Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN SECTIO CAESARIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Maternitas

Disusun oleh :
Yuyun Apriana
(PB202305042)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN 2023
A. Pengertian Sectio Caesaria
Masa nifas dimulai setelah kelahiranplasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6
minggu (Abdul Bari,2013). Masa nifas (Puerperium) adalah masa pulih kembali,
mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama
masa nifas ini yaitu : 6 – 8 minggu minggu (Mochtar, 2011).
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2013). Wanita yang
melalui periode puerperium disebut puerpura.
Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Kejadian yang
terpenting dalam nifas adalah involusi dan laktasi ( Saifuddin, 2016 ).
Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu
kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota
keluarga baru (Mitayani, 2013). Batasan waktu nifas yang paling singkat
(minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relative
pendek darah sudah tidak keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari.
Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat
alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2010).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2011).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan
insisi melalui abdomen dan uterus (Liu, 2017). Sectio caesaria adalah pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim
(Mansjoer, 2010).
B. Etiologi Sectio Caesaria
Ketuban pecah dini atau ketuban pecah sebelum waktunya adalah keluarnya
cairan dari jalan lahir/ vagina sebelum proses persalinan (Marmi, 2011). Ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan atau sebelum
inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten) (Nugroho, 2010).

Dari kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini
merupakan kondisi keluarnya cairan ketuban pada fase laten atau <4 cm.
Sebab – sebab ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Faktor umum :
1. Infeksi STD (Sexually Transmitted Diseases)
2. Faktor sosial : perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi rendah.
b. Faktor Keturunan :
1. Kelainan genetik
2. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum.
c. Faktor Obstetrik, antara lain :
1. Overdistensi Uterus
2. Kehamilan kembar
3. Hidramnion
d. Faktor obstetrik:
1. Serviks inkompeten
2. Serviks konisasi/ menjadi pendek
3. Terdapat sefalopelvik disproporsi.
4. Grandemultipara
5. Tidak diketahui sebabnya
Dikemukakan bahwa kejadian ketuban pecah dini sekitar 5–8 %. Lima
persen diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5 – 6 jam, sekitar 95%
diikuti oleh persalinan dalam 72 – 95 jam dan selebihnya memerlukan tindakan
konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif.
(Manuaba,2008). Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram.
Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak
berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36
minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric
berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi
khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Ketuban pecah dini disebabkan oleh
karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan
intrauterine atau oleh kedua faktjor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
( Sarwono Prawirohardjo, 2010).
d. Bayi Kembar tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1. Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2013).
3. Kelainan Letak lintang
Letak Lintang ialah jika letak anak di dalam rahim sedemikian rupa
hingga paksi tubuh anak melintang terhadap paksi rahim. Sesungguhnya letak
lintang sejati (paksi tubuh anak tegak lurus pada paksi rahim dan menjadikan
sudut 90°) jarang sekali terjadi. (Eni Nur Rahmawati, 2011)
Pada letak Lintang, bahu biasanya berada diatas pintu atas panggul sedangkan
kepala terletak pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain.
Pada keadaan ini, janin biasa berada pada presentase bahu/ akromion. (Icesmi
Sukarni, 2013)

C. Jenis- jenis Sectio Caesaria


a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. .
Keunggulan pembedahan ini adalah:
1. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2. Bahaya peritonitis tidak besar.
3. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh
lebih sempurna.
b. Sectio caesaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang
pada segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section cacaria hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikas
1. Atonia uteri
2. Plasenta accrete
3. Myoma uteri
4. Infeksi intra uteri berat. (Icesmi Sukarni, 2013)

D. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu.Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik
dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI
yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman.
Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril.Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum.Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan
upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar.Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan
nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia
yang menutup.Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi.Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2010)
Pathway

Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi Ibu Indikasi Janin


- Panggul sempit absolute - Kelainan Letak
- Placenta previa  Letak lintang
- Ruptura uteri imminen
 Letak belakang kepala
- Partus lama
- Gawat Janin
- Partus tak maju
- Janin Besar
- Pre eklampsia, dan hipertensi

Sectio Caesaria

Post Partum

Fisik
Psikologis
Kelemahan fisik
Estrogen dan progesterone menurun

Dx. Kep: Kurang informasi


Prolaktin meningkat Defisit Perawatan Diri tentang prosedur,
tindakan, dan
perawatan setelah
Isapan bayi adekuat Terputusnya kontinutas jaringan pembedahan

Oksitosin meningkat Pelepasan mediator nyeri: Dx. Kep:


histamin dan prostaglandin Ansietas

Kurang perawatan

Kontraksi duktus dan alveoli tidak efektif Dx. Kep:


Dx Kep: Gangguan
Nyeri saat beraktivitas Risiko Infeksi Integritas Kulit
Tidak ada produksi ASI

Dx Kep: Dx Kep:
Dx. Kep: Nyeri Akut Intoleransi Aktivitas
Ketidakcukupan ASI

Sumber: Garbani, Ndari Annisa (2014)


E. Penatalaksanaan Medis Post SC
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan
pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangka
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan. (Manuaba, 2009)

F. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang
itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3. Panel elektrolit
4. Skrining toksik dari serum dan urin
5. AGD
6. Kadar kalsium darah
7. Kadar natrium darah
8. Kadar magnesium darah

G. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
1. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
3. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
e. Yang sering terjadi pada ibu bayi :Kematian perinatal. (Manuaba, 2009)
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
2. Keluhan utama, yaitu nyeri pada luka post operasi.
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Data Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
d. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
e. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
f. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
g. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
h. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
i. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi, kelemahan,
penurunan sirkulasi.
3. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
6. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan.
7. Ketidakcukupan ASI berhubungan dengan tidak adanya produksi ASI.

C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
d. Wajah tidak tampak meringis
e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
Intervensi
a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah
meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
d. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,,
sentuhan terapeutik, distraksi.)
e. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
f. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan
Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi
klien
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
Tujuan
setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan proteksi
jaringan membaik
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi
a. Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
b. Lakukan latihan gerak secara pasif
c. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
d. Jaga kelembaban kulit
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
bekas operasi (SC)
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
a. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesea)
b. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi =
60 -100x/ menit)
c. WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi
a. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu
pecah ketuban.
b. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
d. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan
sesuai indikasi
e. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka
f. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC
/ sel darah putih
g. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah
selama prosedur pembedahan
h. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
i. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan ansietas
klien berkurang dengan kriteria hasil :
a. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
b. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi
a. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung
b. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
c. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
ansietas yang dirasakan
d. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
e. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi.
f. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
g. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal.
7. Ketidakcukupan ASI berhubungan dengan tidak adanya produksi ASI.
Tujuan
Pasien mampu memperispakan pemberian asi yang baik dengan KH:
a. Putting menonjol
b. ASI terproduksi
c. Payudara terpelihara
Intervensi
a. Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui
b. Evaluasi pola menghisap/ menelan bayi
c. Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI (secara
manualatau dengan pompa elektrik), cara mengumpulkan dan menyimpan
ASI
d. Demonstasikan latihan menghisap bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Artikel Kesehatan» GAWAT JANIN (FETAL DISTRESS


http://www.artikelkedokteran.com/120/gawat-janin-fetal-distress.htmlaternal Dan
Neonatal. Bina Pustaka: Jakarta
Atrin, Tucker Susan & Mitayani. 2013. Pemantauan Janin. EGC: Jakarta.
Mitayani. 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika (Oxorn
&William, 2010). (Amin & Hardhi, 2013) (Rasjidi, 2013): minggu (Saleha, 2013
http://gegthatha-renita.blogspot.com/ Prawirohardjo, Sarwono. 2015. Pelayanan Kesehatan
Obstetri patofisiologi,prof.Dr.D jamhoer martaadisoebrata, Dkk. 2014 Jakarta; EGC
T.W.Sadler. 2010. Emboriologi Kedokteran Langman edisi 7 Jakarta: EGC.
Doengoes, M E. 2011. Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, EGC: Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Winkjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai