OLEH:
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).
5. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi
saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
6. Pathway /WOC
Kelaianan atau hambatan selama proses hamil dan proses persalinan misalnya:
plasenta previa,sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalopervis, rupture uteri mengancam, partus lama/ tidak maju, pre
eklamsia, distonia serviks, ,malpersentasi janin
Kurang informasi terhadap pemberian
Sectio caesarea (SC) ASI ekslusif, imunisasi, perawatan diri,
perawatan bayi
h. Anus
Pemeriksaan adanya haemoroid
7. Pemeriksaan diagnostik / Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
8. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya
DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah
yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1). Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2). Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3). Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka
dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan
pernafasan.
9. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperalis :
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post
operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum
atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali,
terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang dapat ditemukan meliputi
distres janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust,
abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa
keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan
ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti
jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat : karena kurangnya pengetahuan klien tentang
ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan BAB.
5)Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang
lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada perineum akibat luka janhitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body
image dan ideal diri
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae
dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus
uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan
adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
b. Perubahan Pola Eliminasi BAB (Konstipasi) berhubungan dengan kurangnya mobilisasi
diet yang tidak seimbang dan efek anastesi
c. Risiko Perdarahan berhubungan dengan komlikasi pasca SC(atonia uterus)
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
e. Risiko Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka kering bekas operasi
f. Ketidakefektifan Pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian ASI
ditandai dengan produksi ASI kurang
g. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan, tidak familier dengan sumber
informasi ditandai dengan pengungkapan masalah
3. Perencanaan Keperawatan
N Diagnosa Keperawata Tujuan dan Intervensi
o Kriteria Hasil
1 Nyeri akut bd pelepasan Setelah dilakukan Identifikasi karakterisik
mediator nyeri akibat asuhan keperawatan nyeri,durasi,frekuensi,kualitas,intensi
trauma jaringan dalam selama ....x 24 tas nyeri
pembedahan jam,maka
diharapkan tingkat
nyeri menurun dan Identifikasi kesesuaian jenis
kontrol nyeri analgetik
meningkat dengan
kriteria hasil:
1) Tidak mengeluh Monitor tanda tanda vital
nyeri
2) Tidak meringis
3)Tidak bersikap Monitor efekifitas analgesik
protektif
4)Tidak gelish
5)Tidak mngalami Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
kesulitan tidur
6) Frekuensi nadi
membaik Fasiliti istirahat dan tidur
7)Tekanan darah
membaik
8) Melaporkan Anjurkan tehnik nonfarmaklogis
nyeri terkontrol untuk mengurangi nyeri
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping
5.Evaluasi
RR : 16-20 x/menit
2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi (mukosa bibir lembab, turgor
kulit baik)
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan,penyembuhan dan perawatan post operasi ditandai dengan
klien mengatakan cemas terhadap luka pasca operasi,banyak bertanya,tanda
tanda vital meningkat.
Evaluasi:
1). Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2).Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
3). Vital sign dalam batas normal
4). Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
e. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka kering
bekas operasi ditandai dengan adanya 5 tanda infeksi (calor, rubor,
dolor, tumor, fungsiolaesa), suhu tubuh meningkat, leukosit meningkat.
Evaluasi :
1)Tidak ada tanda infeksi (calor, rubor, dolor, tumor, fungsiolaesa )
2)Luka episiotomi kering dan bersih
f. .Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan diskontinuitas pemberian
ASI ditandai dengan produksi ASI kurang
Evaluasi:
1) Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat
2) Kemampuan ibu memposisikan bayi dengan benar meningkat
3) Pancaran ASI meningkat
4)Suplai ASI adekuat
g.Defisit pengetahuan bd kurang pejanan,tidak familier dengan sumber iformasi
ditandai dengan pngungkapan masalah
Evaluasi :
1) Menjelaskan kembali tentang penyakit
2) Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
3) Klien mampu berperilaku sesuai anjuran
4) Pasien mampu memahami penjelasan yang diberikan
5) Perilaku sesuai dengan pengetahuan
6) Mampu aktif bertanya masalah yang tidak dipahami
DAFTAR PUSTAKA
Dessy, T., dkk. (2009) Perubahan Fisiologi Masa Nifas. Akademi Kebidanan Mamba’ul
‘Ulum Surakarta
Doengoes. M. E, Et. Editor Monica, E. 2010. Nursing Care Plans Guidelines for Planning
and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: Kariasa IM. Jakarta: EGC
Hacker, Moore. (2005) Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI