Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS FRAKTUR PELVIS DI RUANG IGD

A. DEFINISI

Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang panggul. Pada orang tua
penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri. Namun, fraktur yang
berhubungan dengan morbiditas dan kematian terbesar melibatkan masalah yang
signifikan misalnya karena kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian
sebuah. Tulang panggul terdiri dari ilium, ischium, dan pubis, yang merupakan cincin
anatomi dengan sakrum. Gangguan dari cincin ini membutuhkan energi yang signifikan.
Patah tulang panggul sering melibatkan cedera pada organ-organ yang terdapat dalam
tulang panggul. Patah tulang panggul sering dikaitkan dengan pendarahan parah karena
pasokan darah yang luas ke wilayah tersebut.

Fraktur pelvis merupakan 5% dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam rongga
panggul seperti uretra, buli-buli, rektum serta pembuluh darah.
Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor, saluran kemih bagian bawah,
uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan tulang belakang. Dapat menyebabkan
hemoragic (pelvis dapat menahan sebanyak ±4 liter darah) dan umumnya timbul
manifestasi klinis seperti hipotensi, nyeri dengan penekanan pada pelvis, perdarahan
peritoneum atau saluran kemih.

B. Klasifikasi
1. Kalsifikasi menurut Tile, berdasarkan integritas kompleks sakroiliaca
posterior
a. Tipe A : Fraktur stabil, kompleks sakroiliaca intak.
Tipe A1 : fraktur panggul tidak mengenai cicin panggul
Tipe A2 : stabil, terdapat pergeseran cincin yang minimal dari fraktur
(Tipe A termasuk fraktur avulsi atau fraktur yang mengenai cincin panggul).
Gambar 3 : Fraktur Stabil.

Gambar 4: Skematik Frkatur Pelvis Stabil.

b. Tipe B: Fraktur tidak stabil, umumnya trauma disebabkan oleh adanya


rotasi eksternal ataupun internal yang mengakibatkan gangguan parsial
kompleks sacroiliac posterior. 7
 Tipe B1 : open book.
Stage 1 : symphisiolisis < 2,5 cm, terapi bed rest
Stage 2 : symphisiolisis > 2,5 cm, terapi OREF
Stage 3 : bilateral lessio, terapi OREF
 Tipe B2 : kompresi lateral/ipsilateral
 Tipe B3 : kompresi lateral/kontralateral
(Tipe B mengalami rotasi eksterna yang mengenai satu sisi panggul
(open book), atau rotasi interna atau kompresi lateral yang dapat
menyebabkan fraktur pada ramus isiopubis pada satu atau kedua sisi
disertai trauma pada bagian posterior tetapi simpisis tidak terbuka
(closed book).
Gambar 5 : Fraktur Tidak Stabil

c. Tipe C : Fraktur tidak stabil, akibat adanya trauma yang terjadi secara
rotasi dan vertical.
- Tipe C1 : unilateral
- Tipe C2 : bilateral
- Tipe C3 : disertai fraktur acetabulum
(Terdapat disrupsi ligament posterior pada satu atau kedua sisi disertai
pergeseran dari salah satu sisi panggul secara vertical, mungkin juga
disertai fraktur asetabulum).7

Gambar 6 : Fraktur tidak stabil pada trauma rotasi dan vertical.


2. Klasifikasi menurut Key dan Conwell.
a Fraktur pada salah satu tulang tanpa adanya disrupsi cincin.
- Fraktur avulsi
Spina iliaka anterior superior
Spina iliaka anterior inferior
Tuberositas isium
- Fraktur pubis dan isium
- Fraktur sayap ilium
- Fraktur sacrum
- Fraktur dan dislokasi tulang koksigeus
b Keretakan tunggal pada cincin panggul
- Fraktur pada kedua ramus ipsilateral
- Fraktur dekat atau subluksasi simfisis pubis
- Fraktur dekat atau subluksasi sendi sakro-iliaka
c Fraktur bilateral pada cincin panggul
- Fraktur vertical ganda dan atau dislokasi pubis
- Fraktur ganda dan atau dislokasi (Malgaigne)
- Fraktur multiple yang hebat
d Fraktur asetabulum
- Tanpa pergeseran
- Dengan pergeseran
3. Klasifikasi menurut Young, berdasarkan mekanisme trauma, terbagi menjadi
4 yaitu: kompresi lateral, kompresi anteroposterior, pergeseran vertical, atau
kombinasi.
4. Klasifikasi lain.
b. Fraktur isolasi dan fraktur tulang ischium dan tulang pubis tanpa gangguan
pada cincin.
- Fraktur ramus isiopubis superior
- Fraktur ramus isiopubis inferior
- Fraktur yang melewati acetabulum
- Fraktur sayap ilium
- Avulsi spina iliaka anterior-inferior
c. Fraktur disertai robekan pada cincin
5. Klasifikasi berdasarkan stabilitas dan komplikasi. 7
Fraktur avulsi
d. Faktur stabil
e. Fraktur tidak stabil
f. Fraktur dengan komplikasi
C. Etiologi
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat
tersebut.
2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat
menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
D. Gambaran klinis
Fraktur panggul merupakan salah satu trauma multiple yang dapat mengenai organ-
organ lain dalam panggul. Keluhan yang dapat terjadi pada fraktur panggul antara
lain :
1. Nyeri
2. Pembengkakan
3. Deformitas
4. Perdarahan subkutan sekitar panggul
5. Hematuria
6. Perdarahan yang berasal dari vagina, urethra, dan rectal
E. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Tulang- tulang panggul terdiri dari :


a. Os coxae terdiri dari:ilium,iskium, pubis.coxea terletak disebelah depan dan
samping dari pelvis wanita.os coxea terdiri dari 3 buah tulang penyusun osllium,
os ischium, dan os pubis.
1. Os illium
Merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk bagian atas dan belakang
panggul.
Memiliki permukaan anterior berbentuk konkaf yang disebut fossa iliaca.Bagian
atasnya disebut Krista iliaca. Ujung-ujung disebut Spina Iliaca anterior superior dan
spina Iliaca posterior superior.Terdapat tonjolan memanjang di bagian dalam os ilium
yang membagi pelvis mayor dan pelvis minor disebut linea innominata (linea
terminalis).
2. Os Ischium
Terdapat disebelah bawah os ilium.Merupakan tulang yang tebal dengan tiga tepi di
belakang foramen obturator.
Os Ichium merupakan bagian terendah dari Os Coxae.Memiliki tonjolan di bawah
tulang duduk yang sangat tebal disebut Tuber Ischii berfungsi penyangga tubuh
sewaktu duduk.
3. Os Pubis
Terdapat disebelah bawah dan depan os ilium.Dengan tulang duduk dibatasi oleh
foramen obturatum.Terdiri atas korpus (mengembang ke bagian anterior).
Os Pubis terdiri dari ramus superior (meluas dari korpus ke asetabulum) dan ramus
inferior (meluas ke belakang dan berat dengan ramus ischium). Ramus superior os
pubis berhubungan dengan dengan os ilium, sedangkan ramus inferior kanan dan kiri
membentuk arkus pubis. Ramus inferior berhubungan dengan os ischium.
b. Os sacrum
Tulang ini berbentuk segitiga dengan lebar dibagian atas dan mengecil dibagian
bawahnya. Tulang kelangkang terletak di antara kedua tulang pangkal paha yang
terdiri dari dan mempunyai ciri :Os sacrum berbentuk baji, terdiri atas 5 vertebra
sacralis.Vertebra pertama paling besar, mengahadap ke depan. Pinggir atas vertebra ini
dikenal sebagai promontorium, merupakan suatu tanda penting dalam penilaian
ukuran-ukuran panggul.Di kanan dan kiri, garis tengah terdapat lubang yang akan
dilalui saraf: foramina sacralis anterior.
c. Os koksigeus
Berbentuk segitiga dengan ruas 3 sampai 5 buah bersatu.Pada saat persalinan, Os
Coccygis dapat didorong ke belakang sehingga dapat memperluas jalan lahir.Yang
ketiganya saling berhubungan, didepan: simfisis pubis, dibelakang artikulasio
sakroiliaka, dibawah artikulasio sakrokoksigea. Yang memungkinkan pergeseran
untuk memperbesar sedikit ukuran panggul saat persalinan.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologis:
a. Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan
prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
b. Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan
umum memungkinkan.
2. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
a. Kateterisasi
b. Ureterogram
c. Sistogram retrograd dan postvoiding
d. Pielogram intravena
e. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
3. Radiografi
Radiograf anteroposterior pelvis merupakan skrining test dasar dan mampu
menggambarkan 90% cedera pelvis. Namun, pada pasien dengan trauma berat dengan
kondisi hemodynamic tidak stabil seringkali secara rutin menjalani pemeriksaan CT
scan abdomen dan pelvis, serta foto polos pelvis yang tujuannya untuk memungkinkan
diagnosis cepat fraktur pelvis dan pemberian intervensi dini.
4. CT-Scan
CT scan merupakan imaging terbaik untuk evaluasi anatomi panggul dan derajat
perdarahan pelvis, retroperitoneal, dan intraperitoneal. CT scan juga dapat
menegaskan adanya dislokasi hip yang terkait dengan fraktur acetabular. 6
5. MRI

MRI dapat mengidentifikasi lebih jelas adanya fraktur pelvis bila dibandingkan dengan
radiografi polos (foto polos pelvis). Dalam satu penelitian retrospektif, sejumlah besar
positif palsu dan negatif palsu itu dicatat ketika membandingkan antara foto polos pelvis
dengan MRI.

6. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan serial hemoglobin dan hematokrit, tujuannya untuk memonitor kehilangan
darah yang sedang berlangsung.
2. Pemeriksaan urin, untuk menilai adanya gross hematuria dan atau mikroskopik.
Kehamilan tes ditunjukkan pada wanita usia subur untuk mendeteksi kehamilan serta
pendarahan sumber potensial (misalnya, keguguran, abrupsio plasenta).

G. penatalaksanaan
1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
a. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat,
traksi, pelvic sling
b. Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF
Berdasarkan klasifikasi Tile:
1. Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan
dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan
bisa menggunakan penopang.
2. Fraktur Tipe B:
1. Fraktur tipe openbook
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat tidur, kain
gendongan posterior atau korset elastis.Jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup
dengan membaringkan pasien dengan cara miring dan menekan ala ossis ilii
menggunakan fiksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii.
2. Fraktur tipe closebook
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun bisa
dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau
terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan
menggunakan pe n pada krista iliaka.
3. Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi
kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur
sekurang–kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan
reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi
dinamis.
3. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
4. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
c. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat,
traksi, pelvic sling
d. Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF

H. Diagnose keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik (trauma)
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang
3. Risiko perdarahan b.d tindakan pembedahan
I. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
a. Pengkajian
Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien dnegan gangguan sistem
persyarafan meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
3. Riwayat penyakit saat ini
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur pelvis dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis
yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
5. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik
6. Pengkajian psiko-sosial-spiritual
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

b. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Pernapasan meningkat, dispneu, pergerakan dada simetris, suara nafas normal tidak ada
suara nafas tambahan seperti stridor dan ronchi.
B2 (Blood)
Hipertensi (kadang – kadang terlihat sebagai respons terhadap nyeri/ansietas) atau
hipotensi (kehilangan darah), takikardia (respon stress, hipovolemia). Penurunan/tak ada
nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang
terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera.
B3 (Brain)
hilang gerakan / sensasi, spasme otot. Kebas / kesemutan (parestesis), deformitas local;
angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat
kelemahan/hilangnya fungsi, angitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau
trauma lain).
B4 (Bladder)
Tidak ada kelainan sistem perkemihan
B5 (Bowel)
Tidak ada kelainan defekasi
B6 (Bone)
a. Edema, deformitas, krepitasi, kulit terbuka atau utuh, ada/tidak adanya nadi di
sebelah distal patahan, hematoma, kerusakan jaringan lunak, posisi ekstremitas
abnormal
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu Pain, Palor,
Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
(1)Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan
yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Hal yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill
time  Normal 3 – 5 “
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah,
atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
A. Rencana keperawatan

Rencana keperawatan
N Diagnosis Tujuan Kriteria hasil Intervensi
O
1 Nyeri Akut Setelah L.08066 Tingkat nyeri 08238 Manajemen nyeri
. dilakukan 1. Keluhan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi,
tindakan 2. Anoreksia menurun krakteristik, durasi,
keperawatan 3. Meringis menurun frekunsi, kualitas,
selama 7 jam 4. Frekunsi nadi membaik intensitas nyeri
sekali di 2. Identifikasi sklaa nyeri
harapkan L.08063 Kontrol kontrol nyeri 3. Identifikasi faktor yang
pasien 1. Melaporkan nyeri terkontrol memperberat dan
membaik meningkat memperingan nyeri
2. Kemampuan mengenali 4. Jelaskan strategi
penyebab nyeri meningkat meredakan nyeri
3. Kemampuan menggunakan 5. Kolaborasi menggunkaan
tehnik non- farmakologi analgetik, jika perlu
4. Keluhan nyeri menurun
I.08242 Pemantauan nyeri
L.05045 Pola tidur 1. Monitor kualitas nyeri
1. Keluhan sulit tidur menurun 2. Monitor lokasi dan
2. Keluhan sering terjaga penyebaran nyeri
menurun 3. Monitor intensitas nyeri
3. Istirahat tidak cukup mebaik dan menggunkan skala
4. Monitor frekunsi nyeri

I.08245 Perawatan
kenyamanan
1. Berikan posisi yang
nyaman
2. Ciptakaan lingkungan yang
nyaman
3. Berikan kompres dingin
dan hangat
4. Ajarkan terapi relaksasi
Kolaborasi pemberian
analgesik, antipruritus, jika

2 Gangguan Setelah L.05042 mobilitas fisik I.06171 dukungan ambulasi


. mobilitas fisik dilakukan 1. pergeraka mobilitas >Observasi
tindakan meningkat 1. identifikasi adanya
keperawatan 2. Kekuatan otot meningkat nyeri atau keluhan fisik
selama 7 jam 3. rentang lainnya
sekali di gerak(ROM)meningkat 2. identifikasi toleransi
harapkan 4. nyeri menurun fisik melakukan
pasien L.05047 intoleransi aktivitas ambulasi
membaik 1. Frekuensi nadi meningkat >Terapeutik
2. Keluhan lelah menurun 1. libatkan keluarga untuk
3. Dipsnea saat aktivitas membantu pasien dalam
menurun meningkatkan ambulasi
4. Despnea saat setelah >Eduksasi
aktivitas membaik 1. jelaskan tujuan dan
L.05045 Verbalisasi akibat prosedur ambulasi
kondisi yang dihadapi 2. anjurkan melakukan
1. Perilaluku gelisah membaik ambulasi dini
2. Perilaku tegang membaik 3. anjurkan ambulasi
3. Verbalisasi sederhana yang harus
4. kebinggungan membaik dilakukan.

I.05173
>Observasi
1. identifikasi atau adanya
keluhan fisik lainnya
2. identifikasi toleransi
fisik melakukan
pergerakan
3. monitor frekuensi
jantung dan teknan
darah sebelummemulai
mobilisasi
4. monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
>Terapeutik
1. fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bntu (pagar atau tempat
tidur)
2. fasilitasi melakukan
pergerkan,jika perlu
3. libatkan keluarga untuk
membntu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan.
 Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (duduk
ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi).
1.

3 Risiko Setelah L.02017 tingkat perdarahan I. 02067pencegahan


. perdarahan dilakukan a) Kognitif meningkat perdarahan
tindakan b) Suhu tubuh membaik >Observasi
keperawatan c) Denyut nadi apikat 1. Monitor tanda dan
selama 7 jam membaik gejala perdarahan
sekali di L.03028 Status cairan (107) 2. Monitor kilat Ht/Hb
harapkan a) Kadar Hb-Ht membaik 3. Monitor TTV
pasien b) Oliguria membaik 4. Monitor koagulasi
membaik c) Intake cairan membaik >Terapeutik
d) Status mental membaik 1. Pertahankan bed rest
e) Kekuatan nadi meningkat selama perdarahan
2. Batasi tindakan invsif,
jika perlu
 Edukasi
1. jelaskan tanda dan gelaja
perdarahan
2. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
 Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan
2.kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
2.
I.Balut tekan
>Observasi
1. Monitor perban untuk
memantau draenase
luka
2. Monitor jumlah dan
warna cairan drainase
dari luka
3. Periksa kecepatan
denyut nadi
4. Periksa akral, kondisi
kulit dan pengisian
kapiler
>Terapeutik
1. Tinggi bagian tubuh
yang cedera
2. Tutup luka dengan kasa
tebal
3. Tekan kasa dengan kuat
diatas luka selama
4. Fiksasi kasa dengan
plester setelah perdahan
berhenti.
 Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur balut tekan
b. anjurkan membatasi gerak
pada area cedera
DAFTAR PUSTAKA

Fraktur. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fracture.html. Update


terakhir: 3 Agustus 2008.
Sathy AK, Starr AJ, Smith WR, Elliott A, Agudelo J, Reinert CM. The effect of pelvic
fracture on mortality after trauma: an analysis of 63,000 trauma patients.Bone Joint Surg
Am. Dec 2009;91(12):2803-10.
Snell, Richard S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa, Liliana
Sugiharto; editor edisi bahasa indonesia, Huriawati Hartanto. Ed.6. Jakarta: EGC, 2006.
Anatomy The pelvis. Diunduh dari http://www.victorchiropractic.com/si.html
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
PPNI

Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
PPNI

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
PPNI

Anda mungkin juga menyukai