Anda di halaman 1dari 10

TRAUMA

MUSKULOSKELETAL
BY
BESSE MAESSY AULIA AZIS
BAB I PENDAHULUA
LATAR BELAKANG
Penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di
seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun
sedang berkembang (Buckley R, et.al, 2008). Sebanyak 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di
dunia selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Penyebab paling umum trauma dan fraktur
adalah kecelakaan lalu lintas, yaitu sebanyak 666 (51,66%) pasien, 30% terjadi akibat kecelakaan kerja/olahraga
dan 18% akibat kekerasan rumah tangga (Kahlon, Hanif & Awais, 2004).
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang (Depkes RI, 2009).
Kejadian tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di
ekstremitas inferior. Fraktur di ekstremitas inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.
Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh meliputi bagaimana mekanisme terjadinya fraktur, jenis
penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, saraf dan diperhatikan lokasi kejadian serta waktu
terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal (Alexa, 2010).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Medis
 Definisi : Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma tidak langsung, trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur.
 Penyebab Faktur : Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
a. Peristiwa Trauma
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
c. Fraktur Patalogik
 Patofisiologi : fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks,
marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari
periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang disebut callus. Hematoma ini
kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang
menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa.
 Tanda dan Gejala : Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain:
a. Deformitas
b. Bengkak
c. Ekimosis dari perdarahan subcutaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri
g. Kehilangan sensasi
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi
 Klasifikasi :
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
• Derajat I
• Derajat II
• Derajat III
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma, fraktur terbagi menjadi
d. Berdasarkan jumlah garis patah
1. Fraktur Kominutif
2. Fraktur Segmental
3. Fraktur Multiple
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang :
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser)
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas
f. Berdasarkan posisi fraktur :
g. Fraktur kelelahan :
h. Fraktur patologis :
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
 Pemeriksaan Diagnostik : Pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :
 Komplikasi :
a. Komplikasi segera (immediate)
b. Early Complication
c. Late Complication
 Pemeriksaan Penunjang : Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010). Beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya
 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Penatalaksanaan Awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
 Pengobatan : Tindakan pengobatan selalu harus mempertimbangkan pengobatan konservatif dengan pemakaian
gips sirkuler di atas lutut dengan sedikit fleksi.
a. Konservatif
b. Operatif
c. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia
Konsep Keperawatan
 Pengkajian : pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data
yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.
 Diagnosa Keperawatan : merupakan langkah kedua dari proses keperawatan yang menggambarkan penilaian
klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik
aktual maupun potensial.
 Intervensi Keperwatan : adalah fase proses keperawatan yang sistematik mencakup pembuatan keputusan dan
pemecahan masalah. Adapun perencanaan keperawatan pada klien dengan post op fraktur femur menurut
Suratun dkk, (2008) adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan imobilisasi.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
2. Perubahan perfusi jaringan  perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran darah.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya imobilisasi,
(bidai, gips, traksi).
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
5. Perubahan citra diri dan harga diri berhubungan dengan dampak masalah musculoskeletal.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
6. Resiko tinggi komplikasi (syok hipovolemik)
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
7. Resiko tinggi Infeksi
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
8. (2010) pada klien dengan post op fraktur femur meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak adekuatan oksigenisasi.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi,
dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan
penurunan kekuatan/tahanan.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
5. Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
a. Tujuan
b. Kriteria Hasil
c. Intervensi
d. Rasional
TERIMA KASIH ……

Anda mungkin juga menyukai