Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEBIDANAN DENGAN KISTA OVARIUM

DI PUSKESMAS POHJENTREK PASURUAN

Disusun oleh :

WURI WULANDARI
NIM. 2019080100

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


HUSADA JOMBANG
TAHUN 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Kebidanan pada Kista Ovarium di Puskesmas Pohjentrek Kabupaten
Pasuruan

Laporan ini disusun oleh :


Nama : WURI WULANDARI

Nim : 2019080100

Telah disahkan dan disetujui pada :

Hari : …………………..

Tanggal : …………………..

Mengetahui

Preceptor Klinik Preceptor Akademik

Ayu Tria Novianti, S.Tr. Keb Zeny Fatmawati, SST., M.Ph

Ketua STIKES Husada Jombang Ketua Prodi Pendidikan Profesi Bidan

Dra. Hj. Soelijah Hadi, M.Kes. MM Zeny Fatmawati, SST.,M.Ph


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ovarium merupakan organ genitalia interna yang mempunyai fungsi yang
vital dalam perjalanan reproduksi seorang wanita. Fungsi ovarium berhubungan
dengan produksi ovum dan pembentukan hormon reproduksi yaitu hormon
estrogen dan progesteron. Adanya berbagai gangguan pada fungsi ovarium akan
menimbulkan efek terhadap proses pada pematangan, ovulasi dari sel telur dan
produksi hormon.
Salah satu gangguan yang sering terjadi adalah kista ovarium yang
merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur atau
ovarium dimana cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput
yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium. Kista ovarium terbentuk oleh
bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan menentukan tipe dari
kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista
yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena
pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol. Kista ovarium sering terjadi
pada wanita di masa reproduksinya, sebagian besar kista terbentuk karena
perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan
sel telur dari ovarium (Safitri, 2011).
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium.
Pada keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus
menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini
tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan cairan yang nantinya akan
menjadi kista.(Prawirohardjo,2010)
Kista ovarium ini terbanyak ditemukan bersama-sama dengan
kistadenoma ovarii serosum. Kista ini paling sering terdapat pada wanita berusia
antara 20-50 tahun, dan sangat jarang ditemukan pada masa pubertas
(Wiknjosastro, 2008).
Di Asia Tenggara (termasuk Indonesia), insiden kista ovarium mencapai
6,6%, kanker endometrium mencapai 4,8% dari 670.587 kasus kanker pada
perempuan, sementara kanker payudara sebanyak 30,9% dan serviks 19,8%.
Jenis tumor kistik terbanyak pada ovarium adalah kista denoma ovarii
musinosum dengan angka kejadian 40% dari seluruh jenis tumor kistik ovarium
lainnya. Selanjutnya adalah kista denoma ovarii serosum yang angka kejadiannya
hampir sama dengan kista denoma ovarii musinosum. Jenis lainnya adalah kista
endometrioid dan kista dermoid dengan angka kejadian 10%
(Joedosepoetro,2005).
Tumor-tumor kistik ovarium tersebut mempunyai potensi keganasan yang
berbeda-beda, salah satunya adalah 30-35% Kistadenoma serosum dapat menjadi
ganas. Penanganan kasus ini dilakukan dengan pengangkatan tumor dengan
tindakan operatif yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologik untuk
mengidentifikasi adanya keganasan.
Bidan mempunyai peran dalam mendeteksi dini gangguan yang terjadi
pada masa reproduksi termasuk pada kistoma ovarium. Sehingga jika terjadi
kasus ini dapat tertangani dengan cepat. Selain itu juga bidan dapat memberikan
asuhan kebidanan sesuai dengan kebutuhan pasien.

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan
kista ovarium dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan
manajemen kebidanan.
1.2.2. Tujuan Khusus
1.2.2.1. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai konsep dasar kista ovarium
1.2.2.2. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai konsep dasar asuhan
kebidanan ibu dengan kista ovarium
1.2.2.3. Mahasiswa mampu melakukan deteksi dini dengan asuhan kebidanan
pada ibu dengan kista ovarium
1.2.2.4. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan kebidanan pada ibu
dengan kista ovarium dengan menggunakan SOAP.
1.2.2.5. Mahasiswa mampu melakukan pembahasan antara kasus dan teori
pada kasus kista ovarium.
1.3 Manfaat
1.3.1. Bagi Mahasiswa
Dapat melakukan deteksi dini pada kasus kista ovarium.
1.3.2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Dapat meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan dalam praktik
sehari-hari.
1.3.3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga membantu dan
mendukung mahasiswa selama masa pendidikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Kista Ovarium


2.1.1. Definisi Kista Ovarium
Kista Ovarium merupakan tumor jinak berupa kantong abnormal berisi
cairan atau setengah cair yang tumbuh dalam indung telur (ovarium). Kista
ovarium biasanya tidak bersifat kanker. Walaupun ukurannya kecil,
diperlukan perhatian lebih lanjut untuk memastikan kista tersebut bukan
kanker (Wijayakusuma, 2008). Kista tersebut disebut juga kista fungsional
karena terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi. Kista fungsional
akan mengkerut lalu menyusut setelah beberapa waktu (1-3 bulan) (Anonim,
2014).
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik
atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Dalam kehamilan, tumor
ovarium yang dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau
kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan
letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke
dalam panggul (Wiknjosastro, 2008).

2.1.2. Klasifikasi Kista Ovarium


Kista dibedakan menjadi dua berdasarkan tingkat keganasannya, yaitu
nonneoplastik/fungsional dan neoplastik/nonfungsional. Kista nonneoplastik
sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan.
Sementara kista neoplastik umumnya memerlukan tindakan operasi, namun
hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya (Wiknjosastro, 2008).
1. Kista nonfungsional :
Suatu kista inklusi serosa yang terbentuk dari invaginasi pada epitel
permukaan ovarium, yang dilapisi epitel (Sinclair, 2010). Kista nonfunsional
dibedakan menjadi :
(1) Kistadenoma ovarii serosum
Usia penderita berkisar antara 20-50 tahun. Pada 12-50% kasus, kista ini
terjadi pada kedua ovarium (bilateral). Ukuran kista berkisar antara 5-15
cm dan ukuran ini lebih kecil dari rata – rata ukuran kistadenoma
musinosum. Kista ini berisi cairan serosa, jernih kekuningan. Kista
serosum yang ditemukan pada usia 20-30 tahun digolongkan sebagai
neoplasma potensi rendah untuk transformasi ganas dan hal ini bertolak
belakang dengan penderita pada usia pra atau pascamenopause yang
memiliki potensi anaplastik yang tinggi. Seperti dengan sebagian besar
tumor epithelial ovarium, tidak dijumpai gejala klinik khusus yang dapat
menjadi petanda kistadenoma serosum. Pada sebagian besar kasus, tumor
ini ditemukan secara kebetulan saat dilakukan pemeriksaan rutin. Pada
kondisi tertentu, penderita akan mengeluhkan rasa tidak nyaman di dalam
pelvis, pembesaran perut, dan gejala seperti asites. Pengobatan terpilih
untuk jenis kista ini adalah tindakan pembedahan (eksisi) dengan
eksplorasi menyeluruh pada organ intrapelvik dan abdomen (Anwar,
2011).
(2) Kistadenoma ovarii musinosum
Tumor ini pada umumnya adalah multilokuler dan lokulus yang berisi
cairan musinosum tampak berwarna kebiruan di dalam kapsul yang
dindingnya tegang. Tumor musin ini merupakan tumor dengan ukuran
terbesar dari tumor dalam tubuh manusia. Terdapat 15 laporan yang
menyebutkan berat tumor di atas 70 kg. Sebagai konsekuensinya,
semakin besar ukuran tumor di ovarium, semakin besar pula
kemungkinan diagnosanya adalah kistadenoma ovarii musinosum. Tumor
ini juga asimtomatik dan sebagian besar pasien hanya merasakan
pertambahan berat badan atau rasa penuh di perut. Pada kondisi tertentu,
perempuan pascamenopause dengan tumor ini dapat mengalami
hyperplasia atau perdarahan pervaginam karena stroma sel tumor
mengalami proses luteinisasi sehingga dapat menghasilkan hormone
(terutama estrogen). Bila hal ini terjadi pada perempun hamil, maka dapat
terjadi pertumbuhan rambut yang berlebihan (virilisasi) pada penderita
(Anwar, 2011).
(3) Kista dermoid
Tumor ini merupakan tumor jinak sel germinativum dan paling banyak
diderita oleh gadis yang berusia di bawah 20 tahun. Unsur penyusun
tumor terdiri dari sel-sel yang telah matur sehingga kista ini juga disebut
teratoma matur. Kista dermoid mempunyai dinding berwarna putih dan
relative tebal, berisi cairan kental dan berminyak karena dinding
mengandung banyak kelenjar sebasea dan derivate ektodermal (sebagian
besar adalah rambut). Dalam ukuran kecil kista dermoid tidak
menimbulkan keluhan apapun dan penemuan tumor pada umumnya
hanya melalui pemeriksaan ginekologi rutin. Rasa penuh dan berat di
dalam perut hanya dirasakan apabila ukuran tumor cukup besar. Terapi
yang sesuai untuk kista ini dalah laparotomi dan kistektomi (Anwar,
2011).
2. Kista fungsional :
(1) Kista unilokular atau kista sederhana
Biasanya terbentuk dari folikel praovulasi yang mengandung oosit
atretik. Kista ini bisa memiliki ukuran 4 cm dan menetap hingga ke
siklus selanjutnya. Kista dapat kembali kambuh dan sering terjadi pada
awal maupun akhir masa reproduksi. Lima puluh persen kista sembuh
dalam 60 hari. Nyeri dapat timbul akibat ruptur, torsi, atau hemoragi
(Sinclair, 2010).
(2) Kista folikuler
Folikel de graf yang mengalami atresia, tidak memiliki sel telur, yang
diameternya dapat berkembang hingga 5 cm. Kista ini biasanya
mengandung cairan jernih dan encer, dan kadang-kadang darah segar
atau darah yang sudah berubah. Ruptur kista dapat mengakibatkan
nyeri singkat (Sinclair, 2010). Kista ini terjadi karena kegagalan proses
ovulasi (LH surge) dan kemudian cairan intrafolikel tidak diabsorbsi
kembali. Pada kista ini jarang sekali terjadi torsi, ruptur, atau
perdarahan. Ada yang menghubungkan kista folikel dengan gangguan
menstruasi (perpanjangan interval antarmenstruasi atau pemendekan
siklus). Kista yang besar dapat dihubungkan dengan terjandinya nyeri
pelvic, dispareuni, dan kadang-kadang perdarahan abnormal uterus.
(3) Kista korpus luteum (Anwar, 2011).
Persistensi korpus luteum yang matur. Kista ini dapat memperlambat
terjadinya haid, kemudian memproduksi menoragia, dan dikaitkan
dengan perdarahan intralumen, yang dapat menyebabkan nyeri. Kista
ini biasanya hilang secara spontan dalam waktu 4-8 minggu. Kista
memiliki banyak pembuluh darah; ruptur dapat menyebabkan
hemoragia (Sinclair, 2010). Diperlukan tindakan operasi jika kista ini
pecah dan menimbulkan perdarahan. Keluhan yang biasa timbul
adalah rasa sakit yang berat didaerah pinggul (Anonim, 2014).
(4) Kista teka lutein
Kista ini lebih jarang terjadi dan sering dihubungkan dengan
kehamilan di luar kandungan (Anonim, 2014). Kista ini tidak pernah
mencapai ukuran yang besar. Umumnya bilateral dan berisi cairan
jernih kekuningan. Kista teka seringkali dijumpai bersamaan dengan
ovarium polikistik, mola hidatidosa, korio karsinoma, terapi hCG, dan
klomifen sitrat. Tidak banyak keluhan yang ditimbulkan oleh kista ini.
Pada umumnya tidak diperlukan tindakan bedah untuk menangani
kista ini karena kista dapat menghilang secara spontan setelah evakuasi
mola, terapi korio karsinoma, dan penghentian stimulasi ovulasi
dengan klomifen. Walapun demikian, apabila terjadi rupture kista dan
terjadi perdarahan ke dalam rongga peritoneum maka diperlukan
tindakan laparotomi segera untuk menyelamatkan penderita (Anwar,
2011).
(5) Polikistik ovarium
Kista jenis ini banyak yang mengandung cairan jernih. Bisa timbul di
kedua ovarium kiri dan kanan, berhubungan dengan gangguan hormon
dan gangguan menstruasi (Yatim, 2008). Penyakit ovarium polikistik
ditandai dengan pertumbuhan polikistik ovarium di kedua ovarium,
amenorea sekunder atau oligomenorea, dan infertilitas. Sekitar 50%
pasien mengalami hirsutisme dan obesitas. Gangguan ini terjadi pada
perempuan berusia 15 – 30 tahun. Banyak kasus infertilitas terkait
dengan sindroma ini. Tampaknya hal ini berhubungan dengan
disfungsi hipotalamus (Anwar, 2011).
Diagnosis penyakit ini dibuat berdasarkan anamnesis yang mengarah
pada beberapa gejala di atas dan pemeriksaan fisik terarah. Riwayat
menarche dan haid yang normal kemudian berubah menjadi episode
amenore yang semakin lama. Terapi yang dapat digunakan dalam hal
ini adalah klomifen sitrat 50 – 100 mg per hari untuk 5–7 hari per
siklus. Beberapa praktisi menambahkan hCG untuk memperkuat efek
pengobatan (Anwar, 2011).

2.1.3. Etiologi Kista Ovarium


Secara umum kista ovarium disebabkan oleh gangguan pembentukan
hormon pada hipotalamus, hipofise, dan indung telur itu sendiri
(Wijayakusuma, 2008).
Beberapa teori menyebutkan bahwa penyebab tumor adalah bahan
karsinogen seperti rokok, bahan kimia, sisa-sisa pembakaran zat arang, bahan-
bahan tambang. Beberapa faktor resiko berkembangnya kista ovarium, adalah
wanita yang biasanya memiliki:
1. Riwayat kista terdahulu
2. Siklus haid tidak teratur
3. Perut buncit
4. Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
5. Sulit hamil
6. Penderita hipotiroid
Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti, kemungkinan dari
bahan-bahan yang bersifat karsinogen berupa zat kimia, polutan, hormonal
dan lain-lain. Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab terbentuknya
kista pada ovarium adalah gagalnya sel telur (folikel) untuk berovulasi. Fungsi
ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormon dan kegagalan
pembentukan salah satu hormon tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium.
Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak
menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium
yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang berbentuk
secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, karena itu terbentuk kista di
dalam ovarium.

2.1.4. Faktor Risiko Kista Ovarium


1. Wanita menjelang masa menopause dan pascamenopause
2. Wanita yang sedang menjalani terapi sulih hormone
3. Wanita yang pernah menderita kista sebelumnya
4. Siklus haid yang tidak teratur
5. Mentruasi dini (kurang dari 11 tahun)
6. Sulit hamil/ infertil
7. Gaya hidup tidak sehat, yaitu dengan:
(1) Konsumsi makanan yang tinggi lemak, kurang serat dan makanan
berpengawet
(2) Penggunaan zat tambahan pada makanan
(3) Kurang berolahraga
(4) Merokok dan mengkonsumsi alkohol
(5) Terpapar dengan polusi dan agen infeksi
(6) Sering stress
8. Ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen
9. Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol
10. Degenerasi ovarium
11. Faktor genetik (Ryta, 2008)

2.1.5. Patofisiologi Kista Ovarium


Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormon dan
kegagalan pembentukan salah satu harmon tersebut bisa mempengaruhi
fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh
wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi
ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal
mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak
sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium
(Corvin, 2008).
Ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter
lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan
menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 ± 2 cm dengan kista
ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan
mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi
fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual
akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional
(hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan
multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut
hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan
menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate,
dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan
tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia
yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan
paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar
lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah
kista denoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri
dariarea kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel
dangerm cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang
berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal,dan
mesodermal.

2.1.6. Manifestasi Klinik Kista Ovarium


Menurut Nugroho (2010), kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium
tidak memiliki gejala sampai periode tertentu.
Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini:
1. Nyeri saat menstruasi
2. Nyeri di perut bagian bawah
3. Nyeri saat berhubungan seksual
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.

2.1.7. Komplikasi Kista Ovarium


Menurut Wiknjosastro (2007), komplikasi yang dapat terjadi pada
kista ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran
perut. Tekanan terhadap alat - alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya
tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih
dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar
tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa
berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
1) Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan
kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala
klinik yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah
yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan
nyeri di perut.
2) Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter
5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum
rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang
menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan
dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau
yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul
pada wanita usia reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan
hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat terjadi demam
dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan
(detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista
dibuang dan dievaluasi secara histologis.
3) Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
4) Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma,
seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat
bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut,
maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-
tanda abdomen akut.
5) Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya. Adanya asites
dalam hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang setelah
masa menopause sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi
kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik
menjadi penting.

2.1.8. Diagnosis Kista Ovarium


Menurut Djuwantono, dkk (2011), yang perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosa kista ovarium adalah:
1. Anamnesa
Anamnesa lengkap merupakan bagian penting dari diagnosis tumor
adneksa. Pertanyaan tentang rasa nyeri, lokasi, dan derajat nyeri serta
kapan mulai timbulnya rasa nyeri tersebut akan memudahkan penegakan

diagnosis.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik diagnostik yang lengkap dan tertuju pada gejala klinis
atau tanda dari suatu infeksi atau tumor neoplastik sangat diperlukan untuk
menentukan etiologi dari massa tumor di daerah rongga panggul.
Pemeriksaan payudara secara sistematis diperlukan karena ovarium

merupakan metastasis yang umum dijumpai karsinoma payudara.

Pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan rekto vagina merupakan


pemeriksaan pokok ginekologi yang harus mendapatkan perhatian lebih
untuk menegakkan diagnosis kelainan di daerah rongga pelvis.
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor
itu.
2) Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor
kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga
perut yang bebas dan yang tidak.
3) Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi
dalam tumor.
4) Parasintesis
Fungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu diperhatikan
bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi
kista bila dinding kista tertusuk.
(Wiknjosastro, 2005).

2.1.9. Penatalaksanaan Kista Ovarium


Kehamilan disingkirkan dengan mendeteksi adanya hCG. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat menegakkan diagnostik. Setiap kista >4 cm harus diteliti
dengan melakukan laparoskopi atau pembedahan guna menyingkirkan
kemungkinan neoplasma. Kista yang <4 cm dan tampak jinak melalui
pemeriksaan ultrasonografi dapat ditangani mula-mula dengan menggunakan
kontrasepsi oral. Wanita diperiksa setiap bulan untuk mengkaji ukurannya,
apakah berkurang atau sama saja (tetap <5 cm), lunak dan kistik, unilateral,
halus, dapat digerakkan, asimtomatik, atau sedikit nyeri. Jika salah satu tanda
ini berubah, kanker ovarium dapat disingkirkan.
Selama kehamilan, kista ovarium jernih dengan diameter <5 cm
ditindaklanjuti dengan penanganan antisipatif. Beberapa ahli
merekomendasikan penatalaksanaan konservatif sampai minggu ke-16 jika
kista diangkat untuk menghindari risiko torsi, infark, hemoragi, dan obstruksi
persalinan dan untuk menghindari terlambatnya diagnose keganasan jika kista
menetap. Massa yang ditemukan selama trimester ketiga diobservasi, jika
memungkinkan, dan diangkat selama pelahiran sesar ( Sinclair, 2010).
1. Pengelolaan
Banyak pasien dengan kista ovarium sederhana ditemukan melalui
pemeriksaan ultrasonografi tidak memerlukan pengobatan. Pada pasien
menopause, kista sederhana persisten dengan ukuran kurang dari 5 cm
dengan nilai CA125 normal dapat dipantau dengan pemeriksaan
ultrasonografi serial.
2. Terapi farmakologis
Pil kontrasepsi oral (OCP) melindungi terhadap perkembangan kista ovarium
fungsional.
3. Laparotomi dan laparoskopi
Kista ovarium sederhana persistent lebih besar dari 5-10 cm (terutama jika
gejala) dan kista ovarium yang kompleks harus dipertimbangkan untuk
operasi pengangkatan. Pendekatan bedah meliputi teknik terbuka insisional
(laparotomi) dan teknik invasif minimal (laparoskopi) dengan sayatan yang
sangat kecil . Menghapus kista utuh untuk analisis patologis mungkin berarti
menghapus seluruh ovarium.
4. Ooforektomi bilateral
Ooforektomi bilateral dan lebih sering histerektomi dilakukan pada banyak
wanita postmenopause dengan kista ovarium, karena peningkatan kejadian
neoplasma terjadi pada populasi ini.
2.2. Konsep Dasar Asuhan
2.2.1 Pengkajian
A. Data Subjektif
1. Biodata
Identitas klien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama,suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan : nyeri pada saat mensturasi, pada perut bagian bawah,
berhubungan seksual, pada punggung sampai ke kaki, atau pada saat
berkemih atau BAB. (Anwar, 2011)
b. Riwayat kesehatan sekarang : gejala yang dialami ibu dengan kista,
seperti rasa sakit pada panggul, sakit saat berhubungan seksual,
perdarahan rahim yang abnormal, penambahan berat badan, rasa
penuh pada perut, amenorea sekunder atau oligomenorea, dan
infertilitas (Anwar, 2011).
c. Riwayat kesehatan dahulu : pernahkah menderita penyakit seperti
yang diderita sekarang yaitu tumor/kanker dan pernahkan dilakukan
operasi,
d. Riwayat kesehatan keluarga : anggota keluarga yang menderita tumor
atau kanker terutama pada organ reproduksi
e. Riwayat Obstetri : Bisa disertai infertilitas/ tidak punya anak. Wanita
dengan nullipara memiliki risiko terjadinya kanker ovarium yang lebih
tinggi daripada wanita dengan paritas tinggi (Busmar, 2010).
f. Riwayat menstruasi : ibu mengalami amenorea sekunder atau
oligomenorea, siklus haid tidak teratur
g. Riwayat KB : Pengguna KB hormonal, namun penggunaan pil KB
hormonal relatif menurunkan resiko ca ovarium(Busmar, 2010)
3. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus ca ovarium menurut Doenges (2000)
adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan atau keletihan, adanya perubahan pola istirahat dan
jam kebiasaan tidur. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur,
misal: ansietas, nyeri, keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan
b. Makanan/cairan
Gejala: mual atau muntah, anoreksi, perubahan pada berat badan
c. Eliminasi
Gejala: perubahan pada pola defekasi. Perubahan eliminasi urinarius
misalnya: nyeri atau rasa terbakar saat berkemih, hematuria. Tanda:
perubahan pada bising usus, distensi abdomen
d. Psikososial
Faktor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan dalam
penampilan insisi pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus asa, depresi,
menarik diri. Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung, riwayat
perkawinan.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Kaji tingkat kesadaran
b. Ukur TTV : apabila terlalu banyak perdarahan, tensi menurun dan nadi
menjadi cepat dan bahaya syok
2. Pemeriksaan fisik
a. Wajah :wajah pucat, konjungtiva mata pucat
b. Abdomen:
 Auskultasi bising usus
 Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
c. Genetalia : dapat terjadi fluxus
3. Data penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium; pemeriksaan DL (Hemoglobin, hematocrit,
leukosit)
b. Pemeriksaan Ultrasonografi; untuk mengtahui karakteristik dari kista
ovarium.
c. Pemeriksaan Rontgen; untuk mengetahui apakah ada hidrothorak.
2.2.2. Identifikasi Diagnosa Aktual, Masalah & Kebutuhan
 Diagnosa Aktual:
P..A..P..A..H.. dengan kista ovarium
 Masalah :
Kecemasan terhadap penyakitnya, gangguan rasa nyaman akibat nyeri
tekan pada massa intra abdomen
 Kebutuhan :
Koping stress, manajemen nyeri berupa distraksi dan relaksasi, Nutrisi
2.2.3. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
 Diagnosis potensial:
Potensial terjadi anemi, syok, hemoragi, infeksi, tromboflebitis
Potensial terjadi karsinoma ovarium dan metastase pada organ lain
 Masalah Potensial
Stress dan proses penyembuhan terhambat, distensi perut.
2.2.4. Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlu tindakan segera oleh bidan/ dokter untuk
dikonsultasikan/ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain
dengan kondisi lain
2.2.5. Rencana Tindakan

1) Menginformasikan kepada ibu tentang penyakit kista ovari


2) Berkolaborasi dengan dr. SpOG untuk rencana tindakan.
3) Memberi dukungan moril kepada ibu agar tetap semangat dengan
pengobatan dan kesembuhannya.
4) Menyarankan ibu untuk aktivitas secukupnya.
5) Memberikan KIE pada ibu untuk tetap mengonsumdi makanan yang
bergizi dan menghindari makanan yang sifatnya karsinogenik.
2.2.6. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun.
Pelaksanaan yang efisien menyingkat waktu dan biaya serta menghasilkan
mutu asuhan yang terjamin.
2.2.7. Evaluasi
Mengevaluasi efektifitas pemberian asuhan yang diberikan terhadap
ibu dan keluarganya, mempertimbangkan beberapa alternatif/pilihan bila
gagal, kembali pada langkah I (dengan mengulang manajemen proses)
untuk aspek-aspek asuhan yang belum/tidak efektif dengan
mengumpulkan data lebih banyak/mengembangkan rencana baru.
BAB III
TINJAUAN KASUS
No. RM : 1432xxx
Tanggal Pengkajian : 7 Januari 2021
Pukul : 08.00 WIB
Pengkaji : Wuri Wulandari
1. Data Subjektif
a. Identitas Ibu Suami

Nama : Ny. DP : Tn. N


Umur : 33 tahun : 37 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia : Jawa/Indonesia
Agama : Islam : Islam
Pendidikan : SMA : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga : Swasta
Alamat : Tidu
b. Keluhan utama
Nyeri perut bawah sampai ke punggung, dan merasa ada benjolan pada perut
kanan bawah
c. Riwayat menstruasi
Menarche 13 tahun
Siklus Tidak teratur
Lama 7 hari
Keluhan Tidak ada
d. Riwayat perkawinan
Umur saat menikah : 22 tahun
Lama : 11 tahun
Perkawinan ke :1
Jumlah anak :1
e. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Ibu
Ibu mempunyai Riwayat penyakit asma dan maag
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu tidak pernah menderita penyakit asma, jantung, hipertensi, diabetes mellitus, hepatitis,
TBC, HIV/Aids, infeksi panggul sebelumnya
Tidak pernah menderita penyakit keturunan
Ibu tidak mempunyai Riwayat penyakit menurun sebelumnya seperti tumor atau kanker.

f. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu


Kompli
Ha Jenis
Kompli Kompl BB kasi Keadaan
mil persa Penolong JK Umur
kasi ikasi lahir masa anak
ke linan
nifas
Spt
1 - - Bidan 3300 L - H 10 th
B

g. Riwayat KB
No. Jenis Alkon Lama Keluhan Tahun Alasan
Pakai Lepas
1 Kondom 9 th Tidak ada 2020 Tidak ada

h. Pola pemeriksaan kebutuhan sehari-hari


1. Nutrisi
Makan : 2-3x/hari
Minum : 2 liter/hari
2. Eliminasi
BAK : 6-7 x/hari
BAB : 1 x/hari
3. Istirahat : 7-8 jam/hari
4. Aktifitas : melakukan pekerjaan rumah tangga
5. Hygiene : mandi 2-3 x/hari
6. Pola seksual: keluhan: tidak ada keluhan, aktif melakukan hubungan
i. Data psikologi dan spiritual
Ibu merasa cemas dengan keadaanya
j. Riwayat sosial budaya
1) Peran ibu : merawat anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga
2) Dukungan : suami mendampingi dan mendukung ibu selama
pengobatan
3) Budaya : tidak ada budaya yang bertentangan dengan asuhan
medis
k. Pola Kesehatan sehari-hari
Ibu tidak pernah minum jamu-jamuan ataupun mengkonsumsi narkoba
l. Pola lingkungan
Ibu tinggal di rumah sendiri Bersama keempat anak dan suaminya. Luas rumah
7x15 m2 , ventilasi dan pencahayaan cukup, kamar madni menggunakan WC
jongkok dengan septitank, bak mandi dikuras setiap 3 hai sekali, dan
menggunakan air PDAM untuk kebutuhan rumah tangga dan minum
menggunakan air suling. Keluarga tidak mempunyai binatang peliharaan dan
suami tidak merokok.
m. Pengetahuan tentang Kesehatan reproduksi
Ibu belum pernah mengetahui mengenai penyakit kanker ataupun tumor
reproduksi.

2. Data Objektif
a. Pemeriksaan umum

1) Keadaan umum Baik


2) Kesadaran Composmentis
3) TB 154 cm
4) BB 45.5 kg
5) LILA 21 cm
6) Vital Sign
Tekanan darah 100/60 mmHg
Nadi 90 x/menit
Suhu 36.7oc
Respirasi 20 x/menit
b. Pemeriksaan fisik

1) Kepala Rambut bersih warna hitam keputihan,


pendek, tidak berketombe, tidak ada
benjolan abnormal
2) Telinga Bersih, simetris
3) Muka Tidak pucat dan tidak oedem
4) Mata Simeris, conjunctiva merah muda, sklera
putih
5) Hidung Bersih, simetris, Tidak ada sekret
6) Mulut Mukosa lembab, tidak pucat
7) Gigi Tidak ada pembengkakan gusi, tidak ada
caries
8) Leher Tidak ada pembengkakan vena jugularis,
tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan
kelenjar tiroid
9) Dada Simetris, tidak ada wheezing dan ronkhi
10) Payudara Simetris, putting menonjol, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
sekret
11) Abdomen Terdapat bising usus, tidak ada nyeri tekan
dan teraba benjolan di perut bawah
12) Ekstremitas atas dan bawah Simetris, tidak ada oedem
13) Genital Tidak ada fluksus, tidak ada flour albus
14) Kulit Turgor kulit baik

3. Analisa
Diagnosa : P1001 dengan suspect kista ovarium
Masalah : nyeri perut kanan bawah, cemas

4. Penatalaksanaan
Tanggal : 7 Januari 2021
Waktu : 08.20 WIB
1) Menjelaskan hasil pemeriksaan umum ibu dalam keadaan baik, ibu mengerti
2) Menjelaskan keluhan yang dialami dan cara mengurangi nyeri. Nyeri yang
dirasakan diakibatkan oleh massa yang membesar menekan persyarafan.
Nyeri dapat berkurang dengan dikompres air hangat, dan merilekskan pikiran
agar tidak stress. Ibu mengerti dan bersedia melakukannya.
3) Menjelaskan tentang kista kepada ibu dan keluarga bahwa kista ovarium
adalah massa abnormal yang tumbuh di indung telur. Selain itu menjelaskan
tentang gejala yang akan dialami ibu dan cara penanganan kista. Ibu dan
keluarga mengerti.
4) Memberi HE mengenai:
a. Nutrisi : banyak mengkonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang.
Tetap makan tepat waktu meskipun mual dan terasa penuh untuk
menghindari mual makan sedikit demi sedikit.
b. Aktivitas : mengurangi mengangkat beban yang berat dan lebih banyak
beristirahat untuk menhindari terjadinya torsi pada miom yang akan
menyebabkan nyeri hingga syok neurogenik.
5) Memberikan dukungan moral dan emosional kepada pasien dan ibu sesuai
dengan kepercayaan yang dianut agar tetap kuat dan berpikir positif tentang
keadaannya
6) Melakukan konseling kepada ibu mengenai rujukan ke RS bagian obgyn
terkait penanganan peyakit ibu dan memberikan surat rujukan kepada ibu, ibu
bersedia.

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari asuhan kebidanan yang dilakukan pada Ny. “DP” P1011 dengan kista
ovarium didapatkan:
Pada data subjektif, beberapa kesesuaian antara teori dan tinjauan kasus yang
ada. Ibu mempunyai beberapa faktor resiko terjadinya kista ovarium yaitu telah
mengalami 1 kali abortus (Ryta, 2008).
Berdasarkan data objektif, pada pemeriksaan fisik didaparkan perabaan
benjolan pada perut kanan bawah, untuk dapat mengetahui lokasi benjolan dapat
dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu ultrasonografi (USG). Adanya massa kistik
yang padat di dalamnya sesuai dengan dengan teori Djawanto (2011) bahwa
pemeriksaan ultrsonografi pada pasien dengan kista ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor
kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang
bebas dan yang tidak.
Analisis ditegakkan berdasarkan data subjektif dan objektif yang didapatkan.
(Djuwantono, 2011). Berasarkan hasil data subjektif dan objektif yang sudah
dianalisa dokter pada Ny.”DP” didapatkan bahwa Ny. “DP” P1011 dengan kista
ovarium.
Pada teori, diagnosa yang dapat ditegakkan adalah ibu umur 33 tahun dengan
kista ovarii. Masalah yang menyertai ibu belum tentu dapat diartikan sebagai
ketidaknormalan. Beberapa masalah yang dapat terjadi pada ibu dengan kista ovarii
misalnya berhubungan dengan ketidaknyamanan. Contohnya adalah cemas, nyeri
perut bagian bawah. Pada tinjauan kasus, diagnosa yang dapat ditegakkan adalah Ny
DP umur 33 tahun dengan kista ovarii. Masalah yang dialami ibu adalah cemas. Hal
ini menunjukkkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari kasus asuhan kebidanan pada Ny. “DP” P1011 dengan kista ovarium dapat
disimpulkan bahwa ibu dengan kista ovari dilakukan asuhan kebidanan secara
mandiri dan kolaborasi sesuai dengan prosedur. Diagnosis dan penatalaksanaan sudah
disesuaikan dengan data penunjang dan kebutuhan pasien.
Setelah dilakukan Asuhan Kebidanan dan sesuai dengan tujuan khusus maka :
1. Melaksanakan pengkajian pada ibu dengan cara anamnesa pada ibu, suami
dan melalui dokumentasi rekam medik yang ada, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan khusus.
2. Merumuskan analisa medis, didapatkan Ny. “DP” P1011 dengan kista
ovarium.
3. Melakukan implementasi pada ibu dengan kista ovari sesuai dengan apa
yang direncanakan. Asuhan mandiri yang dapat diberikan antara lain
memberikan KIE terhadap masalah dan kebutuhan ibu. Asuhan kolaborasi
yaitu melakukan tindakan pemerikaan fisik, pemeriksaan USG, pemeriksaan
DL, dan pemeriksaan thorax.

5.2 Saran
1. Bagi Petugas
Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat mempertahankan atau dapat lebih
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada SOP
(Standar Operasional Prosedur) yang berlaku di rumah sakit .
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan meningkatkan teori dan keterampilan dalam memberikan asuhan
secara komprehensif terhadap ibu dengan kista ovarium serta penyakit
kandungan yang lain sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://kistaovarium.org/ (diakses tanggal 15 Desember 2015)

Anwar, Mochamad. 2011. Ilmu Kandungan. Ed. 3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

C William Helm, MBBCh, MA, FRCS(Edin). 2013. Ovarian Cysts.


http://emedicine.medscape.com/article/255865-overview. Diakses pada
tanggal 15 Desember 2015.

Safitri, Yuni. 2011. Pengalaman Wanita Usia Subur dengan Kista Ovarium. Diakses
pada tanggal 15 Desember 2015. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27146/5/Chapter%20I.pdf

Sinclair, Constance. 2010. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC

Varney, Helen, et al. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan volume 2. Jakarta : EGC.

Wijayakusuma, Hembing. 2008. Ramuan Lengkap Taklukkan Penyakit. Jakarta:


Pustaka Bunda

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Yatim, Faisal. 2008. Penyakit Kandungan: Myoma, Kanker Rahim/Leher Rahim, dan

Indung Telur, Kista, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai