Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

DENGAN PENYAKIT MIOMA UTERI

Disusun oleh:
Virgi Anggraini
14.401.17.085

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2019

i
DAFTAR ISI

BAB I ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II ......................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
2.1 Definisi ............................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ............................................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi Mioma Uteri ..................................................................................... 4
2.4 Manifestasi Klinis............................................................................................... 5
2.5 Patofisiologi ........................................................................................................ 6
2.6 Komplikasi Mioma Uteri .................................................................................... 8
2.7 Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri ................................................................ 8
2.8 Penatalaksanaan Mioma Uteri ............................................................................ 8
1.1 Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................................. 9
A. Pengkajian ......................................................................................................... 10
B. Diagnosa ............................................................................................................ 12
C. Intervensi ........................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan
terapi yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi
menegenai etiologi mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan
morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut
dan perdarahan abnormal, serta diperkiran dapat menyebabkan kesuburan
rendah. Pendarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling
sering terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan
mioma uteri. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus
perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan atau
metorrhagia sering terjadi pada penderita mioma uteri. Perdarahan abnormal
ini dapat menyebabkan anemia defesiensi besi.
Mioma uteri terjadi pada 20% - 25% perempuan di usia reproduktif
tetapi oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensinya 3-9 kali lebih
banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras berkulit putih.
Selama 5 dekade, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit
berwarna. Data statistik menunjukkan 60% mioma uteri terjadi pada wanita
yang tidak pernah hamil ataupun hamil hanya satu kali. Kejadian mioma uteri
sebesar 20% - 40% ditemukan pada wanita yang mencecah usia 35 tahun. Di
indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur
20 tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun. Mioma uteri ini lebih sering
didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga
memegang peran.
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang truktur yang utamanya
adalah otot polos rahim. Mioma uteri juga dikenali sebagai leiomioma uteri
dan fibromioma uteri dan bisa didefinisikan sebagai neoplasma jinak klonal
yang timbul dari sel-sel otot polos didinding rahim. Strukturnya mengandung
peningkatan dalam jumlah kolagen dan elastin ektraseluler. Sebuah
psedokapsul tipis terdiri dari jaringan areole dan serat otot terkompresi

1
mengelilingi tumor. Mioma uteri dapat memperbesar dan menyebabkan
distorsi yang signifikan dari permukaan uterus. Mioma uteri biasanya kurang
dari 15 cm dalam ukuran tetapi pada kasus yang jarang dapat mencapai
proporsi yang sangat besar, dengan berat lebih 45 kg. penyebab mioma uteri
belum dikenal pasti. Glucose-6-phosphate studi menunjukkan bahwa setiap
individu adalah uniseluler berasal (monoclonal).
Berdasarkan uraian diatas, kewaspadaan wanita terhadap resiko mioma
uteri sangat dibutuhkan. Dalam hal ini peran perawat berpengaruh dalam
menjawab kebutuhan klien dengan mioma uteri dengan memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada klien dengan mioma uteri serta menjalankan
fungsi perannya sebagai health educator.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit Mioma Uteri ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan klien Mioma Uteri ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dengan penyakit
Mioma Uteri
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui konsep penyakit Mioma Uteri
Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan klien Mioma Uteri

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga
istilah fibromioma, leimioma, atau pun fibroid. Mioma uteri adalah tumor benigna
yang berhubungan dengan otot polos uterus (Nurarif & Kusuma, 2015).
Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada organ
reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi antara 20% – 25 % terjadi pada
wanita diatas umur 35 tahun, tepatnya pada usia produktif seorang wanita,
menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen (Sjamsuhidajat,
2014).
Mioma uteri adalah tumor jinak berasal dari miometrium. Mioma uteri
belum pernah tumbuh pada wanita yang belum mengalami menstruasi.Setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh.Mioma uteri
belum pernah ditemukan sebelum terjadinya mentruasi.Sebagian besar mioma
uteri ditemukan pada masa reproduksi oleh karena adanya rangsangan estrogen
(IBG, 2015).
2.2 Etiologi
Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori yang
berpendapat :
1. Faktor Stimulasi
a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
c. Omioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
2. Teori Cellnest atau genitoblas
Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat
pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Ada beberapa faktor yang diduga kuta merupakan faktor predisposisi
terjadinya mioma, yaitu :

3
a. Umur
Mioma uetri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
b. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkna mioma
uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau
apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
c. Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadin tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
d. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengn pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarcha, berkembang
setelah kehamilan dengan mengalami regersi setelah menopause (Nurarif
& Kusuma, 2015).
2.3 Klasifikasi Mioma Uteri
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uerus hanya 1 – 3%, sisanya
adalah dari korpus uterus.
Menurut letaknya, mioma terdiri dari :
a. mioma submukosum : berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam
rongga uterus.
b. Mioma intramural : mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium
c. Mioma subserosum : apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh menjadi polip, kemudian dilahirkan
melalui saluran serviks (myomgeburt) . Mioma suserosum dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma
subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lainn misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diridari uterus, sehingga

4
disebut wandering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma
saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran
serviks sehigga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma
dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri atas berkas otot polos dan jaringsn ikat
yang tersusun seperti konde/pusaran air (whorl like pattern) , dengan
pseudocapsule yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarag mioma ini. Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu
uterus, namun biasanya hanya 5 – 20 sarang saja. Dengan pertumbuhan mioma
dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita
berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%).
Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat
mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumnuh cepat.
Setelah monopouse bayak mioma menjadi lisut, hanya 10 % saja yang masih
dapat tumbuh lebih lanjut (Arif, 2014).
2.4 Manifestasi Klinis
Umumnya gejala yang ditemukan berganung pada lokasi, ukuran, dan perubahan
pada mioma tersebut meliputi :
1. Perdarahan abnormal : hiperminore, menoragia, metrogia, sebabnya :
a. Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium
b. Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasanya
c. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrum sehingga tidak dapat menjepit pembuluh
darah yang melaluinya dengan baik.
2. Nyeri dapat timbul karena adanya gangguan sirkulasi yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan.
3. Gejala penekanan yaitu terjadi penekanan pada vesika urinaria, pada ureter
menyebabkan hidrouter dan hidronefrosis.
4. Pada rectum menyebabkan obstipasi dan tanesmia.
5. Pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri
panggul.
6. Disfungsi reproduksi seperti gangguan transportasi gamet dan embrio,
pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus, perubahan aliran darah
vaskular, dan perubahan histologi endometrium (Nurarif & Kusuma, 2015).

5
2.5 Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun
semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi tumor di dalam
uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika
ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini
tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus,
uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga menekan dan mendorong
kandung kencing ke atas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi. (Nurarif
& Kusuma, 2015)
Bila terletak pada dinding depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke
depan sehingga sering menimbulkan keluhan keluhan miksi tetapi masalah akan
timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri yang
menyebbakan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual.
Selain itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus
yang berlebihan sehingga terjadi naemia. Anemia ini bisa mengakibatkan
kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak
dapat terpenuhi. Selain itu dengan perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan
seseorang mengalami kekurangan volume cairan (Nurarif & Kusuma, 2015)
Tetapi masalah akan timbul jika terjadi : berkurangnya pemberian darah pada
mioma uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa
nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan
abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa
mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan
perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan perdarahan yang banyak
bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan volume cairan
(Sastrawinata, 1998).

6
a. Pathway (Nurarif & Kusuma, 2015).
b.
Herediter, Pola Hidup, Mioma Uteri
Hormonal

Mioma Intramular Mioma Submukosum Mioma Subserosum

Imun tubuh turun Resiko Infeksi Muncul tanda / gejala

Pendarahan pervagina Tindakan Pembesaran uterus


pembedahan

Hb Turun Resiko Kekurangan Penekanan organ


Vol.Cairan sekitar

Tak tertangani dengan Resiko Syok


cepat

Kurang informasi
tentang penyakit

Ansietas

Menekan vesika urinaria Penekanan saraf


dan rektum

Nyeri

7
2.6 Komplikasi Mioma Uteri
Komplikasi mioma uteri terdiri dari : (Nurarif & Kusuma, 2015).
1. Degenerasi Ganas :
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan yang telah diangkat. Kecurigaan akan
keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menoupase.
2. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
sindrom abdomen akut.Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak
terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat
banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum.
3. Nekrosis dan infksi pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung
tumor kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di
vagina. Dalam hal ini ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat
nekrosis dan infeksi sekunder.
2.7 Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri
Pemeriksaan penunjang mioma uteri : (Nurarif & Kusuma, 2015).
1. Tes laboratorium : hitung darah lengkap dan apusan darah. Leukositosis dapat
disebkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar
hemoglobin dan hematokrit menunjukkan adanya kehilangan darah yang
kronik.
2. Pap smear serviks : untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum histerektomi.
3. Laporosopi : untuk mengetahui ukuran dan lokasi tumor
4. USG abdominali dan transvaginal
5. Biopsi : untuk mengetahui adanya keganasan
2.8 Penatalaksanaan Mioma Uteri
Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak diberikan terapi hanya
diobservasi tiap 3-6 bulan untuk menilai pembesarannya. Mioma akan lisut setelah
menopause.
1. Radioterapi

8
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita
mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau
terdapat kontraindikasi untuk tindakan operatif
2. Pemberian GnRH agonis selama 6 minggu
3. Pengobatan operatif
a. Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum
pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan
sarang mioma subserum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor
bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan
memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-
50%.
b. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan
tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominam atau per
vagina. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari
telor angsa dan tidak ada pelektaan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus
uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total
umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma
servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat
kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya (Nurarif &
Kusuma, 2015).

1.1 Konsep Asuhan Keperawatan Mioma Uteri


9
A. Pengkajian
1. Identitas
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling
sering memberikan gejala kliis antara 35 – 45 tahun (Mansjoer Arif,
2000:367). Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nulipara atau
yang kurang subur (Wiknjosastro, 2016).
2. Keluhan utama
Biasanya pada pasien mioma uteri gejala yang muncul gangguan
perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia. Rasa
Nyeri disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang
disertai nekrosis setempat dan peradangan. Penekanan pada kandung
kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urine. Pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia,
pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan
edema tungkai dan nyeri panggul (Wiknjosastro, 2016).
3. Riwayat kesehatan keluarga
Faktor keturunan juga memegang peran.Perubahan sekunder pada mioma
uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.Perubahan sekunder
pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.Hal ini
oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma
(Wiknjosastro, 2016).
4. Riwayat obstetri
Menurut (Arif, 2014) :
1. Haid, Pada riwayat haid sering ditemukan adanya hipermenore,
menoragia, dan dysmenorea.
2. Mioma uteri tidak terjadi sebelum menarche.
3. Mioma uteri akan mengecil pada saat monopouse dan pengangkatan
ovarium.

5. Riwayat KB

10
KB hormonal dengan kadar estrogen yang tinggi merupakan pencetus
terjadinya mioma karena estrogen lebih tinggi kadarnya daripada wanita
yang menggunakan KB hormonal dan KB dengan kandungan Progesteron
yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan tumor.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Saat masuk pasien tampak sakit sedang, kompos mentis, tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 99x/menit, suhu 36,7°C, pernapasan 20 x/ menit
(Musrah, 2017)
b. Head To toe
1) Kepala
Biasanya tidak ada kelainan pada bagian kepala.
2) Kulit
Biasanya kulit tampak pucat, CRT < 2 detik , Akral hangat, Turgor
kulit < 2 detik.
3) Mata
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, serta penglihatan baik.
4) Hidung
Tidak ada kelainan pada daerah hidung.
5) Mulut
Mukosa bibir kering dan pucat, serta bau aseton bisa terjadi bila
telah terjadi asidosis akibat dehidrasi atau syok hipolemik yang
hebat.
6) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan pembengkakan vena
jugularis.
7) Dada
Gerakan nafas cepat karena adanya usaha nafas untuk memenuhi
O2 akibat sesak nafas.serta Pemeriksaan fisik toraks dalam batas
normal (Wiknjosastro, 2016).

8) Payudara

11
Biasanya tidak ada kelainan pada daerah payudara dan biasanya
juga bentuk dada simetris, tidak terba massa.
9) Abdomen
Abdomen terlihat membesar, simetris, teraba massa 3 jari di atas
umbilikus (tinggi fundus uteri 25 cm), terfiksasi, batas tegas, tanpa
undulasi, nyeri tekan, perkusi pekak. Pada pemeriksaan dalam,
teraba massa padat diameter sekitar 8-9 cm sejajar Hodge III
(Musrah, 2017).
10) Genetalia
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada
uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, Perubahan bentuk
kavum uteri karena adanya mioma, biasanya terjadi pendarahan
hipermenore, menoragia dan dysmenorea. Serta Vulva, adneksa,
dan parametrium dalam batas normal. Terdapat fluor bening yang
berbau, fluksus tidak ada.
11) Anus
Pada rektum terjadi penekanan akibat dari mioma uteri.
12) Ekstremitas
Dapat terjadi penekanan edema tungkai akibat penekanan pada
pembuluh darah dan pembuluh limfe (Wiknjosastro, 2016).
B. Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan
Definisi : penurunan cairan intravaskuler, interstisial, atau intrasel.
Diagnosis ini merujuk pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan
saja tanpa perubahan kadar natrium
Batasan karakteristik :
Subjektif: Haus
Objektif:
1. perubahan status mental
2. penurunan turgor kulit
3. lidah penuruna haluaran urine

12
Faktor yang berhubungan :
1. Kehilangan volume cairan
2. Konsumsi alkohol yang berlebihan secara terus menerus
3. Kegagalan mekanisme pengaturan (seperti dalam diabetes insipidus,
hiperaldosterisme)
4. Asupan cairan yang tidak adekuat sekunder akibat (PPNI, 2017).
b. Nyeri Akut
Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional,dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
Penyebab :
1. Agen pencedera fisiologis (misal : inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (misal : terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (Misal : abses, amputasi, terbakar,t erpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protetif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif : (tida tersedia)
Objetif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri

13
7. Diaforesis
Kondisi klinis terkait :
1. Kondisi pembedahan
2. Cidera traumatis
3. Infeksi
4. Syndrome koroner akut
5. Glaukoma (PPNI, 2017).
c. Resiko Infeksi
Definisi : Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Penyebab
peningkatan tekanan uretra, kerusakan arkus refleks, blok spingter, disfungi
neurologis (mis. Trauma, penyakit saraf), efek agen farmakologis (mis.
Atrapine, belladonna, psikotropik, antihistamin, opiate).
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
1. Sensasi penuh kandung kemih
Objektif:
1. Disuria/anuria
2. Distensi kandung kemih
Gejala dan minor
Subjektif:
1. Dribbling
Objektif:
1. Inkontinensia berlebih
2. Residu urin 150 ml atau lebih
Kondisi klinis terkait
1. Benigna prostat hyperplasia
2. Pembengkakan perineal
3. Cedera medulla spinalis
4. Rektokel
5. Tumor disaluran kemih (PPNI, 2016, p. 115)

d. Ansietas

14
Defisini : emosi dan pengalaman subjektif indifidu terhadap objek yang tidak
jelas dan spesifik akibat antisipasi bahya memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab :
1. Krisis situasional
2. Kebutuhan tidak terpenuhi
3. Krisis maturasional
4. Ancaman terhadap konsep diri
5. Anacaman terhadap keatian
6. Kehawatiran mengalami kegagalan
7. Disfungsi sistem keluarga
8. Hubungan orangtua/anak tidak memuaskan
9. Faktor keturunan (tenperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10. Penyalahgunaan
11. Terpapar bahaya lingkungan (misalnya toksin, polutan, dll)
12. Kurang terpapar informasi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Merasa bingung
2. Merasa hawatir dengan akibat dari kondisi yang di hadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Objektif
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya

Objektif

15
1. Frekuensi napas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu
Kondisi klinis terkait :
1. Penyakit kronis progresif (mis kanker, penyakit autoimun)
2. Penyakit akut
C. Intervensi
a. Kelebihan volume cairan
Kriteria hasil:
1) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan cairan
dan diet
2) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang
diprogramkan
3) Mempertahankan tanda vital dalam batas normal
4) Tidak mengalami pendek napas
5) Hematokrit dalam batas normal
Intervensi NIC :
Aktivitas perawat
1) Tentukan lokasi dan derajat edema, perifer, sakral dan periobital,
padaskala 1+ sampai 4+
2) Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskuler yang diindikasikan
dengan peningkatan tanda gawat napas, peningkatan pfrekuensi
nadi, peningkatan tekanan darah, bunyi jantung tidak normal, atau
suara napas tidak normal.
3) Kaji ekstermitas atau bagian tubuh yang edema terhadapgangguan
sirkulasi dan integritas kulit

16
4) Kaji efek pengobatan (misalnya, steroid, diuretik, dan litium)
5) Pantau secara teratur lingkar abdomen atauekstermitas
6) Manajemen cairan (NIC)
a) Timbang berat badan setiap hari dari pantau kecenderungannya
Pertahankan catatan asupan dan haluaran yang akurat
b) Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi cairan
(misalnya peningkatan berat jenis urine, peningkatan BUN,
penurunan hematokrit dan peningkatan kadar osmolalitas urine
c) Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan ( misalnya, crakle,
peningkatan CVP atau tekanan baji kapiler paru, edema,
distensi vena leher, dan asites) sesuai dengan keperluan.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga

1) Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema,


pembatasan diet, dan penggunaan dosis, dan efek samping obat yang
diprogramkan.
2) Manajemen cairan (NIC) : anjurkan pasien untuk puasa,sesuai
dengan kebutuhan.
Aktivitas kolaboratif
1) Lakukan dialisis, jika diindikasikan
2) Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer mengenai
penggunaan stoking antiemboli atau balutan Ace
3) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan
kandungan protein yang adekuat dan pembatasan natrium
4) Manajemen cairan (NIC)
a) Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejalan kelebihan
volume cairan menetap atau memburuk
b) Berikan diuretik, jika perlu.

Aktivitas lain
1) Ubah posisi
2) Tinggikan ekstermitas untuk meningkatkan aliran balik vena
3) Pertahankan dan alokasikan pembatasan cairan pasien

17
4) Manajemen cairan (NIC) distribusikan asupan cairan selama 24
(Wilkinson J. M., 2016).
b. Nyeri Akut
1. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri akut diminimalisir.
2. Kriteria hasil :
a) Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
b) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
c) Melaporkan nyeri pada penyedia tenaga kesehatan
d) Mempertahankan pola tidur yang baik
e) Mempertahankan selera makan yang baik
3. Aktivitas keperawatan :
a) Pengkajian :
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai plihan pertama
untuk mengumpulkan informasi dalam pengkajian
2) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan
3) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata –kata yang
sesuai usia dan tingkat perkembangan pasien
4) Manajemen nyeri (NIC)
5) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik dan durasi.
b) Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :
1) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus
yang harus di minimum
2) Frekuensi pemberian
3) Kemungkinan efek samping, (misalnya pembatasan
aktivitas fisik, pembatasan diet )

c) Aktivitas kolaboratif :
Manajemen nyeri (NIC)
1) Gunakan tindakan pengendalian nyeri menjadi lebih berat
laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika

18
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri sebelumnya
d) Aktivitas lain :
1) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui
pengkajian nyeri dan efek samping
2) Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas
3) bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan
pengalihan seperti melalui televisi, tape, dan interaksi
dengan pengunjung
4) Manajemen (NIC) :
Libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri, jika
memungkinkan kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidak
nyamanan.Berikut adalah intervensi untuk mengatasi
masalah keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis
(Wilkinson J. M., 2016).
c. Retensi Urine
1. Tujuan :
a) Menunjukkan Eliminasi Urine, yang dibuktikan oleh indicator
berikut (sebutkan 1 – 5: selalu, sering, kadang – kadang, jarang
atau tidak mengalami gangguan): pola eliminasi, mengosongkan
kandung kemih secara tuntas
b) Menunjukkan Eliminasi Urine, yang dibuktikan oleh indicator
berikut (sebutkan 1 – 5: selalu, sering, kadang – kadang, jarang,
atau tidak ada): Retensi Urine.
2. Kriteria hasil :
a) Residu pasca berkemih > 100 – 200 ml
b) Menunjukkan pengosongan kandung kemih dengan prosedur
bersih kateterisasi intermiten mandiri
c) Mendeskripsikan rencana perawatan di rumah
d) Tetap bebas dari infeksi saluran kemih
e) Melaporkan penurunan spasme kandung kemi
f) Mempunyai keseimbangan asupan dan haluaran 24 jam

19
g) Mengosongkan kadung kemih secara tuntas
3. Aktivitas keperawatan
a) Pengkajian
1. Identifikasi dan dokumentasi pola pengosongan kandung
kemih
2. Perawatan Retensi Urine (NIC) : Pantau penggunaan agens
non-resep dengan inti-kolinergik atau agonis alfa. Pantau efek
obat resep, seperti penyekat saluran kalsium dan
antikolnergik. Pantau asupan dan haluaran. Pantau derajat
distensi kandung kemih melalui palpasi dan perkusi
b) Penyuluhan untuk pasien / keluarga
1. Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
yang harus dilaporkan (mis, demam, menggigil, nyeri
pinggang, hematuria, serta perubahan konsistensi dan bau
urine)
Perawatan Rentensi Urine (NIC) : Instruksikan pasien dan
keluarga untuk mencatat haluran urine, bila diperlukan.
c) Aktivitas Kolaboratif
1. Rujuk ke perawat terapi enterostom untuk instruksi
kateterisasi intermiten mandiri menggunakan prosedur bersih
4 – 6 jam pada saat terjaga
2. Perawatan Retensi Urine (NIC) : Rujuk pada spesialis
kontinensia urine jika diperlukan
d) Aktifitas Lain
1. Lakukan program pelatihan pengosongan kadung kemih
2. Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan yang
adekuat tanpa menyebabkan kandung kemih overdistensi
3. Anjurkan pasien mengonsumsi cairan per oral:__ml untuk
siang hari;___ml untuk sore hari dan __-ml untuk malam hari
4. Perawatan Retensi Urine (NIC):
Berikan privasi untuk eliminasi
Gunakan kekuatan sugesti dengan mengalirkan air atau
membilas toilet

20
Stimulasi refleks kandung kemih dengan menempelkan es ke
abdomen, menekan bagian dalam paha atau mengalirkan air
Berikan cukup waktu untuk pengosongkan kandung kemih (10
menit)
Gunakan spirtus dari wintergreen pada pispot atau urinal
Lakukan maneuver crede, jika perlu
Lakukan kateterisasi untuk mengeluarkan urine residu, jika
perlukan
Pasang kateter diperlukan (Wilkinson J. M., 2016, pp. 469-
470).
d. Ansietas
1. Tujuan :
a) Ansietas kematian mereda, yang dibuktikan oleh selalu
mendemonstrasikan tingkat ansietas terkendali, pengakhiran
kehidupan yang bermartabat, tingkat ketakutan terkendali, dan
harapan ; kematian yang damai dan kesehatan spiritual tidak
terganggu dan tingkat depresi ringan.
b) Mendemostrasikan tingkat ansietas, yang dibuktikan oleh
indikator berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-
kadang sering.
c) Mendemostrasikan pengakhiran kehidupan yang bermartabat,
yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 : tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu ditampilakan :
mengungkapkan sikap penuh harapan.
2. Kriteria hasil :
a) Mempertahankan kenyamanan psikologis selama proses
menjelang ajal.
b) Mengungkapkan secara verbal perasaan (mis, marah, sedih, atau
kehilangan) dan pikiran dengan staf perawat dan orang terdekat.
c) Mengungkapkan penurunan perasaan ansietas
d) Mengungkapkan kekhawatiran tentang bagaimana kematian
akan memengaruhi orang terdekat.
e) Mengidentifikasi area kontrol pribadi.

21
f) Mengekspresikan perasaan positif mengenai hubungan dengan
orang terdekat.
g) Menerima keterbatasan dan mencari bantuan sesuai kebutuhan.
3. Aktivitas keperawatan :
a) Pengkajian :
1) Pantau tanda dan gejala ansietas (mis, tanda-tanda vital,
nafsu makan, pola tidur, dan tingkat konsentrasi).
2) Kaji dukungan yang diberikan oleh orang terdekat pasien.
3) Tanyakan pilihan pasien untuk perawatan diakhir
kehidupannya (mis, siapa saja yang diharapkan hadir
disamping pasien, apakah pasien berharap untuk meninggal
di rumah atau di rumah sakit).
4) Pantau ekspresi perasaan ketidakberdayaan atau putus asa
(mis, “aku tidak dapat”).
5) Tentukan sumber ansietas (mis, rasa takut terhadap nyeri,
malfungsi tubuh, penghinaan, pengabaian, kegagalan,
dampak negatif pada orang yang ditinggalkan).
b) Penyuluhan untuk pasien / keluarga :
1) Berikan informasi mengenai penyakit dan prognosis pasien.
2) Berikan jawaban langsung dan jujur terhadap pertanyaan
pasien tentang proses menjelang ajal.
c) Aktivitas kolaboratif :
1) Rujuk ke perawatan runah atau perawatan hopsis, jika perlu.
2) Atur akses ke pendeta atau penasihat spiritual sesuai dengan
keinginan pasien.
3) Hubungan pasien dan keluarga dengan kelompok dengan
pendukung yang sesuai.
4) Rujuk ke layanan perawatan kesehatan psikiatrik di rumah
sesuai kebutuhan.
d) Aktivitas lain :
1) Dukung kebutuhan spiritual tanpa memaksakan kepercayaan
perawat kepada pasien (mis, mendorong pasien untuk
berdoa).

22
2) Gunakan keterampilan komunikasi terapeutik untuk
membangun hubungan saling percaya dan memfasilitasi
ekspresi kebutuhan pasien.
3) Dengarkan dengan penuh perhatian.
4) Tawarkan dukungan bila ada perasaan silit tanpa
menawarkan keyakinan yang salah atau terlalu banyak
nasihat.
5) Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan kepada
orang terdekat.
6) Bantu pasien mengidentifikasi area pengendalian personal ;
tawarkan pilihan sesuai tingkat kemauan pasien.
7) Luangkan waktu bersama pasien untuk mengatasi rasa takut
ditinggal sendirian.
8) Bantu pasien untuk membicarakan dan mengulang kembali
kehidupan personal pasien secara positif.
9) Identifikasi dan dukung strategi koping yang biasa digunakan
oleh pasien.
10) Berikan kenyamanan fisik dan keamanan (mis, memberikan
tindakan untuk meredakan nyeri dan muntah, memberikan
pijatan punggung).
11) Jawab pertanyaan mengenai arahan lanjut dan bantu dalam
proses ini sesuai kehidupan.
12) Dorong anggota keluarga untuk hadir sesering mungkin
sesuai harapan pasien; tetap informasikan mereka, dorong
mereka untuk menyentuh dan dekat secara fisik dengan
pasien (Wilkinson J. M., 2016).

23
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-3 Cetakan Ke-1. Jakarta: EGC.

Fauziah, S. d. (2011). Buku Ajar Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

IBG, M. (2015). Penuntun Kepanitreaan Klinik Obstertic dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Musrah, E. d. (2017). Laporan Kasus Mioma Servikal.

24
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

Sjamsuhidajat. (2014). Buku Ajaran Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro. (2016). Ilmu Kebidanan Edisi Ke-4 Cetakaan Ke-2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirahardjo.

Wilkinson. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Katalok dalam Terbitan.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Katalok dalam Terbitan.

25

Anda mungkin juga menyukai