Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KISTA OVARI

DISUSUN OLEH :
Disusun oleh: Kelompok 6

Virgi Anggraini 14.401.17.085


Vivi Emilatin Maulidiyah 14.401.17.086
Wahyu Wirayusika 14.401.17.087
Winarti 14.401.17.088
Wisnu Catur Sasongko 14.401.17.089
Yudistira Nglaras 14.401.17.090
Yuli Sulistiawati 14.401.17.091
Yuni Kurniawati 14.401.17.092

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PRODI DIII KEPERAWATAN
KRIKILAN GLENMORE BANYUWANGI
2019-2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring meningkatnya ilmu pengetahuan di Indonesia, berkembang pula upaya
peningkatan pelayanan kesehatan terhadap wanita yang semakin membaik. Sarana dan
prasarana di pelayanan kesehatan menunjang terdeteksinya penyakit wanita yang
bermacam-macam, termasuk penyakit ginekologi. Berbagai macam penyakit sistem
reproduksi yang memiliki efek negatif pada kualitas kehidupan wanita dan keluarganya
dengan gejala salah satunya gangguan menstruasi seperti menarche yang lebih awal,
periode menstruasi yang tidak teratur, panjang siklus menstruasi yang pendek, paritas yang
rendah, dan riwayat infertilitas (Heffner & Danny, 2008).
Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat adanya massa pada
organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kista adalah bentuk gangguan adanya
pertumbuhan sel-sel otot polos yang abnormal. Pertumbuhan otot polos abnormal yang
terjadi pada ovarium disebut kista ovarium. Kista ovarium secara fungsional adalah kista
yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus menstruasi (Bobak,
Lowdermilk & Jensen. 2005).
1 dapat terjadi akibat adanya massa pada
Nyeri yang berlebih pada saat haid juga
organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kehamilan tumor ovarii yang dijumpai paling
sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup
besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-
halangi masuknya kepala kedalam panggul. Oophorektomy adalah operasi
pengangkatan dari ovarium atau indung telur. Tetapi istilah ini telah digunakan secara
tradisional dalam penelitian ilmu dasar yang menggambarkan operasi pengangkatan
indung telur (Wiknjosastro, 2005).
Selama tahap kehidupan, massa yang biasanya disebabkan oleh kista ovarium
fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan pasca infeksi pada tuba fallopii
(Heffner & Danny, 2008). Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium.
Kanker ovarium merupakan penyebab kematian dari semua kanker ginekologi. Di
Amerika Serikat pada tahun 2001 diperkirakan jumlah penderita kanker ovarium sebanyak
23 .400 dengan angka kematian sebesar 13.900 orang. Tingginya angka kematian karena
penyakit ini sering tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan, sehingga tidak diketahui
dimana sekitar 60% - 70% penderita datang pada stadium lanjut. Maka penyakit ini disebut
juga silent killer. Angka kejadian kanker ovarium di Indonesia belum diketahui secara
pasti karena pencatatan dan pelaporan di negeri kita kurang baik. Sebagai gambaran di
RSU, kanker Dharmais ditemukan penderita kanker ovarium sebanyak 30 kasus setiap
tahun. Studi epidemologi menyatakan beberapa faktor resiko nullipara, melahirkan
pertama kali pada usia di atas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan
riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun. Penggunaan pil
kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak 30–60%.
Penanganan dan pengobatan kanker ovarium yang telah dilakukan dengan
prosedur yang benar namun hasil pengobatannya sampai saat ini belum begitu ada
manfaatnya termasuk pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia
sekalipun. Sebagai perawat dalam menangani masalah klien dengan kista ovarium atau
kanker ovarium maka perlu memperhatikan aspek biopsikososialspiritual dalam
pemberian asuhan keperawatannya, sehingga hal ini yang menarik penulis untuk
membahas asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian kista ovarium ?
2. Apa sajakah klasifikasi kista ovarium ?
3. Apa penyebab kista ovarium ?
4. Bagaimana manifestasi klinis klien dengan kista ovarium ?
5. Bagaimana pathofisiologi kista ovarium ?
6. Bagaimana pathway kista ovarium ?
7. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan kista ovarium ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuakan pada klien dengan kista
ovarium ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian kista ovarium
2. Mengetahui klasifikasi kista ovarium
3. Mengetahui penyebab kista ovarium
4. Mengetahui manifestasi klinis klien dengan kista ovarium
5. Mengetahui pathofisiologi kista ovarium
6. Mengetahui pathway kista ovarium
7. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan kista ovarium
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuakan pada klien dengan kista
ovarium
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun
solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101)
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung telur dapat terbentuk
kapan saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama masa kehamilan
(Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam jaringan
ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur dilepaskan
sewaktu ovulasi (Yatim, 2005: 17)

Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium


Sumber : http://kistaovarium.org/
B. KLASIFIKASI
Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :
1. Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak
ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan
dengan siklus menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa subur,
untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma. Setelah
pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat menstruasi.
Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak
mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam
waktu 6 – 8 minggu.

Gambar : kista ovarium fungsional


Sumber : http://kistamioma.com/tag/kista-ovarium-fungsional

2. Tipe Kista Abnormal


a. Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur. Biasanya
bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat
karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.
c. Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit,
kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian
indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala.
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada
di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan
endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat
menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga
menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.

Gambar : kista corpus luteum


Sumber : http://www.ladycarehealth.com/causes-of-different-ovarian-
cysts/
g. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan
melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan
membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista polikistik ovarium yang menetap
(persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak
menimbulkan gangguan dan rasa sakit.
Gambar : kista polikistik ovarium
Sumber : http://pcos-disease.blogspot.com/2010/11/polycystic-ovarian-
syndrome_06.html

C. ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan
hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal
mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam
korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor,
disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus
menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening,
berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak
terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus
luteum, sel telur.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan
wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun
beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
E. PATHOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam
ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan
membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus,
folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature.
Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada
oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun
bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual
akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal
disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2010).
F. PATHWAY

Etiologi :
 Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron
 Pertumbuhan folikel tidak seimbang
 Degenerasi ovarium
 Infeksi ovarium

Gangguan reproduksi

Tanda dan gejala : Diagnosa : Komplikasi :


 Tanpa gejala  Anamnesa  Pembenjolan perut
 Nyeri saat menstruasi  Pemeriksaan fisik  Pola haid berubah
 Nyeri di perut bagian bawah  Pemeriksaan  Perdarahan
 Nyeri saat berhubungan penunjang  Torsio (putaran tangkai)
seksual  Infeksi
 Nyeri saat berkemih atau BAB  Dinding kista robek
 Siklus menstruasi tidak teratur Kista ovarium  Perubahan keganasan

Kista fungsional Kista non fungsional

Konservatif :
 Observasi 1-2 bulan
Laparatomi Laparoskopi

Keluhan tetap :
 Aktivitas hormon Ovarian Salpingo-
 Discomfort cystectomy oophorectomy

Perawatan post operasi : Penyulit post operasi :


 Obat analgetik  Nyeri
 Mobilisasi  Perdarahan
 Personal hygiene  Infeksi

Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium (Taufan Nugroho, 2010)


G. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi pada kista
ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran
perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau
posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat
menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas
di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat
juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan
kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik
yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan
terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum
rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi
infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan
kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada
ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi.
Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual
dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi
pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren
dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma,
seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat bersetubuh. Jika
robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas
berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri
terus menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya. Adanya asites dalam
hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopause
sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor
inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian
sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam
dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan differensial
diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
adalah (Bilotta, 2012 :1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor berasal dari
ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor berasal
dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau solid, dan dapat
pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

Gambar : USG kista ovarium


Sumber : http://forum.detik.com/niwana-sod-mampu-menyembuhkan-penyakit-
kronis-seperti-kanker-kista-dll-t137091.html

3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya, pada kista
dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan bahwa
tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding
kista tertusuk.

I. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama
1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu
atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho,
2010: 105).
2. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi
harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan operasi
harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang memiliki kista
ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya
kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker
jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian
cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi,
maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung pada
usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista.

Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan
menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat pembedahan
(emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium menurut Yatim, (2005: 23)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2005: 23)
yaitu:

a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan


sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter melakukan
operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke
dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut,
yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan laparatomi.
Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara laparotomi, kista bisa
diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila
sudah dalam proses keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran
tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN KISTA OVARIUM

A. PENGKAJIAN
a) Identitas
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering di
jumpai pada wanita di massa reproduksinya karena terbentuk setelah telur di lepaskan
sewaktu ovulasi. (yatim, dalam siringo, dkk , 2012)
b) Alasan masuk rumah sakit
Kebanyakan wanita yang mempunyai kista ovarium tidak menimbulkan gejala. Gejala
biasanya terjadi jika penderita telah mempunyai kista dalam waktu yang lama. Gejala
pada awal umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik, yaitu berupa gangguan haid
/ menstruasi. Jika sudah membesar dan menekan rektum atau kandung kemih, dapat
terjadi konstipasi dan sering berkemih. Dapat juga peregangan atau penekanan daerah
panggunl yang menyebabkan nyeri spontan atau nyeri pada saat bersenggama, bahkan
dapat terjadi pendarahan. Pada gejala lebih lanjut yang terjadi berhubungan dengan
adanya asietas (penimbunan cairan dalam rongga perut) didalam rongga perut,
sehingga perut membuncit menyebabkan perut bagian bawah tegang dan nyeri.
(siringo, dkk , 2012).
c) Keluhan utama
penderita kista ovarium yang tertinggi adalah nyeri abdomen bawah dan terendah
adalah nyeri waktu bersenggama. (siringo, dkk , 2012)
d) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(1) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan makanan yang masih
mentah dan apakah ibu suka minum minuman beralkohol karena dapat merangsang
pertumbuhan tumor dalam tubuh.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar
meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air kecil meliputi
frekuensi, warna, jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah menimbulkan
keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama
pada daerah genetalia.
(6) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari. Pada pola ini perlu
dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang dialaminya,
meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi serta pernafasan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut rontok atau tidak,
kebersihan kulit kepala.
b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak, pucat atau tidak.
c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau tidak, konjungtiva
anemis atau tidak.
d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak, bersih atau
tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau tidak.
f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak, stomatitis
atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe,
vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
i) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak.
j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran perut.
k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, ikterik
atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak,
sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau tidak.
m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun pengeluaran
yang tidak normal.
n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
3) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan muka,
payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan untuk
memeriksa payudara dan abdomen.
4) Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan penyakit.
B. DIAGNOSA
Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan kista ovarium
adalah :
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d Proses Penyakit
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d Luka Post OP
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik

C. INTERVENSI
Pre Operasi
a. Nyeri akut (Wilkinson, 2016, p. 296)
Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu):
Mengenali awitan nyeri
Menggunakan tindakan pencegahan
Melaporkan nyeri yang dapat dikendalikan
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengenali serangan nyeri.
b. Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri.
c. Menggunakan teknik pencegahan nyeri, khususnya teknik non farmakologis.
d. Melaporkan perubahan gejala nyeri secara periodic kepada tenaga kesehatan.
e. Menunjukkan gejala terhadap nyeri (keluhan, menangis, gerakan
lokalisir,ekspresi wajah, gangguan istirahat tidur, agitasi, iritabilitas meningkat,
diaphoresis, penurunan konsentrasi, kehilangan nafsu makan, dan nausea).
f. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (respiratory rate, apical heart rate, radial
heart rate, tekanan darah).
g. Menunjukkan perubahan dampak dari nyeri (disruptive effects), antara lain
penurunan konsentrasi, penurunan motivasi, gangguan tidur, kerusakan mobilitas
fisik, gangguan pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine dan alvi.
Nursing Interventions Classification (NIC) :
Aktifitas Keperawatan :
a) Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan
faktor presipitasi dari nyeri).
b) Kaji pengetahuan klien tentang nyeri serta pengalaman sebelumnya.
c) Kaji dampak dari nyeri (gangguan tidur, penurunan nafsu makan, gangguan
aktifitas, penurunan konsentrasi).
d) Beri lingkungan yang nyaman kepada klien.
e) Ajari klien pola manajemen nyeri.
f) Ajari klien penggunaan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri.
g) Lakukan teknik PCA (Patient Controlled Analgesia) sesuai kebutuhan.
h) Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi intensitas nyeri.
i) Monitoring kepuasan pasien atas pelaksanaan manajemen nyeri.
Penyuluhan pasien/keluarga
a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obatt khusus yang harus di minum,
frequensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan
aktivitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri
tidak dapat dicapai.
c) Informasikan kepada asien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dn
tawarkan strategi koping yang disarankan.
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (misalnya,
risiko ketergantungan atau overdosis)
e) Managemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
f) Managemen Nyeri (NIC) : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya,
umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS),
hypnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas, akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase) sebelum,
setelah, dan jika memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan nyeri,
sebelum nyeri terjadi atau meningkat dan bersama penggunaan tindakan peredaran
nyeri yang lain.
Aktifitas kolaboratif
a) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat laporkan
kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu.
b. Ansietas

Tujuan

Ansietas berkurang, dibuktika oleh bukti tingkat ansietasnya hanya ringan sampai
sedang, dan selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi,
koping, dan tingkat hiperaktiv

Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, yang dibuktikan oleh indicator


sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu)
: Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan, Mempertahankan
performa peran, Memantau distorsi persepsi sensori, Memantau manifestasi perilaku
ansietas, Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas

kriteria hasil

 meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami kecemasan


 menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan keterampilan
yang baru
 mengomunukasikan kebutuan dan prasaan negatif secara tepat
 memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi NIC

Aktivitas keperawatan

Pengkajian

 Kaji dan dokumentasikan tingkat ansietas pasien, termasuk reaksi fisik


 Kaji untuk factor budaya (mis. Konflik nilai) yang menjadi penyebab ansietas
 Gali bersama pasien tentag teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan
ansietas di masa lalu
 Reduksi ansietas (NIC): menentukan kemampuan pengambambilan keputusan
pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga

 Buat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis, termasuk kebutuhan untuk
pengulangan, dukungan, dan pujian terhadap tugas-tugas yang telah dipelajari
 Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia, seperti teman
tetangga, kelompok swabantu, tempat ibadah, lembaga sukarelawan dan pusat
rekreasi
 Informasikan tentang gejala ansietas
 Ajarkan anggota keluarga bagaimana membedakan antara serangan panic dan
gejala penyakit fiisik

Penurunan ansietas NIC

 Sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, terapi, dan prognosis


 Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi
 Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dialami selama prosedur

Aktivitas kolaboratif

Penurunan ansietas (NIC): berikan obat untuk menrunkan ansietas, jika perlu
(Placeholder1pp. 31-32)

Post Operasi

a. Nyeri akut (Wilkinson, 2016, p. 296)


Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu):
Mengenali awitan nyeri
Menggunakan tindakan pencegahan
Melaporkan nyeri yang dapat dikendalikan
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengenali serangan nyeri.
b. Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri.
c. Menggunakan teknik pencegahan nyeri, khususnya teknik non farmakologis.
d. Melaporkan perubahan gejala nyeri secara periodic kepada tenaga kesehatan.
e. Menunjukkan gejala terhadap nyeri (keluhan, menangis, gerakan
lokalisir,ekspresi wajah, gangguan istirahat tidur, agitasi, iritabilitas meningkat,
diaphoresis, penurunan konsentrasi, kehilangan nafsu makan, dan nausea).
f. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (respiratory rate, apical heart rate, radial
heart rate, tekanan darah).
g. Menunjukkan perubahan dampak dari nyeri (disruptive effects), antara lain
penurunan konsentrasi, penurunan motivasi, gangguan tidur, kerusakan mobilitas
fisik, gangguan pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine dan alvi.
Nursing Interventions Classification (NIC) :
Aktifitas Keperawatan :
a. Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan
faktor presipitasi dari nyeri).
b. Kaji pengetahuan klien tentang nyeri serta pengalaman sebelumnya.
c. Kaji dampak dari nyeri (gangguan tidur, penurunan nafsu makan, gangguan
aktifitas, penurunan konsentrasi).
d. Beri lingkungan yang nyaman kepada klien.
e. Ajari klien pola manajemen nyeri.
f. Ajari klien penggunaan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri.
g. Lakukan teknik PCA (Patient Controlled Analgesia) sesuai kebutuhan.
h. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi intensitas nyeri.
i. Monitoring kepuasan pasien atas pelaksanaan manajemen nyeri.
Penyuluhan pasien/keluarga
a. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obatt khusus yang harus di minum,
frequensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan
aktivitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.
b. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri
tidak dapat dicapai.
c. Informasikan kepada asien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dn
tawarkan strategi koping yang disarankan.
d. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (misalnya,
risiko ketergantungan atau overdosis)
e. Managemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat
prosedur.
f. Managemen Nyeri (NIC) : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
(misalnya, umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve stimulation
(TENS), hypnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi
bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase)
sebelum, setelah, dan jika memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan
nyeri, sebelum nyeri terjadi atau meningkat dan bersama penggunaan tindakan
peredaran nyeri yang lain.
Aktifitas kolaboratif
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat laporkan
kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu.
b. Resiko infeksi
Kriteria hasil :
Pasien akan :
a. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Memperlihatkan personal hygiene yang adekuat
c. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan imun
dalam batas normal
d. Menggambarkan faktor yang mununjang penularan infeksi
e. Laporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan
pamantauan
Aktivitas keperawatan :
a. Pengkajian
1) Pantau tanda dan gejala infeksi
Rasional: dolor (nyeri), kalor (panas), tumor (bengkak), rubor (kemerahan),
fungsiolaesa merupakan tanda dan gejala infeksi
2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
Rasional: meminimalisir terjadinya infeksi dengan menghindari resiko yang
dapat meningkatkan resiko infeksi contoh, personal hygiene
3) Pantau hasil laboratorium
Rasional: memantau hasil leukosit, leukosit normal 4500- 10000 sel/mm3 jika
klien infeksi leukosit akan meningkat melebihi batas normal
4) Amati penampilan praktik higiene personal untuk perlindungan terhadap infeksi
Rasional: personal hygiene yang buruk akan meningkatkan resiko infeksi karena
kuman.
b. Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan
resiko terhadap infeksi
Rasional: meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai infeksi dan
faktor yang dapat mengakibatkan infeksi
2) Instruksikan untuk menjaga personal hygiene untuk melindungi tubuh terhadap
infeksi
Rasional: meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga untuk menjaga
personal hygiene untuk menghindari resiko infeksi contoh, cuci tangan
3) Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
Rasional: menghindari resiko infeksi dengan membiasakan cuci tangan sebelum
ataupun sesudah kontak dengan klien
4) Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien
Rasional: meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai waktu cuci
tangan yang harus diperhatikan
c. Aktivitas lain
1) Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan tidak menugaskan perawat
yang sama untuk pasien lain yang mengalami infeksi dan memisahkan ruang
perawatan pasien dengan pasien yang terinfeksi
Rasional: menghindari klien terjadi infeksi silang, dan menjauhkan klien dari
klien yang terinfeksi agar klien tidak terjadi infeksi
2) Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing-masing
pasien
Rasional: lingkungan adalah salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk
pencegahan infeksi
d. Aktivitas kolaboratif
1) Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan
Rasional: pemberian antibiotik diharapkan dapat menekan atau
memberhentikan perkembangan kuman. (Wilkinson, 2016, hal. 235)
c. Hambatan mobilitas fisik berdasarkan stadium penyakit ditandai dengan klien tanpak
lelah

Kriteria hasil :

 Pasien akan pengguanaan alat bantu secara benar dengan pengawasan


 Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi
 Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan alat banyu
 Mengguanakan kursi roda secara efektif.(Wilkinson, 2015, p. 475)

Aktivitas Keperawatan

 Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan


 Ajarkan pasien tentang dan pantau pengguanan alat bantu
 Ajarkan pasien dalam proses pindah

Aktivitas Lain

 Kaji kebutuhan belajar pasien


 Ajarkan pasien dalam latihan ROM
 Ajarkan pasien teknik ambulasi
 Instruksikan pasien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang benar
 Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien

Aktivitas kolaboratif

 Gunakan ahli terapi fisik


 Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa Maria
A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.

Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II. Jakarta :
EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.

Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta : Nuha
Medika

Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC

Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwomo Prawirohardjo

Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker Rahim/Leher
Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai