Oleh :
YUNITA SARI
NIM. 40219024
KABUPATEN BLITAR
(…………………………………..….) (…………………………………..….)
LAPORAN PENDAHULUHAN
I. KONSEP OLIGOHIDRAMNION
A. Definisi Oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Oligohidramnion adalah kondisi di mana cairan ketuban terlalu sedikit,
yang didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) di bawah persentil 5.
Volume cairan ketuban meningkat selama masa kehamilan, dengan volume
sekitar 30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya sekitar 1 L di 34-36
minggu kehamilan.
Dalam definisi lain oligohidramnion adalah kondisi dengan Amniotic
Fluid Indeks (AFI) <5 atau tidak ada kantong vertikal >1 cm dianggap
oligohidramnion. Sedangkan AFI dengan nilai 5-8 dianggap sebagai batas
nilai (Esty Wahyuningsih, 2010).
B. Etiologi
Marmi, dkk (2014) mengatakan penyebab pasti belum diketahui
dengan jelas. Namun pada beberapa kasus bias diklasifikasikan penyebab
Oligohidramnion ada 2 yaitu :
a. Primer : karena pertumbuhan amnion yang kurang baik
b. Sekunder: ketuban pecah dini. Selain itu Sofian (2011) mengatakan
sebab yang pasti tidak begitu diketahui. Primer: mungkin oleh karena
amnion kurang baik tumbuhnya, dan sekunder: misalnya pada ketuban
pecah dini (premature rupture of the membrane=PROM)
C. Manifestasi Klinis
Menurut Marmi, dkk (2014) mengatakan gambaran klinis dari
oligohidramnion diantaranya yaitu:
a. Perut ibu kelihatan kurang membuncit
b. Ibu merasa nyeri diperut pada tiap pergerakan anak
c. Persalinan lebih lama dari biasanya
d. Sewaktu his akan terasa sakit sekali
e. Bila ketuban pecah air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar
Namun menurut Rukiyah & yulianti (2010) mengatakan pada ibu
yang mengalami oligohidramnion biasanya akan tampak uterus tampak
lebih kecil dari usia kehamilan, ibu merasa nyeri diperut pada setiap
pergerakan anak. Sering berakhir dengan partus prematurus atau
melahirkan janin yang belum saatnya dilahirkan, bunyi jantung anak sudah
terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas, persalinan lebih
lama dari biasanya, sewaktu his akan sakit sekali, bila ketuban pecah,
air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.
D. Patofisiologi
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari
oligohidramnion. Namun, tidak adanya produksi urine janin atau
penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga menyebabkan
oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang terjadi secara
fisiologis juga mengurangi jumlah cairan.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah
kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban pecah,
kehamilan posterm, insufiensi plasenta dan obat-obatan (misalnya dari
golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering
menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem saluran kemih dan
kelainan kromosom (Prawirohardjo, 2010).
Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan
hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu
mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion
(Prawirohardjo, 2010).
E. Komplikasi
Menurut Manuaba, dkk 2012, komplikasi oligohidramnion dapat diajabarkan
sebagai berikut:
a. Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali akibat
persalinannya oleh karena
- Sebagian persalinannya dilakukan dengan induksi
- Persalinan dilakukan dengan tindakan sectio caesari
Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi persalinan
dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan lahir.
b. Komplikasi terhadap janin
Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung terhadap janinnya:
1. Deformitas janin adalah :
- Leher terlalu menekuk-miring
- Bentuk tulang kepala janin tidak bulat
- Deformitas ekstremitas
- Talipes kaki terpelintir keluar
2. Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal
distress
3. Fetal distress menyebabkan makin terrangsangnya nervus vagus dengn
dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air ketuban
- Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir terjadi
kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami hipoplasia sampai
ateletase paru
- Sirkulu yang sulit diatasnya ini akhirnya menyebabkan kematian
janin intrauterine.
Amniotic band
Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan hubungan langsung
antara membran dengan janin sehingga dapat menimbulkan gangguan
tumbuh kembang janin intrauterin. Dapat dijumpai ekstremitas terputus
oleh karena hubungan atau ikatan dengan membrannya.
F. Pemerikasaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
a. USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal janin
atau ginjal yang sangat abnormal
b. Rontgen perut bayi
c. Rontgen paru-paru bayi
d. Analisa gas darah
G. Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan
dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis
janin yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa
terjadi pada oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio
caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion. Selain itu,
pertimbangan untuk melakukan SC karena :
1. Index kantung amnion (ICA) 5 cm atau kurang
2. Deselerasi frekuensi detak jantung janin
3. Kemungkinan aspirasi mekonium pada kehamilan postterm.
H. WOC
Terlampir
B. INDIKASI
1. Plasenta previa
Plasenta previa adalah lokasi abnormal plasenta di segmen bawah uterus,
yang sebagian atau keseluruhannya menutupi os serviks. Ketika kehamilan
maju, ibu rentan terhadap perdarahan, terutama saat serviks dilatasi, dan
perdarahan bisa sangat hebat. Sedangkan plasenta previa adalah kondisi
plasenta terimplantasi sebagian atau keseluruhan di uterus bagian bawah,
baik di dinding anterior maupun posterior. Lokasi anterior tidak seserius
lokasi posterior.
2. Panggul sempit
Panggul sempit adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melairkan secara alami. Tulang panggul sangat menentukan mulus
tidaknya proses persalinan. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
“jalan” yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk tulang panggul ada empat jenis, yaitu panggul ginekoid, android,
platpeloid, dan anthropoid. Sebenarnya bentuk apapun yang dimiliki tidak
mempengaruhi besar kecilnya ukuran panggul sehingga apabila masih
dalam kisaran normal janin dapat melaluinya. Namun, umunya bentuk
panggul ginekoid yang akan membantu memudahkan kelahiran bayi
(Bramantyo, 2003).
3. Disproporsi sevalopelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala
dan ukuran panggul.
4. Ruptur uteri
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perineum visceral.
5. Partus lama (prolonged labor)
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primi dan lebih dari 18 jam pada multigravida.
6. Partus tak maju (obstructed labor)
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat tapi tidak
menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan
putar paksi selama 2 jam terakhir. Penyebab partus tak maju antara lain
adalah kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan his, pimpinan
partus yang salah, janin besar atau ada kelainan kongenital, primitua, perut
gantung, grandmulti dan ketuban pecah dini.
7. Distosia serviks
Distosia servik adalah terhalangnya kemajuan persalinan karena kelainan
pada serviks uteri.Walaupun his normal dan baik, kadang pembukaan
serviks macet karena ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau
membuka.
8. Pre-eklamsia
Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan
proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan
setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat
perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani,
2009).
9. Hipertensi
10. Malpresentasi janin
Posisi janin yang dikatakan sebagai posisi malpresentasi adalah posisi-
posisi bagian terendah janin yang berada di bagian segmen bawah rahim,
bukan bagian belakang kepala.
C. JENIS-JENIS SC
1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
b. Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada
korpus uteri.
c. Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
3. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
4. Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
5. Sectio caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10cm.
6. Sectio caesaria (ismika profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm.
2) Denyut nadi
Nadi berkisar antara 60-80 kali permenit. Pada masa nifas
umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu
badan. Frekuensi denyut nadi pada pasien post SC dicatat setiap
setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam untuk 2
jam berikutnya dan kemudian setiap 4 jam (Medforth,
2012). Denyut nadi yang cepat dapat disebabkan oleh infeksi.
3) Frekuensi pernapasan Pemeriksaan respirasi yang pertama adalah
pastikan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi. Respirasi pada
wanita post SC, selama tidak memiliki penyakit pernafasan akan
kembali normal dengan cepat berkisar 18-20x/menit
4) Tekanan darah
Tekanan darah pada post SC harus diperhatikan, tekanan darah
normal antara 110-120 mmHg. Pemeriksaan tekanan darah post
SC pada pasien post SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam
pertama, lalu setiap jam untuk 2 jam berikutnya dan kemudian
setiap 4 jam (Medforth, 2012).
b. Alat reproduksi
1) Uterus
Selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat dan
teratur, ini berlanjut 2 – 3 hari berikutnya. Uterus kemudian
mengalami involusi dengan cepat selama 7 – 10 hari pertama dan
selanjutnya proses involusi ini berlangsung lebih berangsur-
angsur.Lochea rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa, dan mekonium,
selama 2 hari pasca persalinan.
a) Lochea sanguelenta: berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir, hari ke 3-7 pasca persalinan.
b) Lochea serosa: berwaran kuning, cairan tidak berdarah lagi
pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
c) Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu.
d) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
barbau busuk.
e) Locheostasis: lochea tidak keluar lancar.
2) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus, setelah
persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2-3 jari tangan,
setelah 6 minggu post natal serviks menutup. Karena robekan
kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks tidak pernah
kembali seperti keadaan sebelum hamil (nulipara) yang berupa
lubang kecil seperti mata jarum, serviks hanya dapat kembali
sembuh. Dengan demikian OS serviks wanita muda yang sudah
pernah melahirkan merupakan salah satu tanda yang menunjukkan
riwayat kelahiran bayi lewat vagina.
3) Vulva dan vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi,
setelah beberapa hari keduanya menjadi kendor. Setelah 3 minggu
akan kembali dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul kembali, sementara labia lebih menonjol.
4) Perineum
Setelah melahirkan perineum menjadi kendor, pada hari kelima
perineum akan mendapatkan kembali sebagian besar tonus
sekalipun lebih kendor daripada keadaan sebelum melahirkan.
5) Payudara
Payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas
kecuali jika laktasi disupresi. Payudara lebih besar, kencang dan
mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan
status hormonal serta dimulainya laktasi.
6) Traktus urinarius
BAB sering sulit pada 24 jam pertama, kemungkinan terdapat
spasme sfingter edema leher buli-buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan.
7) Sistem gastrointestinal
Memerlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal.
Rasa sakit di premium dapat menghalangi keinginan ke belakang.
8) Sistem kardiovaskuler
Jumlah sel darah dan Hb kembali normal pada hari kelima.
9) Ligamen
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, setelah berangsur-angsur menjadi
ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh
kebelalang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum
menjadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan
latihan-latihan (mobilisasi) post SC.
2. Perubahan Psikologi
Farrer (2001), mengungkapkan bahwa perubahan yang mendadak
dan dramatis pada status hormonal menyebabkan ibu berada
dalam masa nifas menjadi sensitif terhadap faktor-faktor yang dalam
keadaan normal mampu diatasinya. Disamping perubahan hormonal,
cadangan fisiknya sering sudah terkuras oleh tuntunan kehamilan
dan persalinan. Keadaan kurang tidur, lingkungan yang asing baginya
dan oleh kecemasan akan bayi, suami atau anak-anak yang lainnya.
Depresi ringan akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu yang
singkat setelah kondisi ibu membaik.
a) Perubahan emosional
Setelah persalinan bedah sc, beberapa wanita mungkin akan
mengalami perasaan emosi yang campur aduk seperti bingung dan
sedih, terutama jika operasi tersebut dilakukan karena keadaan
darurat (tidak direncanakan sebelumnya). Menurut sebuah
penelitian lain mengungkapkan, hampir 80% ibu baru, mengalami
perasaan sedih setelah melahirkan misalnya perasaan ibu yang
merasa tidak mampu atau khawatir akan bertanggung jawab
barunya sebagai ibu, yakni merawat anak. Hal ini semakin menekan
apabila lingkungan keuarga kurang membei perhatian padanya,
melainkan, pada si kecil, ibu akan merasa terisih. Keadaan ini yang
lebih dikenal baby blues (Kasdu, 2003).
b) Perubahan hormonal
Setelah melahirkan, terjadi berbagai perubahan tubuh dalam
proses mengembalikan fungsi organ reproduksi seperti semula
karena setelah melahirkan, hormon progesteron dan ekstrogen
mengalami proses perubahan kembali ke keadaan sebelum hamil.
Berdasarkan penelitian 34% ibu baru, menderita post partum
depression pada tahun pertamanya. Sampai saat ini, para dokter
menilai post partum depression sebagai akibat dari perubahan
hormon secara mendadak setelah melahirkan.
c) Adaptasi psikolkogi masa nifas
Perubahan psikologis yang berangsung selama semingu
pertama menyebabkan banyak wanita yang emosional dan perasaan
labil. Ini terjadi 3-4 hari pertama. Kekuatiran alamiah dan tacit
melahirkan, upaya fisik waktu bersalin merupakan pengalaman
puncak yang dialami keluarga, kerabat maupu bidan. Jika masa
nifas tidak dijalankan dengan baik maka akan mengarah pada kesulitan
emosional atau depresi.
Menurut Reva Rubin ada 3 fase selama periode nifas, yaitu:
1) Periode taking in
a. Periode ini terjadi sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya
pasif dan tergantung pehatiannnya tertuju pada kekhawatiran akan
tubuhnya.
b. Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamnya waktu
melahirkan.
c. Tidur tanpa ganggguan sangat penting untuk mengurangi
gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
d. Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan
penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
2) Periode taking hold
a. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
b. Ibu menjadi perhatian pada ibunya menjadi orang tua yang sukses dan
meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.
c. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK,
mobilisasi serta kekuatan dan ketahan tubuhnya.
d. Ibu berusaha keras untuk menguasai asuhan keperawatan bayinya.
3) Periode letting go
Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang kerumah, periode ini sangat
berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus
beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung
kepadanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan
hubungan sosial.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menurut (Green and Wilkinson, 2012) :
a. Pemerikasaan fisik
Ds : 1) Merasa lemas
2) Merasakan pusing
Do : 1) Keadaan umum sedang / cukup, tampak lemas
2) Tekanan darah meningkat
3) Oedema pada ekstermitas
b. Nutrisi
Ds : 1) Makanan/cairan saat ini
2) Mual/Muntah
3) Permintaan untuk makanan khusus
Do : 1) Berat badan pada akhir kehamilan
2) Berat badan saat ini
c. Eliminasi
Ds : 1) Berkemih dalam waktu 6 x jam setelah melahirkan (ya/tidak)
2) Waktu BAK/BAB terakhir
3) Sering berkemih atau panas berkemih.
4) Waktu defekasi pertama setelah melahirkan
Do : 1) Kandung kemih dapat dipalpasi (ya/tidak)
2) Bising usus
3) Adanya episiotomi/laserasi perineum (jelaskan derajatnya)
d. Aktifitas/Istirahat
Ds : 1) Jumlah tidur/istirahat sebelum persalinan
2) Rencana pengaturan istirahat setelah kembali ke rumah
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri/bantuan
(sebutkan)
4) Rencana untuk pemahaman latihan fisik guna memulihkan
tonus otot abdomen dan perineum
Do : 1) Status mental, keterjagaan
2) Durasi persalinan
3) Melakukan ambulasi secara mandiri/dengan bantuan
(sebutkan)
e. Persepsi Diri
Ds : 1) Perasaan tidak berdaya atau putus asa
2) Mengungkapkan tentang persalinan dan kelahiran,
bagaimana persalinan dan kelahiran tersebut sama/beda dari
harapan ibu
3) Pernyataan tidak melakukan persalinan dan kelahiran
dengan baik.
Do : 1) Tingkat keterlibatan dalam pengambilan keputusan tentang
asuhan diri dan bayi
2) Jumlah kontak mata
f. Seksualitas
Ds : 1) Kekhawatiran seksual (misal, kapan kembali melakukan
hubungan seksual) Kekhawatiran pasangan
2) Jenis alat kontrasepsi yang direncanakan setelah pulang
Do: 1) Masalah/komplikasi/penanganan intrapartum.
2) Pemeriksaan perineum (edema, ekimosis, episiotomi,
leserasi)
3) Lokia (warna, jumlah, adanya bekuan)
4) Fundus uterus (keras/lunak, posisi)
5) Payudara (lunak, keras, bengkak, timbul kolostrum, kondisi
puting)
g. Kenyamanan
Ds : 1) Nyeri (lokasi, frekuensi, derajat, durasi): Faktor pencetus
(SC), tindakan untuk mengurangi, gejala terkait
2) Ketidaknyamanan lain (misal, gatal)
Do : 1) Manifestasi fisik (misal: meringis, berhati-hati)
2) Respons emosi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi).
b. Intoleransi aktivitas berhubungan tirah baring (efek anastesi).
c. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi pembedahan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
3. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA SLKI SIKI
O
Ari Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta :
ANDI
Bramantyo. 2003. Melahirkan tanpa rasa sakit dan nyeri. Jakarta : Rinerka Swara
Doengoes. M. E, Et. Editor Monica, E. 2010. Nursing Care Plans Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: Kariasa IM.
Jakarta: EGC
Esty, Wahyuningsih. Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC. 2010.
Farrer, H. (2001). Keperawatan Maternitas. Edisi 4, Vol 2, Alih Bahasa: dr. Andry
Hartono. Jakarta: EGC.
Green,C. J and J. M. Wilkinson. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal &
Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC.
Kasdu, D. 2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta: Puspa Swara.
Manuaba, dkk. 2012. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogjakarta: Pustaka Belajar.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Mitayani. 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Medforth, Jannet, dkk. 2012. Kebidanan Oxford. Jakarta : ECG.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sofian, A. 2011. Rustam Muchtar Sinopsis Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.