Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KISTA OVARIUM DI RUANGAN OK DR.

R
SOEHARSONO BANJARMASIN

PRAKTIK KMB I MINGGU KELIMA

NAMA : JUWANTO

NIM : 11409719019

PEMBIMBING AKADEMIK :

TRI MAWARNI , S.Kep.Ners., M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI / TANJUNGPURA

BANJARMASIN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
DENGAN KISTA OVARIUM DI RUANGAN OK DR.R.SOEHARSONO
BANJARMASIN, TELAH DISETUJUI OLEH PEMBIMBING AKADEMIK.

Banjarmasin, Januari 2021

Mahasiswa

Juwanto
NIM. 11409719019

Menyetujui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

H. Agus Arpianto.,S.Kep.,Ns Tri Mawarni.,S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIP. 197608262001120004 NIP. 197404032001122022
I. Konsep Teori

A. Definisi Kista Ovarium


Penyakit kista adalah kondisi yang disebabkan oleh benjolan berbentuk
kapsul atau kantung dan terisi dengan cairan, semisolid, atau material
gas, yang dapat muncul pada jaringan tubuh mana saja. [ CITATION Faj20 \l
1033 ]

Ukuran benjolan bervariasi, mulai dari sangat kecil (mikroskopik) hingga


sangat besar. Benjolan yang berukuran besar bisa mengimpit organ
dalam yang berada di dekatnya.

Biasanya, tergantung lokasi, jenis umum kista adalah:

1. Kista ovarium (indung telur) adalah kantung berisi cairan di dalam atau
pada permukaan indung telur.
2. Kista otak, bukan “tumor otak” karena tidak berasal dari jaringan otak.
3. Kista adalah kondisi yang umum dan bisa terjadi pada siapapun di usia
berapapun tanpa pandang bulu.

Kista ovarium adalah sebuah kantung yang berisi cairan yang


berkembang/muncul di ovarium. Kista ovarium ini ada yang sederhana
dan ada juga yang kompleks. Kista sederhana terdiri dari satu kantung
yang berisi cairan, sedangkan kista kompleks dapat terdiri dari beberapa
kantung atau tidak hanya berisi cairan, tetapi juga material yang solid.
[ CITATION drY20 \l 1033 ]

Kista ovarium adalah tumor jinak yang merupakan pembesaran atau


benjolan pada ovarium atau indung telur seorang perempuan.Isi benjolan
tersebut adalah cairan atau materi semi caiaran lainnya. [ CITATION Sya20 \l
1033 ]
A. Anatomi dan Fisiologi

Sumber: https://id.theasianparent.com

B. Etiologi
Etiologi kista ovarium fungsional adalah kista folikuler dan kista luteal
yang berasal dari sel-sel fisiologis. Sedangkan, kista patologis dapat
berasal dari semua sel dan jaringan ovarium. Namun, sel epitel
pemukaan (mesotelium) adalah sel yang paling sering berkembang
menjadi kista patologis yang bersifat ganas.

Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang


nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista
ovarium,tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak
ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel
ovarium yang tidak terkontrol.folikel adalah suatu rongga cairan yang
normal terdapat dalam ovarium.

Pada keadaan normal, Folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat
siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa
kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian
yang nantinya akan menjadi kista. Cairan yang mengisi kista sebagian
besar berupa darah yang keluar akibat dari perlukaan yang terjadi pada
pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus, kista dapat pula
diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi.Kista jenis ini
disebut dengan Kista dermoid.

C. Tanda dan gejala

Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya


sedikit nyeri yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang
berkembang menjadi besar dan menimbulkan nyeri yang tajam.
Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena
mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis,
radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker
ovarium.Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau
perubahan ditubuh anda untuk mengetahui gejala mana yang serius.
Gejala-gejala berikut mungkin muncul bila anda mempunyai kista
ovarium.

1. Perut terasa penuh, berat, kembung


2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur.
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar
ke punggung bawah dan paha.
5. Nyeri sanggama.
6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada
saat hamil.

Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan


kesehatan segera
1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba.
2. Nyeri bersamaan dengan demam.
3. Rasa ingin muntah
D. Patofisiologi

Patofisiologi kista ovarium patologis dipengaruhi oleh pertumbuhan


abnormal sel-sel yang berada di dalam ovarium.

Kista Fungsional

Rata-rata siklus menstruasi terjadi selama 28 hari, dimulai dengan hari


pertama dari perdarahan menstruasi dan diakhiri sehari sebelum periode
menstruasi selanjutnya. Paruh pertama dari siklus ini disebut fase
folikuler (fase proliferatif) yang terjadi sampai terjadinya ovulasi dan
paruh kedua dari siklus ini disebut fase luteal (fase sekretorik) yang
berlangsung setelah ovulasi terjadi. Pada fase folikuler dapat terbentuk
kista folikuler dan pada fase luteal dapat terbentuk kista luteal.

Pada fase folikuler, stimulasi follicle stimulating hormone (FSH) yang


meningkat secara berlebihan atau kurangnya lonjakan luteinizing
hormone (LH) pada pertengahan siklus sebelum ovulasi dapat
menyebabkan kegagalan proses ovulasi. Cairan intrafolikel yang tidak
diabsorbsi kembali dapat menyebabkan folikel berlanjut menjadi sebuah
kista folikuler di dalam ovarium. Sementara itu, pada fase luteal, kista
luteal dapat terjadi akibat pertumbuhan yang berlanjut dari korpus luteum
karena kegagalan disolusi jika tidak terjadi kehamilan atau kista dapat
juga terbentuk karena perdarahan yang mengisi rongga korpus yang
terjadi setelah ovulasi. Terdapat 2 jenis kista luteal yakni kista granulosa
dan kista teka-lutein. Kista granulosa merupakan pembesaran non-
neoplastik ovarium, sedangkan kista teka-lutein merupakan kista yang
dapat disebabkan oleh luteinisasi dan hipertrofi lapisan sel teka interna
sebagai respon terhadap stimulasi yang berlebihan dari gonadotropin dan
hCG. Oleh karena itulah, kista teka-lutein sering dijumpai pada
perempuan dengan penyakit ovarium polikistik, mola hidatidosa,
koriokarsinoma, serta terapi hCG dan klomifen sitrat.

Kista Patologis
Kista patologis muncul melalui pertumbuhan berlebihan dari sel-sel yang
ada di dalam ovarium. Kista patologis ini dapat bersifat jinak atau ganas.
Kista patologis dapat muncul dari semua tipe sel dan jaringan ovarium.
Sel yang paling sering berkembang menjadi kista patologis yang bersifat
ganas adalah sel epitel permukaan (mesotelium) berupa kista
adenomakarsinoma epitel ovarium, sedangkan kista patologis yang
bersifat jinak dapat berupa kistadenoma serosa dan musinosa. Sel lain
yang dapat berkembang menjadi kista patologis adalah sel germinal yang
dapat membentuk kista dermoid (teratoma). Endometrioma adalah kista
yang berisi darah yang muncul dari endometrium ektopik. Endometrioma
ini berhubungan dengan endometriosis. Luteoma kehamilan dapat terjadi
ketika parenkim ovarium digantikan dengan proliferasi sel stroma
terluteinisasi yang mungkin menjadi aktif secara hormonal dengan
produksi androgen. Penyakit ovarium polikistik adalah kista yang
berhubungan dengan disfungsi hipotalamus.
Pathway
E. Data Penunjang
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat tumor
itu.

2. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor
kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam
rongga perut yang bebas dan yang tidak.

3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam
tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan
pemasukan bubur barium dalam colon disebut di atas.

4. Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab
asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
cavum peritonei dengan kista bila dinding kista tertusuk. (Wiknjosastro,
et.all, 1999)

F. Komplikasi
1. Beberapa ahli mencurigai kista ovarium bertanggung jawab atas
terjadinya kanker ovarium pada wanita diatas <0 tahun. mekanisme
terjadinya kanker masih belum jelas namun dianjurkan pada wanita
yang berusia diatas 40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi
diniterhadap kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
2. Faktor resiko lain yang dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral
terutama yang berfungsi menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu
bila seorang wanita usia subur menggunakan metode konstrasepsi ini
dan kemudian mengalami keluhan pada siklus menstruasi, lebih baik
segera melakukan pemeriksaan lengkap atas kemungkinan
terjadinya kanker ovarium

G. Penatalaksanaan

Mayoritas kista ovarium adalah kista fungsional, jinak, dan berukuran


kecil. Oleh karena itu, mayoritas kista ovarium tidak membutuhkan
penatalaksanaan dan akan menghilang dengan sendirinya.

Terapi pembedahan dipertimbangkan pada kista ovarium sederhana


yang lebih besar dari 5 cm (terutama jika simtomatis) dan kista ovarium
kompleks. Pendekatan bedah ini meliputi teknik insisional terbuka
(laparotomi) dan teknik invasif minimal (laparoskopi) dengan insisi kecil.
Kedua teknik tersebut memiliki tujuan yang sama:

1. Untuk mengkonfirmasi diagnosis kista ovarium


2. Untuk menilai apakah kista tampak ganas atau tidak
3. Untuk mengumpulkan cairan dari periotoneal untuk penilaian sitologis
4. Untuk mengangkat semua kista untuk analisis patologis (mungkin
juga dapat berarti mengangkat seluruh ovarium)
5. Untuk menilai ovarium di sisi lainnya dan organ abdomen lainnya
6. Untuk melakukan terapi pembedahan tambahan jika terdapat indikasi

Penggunaan teknik laparoskopi sudah sangat umum dilakukan.


Laparoskopi lebih dipilih dibandingkan laparotomi karena memiliki efek
samping yang lebih kecil dan waktu pemulihan yang cepat. Pada
mayoritas perempuan pascamenopause dengan kista ovarium,
ooforektomi bilateral dan histerektomi sering dilakukan karena
peningkatan insidensi kanker ovarium pada kelompok ini.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang
dikumpulkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar untuk tindakan
dan keputusan yang diambil pada tahap-tahap selanjutnya. Adapun
pengkajiannya meliputi :

1. Biodata meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab dan


identitas masuk.
2. Riwayat kesehatan, meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan
riwayat sosial ekonomi.
3. Status Obstetrikus, meliputi :
Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan
Riwayat persalinan
Riwayat KB
4. Pengkajian pasca operasi rutin, menurut (Ingram, Barbara, 1999)

Kaji tingkat kesadaran


Ukur tanda-tanda vital
Auskultasi bunyi nafas
Kaji turgor kulit
Pengkajian abdomen

Inspeksi ukuran dan kontur abdomen


Auskultasi bising usus
Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
Kaji status balutan

Kaji terhadap nyeri atau mual


Kaji status alat intrusive
Palpasi nadi pedalis secara bilateral
Evaluasi kembajinya reflek gag
Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan
lamanya waktu di bawah anestesi.
Kaji status psikologis pasien setelah operasi

5. Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (NB, HT,
SDP)
terapi : terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi maupun
peroral

B. Diagnosa Keperawatan Dan Fokus Intervensi

1. Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran


(Carpenito, 2001)

Tujuan : Tidak terjadi aspirasi yang berhubungan dengan penurunan


kesadaran.
Kriteria hasil : Tidak mengalami aspirasi, pasien dapat
mengungkapkan tindakan untuk menghindari aspirasi.

Intervensi :

. Pertahankan posisi baring miring jika tidak ada kontra indikasi karena
cidera.
Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak (jatuh kebelakang,
menyumbat jalan nafas).
Jaga bagian kepala tempat tidur tetap tinggi, jika tidak ada kontra
indikasi.
Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorok dengan tissu atau
penghisap dengan perlahan-lahan.
Kaji kembali dengan sering adanya obstruksi benda-benda dalam
mulut dan tenggorok.

2. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran (Carpenito,


1995)
Tujuan : Tidak terjadi injuri yang berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
Kriteria hasil : GCS normal (E4, V5, M6)

Intervensi :

Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar pengaman yang


terpasang.
Jauhkan benda-benda yang dapat melukai pasien dan anjurkan
keluarga untuk menemani pasien.

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi


pada abdomen (Long,1996)

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi


Kriteria hasil : skala nyeri 0, pasien mengungkapkan berkurangnya
rasa nyeri, tanda-tanda vital normal.

Intervensi :

Jelaskan penyebab nyeri pada pasien.


Kaji skala nyeri pasien.
Ajarkan tehnik distraksi selama nyeri.
Berikan individu kesempatan untuk istirahat yang cukup.
Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik
sesuai program dokter.
30 menit setclah pemberian obat pengurang rasa sakit, evaluasi
kembali efektifitasnya.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder


terhadap pembedahan (Carpenito, 1995)
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada
peningkatan leukosit).

Intervensi :

Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV


Gunakan tehnik antiseptik dalam merawat pasien
Isolasikan dan instruksikan individu dan keluarga untuk mencuci
tangan sebelum mendekati pasien
Tingkatkan asupan makanan yang bergizi
Berikan terapi antibiotik sesuai program dokter

4. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal


(Doenges, 2000)
Tujuan : Tidak terjadi konstipasi
Kriteria hasil : Peristaltik usus normal (5-35 kali per menit), pasien
akan menunjukkan pola climinasi biasanya.

Intervensi :

onitor peristaltik usus, karakteristik feses dan frekuensinya


Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah bila
pemasukan peroral dimulai.
Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan diri (mandi, makan, minum, bak,


bab berpakaian) berhubungan dengan keletihan pasca operatif dan
nyeri (Carpenito,2001)
Tujuan : Kebersihan diri pasien terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien dapat berpartisipasi secara fisik Imaupun verbal
dalam aktifitas pemenuhan kebutuhan dirinya

Intervensi :

Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaai tentang kurangnya


kemampuan perawatan diri dan berikan bantun dalam mernenuhi
kebutuhan pasien.
Berikan pujian alas kemampuan pasien dan mclibatkan keluarga
dalam perawatan pasien.

6. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges, 2000)


Tujuan : Pasien mengetahui tentang efek sawing dari operasinya.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan memahami tentang kondisinya.

Intervensi :
Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa
dating.
Diskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama masa
penyembuhan.
Diskusikan melakukan kembali aktifitas
Identifikasi keterbatasan individu
Kaji anjuran untuk memulai koitus seksual
Identifikasi kebutuhan diet
Dorong minum obat yang diberikan secara rutin
Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medis.
Daftar Pustaka
Amin HUda Nurarif, H. K. (2015). Nanda NIC-NOC Jilid1. Jogjakarta: MediAction.

Banu, S. (2020, 9 28). Kista. Januari, p. 1.

Diane C. Baughman, J. C. (2000). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Indonesia: EGC.

Khairani, d. (2020, agustus 10). alomedika. Retrieved from www.alomedika.com:


https://www.alomedika.com/

Nurin, F. (2020, april 29). Kista Ovarium. 2, p. 1.

Riawati. (2019, November 29). Retrieved from alomedika.com: https://www.alomedika.com

Anda mungkin juga menyukai