Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN KISTA OVARIUM DI RUANG NURI

RS BHAYANGKARA MAKASSAR

JUMARIA
1904042

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI NERS
T.A 2019/2020

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring meningkatnya ilmu pengetahuan di Indonesia, berkembang
pula upaya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap wanita yang semakin
membaik. Sarana dan prasarana di pelayanan kesehatan menunjang
terdeteksinya penyakit wanita yang bermacam-macam, termasuk penyakit
ginekologi. Berbagai macam penyakit sistem reproduksi yang memiliki efek
negatif pada kualitas kehidupan wanita dan keluarganya dengan gejala salah
satunya gangguan menstruasi seperti menarche yang lebih awal, periode
menstruasi yang tidak teratur, panjang siklus menstruasi yang pendek, paritas
yang rendah, dan riwayat infertilitas (Heffner & Danny, 2008).
Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya
massa pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kista adalah bentuk
gangguan adanya pertumbuhan sel-sel otot polos yang abnormal.
Pertumbuhan otot polos abnormal yang terjadi pada ovarium disebut kista
ovarium. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan
dari pengaruh hormonal dengan siklus menstruasi (Bobak, Lowdermilk &
Jensen. 2005).
Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya
1
massa pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kehamilan tumor
ovarii yang dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau
kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan
letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala
kedalam panggul. Oophorektomy adalah operasi pengangkatan dari
ovarium atau indung telur. Tetapi istilah ini telah digunakan secara
tradisional dalam penelitian ilmu dasar yang menggambarkan operasi
pengangkatan indung telur (Wiknjosastro, 2005).
3

Selama tahap kehidupan, massa yang biasanya disebabkan oleh kista


ovarium fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan pasca infeksi
pada tuba fallopii (Heffner & Danny, 2008). Kista ovarium yang bersifat
ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab
kematian dari semua kanker ginekologi. Di Amerika Serikat pada tahun 2001
diperkirakan jumlah penderita kanker ovarium sebanyak 23 .400 dengan
angka kematian sebesar 13.900 orang. Tingginya angka kematian karena
penyakit ini sering tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan, sehingga
tidak diketahui dimana sekitar 60% - 70% penderita datang pada stadium
lanjut. Maka penyakit ini disebut juga silent killer. Angka kejadian kanker
ovarium di Indonesia belum diketahui secara pasti karena pencatatan dan
pelaporan di negeri kita kurang baik. Sebagai gambaran di RSU, kanker
Dharmais ditemukan penderita kanker ovarium sebanyak 30 kasus setiap
tahun. Studi epidemologi menyatakan beberapa faktor resiko nullipara,
melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun dan wanita yang
mempunyai keluarga dengan riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia di
bawah 25 tahun. Penggunaan pil kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan
kanker ovarium sebanyak 30–60%.
Penanganan dan pengobatan kanker ovarium yang telah dilakukan
dengan prosedur yang benar namun hasil pengobatannya sampai saat ini
belum begitu ada manfaatnya termasuk pengobatan yang dilakukan di pusat
kanker terkemuka di dunia sekalipun. Sebagai perawat dalam menangani
masalah klien dengan kista ovarium atau kanker ovarium maka perlu
memperhatikan aspek biopsikososialspiritual dalam pemberian asuhan
keperawatannya, sehingga hal ini yang menarik penulis untuk membahas
asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian kista ovarium ?
2. Apa sajakah klasifikasi kista ovarium ?
3. Apa penyebab kista ovarium ?
4

4. Bagaimana manifestasi klinis klien dengan kista ovarium ?


5. Bagaimana pathofisiologi kista ovarium ?
6. Bagaimana pathway kista ovarium ?
7. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan kista ovarium ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuakan pada klien
dengan kista ovarium ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium ?
5

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian kista ovarium
2. Mengetahui klasifikasi kista ovarium
3. Mengetahui penyebab kista ovarium
4. Mengetahui manifestasi klinis klien dengan kista ovarium
5. Mengetahui pathofisiologi kista ovarium
6. Mengetahui pathway kista ovarium
7. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan kista
ovarium
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuakan pada klien
dengan kista ovarium
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar,
kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,
normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho,
2010: 101)
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi
cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium).
Kistaindung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas
sampaimenopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di
dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena
terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17)

Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium


Sumber : http://kistaovarium.org/
7

B. KLASIFIKASI
Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :
1. Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling
banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum,
terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada
masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap
dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista
folikuler dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari:
kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu,
tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu
6 – 8 minggu.

Gambar : kista ovarium fungsional


Sumber : http://kistamioma.com/tag/kista-ovarium-fungsional

2. Tipe Kista Abnormal


a. Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur.
Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat
menimbulkan nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma)
8

Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut


kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat
kehitaman.
c. Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh
seperti kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat
ditemukan di kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil
dan tidak menimbulkan gejala.
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium
yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan
tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan
nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga
menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista
lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum
haematoma.

Gambar : kista corpus luteum


Sumber : http://www.ladycarehealth.com/causes-of-different-
ovarian-cysts/
9

g. Kista polikistik ovarium


Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah
dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap
bulan. Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista
polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan
untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan
dan rasa sakit.

Gambar : kista polikistik ovarium


Sumber : http://pcos-disease.blogspot.com/2010/11/polycystic-
ovarian-syndrome_06.html

C. ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh
gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium
(ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi
dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan.
Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang
fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh
penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus
menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan
bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan
10

sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari


folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104),
kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai
periode tertentu. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.

E. PATHOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan
folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel
tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur,
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista
di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa
kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus, folikel
dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat
matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila
tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami
fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi,
korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan
mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi
normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2010).
11

F. PATHWAY

Etiologi :
 Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron
 Pertumbuhan folikel tidak seimbang
 Degenerasi ovarium
 Infeksi ovarium

Gangguan reproduksi

Tanda dan gejala : Diagnosa : Komplikasi :


 Tanpa gejala  Anamnesa  Pembenjolan perut
 Nyeri saat menstruasi  Pemeriksaan fisik  Pola haid berubah
 Nyeri di perut bagian bawah  Pemeriksaan  Perdarahan
 Nyeri saat berhubungan penunjang  Torsio (putaran tangkai)
seksual  Infeksi
 Nyeri saat berkemih atau BAB  Dinding kista robek
 Siklus menstruasi tidak teratur Kista ovarium  Perubahan keganasan

Kista fungsional Kista non fungsional

Konservatif :
 Observasi 1-2 bulan
Laparatomi Laparoskopi

Keluhan tetap :
 Aktivitas hormon Ovarian Salpingo-
 Discomfort cystectomy oophorectomy

Perawatan post operasi : Penyulit post operasi :


 Obat analgetik  Nyeri
 Mobilisasi  Perdarahan
 Personal hygiene
 Infeksi

Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010)


12

G. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi
pada kista ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan
oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor
mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi,
sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut
kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat
juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu
sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya
menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika
perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi
yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai
dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba
fallopi atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan
torsi ini dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian.
Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma,
TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada
ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia
reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran
abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat terjadi demam dan
13

leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan


(detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista
dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai
akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering
pada saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang
timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke
dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus
disertai tanda-tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan
mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan
keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa
kista ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga besar
kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah
yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat
diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang
cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat
membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang
dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta,
2012 :1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor
berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor
itu.
14

2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor
kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga
perut yang bebas dan yang tidak.

Gambar : USG kista ovarium


Sumber : http://forum.detik.com/niwana-sod-mampu-menyembuhkan-
penyakit-kronis-seperti-kanker-kista-dll-t137091.html

3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks.Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat
adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan
bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi
kista bila dinding kista tertusuk.

I. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor
(dipantau) selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang
15

dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil
jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105).
2. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka
tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22
gejala akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan
seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan
biasanya memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita
menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi
pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium.
Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis
ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian
cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba
fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak,
kondisi ovarium dan jenis kista.

Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit


(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan
tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan
posisi ovarium menurut Yatim, (2005: 23)

Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim,


(2005: 23) yaitu:

a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada


pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan,
biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara
ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan
16

melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah


dengan garis rambut kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan
dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total.
Dengan cara laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami
proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses
keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba,
jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
17

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN KISTA OVARIUM

A. PENGKAJIAN
1. Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan
semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien. Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila
klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter
dalam 30 manajemen kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi.
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua
data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. (Muslihatun,
dkk. 2009: 115).
a. Data subyektif
1) Identitas pasien
a) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak
keliru dengan pasien-pasien lain.
b) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam
masa reproduksi.
c) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien
mengenai gangguan reproduksi.
d) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling
sesuai dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari pasien.
f) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat
sosial ekonominya.
g) Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
18

2) Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.


Tuliskan sesuai uangkapan.
a) Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk
mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai
kesehatan reproduksi.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita
yang dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang
saat ini diderita.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan
dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan
pasien.
c) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah
atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan.
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama
menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi
sehubungan dengan menstruasi.
e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
19

Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka


bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa
apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis.
f) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat
ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau
berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
g) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(1) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan
makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum
minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan
tumor dalam tubuh.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan
bau serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut
apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau
sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang
cukup atau tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia.
(6) Aktivitas
20

Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari


hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatannya.
b. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa
keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-
komponen pengkajian data obyektif ini adalah:
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi
yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu,
nadi serta pernafasan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan
rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem
atau tidak, pucat atau tidak.
c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera
ikterik atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris
atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan
sekret atau tidak.
f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah
atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
21

g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran


kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe atau tidak.
i) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau
tidak, ada benjolan atau tidak.
j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan
pembesaran perut.
k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor
baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor
baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek
patella positif atau tidak.
m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses
ataupun pengeluaran yang tidak normal.
n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid
atau tidak.
3) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat
keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan,
digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen.
4) Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan
dan penyakit.

2. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
22

benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2009:


115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan
menjadi diagnosa keperawatan dan masalah.
a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama
ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang
dialami ibu.
2) Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
b. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data
dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
2) Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.
3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah
Potensial
Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan,
dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan
dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi.
Langkah ini menentukan cara perawat melakukan asuhan yang aman
(Purwandari, 2008:79).
4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan
yang Memerlukan Penanganan Segera
23

Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses


manajemen keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan
dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang
gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan
keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu
intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan
kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter
(Muslihatun, dkk. 2009: 117).
5. Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak
lengkap dapat dilengkapi(Purwandari, 2008: 81).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita
tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan
penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau 40 psikologis.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap
hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan
harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien, agar
dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian
pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas
perawat adalah merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan
rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya (Purwandari, 2008: 81).
6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
24

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang


telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh
bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain.
Jika perawat tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan
menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien
(Muslihatun, dkk. 2009: 118).
7. Langkah VII (terakhir): Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang
diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana
tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat
proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada
rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008: 82).
Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian
yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta
orientasi proses klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di
dalam situasi klinis dan dua langkah yang terakhir tergantung pada klien
dan situasi klinis, tidak mungkin manajemen ini dievaluasi dalam tulisan
saja (Purwandari, 2008: 83).

Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau catatan
manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang
merupakan singkatan dari:
1) S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis.
25

2) O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik
pasien, pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain.
3) A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
4) P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis
dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan
kesejahteraannya.

B. DIAGNOSA
Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan
kista ovarium adalah :
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik
26

C. INTERVENSI
Pre Operasi

RENCANA KEPERAWATAN

N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
cidera biologi selama 3x24 jam diharapkan nyeri Pain Management
pasien berkurang - Lakukan pengkajian nyeri secara
NOC : komprehensif termasuk lokasi,
 Pain Level, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Pain control, kualitas dan faktor presipitasi

 Comfort level - Observasi reaksi nonverbal dari

Kriteria Hasil : ketidaknyamanan

- Mampu mengontrol nyeri (tahu - Gunakan teknik komunikasi

penyebab nyeri, mampu terapeutik untuk mengetahui

menggunakan tehnik pengalaman nyeri pasien

nonfarmakologi untuk mengurangi - Kaji kultur yang mempengaruhi


27

nyeri, mencari bantuan) respon nyeri


- Melaporkan bahwa nyeri berkurang - Evaluasi pengalaman nyeri masa
dengan menggunakan manajemen lampau
nyeri - Evaluasi bersama pasien dan tim
- Mampu mengenali nyeri (skala, kesehatan lain tentang
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri masa
- Menyatakan rasa nyaman setelah lampau
nyeri berkurang - Bantu pasien dan keluarga untuk
- Tanda vital dalam rentang normal mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non
28

farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
2. Kecemasan bd Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
diagnosis dan selama 3x 24 jam diharapakan cemasi Anxiety Reduction (penurunan
pembedahan terkontrol kecemasan)
NOC : - Gunakan pendekatan yang
 Anxiety control menenangkan
 Coping - Nyatakan dengan jelas harapan
Kriteria Hasil : terhadap pelaku pasien
- Klien mampu mengidentifikasi dan - Jelaskan semua prosedur dan apa
mengungkapkan gejala cemas yang dirasakan selama prosedur
- Mengidentifikasi, mengungkapkan - Temani pasien untuk memberikan
dan menunjukkan tehnik untuk keamanan dan mengurangi takut
29

mengontol cemas - Berikan informasi faktual mengenai


- Vital sign dalam batas normal diagnosis, tindakan prognosis
- Postur tubuh, ekspresi wajah, - Dorong keluarga untuk menemani
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas anak
menunjukkan berkurangnya - Lakukan back / neck rub
kecemasan - Dengarkan dengan penuh perhatian
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
- Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan

Post Operasi
30

 RENCANA KEPERAWATAN
N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan NIC :
injuri fisik keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
diharapkan nyeri pasien - Lakukan pengkajian nyeri secara
berkurang komprehensif termasuk lokasi,
NOC : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
 Pain Level, dan faktor presipitasi
 Pain control, - Observasi reaksi nonverbal dari

 Comfort level ketidaknyamanan

Kriteria Hasil : - Gunakan teknik komunikasi terapeutik

- Mampu mengontrol nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri

(tahu penyebab nyeri, mampu pasien

menggunakan tehnik - Kaji kultur yang mempengaruhi respon

nonfarmakologi untuk nyeri

mengurangi nyeri, mencari - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau


- Evaluasi bersama pasien dan tim
31

bantuan) kesehatan lain tentang ketidakefektifan


- Melaporkan bahwa nyeri kontrol nyeri masa lampau
berkurang dengan - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
menggunakan manajemen dan menemukan dukungan
nyeri - Kontrol lingkungan yang dapat
- Mampu mengenali nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
(skala, intensitas, frekuensi pencahayaan dan kebisingan
dan tanda nyeri) - Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Menyatakan rasa nyaman - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
setelah nyeri berkurang (farmakologi, non farmakologi dan inter
- Tanda vital dalam rentang personal)
normal - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
32

2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan NIC :


penurunan keperawatan selama 3x 24 jam Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan primer diharapakan infeksi terkontrol - Bersihkan lingkungan setelah dipakai
NOC : pasien lain
 Immune Status - Pertahankan teknik isolasi
 Knowledge : Infection - Batasi pengunjung bila perlu
control - Instruksikan pada pengunjung untuk
 Risk control mencuci tangan saat berkunjung dan

Kriteria Hasil : setelah berkunjung meninggalkan pasien

- Klien bebas dari tanda dan - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci

gejala infeksi tangan

- Mendeskripsikan proses - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah

penularan penyakit, factor tindakan kperawtan

yang mempengaruhi - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat

penularan serta pelindung

penatalaksanaannya, - Pertahankan lingkungan aseptik selama

- Menunjukkan kemampuan pemasangan alat

untuk mencegah timbulnya - Ganti letak IV perifer dan line central dan

infeksi dressing sesuai dengan petunjuk umum


33

- Jumlah leukosit dalam batas - Gunakan kateter intermiten untuk


normal menurunkan infeksi kandung kencing
- Menunjukkan perilaku hidup - Tingktkan intake nutrisi
sehat - Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap


infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
- Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
34

- Inspeksi kulit dan membran mukosa


terhadap kemerahan, panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
3. Hambatan Setelah Dilakukan Tindakan NIC :
mobilisasi fisik Keperawatan selama 3x24 jam Terapi latihan fisik : Mobilitas sendi
berhubungan diharapkan hambatan mobilitas - Monitoring vital sign sebelm/sesudah
dengan kelemahan fisik dapat teratasi. latihan dan lihat respon pasien saat
fisik NOC : Mobilitas latihan
Kriteria Hasil : - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
35

1. Klien meningkat dalam lain tentang teknik ambulasi


aktivitas fisik - Kaji kemampuan pasien dalam
2. Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas - Latih pasien dalam pemenuhan
3. Memverbalisasikan perasaan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
dalam meningkatkan kemampuan
kekuatan dan kemampuan - Ajarkan pasien bagaimana merubah
berpindah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
36

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi
II. Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.
Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta : Nuha Medika
Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta :
EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo
Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka
Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai