Disusun oleh :
Yuyun Apriana
(PB202305042)
Dari kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini
merupakan kondisi keluarnya cairan ketuban pada fase laten atau <4 cm.
Sebab – sebab ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Faktor umum :
1. Infeksi STD (Sexually Transmitted Diseases)
2. Faktor sosial : perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi rendah.
b. Faktor Keturunan :
1. Kelainan genetik
2. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum.
c. Faktor Obstetrik, antara lain :
1. Overdistensi Uterus
2. Kehamilan kembar
3. Hidramnion
d. Faktor obstetrik:
1. Serviks inkompeten
2. Serviks konisasi/ menjadi pendek
3. Terdapat sefalopelvik disproporsi.
4. Grandemultipara
5. Tidak diketahui sebabnya
Dikemukakan bahwa kejadian ketuban pecah dini sekitar 5–8 %. Lima
persen diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5 – 6 jam, sekitar 95%
diikuti oleh persalinan dalam 72 – 95 jam dan selebihnya memerlukan tindakan
konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif.
(Manuaba,2008). Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram.
Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak
berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36
minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric
berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi
khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Ketuban pecah dini disebabkan oleh
karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan
intrauterine atau oleh kedua faktjor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
( Sarwono Prawirohardjo, 2010).
d. Bayi Kembar tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1. Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2013).
3. Kelainan Letak lintang
Letak Lintang ialah jika letak anak di dalam rahim sedemikian rupa
hingga paksi tubuh anak melintang terhadap paksi rahim. Sesungguhnya letak
lintang sejati (paksi tubuh anak tegak lurus pada paksi rahim dan menjadikan
sudut 90°) jarang sekali terjadi. (Eni Nur Rahmawati, 2011)
Pada letak Lintang, bahu biasanya berada diatas pintu atas panggul sedangkan
kepala terletak pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain.
Pada keadaan ini, janin biasa berada pada presentase bahu/ akromion. (Icesmi
Sukarni, 2013)
D. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu.Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik
dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI
yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman.
Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril.Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum.Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan
upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar.Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan
nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia
yang menutup.Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi.Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2010)
Pathway
Sectio Caesaria
Post Partum
Fisik
Psikologis
Kelemahan fisik
Estrogen dan progesterone menurun
Kurang perawatan
Dx Kep: Dx Kep:
Dx. Kep: Nyeri Akut Intoleransi Aktivitas
Ketidakcukupan ASI
F. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang
itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3. Panel elektrolit
4. Skrining toksik dari serum dan urin
5. AGD
6. Kadar kalsium darah
7. Kadar natrium darah
8. Kadar magnesium darah
G. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
1. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
3. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
e. Yang sering terjadi pada ibu bayi :Kematian perinatal. (Manuaba, 2009)
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
2. Keluhan utama, yaitu nyeri pada luka post operasi.
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Data Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
d. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
e. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
f. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
g. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
h. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
i. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anestesi, kelemahan,
penurunan sirkulasi.
3. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
6. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan.
7. Ketidakcukupan ASI berhubungan dengan tidak adanya produksi ASI.
C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
d. Wajah tidak tampak meringis
e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
Intervensi
a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah
meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
d. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,,
sentuhan terapeutik, distraksi.)
e. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
f. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan
Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi
klien
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
Tujuan
setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan proteksi
jaringan membaik
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi
a. Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
b. Lakukan latihan gerak secara pasif
c. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
d. Jaga kelembaban kulit
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
bekas operasi (SC)
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
a. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesea)
b. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi =
60 -100x/ menit)
c. WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Intervensi
a. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu
pecah ketuban.
b. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
d. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan
sesuai indikasi
e. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka
f. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC
/ sel darah putih
g. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah
selama prosedur pembedahan
h. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
i. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan ansietas
klien berkurang dengan kriteria hasil :
a. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
b. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi
a. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung
b. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
c. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
ansietas yang dirasakan
d. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
e. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi.
f. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
g. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal.
7. Ketidakcukupan ASI berhubungan dengan tidak adanya produksi ASI.
Tujuan
Pasien mampu memperispakan pemberian asi yang baik dengan KH:
a. Putting menonjol
b. ASI terproduksi
c. Payudara terpelihara
Intervensi
a. Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui
b. Evaluasi pola menghisap/ menelan bayi
c. Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI (secara
manualatau dengan pompa elektrik), cara mengumpulkan dan menyimpan
ASI
d. Demonstasikan latihan menghisap bila perlu
DAFTAR PUSTAKA