Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESARIA

1. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006).

2. KLASIFIKASI
Menurut (Sarwono, 2009).
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin lebih memanjang
 Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
 Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
 Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah
dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
 Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan
luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
2) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen bawah
uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :

1
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
 Perdarahan kurang
 Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
 Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
 Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

3. ETIOLOGI
Menurut, Manuaba (2010) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan
bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.

2
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).
3) Indikasi :
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal),
indikasi Sectio Caesarea adalah :
Indikasi ibu :
a. Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD.
b. Disfungsi Uterus.
c. Distosia Jaringan Lunak.
d. Plasenta Previa.
Indikasi Anak :

3
a. Janin besar.
b. Gawat janin.
c. Letak Lintang.

4. PATOFISIOLOGI
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2012)
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa
dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit,
luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret
yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

4
PATHWAY

5
5. KOMPLIKASI
Menurut (Sarwono, 2009). Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.
e. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Santosa. 2007) pemeriksaan penunjangnya :
a. pemeriksaan hemoglobin, dilakukan untuk mendeteksi adanya anemia dan penyakit
ginjal. Peningkatan hemoglobin dapat menunjukan indikasi adanya dehidrasi,
penyakit paru-paru obstruksi menahun, gagal jantung kongesti
b. Urinalisis adalah analisa fisik kimia dan mikroskopik terhadap urin berguna untuk
menentukan kadar albumin/glukosa.
c. USG abdomen adalah sebuah teknik diagnostik pencitraan menggunakan suara ultra
yang digunakan untuk mencitrakan organ internal otot, ukuran, struktur dan luka
patologi, membuat teknik ini berguna untuk memeriksa organ, melokalisasi plasenta,
menentukan pertumbuhan, kedudukan, persentasi janin, mengetahui usia kehamilan,
dan melihat keadaan janin.
d. Amnioskopi : Melihat kekeruhan air ketuban
e. Tes stress kontraksi atau tes nonstress : Mengkaji respon janin terhadap gerakan/
stress dari pola kontraksi uterus/ pola abnormal (Smeltzer 2001).

7. PENATALAKSANAAN
Menuru (Mansjoer, A. 2009)
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa

6
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
c. Mobilisasi
1) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
2) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
3) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
4) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
5) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
6) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
e. Pemberian obat-obatan

Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar Keselamatan Aman dan Nyaman


1. DEFINISI NYERI
Nyeri adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan dan disebabkan oleh
stimulus spesifk seperti : mekanik, termal, kimia, mikroorganisme atau elektrik pada
ujung saraf serta tidak dapat diserah terimakan kepada orang lain (heriana, 2014)
Nyeri merupakan suatu kondisi lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat individual.
Stimulus dapat berupa stimulus fisik atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi
pada jaringan actual atau pada fungsi ego seseorang individu. Menurut international
Association For Study of Pain (IASP) nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang

7
tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan actual maupun potensial atau
menggambarkan kondisi terjadi kerusakan (Sulistyowati, 2017)
Nyeri secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak nyaman,
baik ringan maupun berat. Nyeri sangat bersifat individual dan tidak dapat diukur secara
subjektif, serta hanya pasien yang dapat merasakan adanya nyeri. (heriana, 2014). Secara
umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri
diartikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseoarang dan eksitensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Judha, 2012)
Ketidaknyamanan yang dirasakan setiap individu masing-masing berbeda
tergantung bagaimana individu tersebut menyikapinya. Ketidaknyamanan fisik pada
individu salah satunya ialah nyeri baik itu nyeri akut( nyeri yang berlangsung kurang dari
6 bulan ) maupun nyeri kronis (nyeri yang lebih dari 6 bulan ) (H.Alimun, 2011).

2. JENIS NYERI
a. Nyeri akut
Nyeri akut akan dapat menghilang dengan tanpa pengobatan setelah keadaan
pulih pada area yang rusak. Fungsi dari nyeri akut adalah memberikan peringatan
akan cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut biasanya berlangsung secara
singkat misalnya nyeri karena terkilir, nyeri patah tulang, atau pembedahan abdomen
(heriana, 2014)
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis dapat menjadi penyebeb utama ketidakmampuan fisik dan
psikologi sehingga akan timbul masalah seperti kehilangan pekerjaan,
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari hari yang sederhana ,disfungsi
seksual,dan isolasi sosial dari keluarga atau teman teman .individu yang mengalami
nyeri kronik seringkali tidak memperlihatkan gejala yang berlebihan dan tidak
beradaptasi terhadap nyeri .gejala nyeri kronik meliputi keletihan , insomnia,
penurunan berat bedan, depresi , putus asa,dan kemarahan. Nyeri kronik berkembang
lebih lambat dan terjadi dalam waktu yang lebih lama dan pasien sering sulit
mengingat sejak kapan nyeri dimulai dirasakan.
Nyeri juga dinyatakan sebagai nyeri somatogenic atau psiogenik. Nyeri
somatogenikmerupakan nyeri secara fisik, sedangkan nyeri psikogenik merupakan
nyeri psikis atau mental (heriana, 2014)
c. Nyeri perifer nyeri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1) Nyeri superfisial : Rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan
mukosa
2) Nyeri visceral : rasa nyeri dirasakan timbul akibat rangsangan pada reseptor nyeri
di rongga abdomen

8
3) Nyeri alih : rasa nyeri dirasakan di daerah lain yang jauh dan jaringan penyebab
nyeri
d. Nyeri sentral : nyeri muncul akibat rangsangan pada medulla spinalis, batang otak dan
thalamus (Sulistyowati, 2017)

3. PENGUKURAN INTENSITAS NYERI


Menurut (Sulistyowati, 2017) skala nyeri menurut hayward dilakukan dengan
meminta penderitan untuk memilih salah satu bilangan 0-10 yang menurutnya paling
meggambarkan pengalaman nyeri yang dirasakan.
a. 0 = tidak nyeri
b. 1-3 =nyeri ringan
c. 4-6 = nyeri sedang
d. 7-9 = nyeri sedang terkontrol
e. 10 =nyeri hebat

4. FAKTO-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI


1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhui nyeri. Toleransi terhadap
nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin bertambah usia
seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha
mengatasinya (Sulistyowati, 2017)
2. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin seseorang dapat berhubungan dengan sifat terpaparnya
dan tingkat kerentaan yang memengang peranan tersendiri. Daya tahan terhadap
nyeri dipengaruhi oleh factor-factor biokimiadan merupakan hal yang khas pada
setiap individu (Sulistyowati, 2017).
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri
(Sulistyowati, 2017). Sesorang dapat belajar dari apa yang diterima dan diinginkan
oleh kebudayaan mereka.(heriana, 2014)
4. Makna nyeri
Individu akan mempersepsi nyeri dengan cara yang berbeda-beda (heriana, 2014)
5. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri (heriana, 2014)
6. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatan persepsi nyeri (heriana, 2014)
7. Keletihan

9
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping (heriana, 2014)
8. Pengalaman sebelumnya
Seseorang yang memiliki pengalaman berkali-kali dan dengan waktu yang lama
terhadap nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih tahan terhadap nyeri dibandingkan
dengan orang yang hanya mengalami nyeri sedikit (Sulistyowati, 2017)
9. Gaya koping
Mekanisme koping individu sangat mempengaruhi cara setiap orang dalam
mengatasi nyeri. Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perwatan di
rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien
kehilangan control dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri
(Sulistyowati, 2017)

5. FISIOLOGI NYERI
Nyeri dapat disebabkan oleh lima stimulus, yaitu :
1. Termal
2. Mekanik
3. Kimia
4. Elektrik
5. Mikroorganisme

6. RESPONS INDIVIDU TERHADAP NYERI


1. Respons simpatoadrenal
Respons yang tidak sengaja seringkali juga dinamakan respons autonomy juga bersifat
protektif, yaitu :
a. Peningkatan pengeluaran keringat
b. Tekanan darah meningkat
c. RR meningkat
d. Takipneu
e. Dilatasi pupil (pembesaran pupil)
f. Ketegangan otot
g. Mual dan muntah
h. Pucat
2. Respons Muskular
Respons yang disengaja merupakan reaksi otot yang mencetuskan untuk menghilangkan
rangsangan rasa sakit, juga bersifat protektif.
a. Imobilitas
b. Mengusap daerah yang sakit

10
c. Mengeliat kesakitan
d. Terburu-buru menarik tangan dari sebuah benda yang panas
3. Respons Emosional
Respons emosional terhadap rasa sakit mempunyai ambang yang sangat luas dan
berbeda-beda dari orang ke orang. Respons emosional terhadap sakit yaitu :
a. Kewasdaan meningkat
b. Menangis
c. Berteriak
d. Perubahan tingkah laku
e. Mudah tersinggung
f. Diam

7. SIFAT NYERI
a. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
b. Nyeri bersifat subjektif dan individual
c. Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
d. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis
tingkah laku dan pernyataan klien
e. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
f. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
g. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringa
h. Nyeri mengawali ketidakmampuan
i. Persepsi yang salah rentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak
optimal (Tamsuri.A, 2010)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
I. Identitas
Pada kasus post sc terjadi pada wanita yang melahirkan secara pemedahan untuk
mengeluarkan bayinya.
II. Keluhan utama
Keluhan utama yang dikeluhkan pada luka post sc.
III. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.

11
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
IV. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kunuing
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae
dan papila mamae
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri.Fundus uteri 3 jari dibawa pusat
h. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.

12
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
V. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul\
a. Perubahan Perfusi Jaringan b.d perdarahan
b. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan
c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi
d. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
e. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
f. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi
VI. Intervensi
a. Perubahan Perfusi Jaringan b.d perdarahan
Tujuan : diharapkan suplai/ kebutuhan darah ke jaringan terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Conjunctiva tidak anemis
- Acral hangat
- Hb normal
- Muka tidak pucat
- Tidak lemas
- TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
Intervensi :
1) Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
R/ Pasien paham tentang kondisi yang dialami
2) Monitor tanda-tanda vital
R/ Tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan
gangguan sirkulasi darah
3) Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
R/ Mengantisipasi terjadinya syok
4) Kolaborasi pemberian cairan infus isotonic
R/ Cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang
akiba perdarahan.
5) Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
R/ Tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang akibat
perdarahan.

13
b. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output
baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria Hasil :
- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40
x/mnt )
- Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
Intervensi:
1) Kaji kondisi status hemodinamika.
R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan faktor
utama masalah
2) Ukur pengeluaran harian
R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah
dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post operasi dan harian
3) Berikan sejumlah cairan pengganti harian
R/Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif
4) Evaluasi status hemodinamika
R/ Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.
5) Pantau intake dan output
R/ dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak
adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi
Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Kriteria Hasil :
- Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
- Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
- Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
- Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
- TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring selama masa akut
R/ Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi
2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
R/ Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi
nyeri

14
3) Ajarkan teknik distraksi
R/ Pengurangan persepsi nyeri
4) Kolaborasi pemberian analgetika
R/ Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian
analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
5) Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat nyeri
R/ Pengkajian yang spesifik membantu memilih intervensi yang tepat

15
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana, Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima

Medika

Saifuddin, AB. 2012. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Mansjoer, A. 2009. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba MedikaMuchtar.

2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

16

Anda mungkin juga menyukai