premature rupture of the membrane =
PROM ).
Penyebab sekunder biasanya dikaitkan dengan :
-         Pecahnya membran ketuban
-         Penurunan fungsi ginjal  atau terjadinya kelinan ginjal bawaan pada janin sehingga
produksi urin janin berkurang, padahal urin janin termasuk salah satu sumber terbentuknya
air ketuban
-          Kehamilan post-term sehingga terjadinya penurunan fungsi plasenta.
-          Gangguan pertumbuhan janin
-          Penyakit yang diderita ibu seperti Hipertensi, Dibetes mellitus, gangguan pembekuan
darah, serta adanya penyakit autoimmune seperti Lupus.
Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang
mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohidramnion yang telah terdeteksi adalah
cacat bawaan janin dan bocornya kantung / membran cairan ketuban yang mengelilingi janin
dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat
bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin
berkurang.
 Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah
tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah padaplasenta. Serangkaian pengobatan yang
dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-
converting enxyme inhibitor (miscaptopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan
oligohidramnion parah dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi
yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum
merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik
dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka.
Jika dilihat dari  segi Fetal, penyebabnya bisa karena :
-        Kelainan Kromosom
-        Cacat Kongenital
-        Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim
-        Kehamilan postterm
-        Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
Jika dilihat dari sisi Maternal, penyebabnya :
-        Dehidrasi
-        Insufisiensi uteroplasental
-        Hipertensi / Preeklamsia
-        Diabetes Mellitus
-        Hypoxia kronis
Induksi Obat :
-        Seperti obat antihipertensi
Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban juga sering terjadi karena ukuran tubuh
janin semakin besar.  Oligohydramnion dapat terjadi di masa kehamilan trimester pertama atau
pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat serius dibandingkan jika terjadi di masa
kehamilan trimester terakhir.

C. Manifestasi Klinis Oligohidramnion


1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
2. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
3. Sering berakhir dengan partus prematurus.
4. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
5. Persalinan lebih lama dari biasanya.
6. Sewaktu his akan sakit sekali.
7. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.

D. Patofisiologi
Terlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekanorgan-organ
janin dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru,tungkai dan lengan.
Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatkan resiko
keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika ologohydramnion
terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan
janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan
resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan
saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin. Sindroma Potter dan Fenotip
Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan
berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana
cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak
memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran
wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota
gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru ( paru-paru
hipoplastik ), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada
sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan
pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang
menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban
(sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari
sindroma Potter.

Gejala Sindroma Potter berupa :


-          Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang
lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).
-          Tidak terbentuk air kemih
-          Gawat pernafasan,           
Pada kehamilan sangat muda, air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal
dan dibentuk oleh sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban dibetuk oleh difusi
ekstraselular melalui kulit janin sehingga komposisinya mirip dengan plasma janin. Selanjutnya
setelah trimester II, terjadi pembentukan zat tanduk kulit janin dan menghalangi disfusi plasma
janin sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh sel amnionnya dan air kencingnya.
Ginjal janin mengeluarkan urin sejak usia 12 minggu dan setelah mencapai usia 18
minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14 cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin
27 cc/jam atau 250 cc dalam sehari.
Sirkulasi air ketuban sangat penting, sehingga jumlahnya dapat dipertahankan dengan
tetap. Pengaturannya dilakukan oleh tiga komponen penting berikut:
a.       Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion.
b.      Jumlah produksi air kencing.
c.       Jumlah air ketuban yang ditelan janin.
 Setelah trimester II sirkulasinya makin meningkat sesuai dengan tuanya kehamilan
sehingga mendekati aterm mencapai 500 cc/hari.
 Produksinya akan berkurang jika terjadi insufisiensi plasenta, kehamilan post term,
gangguan organ perkemihan, janin terlalu banyak minum, sehingga dapat menimbulkan makin
berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri “ologohidramnion” dengan kriteria:
a.   Jumlah kurang dari 200 cc
b.  Kental.
c.   Bercampur mekonium.
Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau minor.
Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam pada
kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali
Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka
lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau memendek kurang dari 1 cm
pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat
persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada 2 atau
lebioh resiko minor atau bila ditemukan keduanya. (Kapita selekta, 2000 : 274)

D. Pathway

-Penyumbatan pada
saluran kemih janin Membran ketuban
-Janin menelan cairan
amnion Pecah

Oligohidraminion

Air ketuban < 500 cc

Bayi bergerak Air ketuban yang terlalu Resiko cedera


dengan susah sedikit indikasi SC

Gangguan Rasa Ansietas


Nyaman
E. Pemeriksaan Penunjang Oligohidramnion
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1.      USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal janin atau ginjal yang
sangat abnormal)
Cara memeriksanya yaitu dengan memeriksa indeks cairan amnion, yakni jumklah
pengukuran kedalaman air ketuban di empat sisi kuadran perut ibu. Nilai normal adalah
antara 10 – 20 cm. bila kurang dari 10 cm disebut air ketuban telah berkurang, jika kurang
dari 5 cm maka inilah yang disebut dengan oligohidramnion.
2.      Rontgen perut bayi
3.      Rontgen paru-paru bayi
4.      Analisa gas darah.

F. Prognosis Oligohidramnion
1. Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya.
2. Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas.

G. Komplikasi Oligohidramnion
Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan ketuban berbeda-
beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat terjadi di masa kehamilan
trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat serius dibandingkan
jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Terlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal
kehamilan dapat menekan organ-organ janin dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan
paru-paru, tungkai dan lengan.
Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatkan resiko
keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika ologohydramnion
terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan
janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan
resiko komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan
saluran oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin. Wanita yang mengalami
oligohydramnion lebih cenderung harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya.

H. Tindakan Konservatif
1. Tirah baring.
2. Hidrasi.
3. Perbaikan nutrisi.
4. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin, NST, Bpp).
5. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.
6. Amnion infusion.
7. Induksi dan kelahiran.
8. Tindakan SC
a) Definisi SC
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005).

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau Sectio Caesarea adalah suatu
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar R, 2002: 117).

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka


dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin
dari dalam rahim (Carpenito L. J, 2001).

a. Sectio primer (efektif) yaitu sectio dari semula telah direncanakan karena tidak
diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul sempit conjugata vera (CV kurang 8
cm).
b. Sectio sekunder, dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus
percobaan) dan bila tidak ada kemajuan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan
sectio.
c. Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section) ibu pada kehamilan yang lalu
mengalami sectio caesarea (previos caesarean secton) dan pada kehamilan selanjutnya
dilakukan sectio caesarea ulang.
d. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy) adalah suatu operasi
dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea, langsung dilakukan histerektomi
oleh karena suatu indikasi.
e. Operasi Porro (Porro operation) adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari
kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya
pada keadaan infeksi rahim yang berat.

b) Jenis-Jenis Sectio Caesaria


a. Section caesaria klasik atau corporal : insisi meanjang pada segmen atas uterus
b. Section caesaria transperineals profunda : insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik
melintang (kerr) atau memanjang (kronij).
c. Section caesaria extra peritonilis : Rongga peritoneum tidak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
d. Section caesaria Hysteroctomi : Setelah section sesaria dilakukan hysteroktomy dengan
indikasi: Atonia uteri, plasenta accrete, myoma uteri, infeksi intra uterin berat

c) Etiologi atau Indikasi


Adapun indikasi untuk melakukan Sectio Caesarea menurut (Mochtar R, 2002: 118)
adalah sebagai berikut :

a. Indikasi Ibu
1) Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) dan totalis.
2) Panggul sempit.
3) Disproporsi sefalo-pelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan
panggul.
4) Partus lama (prolonged labor).
5) Ruptur uteri mengancam.
6) Partus tak maju (obstructed labor).
7) Distosia serviks.
8) Pre-eklampsia dan hipertensi.
9) Disfungsi uterus.
10) Distosia jaringan lunak.
b. Indikasi janin:
1) Letak lintang.
2) Letak bokong.
3) Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.
4) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain tidak
berhasil.

d) Manifestasi Klinis
Menurut Prawirohardjo (2007) manifestasi klinis pada klien dengan post sectio caesarea,
antara lain :

a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.


b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.

e) Penatalaksanaan
Teknik SC transperitaneal profunda

a. Persiapan pasien
Pasien dalam posisi trandenburg ringan. Dilakukan anastesi spinal / peridural pada oprasi
efektif atau anastesi umum pada darurat alat operasi, obat dan darah dipersiapkan

b. Pelaksanaan
1) Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan oprasi dipersempit
dengan kain suci hama.
2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simpisis ampai dibawah
umbilikus lapis demi lais sehingga kavum peritonium terbuka.
3) dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
4) Dibuat bladder flap yaitu dengan menggunting peritonium kandung kencing di depn
segmen bawah rahim secara melintang pada vesikouterma ini disisihkan secara tumpul
ke arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing
5) Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan plikavesikouretra tadi sc
tajam dengan pisau sedang ± 2 cm. Kemudian diperlebar sc melintang secara tumpul
dengan kedua jari telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat
melintang (transversal)
6) Setelah kavum uteri terbuka selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan. Badan janin
dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan diotong plasenta
dilahirkan secara manual ke dalam otot rahim intramuscular disuntik oksitosin. Laisan
dinding rahim dijahit :
Lapisan I : Dijahit jelujur pada endometrium dan miometrium

Lapisan II : Dijahit jelujur hanya pada miometrium saja

Lapisan III : Dijahit jelujur pada plika vesikoureterina

7) Setelah dinding rahim selesai dijahit kedua admeksa dieksplorasi


8) Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit

f) Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea menurut (Mochtar R,
2002: 121) adalah sebagai berikut :

a. Infeksi puerperal (nifas)


1) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit
kembung.
3) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2) Atonia uteri.
3) Perdarahan pada placental bed.
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemihbila reperitonealisasi terlalu
tinggi.
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul :
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan adaptasi kehamilan (pergerakan bayi)
(D.0074)
2. Ansietas berhubungan dengan resiko status kesehatan pasien dan janin (kelahiran dengan
oligohidraminion) (D.0080)

J. Asuhan Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
(D.0080) ( L.09093 ) Tingkat Ansietas (I.09314) Reduksi Ansietas
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan selama Observasi :
dengan resiko status 2 x 24 jam diharapkan Tingkat 1) Identifikasi saat tingkat ansietas
kesehatan pasien dan Ansietas menurun dengan kriteria berubah (mis. Kondisi, waktu, stresor)
janin (kelahiran hasil : 2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
dengan Menurun : dan nonverbal)
oligohidraminion)  Verballsai kebingungan Terapeutik :
(menurun) 3) Ciptakan suasana terapeutik untuk
 Verballsasi khawatir akibat menumbuhkan kepercayaan
kondisi yang dihadapi 4) Temani pasien untuk mengurangi
(menurun) kecemasan, jika memungkinkan
 Perilaku gelisah (menurun) 5) Gunakan pendekatan yang tenang dan
 Perilaku tegang (menurun) meyakinkan

 Keluhan pusing (menurun) 6) Motivasi mengidentifikasi situasi

Membaik yang memicu kecemasan


7) Diskusikan perencanaan realistis
 Pola tidur (membaik)
tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi :
8) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
9) Informasikan secara faktual mengenal
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
10) Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
11) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
12) Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
(D.0074) (L.08064) Status Kenyamanan (I.08238) Manajemen Nyeri
Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan selama Observasi :
nyaman berhubungan 2 x 24 jam diharapkan Status 1) Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan gangguan Kenyamanan meningkat dengan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

adaptasi kehamilan kriteria hasil : nyeri


 Keluhan tidak nyaman 2) Identifikasi skala nyeri
(pergerakan bayi)
(menurun) 3) Identifikasi faktor yang memperberat
 Gelisah (menurun) dan memperingan nyeri
 Keluhan sulit tidur (menurun) 4) Identifikasi pengaruh nyeri pada
 Mual (menurun) kualitas hidup
 Merintih (menurun) Terapeutik :
 Pola tidur (membaik) 5) Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
6) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
7) Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
8) Jelaskan strategi meredakan nyeri
9) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi ras nyeri
Kolaborasi :
10) Kolaborasi pemberian obat, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana,
Jakarta : EGC

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai