Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS KISTA OVARIUM


DI POLI OBGYN RSUD KANJURUHAN KABUPATEN MALANG

Oleh :
NANDA INDAH UTAMI
NIM : 1920045

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Dengan Kasus Kista Ovarium di Poli Obgyn RSUD


Kanjuruhan Kabupaten malang yang dilakukan oleh :
Nama : Nanda Indah Utami
NIM : 1920045
Prodi : Keperawatan Program Sarjana
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas studi klinik Program
Studi Sarjana Keperawatan yang dilaksanakan pada tanggal 22-26 Mei 2023 telah
disetujui dan di sahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Malang, 2023

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN KISTA OVARIUM

A. Definisi
Kistoma ovari merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang
besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan tumor ovarium
dijumpai yang paling sering adalah kista demoral, kista coklat atau kista
lutein, tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak
janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam
panggul (Nurarif & Kusuma, 2015).
Menurut Mumpuni dan Andang (2013) dalam (Supramawati, 2022),
menyebutkan bahwa kista ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti
balon yang berisi cairan, yang tumbuh di indung telur. Cairan ini biasa berupa
air, darah, nanah, atau cairan coklat kental seperti darah menstruasi. Kista
banyak terjadi pada wanita usia subur atau usia reproduksi. Kista ovarium
adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk seperti kantung yang bisa
tumbuh dimanapun dalam tubuh. Kantung ini bisa berisi zat gas, cair, atau
setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul.
B. Epidemiologi
Menurut Data WHO, didapatkan bahwa hampir semua negara maju di
Amerika Serikat, Austria, Inggris, Perancis, dan Rusi memiliki angka
kejadian kista ovarium yang tinggi, dengan rerata 10 kasus per 100.000
penduduk, kecuali Jepang dengan rerata hanya mencapai 6,3 per 100.000
penduduk. Sedangkan berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) pada tahun 2015, didapat bahwa angka kejadian kista
ovarium di Indonesia mencapai 37,2% dengan jumlah kasus 23.400 orang
dengan kematian mencapai 13.900 orang. Angka kematian ini didapatkan
karena sebagain besar kasus kista ovarium pada awalnya tidak menimbulkan
gejala dan menimbulkan ketidaknyamanan ketika terjadi metastasis, sehingga
mencapai stadium lanjut pada 60-70% pasien (Roswati, 2022).
C. Etiologi
Menurut Andang (2013) dalam (Roswati, 2022) Kista ovarium
disebabkan oleh pembentukan hormon di hipotalamus, kelenjar pituitari, dan
ovarium. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kista termasuk
akumulasi kelebihan lemak atau lemak kurang sehat yang mencegah
terjadinya zat lemak dipecah selama metabolisme, meningkatkan risiko
pertumbuhan kista, dan faktor gen. Sedangkan menurut Susianti (2017)
dalam (Roswati, 2022) penyebab kista ovarium belum diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor pendukung yang menyebabkan kista ovarium
antara lain:
1. Gangguan Hormon
Terlalu banyak atau meningkat hormon estrogen serta progesteron
dapat memicu kista ovarium. Menggunakan pil KB yang mengandung
estrogen dan progestin, yang dikenal sebagai pil KB atau alat kontrasepsi
dalam rahim (IUD), dapat mengurangi risiko Anda terkena kista ovarium.
2. Faktor Gen
Dalam tubuh manusia itu, terdapat gen yang dapat menyebabkan
kanker yang disebut protoonkogen. Gen protoonkogen merespons paparan
karsinogen (makanan, lingkungan, bahan kimia), paparan radiasi, dan
polusi sehingga dapat meningkatkan kemungkinan kejadian kanker dalam
tubuh.
3. Pengobatan Infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan mengkonsumsi obat kesuburan
dilakukan induksi ovulasi dengan gonadotropin. Gonadotropin terdiri dari
FSH dan LH dapat menjadi pemicu kista berkembang.
4. Hipotiroid
Hipotiroid merupakan kondisi dimana terjadi penurunan sekresi
hormon tiroid yang dapat menyebabkan kelenjar pituitari memproduksi
TSH (Thyroid Stimulating Hormone) lebih sehingga kadar TSH dapat
meningkat. TSH merupakan faktor yang memfasilitasi perkembangan kista
ovarium folikel.

5. Faktor Usia
Kista ovarium jinak terjadi pada wanita yang usia reproduksi.
Risiko terjadinya kista ovarium ganas lebih tinggi pada kelompok wanita
yang memasuki masa menopause 50-70 tahun. Ketika seorang Wanita
memasuki menopause, ovarium menjadi tidak aktif dan karena tingkat
aktivitas yang rendah pada wanita yang menopause maka kista akan
berkembang.
6. Faktor Lingkungan
Perubahan pola struktural dari masyarakat agraris kemasyarakat
industry telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan
gaya hidup, pola kelahiran dan sosial ekonomi, gaya hidup berubah yang
bisa mempengaruhi pola makan. Artinya, lemak tinggi dan rendah serat,
konsumsi alkohol, merokok, paparan kontaminasi asap rokok, stress dan
aktivitas ataupun berolahraga yang kurang dapat menyebabkan
perkembangan penyakit.
D. Klasifikasi
Menurut Nugroho (2015) dalam (Roswati, 2022), menyebutkan bahwa
klasifikasi kista ovarium sebagai berikut:
1. Tipe kista normal
Jenis Kista normal atau yang biasa disebut dengan kista fungsional.
Kista berasal dari sel telur dan korpus luteum, yang terjadi secara
bersamaan dengan siklus haid normal. Kista fungsional biasanya tumbuh
setiap bulan dan pecah selama pembuahan, melepaskan sel telur yang siap
dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional menjadi kista folikel
yang menghilang bersamaan dengan menstruasi. Kista fungsional meliputi:
kista folikel dan kista korpus luteum. Tidak mengganggu atau
menyebabkan gejala, yang hilang dengan sendirinya dalam 6- 8 minggu. 2)
2. Tipe kista abnormal
a. Kistadenoma
Kistadenoma adalah kista yang berasal dari luar ovarium.
Biasanya jinak, tetapi dapat menyebar dan menyebabkan rasa sakit
atau nyeri muncul.

b. Kista coklat (endometrioma)


Kista ini disebut kista coklat karena berisi timbunan darah yang
berwarna coklat hitam yang merupakan endometrium yang tidak pada
tempatnya.
c. Kista dermoid
Kista dermoid adalah kista yang berisi berbagai bagian tubuh,
seperti rambut, kuku, lemak, kulit, dan gigi. Kista dermoid dapat
ditemukan di kedua bagian ovarium. Kista dermoid ini kecil dan tidak
menimbulkan suatu gejala.
d. Kista endometriosis
Kista endometriotik adalah kista berkembang karena dari lapisan
rahim berada pada luar rahim. Kista biasanya berkembang setiap bulan
saat lapisan rahim tumbuh, menyebabkan rasa sakit yang parah,
terutama saat menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage
Kista hemoragik adalah kista fungsional dengan perdarahan
yang menyebabkan nyeri pada satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein
Kista lutein adalah jenis kista yang sering terjadi selama
kehamilan. Kista lutein sejati biasanya timbul dari hematoma luteal.
Ada dua jenis kista lutein, kista membran dan kista granular:
1) Kista theka lutein
Biasanya bilateral dan berisi cairan bening berwarna kuning
pucat. Kista ini sering hidup berdampingan dengan beberapa
ovarium, tahi lalat, koriokarsinoma, terapi hCG, dan klomifen
sitrat. Tidak menimbulkan banyak keluhan dari kista ini. Secara
umum, pembedahan untuk mengangkat kista tidak diperlukan
karena kista dapat sembuh dengan sendirinya setelah
menghilangkan tahi lalat, mengobati koriokarsinoma, dan
menghentikan stimulasi ovulasi dengan klomifen. Namun, jika
kista pecah dan ada perdarahan ke dalam rongga peritoneum,
tindakan laparotomi dapat dilakukan guna menyelamatkan pasien.
2) Kista granulosa lutein
Kista granulosa adalah hipertrofi ovarium non-neoplastik.
Setelah ovulasi, dinding sel galloth mengalami pembentukan
hormon luteinizing. Pada tahap selanjutnya dari angiogenesis baru,
darah terkumpul di tengah rongga, membentuk badan hemoragik.
Reabsorpsi darah ini menyebabkan pembentukan kista luteal. Kista
lutein yang persisten dapat menyebabkan nyeri lokal dan
ketegangan di dinding perut dengan amenore atau keterlambatan
menstruasi yang menyerupai karakteristik kehamilan ektopik. Kista
lutein juga dapat menyebabkan torsi ovarium, menyebabkan nyeri
hebat dan pendarahan.
g. Kista polikistik ovarium
Kista ovarium polikistik adalah kista yang berkembang karena
kista tidak terus pecah dan berovulasi. Kista polikistik ovarium terjadi
setiap bulan, Ovarium bisa membesar karena akumulasi kista. Kista
ovarium polikistik berkepanjangan dan wajib diangkat melalui
pembedahan untuk menghindari iritasi dan nyeri.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Yatim (2008) dalam (Supramawati, 2022), gejala kista
ovarium yang sering muncul diantaranya adalah:
1. Rasa nyeri di rongga panggul disertai rasa gatal.
2. Rasa nyeri sewaktu bersetubuh atau nyeri rongga panggul kalau tubuh
bergerak.
3. Rasa nyeri saat siklus menstruasi selesai, pendarahan menstruasi tidak
seperti biasa. Mungkin perdarahan lebih lama, lebih pendek atau tidak
keluar darah menstruasi pada siklus biasa, atau siklus menstruasi tidak
teratur.
4. Perut membesar.
Sedangkan gejala klinis kista ovarium menurut Nugroho (2014) dalam
(Supramawati, 2022) diantaranya adalah:
1. Pembesaran, tumor yang kecil mungkin diketahui saat melakukan
pemeriksaan rutin. Tumor dengan diameter sekitar 5 cm, dianggap belum
berbahaya kecuali bila dijumpai pada ibu yang menopause atau setelah
menopause. Besarnya tumor dapat menimbulkan gangguan berkemih dan
buang air besar terasa berat di bagian bawah perut, dan teraba tumor di
perut.
2. Gejala gangguan hormonal, indung telur merupakan sumber hormon
wanita yang paling utama sehingga bila terjadi pertumbuhan tumor dapat
mengganggu pengeluaran hormon. Gangguan hormon selalu berhubungan
dengan pola menstruasi yang menyebabkan gejala klinis berupa gangguan
pola menstruasi dan gejala karena tumor mengeluarkan hormon.
3. Gejala klinis karena komplikasi tumor. Gejala komplikasi tumor dapat
berbentuk infeksi kista ovarium dengan gejala demam, perut sakit, tegang
dan nyeri, penderita tampak sakit. Gejala klinis kista ovarium adalah nyeri
saat menstruasi, nyeri di perut bagian bawah, nyeri saat berhubungan
badan, siklus menstruasi tidak teratur, dan nyeri saat buang air kecil dan
besar. Gejalanya tidak menentu, terkadang hanya ketidaknyamanan pada
perut bagian bawah. Pasien akan merasa perutnya membesar dan
menimbulkan gejala perut terasa penuh dan sering sesak nafas karena perut
tertekan oleh besarnya kista.
F. Pathofisiologi
Menurut Prawirohardjo (2017) dalam (Roswati, 2022) fungsi ovarium
normal tergantung pada banyaknya hormon, dan gangguan hormonal yang
dapat mengganggu fungsi ovarium. Jika tubuh wanita tidak menghasilkan
jumlah hormon hipofisis yang dibutuhkan, ovarium tidak akan berfungsi
dengan baik.
Menurut Williams (2015) dalam (Roswati, 2022) kista ovarium yang
berkembang sebagai hasil proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista neoplastik yang berlebihan menyebabkan pertumbuhan
ovarium yang tidak terkendali, yang bisa jinak atau ganas. Neoplasma ganas
muncul dari semua jenis sel dan jaringan yang berbeda. Tumor ganas paling
sering disebabkan oleh epitel superfisial (mesothelium), dan sebagian besar
lesi sebagian kistik. Jenis kista jinak yang menyerupai keganasan tersebut
adalah kistadenoma serosa dan musinosa. Tumor ovarium ganas lainnya
dapat terdiri dari daerah kistik, jenis tumor granulomatosa pada tali kelamin.
Sel germinal primordial dan tumor sel germinal. Teratoma berasal dari tumor,
sel germinal yang mengandung unsur dari tiga lapisan germinal. Ektoderm,
endoderm dan mesoderm (Williams, 2015).

Sumber:(Safitri, 2018)
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Andang (2013) dalam (Roswati, 2022) kista ovarium tumor
berkembang terlepas dari apakah tumor itu jinak atau ganas. Pemeriksaan dan
analisis yang cermat terhadap gejala yang ditemukan dapat lebih meyakinkan
untuk menegakkan diagnosa. Berikut beberapa metode yang dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosa menurut Prawirohardjo (2014) dalam (Roswati,
2022) diantaranya adalah:
1. Laparoskopi
Laparoskopi adalah teknik untuk mengamati bagian perut dalam
tanpa prosedur bedah besar. Laparoskopi untuk menentukan apakah tumor
berasal dari ovarium dan untuk menentukan jenis tumor.
2. Ultrasonografi
Ultrasound (USG) adalah alat pemeriksaan yang menggunakan
gelombang ultrasonik (gelombang suara) yang dipancarkan dari sebuah
tranduser. Ultrasonografi menentukan lokasi perut, jenis tumor, batas
tumor, dan apakah cairan jernih.
3. Foto Rontgent
Rontgen adalah metode pemeriksaan yang menggunakan radiasi
elektromagnetik untuk membuat gambar tubuh. Pemeriksaan rontgen
untuk menentukan adanya hidrotoraks. Pada kista dermoid, tumor
memiliki gigi.
4. Pemeriksaan CA-125
Kadar CA-125 pada pasien dengan kista ovarium dapat meningkat selama
mengalami fase subur, meskipun tidak ada bukti keganasan. Namun, tahap
pengujian CA-125 biasanya dilakukan pada wanita yang berisiko
mengembangkan proses ganas. Nilai CA-125 yang khas adalah 0-35u/ml
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kista ovarium menurut Yatim (2008) dalam
(Supramawati, 2022) terbagi atas 2 metode, diantaranya ialah:
1. Terapi hormonal
Pengobatan dengan pemberian pil KB (gabungan estrogen-
progresteron) boleh ditambahkan obat anti androgen progesteron
cyproteron asetat yang akan mengurangi ukuran besar kista. Untuk
kemandulan dan tidak terjadinya ovulasi, diberikan klomiphen sitrat.
Juga bisa dilakukan pengobatan fisik pada ovarium, misalnya melakukan
diatermi dengan sinar laser.
2. Terapi pembedahan/operasi
Pengobatan dengan tindakan operasi kista ovarium perlu
mempertimbangkan beberapa kondisi antara lain, umur penderita, ukuran
kista, dan keluhan. Apabila kista kecil atau besarnya kurang dari 5 cm
dan pada pemeriksaan Ultrasonografi tidak terlihat tanda-tanda proses
keganasan, biasanya dilakukan operasi dengan laparoskopi dengan cara,
alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul dengan
melakukan sayatan kecil pada dinding perut. Apabila kista ukurannya
besar, biasanya dilakukan pengangkatan kista dengan laparatomi. Teknik
ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara laparatomi, kista bisa
diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan atau tidak. Bila
sudah dalam proses keganasan, dilakukan operasi sekalian mengangkat
ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar dan kelenjar limpe.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Sagita (2019) dalam (Agustina, 2020), pengkajian
keperawatan pada ibu post operasi SC terdiri atas berikut:
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan, status pernikahan, tanggal masuk rumah sakit,
nomor registrasi, dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada post operasi Sectio Caesarea biasanya adalah
nyeri dibagian abdomen akibat luka jahitan setelah operasi, pusing
dan sakit pinggang.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang
dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakuakannya operasi
Sectio Caesarea seperti kelainan letak bayi (letak sungsang dan
letak lintang), faktor plasenta (plasenta previa, solution plasenta,
plasenta accrete, vasa previa), kelainan tali pusat (prolapses tali
pusat, telilit tali pusat), bayi kembar (multiple pregnancy), pre
eklampsia, dan ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu
membuat rencana tindakan terhadap pasien. Riwayat pada saat
sebelum inpartus di dapatkan cairan yang keluar pervaginan secara
spontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat Sectio Caesarea
sebelumnya, panggul sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi
penyakit yang lain dapat juga mempengaruhi penyakit sekarang,
seperti danya penyakit Diabetes Melitus, jantung, hipertensi,
hepatitis, abortus dan penyakit kelamin.
3) Riwayat perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah
sejak usia berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status
pernikahan saat ini.
4) Riwayat obsterti
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong
persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin, jumlah anak,
apakah pernah abortus, dan keadaan nifas post operasi Sectio
Caesarea yang lalu.
5) Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan,
jenis kelamin anak, keadaan anak.
6) Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien
pernah ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat
keluhan dan masalah dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan
setelah masa nifas ini akan menggunakan alat kontrasepsi apa.
7) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung,
Hipertensi, TBC, Diabetes Melitus, penyakit kelamin, abortus
yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola aktifitas
Aktivitas klien terbatas, dibantu oleh orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya karena klien mudah letih. Klien hanya bisa
beraktifitas ringan seperti duduk di tempat tidur, atau menyusui.
2) Pola eliminasi
Klien dengan post partum biasanya sering mengalami susah
kencing akibat terjadinya odema dari trigono, akibatnya terjadi
inspeksi uretra sehingga menyebabkan konstibasi karena takut
untuk BAB.
3) Pola istirahat dan tidur
Klien pada masa nifas sering mengalami perubahan pola istirahat
dan tidur akibat adanya kehadiran bayi dan rasa nyeri pada bekas
jahitan.
4) Pola hubungan dan peran
Klien akan menjadi ibu dan istri yang baik untu anak dan
suaminya.
5) Pola penanggulangan stress
Klien merasa cemas karena tidak bisa mengurus bayinya sendiri.
6) Pola sensori kognitif
Klien merasakan nyeri pada perinium karena adanya luka jahitan
akibat sectio caesarea.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa dirinya tidak seindah sebelum hamil, semenjak
melahirkan klien mengalami perubahan pada konsep ideal dirinya.
8) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi perubahan seksual atau fungsi seksualitas akibat adanya
proses persalinan dan nyeri bekas jahitan luka sectio caesarea.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarah pada post partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernapasan meningkat, dan suhu tubuh menurun.
2) Kepala
a) Rambut
Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut,
dan apakah ada benjolan.
b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
karena proses persalinan yang mengalami perdarhan, sclera
kuning.

c) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
d) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
e) Mulut dan gigi
Mulut bersih/kotor, mukosa bibir kering/lembab
3) Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada/tidak pembesaran kelenjar tiroid.
4) Thorax
a) Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara,
areola hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu lancar
dan bayak.
b) Paru-paru
 Inspeksi, simetris/tidak kiri dan kanan, ada/tidak terlihat
pembengkakan
 Palpasi, ada/tidak nyeri tekan, ada/tidak teraba massa
 Perkusi, redup/sonor
 Auskultasi, suara nafas vesikuler/ronchi/wheezing
c) Jantung
 Inspeksi, ictus cordis terlihat/tidak
 Palpasi, ictus cordis teraba/tidak
 Perkusi redup/timpani
 Auskultasi bunyi jantung lup dup
5) Abdomen
a) Inspeksi, terdapat luka jahitan post op yang masih ditutupi
verban, adanya striegravidum
b) Palpasi, nyeri tekan pada luka, konsistensi uterus lembek/keras
c) Perkusi, redup
d) Auskultasi, bising usus
6) Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekonium yaitu feces yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
7) Ekstremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
pembesaran uterus, karena pre-eklampsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya adalah:
a. Nyeri akut
b. Nyeri kronis
c. Ansietas
d. Defisit nutrisi
e. Risiko konstipasi
f. Risiko infeksi
3. Intervensi Keperawatan
Di dalam intervensi ini nantinya akan terdapat luaran hasil yang
disesuaikan dengan kondisi klien dan rencana tindakan apa saja yang bisa
dilakukan. Luaran memuat tentang definis laran, ekspektasi konsis, dan
kriteraia hasil yang disesuaikan dengan kondisi klien. Sedangkan rencana
tindakan terdiri atas definisi rencana tindakan, tindakan, dan referensi.
Dalam tindakan rencana keperawatan terdapat 4 jenis tindakan yang bisa
dilakukan, diantaranya adalah observasi, terapeutik, edukasi, dan
kolaborasi. Luaran dan rencana tindakan yang akan diberikan kepada
klien harus disesuaikan dengan kondisi dan kemamuan klien.
4. Implementasi Keperawatan
Menurut Nursalam (2015) dalam (Agustina, 2020) Implementasi
keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi
pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan.
5. Evaluasi dan Dokumentasi
Menurut Nursalam (2015) dalam (Agustina, 2020), evaluasi
keperawatan terbagi atas 2 klasifikasi, diantaranya adalah:
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif juga disebut dengan evaluasi berjalan,
yangmana evaluasi ini dilakukan sampai tujuan tercapai.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatid juga disebut sebagai evaluasi akhir, dimana
dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP (Subjetif, Objektif,
Assesment, dan Planning).
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC (Jilid 2). Mediaction Jogja.
Roswati, A. R. (2022). Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kista Ovarium
Dengan Masalah Nyeri Akut Post Operasi Menggunakan Intervensi Terapi
Murottal Al-Qur’an Di RSUD Labuang Baji Makassar. In Repositori UIN
Alauddin Makassar. UIN Alauddin Makassar.
Safitri, U. (2018). Woc. SCRIBD.
https://www.scribd.com/document/382728091/13-WOC-docx
Supramawati, N. M. A. A. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Ny.P Dengan Post
Operasi Kista Ovarium Di Ruang Bougenvile 2 RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai