DEFINISI
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar HB atau hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit
atau gangguan fungsi tubuh. (Smeltzer, 2002:935 ) .
Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. (Bakta, 2003:12)
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel
darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal
(Smeltzer, 2002 : 935).
II. ETIOLOGI
Prevalensi anemia aplastik yang tinggi terdapat di bagian tropik yang
dapat mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Prevalensi anemia aplastik
lebih rendah di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan
beberapa bagian di India. Anemia aplastik adalah anemia yang terjadi
akibat rusaknya sumsum tulang belakang yang paling banyak didapat.
Pembawa sifat diturunkan secara dominan. Insiden diantara orang
Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan status homozigot
yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %. (Noer
Sjaifullah H.M, 1999, hal 535).
1. PENYEBAB
Penyebab dari anemia antara lain :
a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;
Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
Inflitrasi sum-sum tulang
b. Kehilangan darah
Akut karena perdarahan
Kronis karena perdarahan
Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi
karena;
Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain
besi, vitamin B12 dan asam folat.
(Bakta, 2003:15)
IV. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada
kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah
yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat
beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel
darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik
atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam
fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah
merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera.
(Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).
V. PATHWAY
Kegagalan
Defisiensi B12, produksi SDM o/ Destruksi SDM
asam folat, besi sum-sum tulang berlebih Perdarahan/hemofilia
Penurunan SDM
Hb berkurang
Anemia
PK Anemia
Defisit
nutrisi
VI. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan
penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta
mengandung jumlah hemoglobin dalam batas normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia leukemia akut
c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari
pada normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal
(MCH meningkat dan MCV normal).
1) Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :
a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan
anemia deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)
2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik)
3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian
oleh jaringan lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh
jaringan fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui.
(anemia diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)
VIII. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek,
gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga
menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada
kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan
dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan
organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung kongesti
dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi
terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas
pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan
manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson, 2006)
IX. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan
karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan
produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:
pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap
kondisi yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan
kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung
kongestif iatrogenik pada pasien..
4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet,
jika diindikasikan.
5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor
deficiency yang dikirim untuk pengukuran.
6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya
Feto-transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam)
jika mereka Rh negatif.
7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk
mengobati penyebab pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)