DISUSUN OLEH:
ARWINDI PUTRI PRATIWI
116094
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
POST PARTUM SECTIO CAESARIA
B. FAKTOR PREDISPOSISI/PENYEBAB
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan Sectio caesaria adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor Sectio caesaria diatas dapat diuraikan beberapa penyebab Sectio
caesaria sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara
alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis
juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
Post Anesthesi
D. KLASIFIKASI
1. Menurut NANDA (2015) operasi SC dapat dibedakan menjadi :
a. Sectio caesaria abdomen
Seksio secara transperitonealis:
1) Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri
2) Sectio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi
pada segmen bawah rahim
3) Sectio caesaria ekstraperitonealis,yaitu tanpa membuka peritonium
parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal
b. Sectio caesaria vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, Sectio caesaria dapat dilakukan sebagai
berikut:
1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
2) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
3) Sayatan huruf T (T-incision)
c. Sectio caesaria klasik (Corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena
memiliki banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi berulang
yang memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
Kelebihan:
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri
spontan
E. GELAJA KLINIS
1. Plasenta previa sentralis dan latealis (posterior)
2. Panggul sempit
Holemer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis ialah
CV = 8 cm. Panggul dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapt melahirkan
janin yang normal, harus diselesaikan dengan Sectio caesaria. CV antara 8-10
cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan Sectio
caesaria sekunder
3. Disproporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan
panggul
4. Ruptura uteri mengancam
5. Partus lama (prolonged labor)
6. Partus tak maju (obstructed labor)
7. Distosia serviks
8. Pre-eklamsi dan hipertensi
9. Malpresentasi janin:
a. Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama-sama sependapat
1) Bila ada kesempitan panggul, maka Sectio caesaria adalah cara yang
terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa
2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan Sectio
caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul sempit
3) Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-
cara lain
b. Letak bokong
Sectio caesaria dianjurkan pada letak bokong bila ada:
1) Panggul sempit
2) Primigravida
3) Janin besar dan berharga
c. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain
tidak berhasil
d. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
e. Gemelli, menurut Eastman Sectio caesaria dianjurkan:
1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder
presentation)
2) Bila terjadi interlock (locking of the twins)
3) Distosia oleh karena tumor
4) Gawat janin, dan sebagainya
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan darah
7. Urinalisis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
10. Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker, Susan Martin, 1998)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
4) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
H. KOMPLIKASI
1. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau
perut sedikit kembung
c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
Airway management
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan px utk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasikan px perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
7. auskultasi suara nafas,catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10 berikan pelembab udara kassa
basah NaCl lembab
11 Atur intake untuk ciran
mengoptimalkan keseimbangan
12. Monitor respirasi dalam status
oksigen
hasil: spesifik
1. Keterbatasan kognitif
2. Jelaskan patofisiologi dari
2. Salah intepretasi informasi 1. Pasien dan keluarga
penyakit dan bagaimana hal ini
3. Kurang pajanan menyatakan tentang
berhungan dengan anatomi dan
4. Kurang minat dalam belajar penyakit, kondisi,
fisiologi ,dengan cara yang
5. Kurang dapat mengingat prognosis dan
tepat.
6. Tidak familier dengan sumber program
informasi 3. Gambarkan tanda dan gejala
pengobatan
yang biasa pada penyakit,
2. Pasien dan keluarga
dengan tanda yang tepat
mampu
melaksanakan 4. Identifikasi kemungkinan
prosedur yang penyebab, dengan cara yang
dijelaskan secara tepat
benar. 5. Sediakan informasi pada pasien
3. Pasien dan keluarga tentang kondisi, dengan cara
mampu
yang tepat
menjelaskan
kembali apa yang 6. Hindari jaminan yang kosong
dijelaskan
7. Sediakan bagi keluarga atau SO
perawat/tim
kesehatan lainnya. informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
8. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi
yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit.
9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan.
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second informasi
atau opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan.
11. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat.
12. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA