Anda di halaman 1dari 31

TUGAS

ANALISIS JURNAL METODE PICOT


Mata Kuliah Keperawatan Bencana
Dosen Pengampu : Bapak Ns. Zulfikar Muhammad, S.Kep., M.Kep

Oleh :
Nanda Indah Utami (1920045)
S1 T4 Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
2021/2022
Jurnal 1
a. Identitas jurnal

Judul penelitian : Upaya Perawat Dalam Fase Mitigasi Bencana Gunung


Kelud Berdasarkan ICN Framework
Nama penliti : Agus Khoirul Anam, Sri Winami, Astarina Winda
Jurnal : Jurnal Keperawaran Terapan
Volume : Volume.4, No. 2
Tahun publikasi : 2018
Tujuan penelitian : Untuk menggambarkan upaya perawat dalam fase
mitigasi bencana
Alamat URL : https://ojs.poltekkes-malang.ac.id/index.php/JKT/article/
download/261/113

b. Analisis PICOT

Population Populasi penelitian ini adalah perawat Kawasan Rawan


Bencana II, sebanyak 44 perawat
Intervention Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Peneliti
menggunakan instrument pengumpulan data menggunakan
kuesioner (angket) yang dibuat berdasarkan ICN Framework
(2009) yang sebelumnya telah dilakukan uji coba. Kuesioner
yang disediakan peneliti, kemudian skor yang didapatkan
dijumlahkan dan di prosentasekan.
Comparation -
Outcome Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya perawat dalam
fase mitigasi bencana Gunung Kelud berdasarkan ICN
Framework adalah 36,3% atau sebanyak 16 perawat Baik.
Pelaksanaan upaya perawat dalam fase mitigasi bencana pada
penelitian ini baik dalam hal upaya pengurangan risiko dan
pencegahan penyakit. Berkategori cukup 34,1% atau sebanyak
15 perawat melalui upaya promosi kesehatan, serta perawat
kurang melakukan upaya pengembangan kebijakan dan
perencanaan sebanyak 29,6% (13 perawat). Hal ini dapat
dikatakan bahwa upaya ternyata dipengaruhi pengetahuan dan
pengalaman. Semakin banyak pengalaman dalam mitigasi
bencana maka pengetahuan seseorang dalam hal mitigasi
bencana akan semakin baik.
Time Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei tahun 2017

Jurnal 2
a. Identitas jurnal

Judul penelitian : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan


Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Alam Tanah
Longsor
Nama penliti : Putra Agina Widyaswara, Podo Yuwono
Jurnal : Jurnal The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang
Volume : Volume 2
Tahun publikasi : 2017
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat
tentang mitigasi bencana alam tanah longsor
Alamat URL : http://journal.unimma.ac.id/index.php/urecol/article/dow
nload/1549/761/

b. Analisis PICOT

Population Populasi penelitian ini adalah Warga Desa Sampang RT 3 RW 1


sebanyak 48.
Intervention Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik
observasional. Adapun proses identifikasi dilakukan kepada
warga yang terkena dampak langsung bencana tanah longsor di
desa sampang kecamatan sempor kabupaten kebumen.
Comparation -
Outcome Hasil penelitian dapat disimpulkan bawhwa umur responden
sebagian besar berada pada 26-35 tahun, jenis kelamin lebih
banyak perempuan, pendidikan sebagian besar lulus SMP,
pekerjaan sebagian besar petani, tingkat pengetahuan warga
masyarakat tentang mitigasi bencana alam tanah longsor di Desa
Sampang dalam kategori baik dan umur merupakan faktor
paling dominan yang memiliki pengaruh terhadap tingkat
pengetahuan warga masyarakat tentang mitigasi bencana alam
tanah longsor di Desa Sampang Kecamatan Sempor Kabupaten
Kebumen.
Time Penelitian ini di lakukan pada bukan Juli tahun 2017

Jurnal 3
a. Identitas jurnal

Judul penelitian : The Community Participation in Disaster Mitigation to


Managing The Impact of Natural Disasters in Indonesia
Nama penliti : Joko Pramono, Dora kusumastuti, Maya Sekarwangi,
Achmad Choerudin
Jurnal : Journal of Talent Development & Excellence
Volume : Volume.12, No. 2s
Tahun publikasi : 2020
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat
dalam menjalankan fungsi mitigasi bencana, dan
mengetahui kendala yang dihadapi anggota lindungan
masyarakat dalam menjalankan fungsi mitigasi bencana
alam
Alamat URL : http://sirisma.unisri.ac.id/berkas/76957-Article%20Text-
1691-1-10-20200601%20(1).pdf

b. Analisis PICOT

Population Populasi penelitian ini adalah masyarakat dan pejabat


pemerintah yang menangani bencana
Intervention Penelitian ini menggunakan data primer berupa observasi dan
wawancara, serta kuesioner dari partisipan masyarakat yang
tergabung dalam perlindungan masyarakat, pejabat pemerintah
yang menangani bencana.
Comparation -
Outcome Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat dapat
berpartisipasi aktif sebagai anggota unit perlindungan
masyarakat melakukan mitigasi bencana sejak sebelum bencana
terjadi, dan pada saat terjadinya bencana. Karena keterbatasan
sumber daya manusia dan sarana prasarana anggota lindungan
masyarakat dan sesuai dengan tugas anggota lindungan
masyarakat hanya sebagai pendamping yang menjalankan fungsi
mitigasi bencana, maka peran masyarakat berpartisipasi dalam
anggota lindungan masyarakat perlu dukungan dari pemerintah
yang mempunyai tugas pokok melaksanakan fungsi mitigasi
bencana.
Time Penelitian ini dilakukan saat terjadi bencana di Indonesia pada
tahun 2018-2019

KESIMPULAN :

Didapatkan hasil dari analisis 3 jurnal masyarakat perlu untuk mengetahui tentang
mitigasi bencana dan cara melakukan mitigasi bencana, sehingga pemerintah berupaya
mengajarkan kepada masyarakat tentang mitigasi bencana. Dan setelah dilakukan
penelitian masyarakat mampu memahami tentang mitigasi bencana dengan baik.
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 84 - 92

UPAYA PERAWAT DALAM FASE MITIGASI BENCANA


GUNUNG KELUD BERDASARKAN ICN FRAMEWORK

Agus Khoirul Anam1, Sri Winarni1 , Astarina Winda1


¹Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Malang
Aguskhoirulanam@gmail.com

(The effort of nurse in disaster mitigation phase


on Kelud Mountain base on ICN Framework )

Abstract : The role of nurse as health workers have the appropriate skills in disaster cycles,
espescially on mitigation stage. Thus, nurses having preparedness and alertness of the
vulnerable children population that may be have high risk for disasters. The object of the
research described effort of nurse in disaster mitigation of kelud mountain based on ICN
Frame work. The research method is descriptive. The population research are disaster nurses
prone area II , as many as 44 nurse sample taken using total sampling method . The data
collection use questionnaire .The research results show efforts both namely 36,3 % (16)
nurses .An effort to nurse good aimed at risk reduction efforts and a nurse in the prevention of
disease while efforts to nurse enough on the promotion of health and made an effort and
lacking in policy development and planning .It is affected because a large proportion of
nurses had once followed disaster emergency response .Recommendations for nurses increase
capacity and disaster management capacity.

Key word : the effort, Nurses, Mitigation, Disaster, ICN Framework

Abstrak :Peran perawat sebagai tenaga kesehatan mempunyai keahlian dalam siklus
kebencanaan salah satunya pada tahap mitigasi bencana. Dengan demikian, perawat memiliki
kesiagaan dari populasi rentan di masyarakat yang mungkin berisiko tinggi terhadap bencana.
Tujuan penelitian menggambarkan upaya perawat dalam fase mitigasi bencana Gunung Kelud
berdasarkan ICN Framewok. Metode penelitian menggunakan rancangan deskriptif. Populasi
penelitian perawat Kawasan Rawan Bencana II, sampel sebanyak 44 perawat diambil
menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dengan kuesioner. Hasil penelitian
menunjukkan upaya baik yaitu 36,3% 16 perawat. Upaya perawat baik ditujukan pada upaya
perawat dalam pengurangan risiko dan pencegahan penyakit sedangkan upaya perawat cukup
pada promosi kesehatan dan melakukan upaya kurang pada pengembangan kebijakan dan
perencanaan. Hal ini dipengaruhi karena sebagian besar perawat pernah mengikuti tanggap
darurat bencana. Rekomendasi untuk perawat meningkatkan kapasitas dalam managemen
bencana.

Kata Kunci: Upaya, Perawat, Mitigasi, Bencana, ICN Framework

84
Agus Khoirul Anam, Upaya Perawat Dalam Fase Mitigasi Bencana...

PENGANTAR bencana bersifat preventif yaitu


Indonesia adalah salah satu Negara di kemampuan yang diperlukan untuk
dunia ini yang sangat rawan bencana. menghindari dan mencegah bencana, serta
Hampir semua jenis bencana bisa terjadi di untuk mengurangi dampak dari bencana
Indonesia. Bencana alam maupun buatan seperti pencegahan, mitigasi dan
manusia bahkan terorisme pernah dialami kesiapsiagaan meliputi peringatan dini dan
di Indonesia. Hal ini disebabkan letak dan perencanaan (APHN, 2007).
kondisi geografisnya, serta keadaan psiko- Pencegahan/mitigasi adalah proses yang
sosio-kultural masyarakatnya (Depkes, dirancang untuk mencegah atau
2009). Sejak bulan Januari hingga Juli meminimalkan risiko yang terkait dengan
2014 jumlah bencana yang terjadi di bencana. Dalam fase pencegahan/mitigasi
Indonesia adalah 916 kejadian. Jumlah ini terbagi menjadi 2 meliputi tindakan
meliputi 8 jenis kejadian bencana yaitu struktural dan non struktural. Tindakan non
banjir, tanah longsor, putting beliung, struktural terdiri dari pengurangan risiko
gelombang pasang/ abrasi, kebakaran bencana, pencegahan penyakit dan
lahan dan hutan, gempa bumi, letusan promosi kesehatan. Tindakan struktural
gunung api, serta banjir yang disertai tanah meliputi kebijakan pemerintah dan
longsor (BNPB, 2014). perencanaan (International Council
Salah satu wilayah rawan bencana di Nursing, 2009)
daerah Jawa Timur adalah Kabupaten Dalam kejadian bencana alam, fasilitas
Blitar. Aktivitas terakhir terjadi pada tahun kritis termasuk pusat kesehatan
2007 diawali dengan peningkatan aktivitas masyarakat harus mampu melindungi
kegempaan dan diakhiri dengan masyarakat dan korban bencana, terutama
munculnya kubah lava di tengah danau pada saat tanggap darurat bencana.
kawah dengan volume kubah sebesar 16,2 Fasilitas kritis tersebut adalah puskesmas
juta m3 pada tanggal 3-4 November 2007. yang merupakan suatu kesatuan organisasi
Sebelum dinyatakan meletus, ancaman kesehatan fungsional sebagai pusat
terbesar bagi warga Kabupaten Blitar pengembangan kesehatan masyarakat,
adalah lahar, sebab dari 9 jalur pembina peran serta masyarakat, pemberi
pembuangan lahar Gunung Kelud, 7 pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
diantaranya melewati Blitar. Wilayah kepada masyarakat di wilayah kerjanya
terdampak letusan Gunung Kelud di dalam bentuk kegiatan pokok yang
Kabupaten Blitar sebanyak empat meliputi upaya pencegahan terjadinya
kecamatan, yaitu Kecamatan Ponggok, kasus gawat darurat bencana (Ditjen
Kecamatan Nglegok, Kecamatan garum, Binkesmas Depkes, 2005).
dan Kecamatan Gandusari yang masuk Perawat sebagai lini depan pada suatu
dalam Kawasan Rawan Bencana II (KRB pelayanan kesehatan mempunyai tanggung
II). Terdapat 16 desa yang terdampak jawab dan peran yang besar dalam
secara langsung dalam radius 5-10 km dari penanganan pasien gawat darurat sehari-
puncak yang dihuni lebih dari 115 hari maupun saat terjadi bencana. Perawat
penduduk (BPBD,2014). Selain itu warga memiliki keterampilan yang unik dan
Blitar juga mewaspadai ancaman debu kemampuan menghubungkan sistem yang
vulkanik (Nugroho dalam Illus, 2015). penting dalam rangkaian bencana seperti
Menurut Hodgetts & Jones dalam Siti penyakit, investigasi kesehatan, penilaian
(2002), mengatakan bahwa faktor yang kebutuhan cepat, pendidikan kesehatan,
mendukung keberhasilan dalam pengorganisasian masyarakat,
pengelolaan bencana adalah manajemen penjangkauan dan rujukan. Peran perawat
bencana. Penanggulangan bencana adalah sebagai tenaga kesehatan mempunyai
serangkaian upaya komprehentif dalam keahlian dalam siklus kebencanaan salah
pra-bencana, saat bencana dan pasca satunya pada tahap pencegahan/mitigasi
bencana. Kegiatan dalam Pra bencana bencana yang tebagi menjadi yaitu
ditunjukkan untuk mengurangi resiko pengurangan risiko, pencegahan penyakit
85 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 84 - 92

dan promosi kesehatan. Dengan demikian, peristiwa penting yang terjadi pada masa
perawat memiliki kesiagaan dari populasi kini (Nursalam, 2011:80). Penelitian ini
rentan di masyarakat dan masyarakat yang bertujuan menggambarkan Upaya Perawat
mungkin berisiko tinggi terhadap bencana dalam Fase Mitigasi Bencana Gunung
(International Council Nursing, 2009). Kelud Berdasarkan ICN Framework.
Menurut Anam (2013) berdasarkan Populasi dalam penelitian ini adalah
hasil penelitiannya “Faktor-Faktor Yang semua perawat puskesmas yang berada di
Mempengaruhi Kesiapsiagaan Perawat kawasan rawan bencana II Gunung Kelud
Dalam Penanggulangan Bencana Gunung yang diambil dari bulan Mei tahun 2017
Kelud Kabupaten Blitar” didapatkan sebanyak 44 perawat. Besar sampel dalam
bahwa kesiapsiagaan perawat dalam penelitian ini adalah perawat puskesmas
penanggulangan bencana Gunung Kelud yang berada di kawasan rawan bencana II
masih kurang. Prosentase yang pasti Gunung Kelud menggunakan total
mengenai jumlah perawat yang terlibat sampling atau sampling jenuh.
dalam manajemen bencana di masyarakat Peneliti menggunakan instrument
belum diketahui secara pasti. Sampai saat pengumpulan data menggunakan kuesioner
ini kebutuhan tenaga perawat untuk (angket) yang dibuat berdasarkan ICN
menangani korban bencana di masyarakat Framework (2009) yang sebelumnya telah
merupakan kebutuhan terbesar yaitu dilakukan uji coba. Kuesioner yang
sebanyak 33% dari seluruh tenaga disediakan peneliti, kemudian skor yang
kesehatan yang terlibat ( Farida, 2010). didapatkan dijumlahkan dan di
Berdasarkan studi pendahuluan yang prosentasekan.(Sutomo, 2011:53) :
dilakukan pada tanggal 17 November 2016
di Puskesmas Gandusari dengan tekhnik HASIL PENELITIAN
wawancara pada 6 perawat didapatkan Karakteristik responden
hasil 2 perawat mengatakan sudah Penelitian dilaksanakan di di Puskesmas
berupaya dalam penanggulangan bencana yang masuk dalam Kawasan Rawan
yaitu dengan mengikuti workshop Rapid Bencana II (KRB II) Gunung Kelud yaitu
Health Assesment (RHA) dan mengikuti Puskesmas Gandusari, Puskesmas Garum,
pelatihan seperti evakuasi korban banjir, Puskesmas Nglegok dan Puskesmas
sedangkan 4 lainnya mengatakan hanya Ponggok. Data karakteristik responden
mengikuti pelatihan PPGD dan BCLS terdiri dari karakteristik berdasarkan umur,
sebagai syarat dalam memperpanjang surat jabatan, pendidikan, lama kerja perawat,
ijin perawat (SIP). Dalam penanggulangan pelatihan yang pernah diikuti,
mitigasi bencana dua perawat mengatakan penyelenggara pelatihan yang pernah
mengetahui peran perawat dalam diikuti perawat, dan pernah mengikuti
penanggulangan mitigasi bencana yaitu tanggap bencana.
meliputi akomodasi dan logistik sesuai
dengan workshop yang pernah diikutinya.
Sedangkan empat perawat lainnya kurang
mengetahui apa saja tentang mitigasi
bencana Gunung Kelud.
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin
mengetahui “Upaya Perawat dalam Fase
Mitigasi Bencana Berdasarkan ICN
Framework”.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 86
Agus Khoirul Anam, Upaya Perawat Dalam Fase Mitigasi Bencana...

Gambar 1 Distribusi upaya perawat dalam fase fase mitigasi bencana Gunung Kelud
mitigasi bencana Gunung Kelud berdasarkan berkategori kurang pada pengembangan
parameter ICN Framework kebijakan dan perencanaan sebanyak 30
perawat, sebanyak 4 perawat berkategori
Hasil penelitian menunjukkan sebagian cukup pada pengembangan kebijakan dan
perawat 40,90% (18 perawat) berumur 36- perencanaan 10 perawat berkategori baik
45 tahun, seluruhnya 100% (44 perawat) pada pengembangan kebijakan dan
perawat pelaksana, sebagian besar 75,00% perencanaan.
(33 perawat) berpendidikan D3
Keperawatan, sebagian perawat 45,50%
(20 perawat) lama bekerja 1-10 tahun,
sebagian perawat 56,80% ( 25 perawat) PEMBAHASAN
belum pernah mengikuti pelatihan Berdasarkan hasil penelitian upaya
bencana, sebagian perawat 56,80% ( 25 perawat dalam fase mitigasi bencana
perawat)belum pernah mengikuti pelatihan Gunung Kelud berdasarkan ICN
bencana, dan sebagian besar perawat (31 Framework berkategori baik yaitu 36,3 %
perawat) pernah mengikuti tanggap darurat (16 perawat), berkategori cukup 34,1% (15
bencana Gunung Kelud. perawat), dan berkategori kurang 29,6%
(13 perawat).
Upaya perawat dalam fase mitigasi Perawat sebagai lini depan pada suatu
bencana Gunung Kelud berdasarkan pelayanan kesehatan mempunyai tanggung
ICN Framework jawab dan peran yang besar dalam
penanganan pasien gawat darurat sehari-
Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan hari maupun saat terjadi bencana. Peran
bahwa upaya perawat dalam fase mitigasi perawat sebagai tenaga kesehatan
bencana Gunung Kelud berdasarkan ICN mempunyai keahlian dalam siklus
Framework berkategori baik yaitu 36,3 % kebencanaan salah satunya pada tahap
(16 perawat), berkategori cukup 34,1% (15 pencegahan/mitigasi bencana yang terbagi
perawat), dan berkategori kurang 29,6% menjadi yaitu pengurangan risiko,
(13 perawat). pencegahan penyakit dan promosi
kesehatan serta pengembangan kebijakan
dan perencanaan. Dengan demikian,
Tabel 1 Distribusi upaya perawat dalam perawat memiliki kesiagaan dari populasi
fase mitigasi bencana Gunung Kelud rentan di masyarakat dan masyarakat yang
berdasarkan ICN Framework mungkin berisiko tinggi terhadap bencana
(International Council Nursing, 2009).
Tingkat Prosentase
Frekuensi Upaya Perawat dalam Fase Mitigasi
upaya (%)
Bencana Gunung Kelud berdasarkan
Baik 16 36,3 % ICN Framework Kategori Baik
Dari hasil penelitian tentang upaya
Cukup 15 34,1% perawat dalam fase mitigasi bencana
Kurang 13 29,6% Gunung Kelud dengan prosentase baik
36,3% (16 perawat). Hal itu karena
Jumlah 44 100% perawat telah melakukan upaya mitigasi
bencana diantaranya pengurangan risiko
Upaya perawat dalam fase mitigasi dan pencegahan penyakit sebanyak 53%
bencana Gunung Kelud berdasarkan (23 perawat). Hal ini dibuktikan dengan
parameter ICN Framework dibentuknya team gerak cepat perawat.
Berdasarkan gambar 1 dapat Perawat bekerja dengan tenaga kesehatan
disimpulkan bahwa upaya perawat dalam lainnya untuk menentukan risiko penyakit,
kolaborasi pada rencana pengembangan
87 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 84 - 92

untuk mengurangi kerentanan risiko yang berdasarkan ICN Framework berkategori


diidentifikasi dalam survey pengembangan cukup 34,1% (15 perawat). Hal itu karena
lingkungan (International Council Nursing, perawat telah melakukan upaya mitigasi
2009). Menurut opini peneliti, partisipasi bencana melalui upaya promosi kesehatan
dalam mengidentifikasi risiko penyakit sebanyak 50% (22 perawat). Promosi
dapat mengurangi risiko potensial, karena kesehatan merupakan proses
pengetahuan perawat terhadap masyarakat pemberdayaan atau memandirikan
dan bidang kerentanan merupakan peran masyarakat agar dapat memelihara dan
perawat. meningkatkan kesehatannya (Ottawa
Selain itu menurut peneliti, upaya Charter, 1986). Proses pemberdayaan atau
perawat baik dikarenakan perawat pernah memandirikan masyarakat tidak hanya
mengalami bencana letusan gunung api terbatas pada kegiatan pemberian
sehingga mereka sudah paham apa yang informasi (seperti kegiatan penyuluhan,
harus mereka lakukan apabila sewaktu- KIE dan pendidikan kesehatan), tetapi juga
sewaktu terjadi bencana gunung meletus menyangkut penggalangan berbagai
terbukti dengan sebanyak 70,50% (31 dukungan di masyarakat (Maulana, 2009).
perawat) pernah menjadi team bencana Peneliti berpendapat, dengan terwujudnya
Gunung Kelud. Menurut Nurrobikha pemberdayaan masyarakat melalui
(2015), perilaku manusia merupakan hasil promosi kesehatan dapat mempermudah
dari segala macam pengalaman serta perawat dalam melakukan pengurangan
interaksi manusia dengan lingkungan yang risiko bencana. Hal ini dikarenakan
terwujud dalam sikap dan tindakan yang masyarakat menjadi mandiri dan mengerti
bersifat holistik. Menurut opini peneliti apa yang harus dilakukannya apabila
bahwa pengalaman merupakan guru terjadi bencana.
terbaik untuk melakukan suatu perilaku Selain itu, upaya perawat dalam fase
yang diaplikasikan dengan upaya atau mitigasi bencana dapat dipengaruhi oleh
tindakan. Semakin banyak pengalaman beberapa faktor salah satunya pendidikan
seseorang maka pengetahuan seseorang yang dibuktikan dari hasil penelitian
akan semakin tinggi pula dan pengetahuan dengan mayoritas pendidikan D3
tersebut adalah salah satu komponen dari keperawatan melakukan upaya baik
suatu upaya. sebanyak 27,3% (12 perawat), upaya
Faktor lain yang mempengaruhi cukup 22,7% (10 perawat), upaya kurang
perawat dalam fase mitigasi bencana yaitu 25,0 % (11 perawat). Ini sesuai dengan
dengan lama bekerja 11-20 tahun pendapat Dr Minami (2007) menyatakan
melakukan upaya mitigasi bencana sangat penting bahwa perawat dididik di
Gunung Kelud yang baik sebanyak 22,7% semua tingkat sehubungan dengan
(10 perawat), upaya cukup 11,4% (5 bencana. Kompetensi mencerminkan
perawat) dan upaya kurang sebanyak 6,8% pengetahuan, pemahaman, dan penilaian
(3 perawat). Menurut Kamus Besar Bahasa berbagai keterampilan kognitif, teknik atau
Indonesia (Depdikbud, 1995) masa kerja psikomotor dan sikap pribadi (Alexander,
adalah jangka waktu orang sudah bekerja 2003).
dari pertama mulai hingga sekarang masih Kurangnya kompetensi bencana dalam
bekerja. Peneliti berpendapat semakin pendidikan menentukan tenaga kerja
lama masa bekerja semakin baik pula dengan minim kompetensi. Akibatnya,
pengetahuan dan pengalamannya. banyak perawat tidak memandang tanggap
bencana sebagai prioritas atau kurang
Upaya Perawat dalam Fase Mitigasi percaya diri untuk merespon bila
Bencana Gunung Kelud berdasarkan diperlukan. Sebagai contoh, 70% perawat
ICN Framework Kategori Cukup sekolah di tiga wilayah Ohio Timur Laut,
Berdasarkan hasil penelitian dari Amerika Serikat, menanggapi survei
gambaran upaya perawat dalam fase tentang pendidikan bencana mereka
mitigasi bencana Gunung Kelud memerlukan pendidikan tambahan terkait
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 88
Agus Khoirul Anam, Upaya Perawat Dalam Fase Mitigasi Bencana...

dengan tanggap darurat agar dapat pelatihan kurang yaitu 34,1% (15 perawat).
merespons secara efektif (Mosca, Sweeney Menurut Koichiro Matsura (2005),
dan Brenner , 2005). Direktur Jenderal UNESCO mengatakan,
Menurut Mubarak (2007), semakin mengantisipasi, mendidik atau melatih dan
tinggi pendidikan seseorang makin mudah menginformasikan adalah kunci untuk
pula bagi mereka untuk menerima mengurangi efek mematikan dari bencana
informasi dan makin banyak pula yang alam. Unsur ketidaksiapan bencana,
dimiliki. Peneliti berpendapat bahwa termasuk untuk mencegah,
tingkat pendidikan akan mempengaruhi mempersiapkan, merespons, dan
seseorang dalam berperan, dimana memulihkan ditemukan pada bencana-
semakin tinggi pendidikan seseorang maka bencana sebelumnya. Kesiapan lain yang
semakin bertambah pula pengetahuan dan harus dimiliki oleh perawat adalah
wawasan yang ia miliki. Semakin luas peningkatan kompetensi baik melalui
pengetahuan dan wawasan yang dimiliki pelatihan-pelatihan seperti managemen
oleh seseorang tersebut maka dapat bencana, adanya petunjuk teknis, sarana
semakin baik pula peran yang dijalankan. dan prasarana serta pengalaman perawat
Sebaliknya, semakin rendah tingkat itu sendiri dalam menangani masalah
pendidikan dan pengetahuan semakin bencana (Arbon, 2006). Menurut peneliti
kurang juga peran yang dilakukannya. dengan mengikuti pelatihan dapat
membantu perawat untuk kreatif dalam
Upaya Perawat dalam Fase Mitigasi memilih alternatif respon bencana
Bencana Gunung Kelud sehingga dapat mempersiapkan lebih baik
berdasarkanICN Framework Kategori untuk bencana yang sesungguhnnya.
Kurang
Berdasarkan hasil penelitian upaya KESIMPULAN DAN SARAN
perawat dalam fase mitigasi bencana A. Kesimpulan
Gunung Kelud berkategori kurang pada Berdasarkan hasil penelitian dapat
pengembangan kebijakan dan perencanaan disimpulkan bahwa upaya perawat dalam
sebanyak 75% (30 perawat). Menurut fase mitigasi bencana Gunung Kelud
Bella (2011) menyatakan bahwa berdasarkan ICN Framework adalah 36,3%
perencanaan yang jelas dan keterlibatan atau sebanyak 16 perawat Baik.
perawat sebagai tim penanggulangan Pelaksanaan upaya perawat dalam fase
bencana merupakan suatu bentuk kerja mitigasi bencana pada penelitian ini baik
sama yang baik untuk membantu dalam dalam hal upaya pengurangan risiko dan
penanggulangan bencana. Menurut peneliti pencegahan penyakit. Berkategori cukup
dengan terlibatnya perawat dalam tim 34,1% atau sebanyak 15 perawat melalui
penanggulangan bencana, perawat lebih upaya promosi kesehatan, serta perawat
memahami cara melakukan pertolongan kurang melakukan upaya pengembangan
pertama atau bagaimana cara untuk kebijakan dan perencanaan sebanyak
penanggulangan bencana. Selain itu 29,6% (13 perawat). Hal ini dapat
dengan adanya pengembangan kebijakan dikatakan bahwa upaya ternyata
dan perencaan terkait dengan bencana dipengaruhi pengetahuan dan pengalaman.
dapat menimbulkan rencana yang lebih Semakin banyak pengalaman dalam
terorganisir. Perencanaan tersebut dapat mitigasi bencana maka pengetahuan
diwujudkan dengan adanya koordinasi baik seseorang dalam hal mitigasi bencana akan
lintas program, lintas sektor maupun antar semakin baik.
wilayah.
Hasil penelitian tentang upaya perawat B. Saran
dalam fase mitigasi bencana Gunung Sesuai dengan kesimpulan yang telah
Kelud berkategori kurang 29,6% (13 dikemukakan, peneliti ingin memberikan
perawat). Hal ini dibuktikan dari hasil data beberapa saran sebagai berikut:
diketahui upaya dalam mengikuti 1) Bagi peneliti selanjutnya
89 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 84 - 92

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa


dapat melakukan penelitian lebih lanjut Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
yang berkaitan dengan upaya lain yang Direktorat Mitigasi, Lakhar Bakornas PB.
lebih baik dalam mitigasi bencana. 2007. Pengenalan Karakteristik
2) Bagi UPTD Kesehatan Kabupaten Bencana dan Upaya Mitigasi di
Blitar Indonesia, Edisi II. Jakarta Pusat
Hasil Penelitian ini bagi UPTD
Kesehatan Kabupaten Blitar di KRB II Efendi, F dan Makhfudi. 2009.
dapat dipertahankan serta dilibatkan dalam Keperawatan Kesehatan Komunitas:
membuat perencanaan mitigasi bencana Teori dan Praktik dalam
yang berkaitan dengan pengembangan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba
kebijakan. Memberikan kesempatan Medika
kepada perawat untuk meningkatkan Gunadie, N. I. 2010. Penelitian Kualitatif
kapasitas diri dalam mitigasi bencana. dan Kuantitaatif untuk Ilmu-Ilmu
3) Bagi Lembaga Lain (BPBD, PMI, dan Sosial. Jakarta: FISIP UI.
Lembaga Sosial)
Memberikan sosialisasi atau pelatihan Hidayat, A. A. 2008. Riset Keperawatan
terkait mitigasi bencana khususnya dan Teknik Penulisan Ilmiah.
pengembangan kebijakan dan perencanaan Jakarta: Salemba Medika.
yang berkaitan dengan kesiapan dan Hodgetts T.J., Jones K.M. 2002. Major
tanggap bencana. Incident Medical Management and
Support, 2nd ed., BMJ Books:
London.
DAFTAR PUSTAKA
Hutahaean, S. 2010. Konsep dan
Dokumentasi Proses Keperawatan.
APHN. 2007. The Role of the Public Jakarta: Trans Info Media.
Health Nurse In Disaster
Preparedness, Response, and Indonesia, Kementerian Kesehatan. 2015.
Recovery. Bahan Ajar Keperawatan
Kebencanaan.
Anam, Agus (2013). Kesiapan Perawat
Dalam Managemen Bencana dan Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2007. Promosi
Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses
Kesiapan Perawat Dalam Belajar Mengajar dalam Pendidikan.
Penanggulangan Bencana Gunung Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kelud di Kabupaten Blitar. Notoadmodjo, S. 2007. Kesehatan
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta :
suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
PT.Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian
Bakornas PB. 2007. Pengenalan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Karakteristik Bencana dan Upaya Notoatmojo. 2003. Pendidikan dan
Mitigasinya di Indonesia. Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Bella. M. 2011. The Role, Preparedness Cipta
and Management Of Nursing During Nurrobikha. 2015. Buku Ajar Konsep
Disaster. International Scientific Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish.
Jurnal 269-294.
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan
BNPB. 2013. Indeks Rawan Bencana Metode Penelitian Ilmu
Indonesia Keperawatan. Jakarta: Salemba
BPBD. 2007. Penataan Ruang Kawasan Medika.
Gunung Api
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 90
Agus Khoirul Anam, Upaya Perawat Dalam Fase Mitigasi Bencana...

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian


Ilmu Keperawatan Pendekatan
Praktis Edisi 3. Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan Praktis Edisi 3.
Jakarta: Salemba Medika
Pusparini, Yunastiti. 2014. Peran
Pemerintah Daerah Terhadap
Penanggulangan Korban Bencana
Alam Gunung Kelud Di Kecamatan
Nglegok Kabupaten Blitar. Fakultas
Ekonomi Jurusan Akutansi
Universitas Negeri Surabaya.
Puturuhu, F. 2015. Mitigasi Bencana dan
Penginderaan Jauh. Yogyakarta:
2015,
Setiadi. 2007. Konsep&Penulisan Riset
Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sudarma. 2009. Sosiologi Untuk
Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Sutomo, A. H., dkk. 2011. Teknik
Menyusun KTI-Skripsi-Tesis-Tulisan
Ilmiah dalam Jurnal Bidang
Kebidanan, Keperawatan dan
Kesehatn. Jakarta: Fitramaya.
WHO dan ICN. 2009. ICN Framework of
Disaster Nursing Competencies.

91 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 84 - 92

pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 92


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan


Masyarakat dalam Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor
Putra Agina Widyaswara Suwaryo1*, Podo Yuwono2
1,2
Program Studi Keperawatan/STIKes Muhammadiyah Gombong
*Email: stikesmuhgombong@yahoo.com

Abstrak
Keywords: Bencana merupakan suatu proses alam atau bukan alam yang menyebabkan
Mitigasi Bencana; korban jiwa, harta dan mengganggu tatanan kehidupan. Korban jiwa
Tanah Longsor; mencapai 1.481 orang akibat bencana. Tanah longsor merupakan bencana
Tingkat Pengetahuan alam geologi yang diakibatkan oleh gejala alam dan tindakan manusia
dalam mengelola lahan. Manajemen bencana perlu dilakukan dan dipahami
oleh semua kalangan meliputi pemerintah, masyarakat dan tenaga
kesehatan. Manajemen bencana terdiri dari Pra Bencana, Saat Bencana dan
Pasca Bencana. Mitigasi merupakan bagian dari pra bencana yang memiliki
peran dalam pengurangan resiko bencana, mencegah dan mengurangi
jumlah korban ketika bencana terjadi. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang mitigasi bencana alam
tanah longsor. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analitik
observasional yang dilakukan terhadap 48 responden yaitu warga
masyarakat Desa Sampang Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen,
dengan menggunakan teknik total sampel. Hasil penelitian didapatkan umur
responden sebagian besar 26-35 tahun (37.5%), jenis kelamin perempuan
(64.6%), pendidikan lulus SMP (45.8%), pekerjaan petani (54.2%) dan
tingkat pengetahuan kategori baik (47.9%). Hasil uji korelasi menggunakan
koefisien kontingensi menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur
(p=0.001), pendidikan (p=0.008) dan pekerjaan (p=0.000) terhadap tingkat
pengetahuan. Hasil uji regresi logistik didapatkan umur (RR=3.224)
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkat pengetahuan warga
masyarakat tentang mitigasi bencana alam tanah longsor. Oleh karena itu,
perlu adanya sosialisasi terkait mitigasi bencana dan peran masyarakat
untuk meningkatkan manajemen bencana.

1. PENDAHULUAN sangat merugikan, baik dari segi lingkungan


Bencana merupakan suatu proses alam maupun sosial ekonomi (BNPB, 2008).
atau bukan alam yang menyebabkan korban Tanah longsor terjadi karena adanya
jiwa, harta dan mengganggu tatanan gerakan tanah sebagai akibat dari bergeraknya
kehidupan. Tanah longsor merupakan bencana masa tanah atau batuan yang bergerak di
alam geologi yang diakibatkan oleh gejala sepanjang lereng atau diluar lereng karena
alam geologi maupun tindakan manusia dalam faktor gravitasi. Kekuatan gravitasi yang
mengelola lahan. Dampak dari bencana ini dipaksakan pada tanah-tanah miring melebihi
kekuatan memecah kesamping yang

ISSN 2407-9189 305


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

mempertahankan tanah-tanah tersebut pada bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan
posisinya [8]. tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka
Banyaknya peristiwa bencana yang panjang.
terjadi di Indonesia dan menimbulkan korban Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam
jiwa serta kerugian harta benda yang besar bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat
membutuhkan manajemen bencana yang baik. bangunan dan infrastruktur yang berpotensi
Berdasarkan data statistik di Indonesia sampai terkena bencana, seperti membuat kode
dengan Juli 2017, korban jiwa mencapai 1.481 bangunan, desain rekayasa, dan kontruksi
orang meninggal akibat bencana. Selama ini, untuk menahan serta memperkokoh struktur
manajemen bencana dianggap bukan prioritas ataupun bangunan penahan longsor, penahan
dan hanya datang sewaktu-waktu saja, dinding pantai dan lain-lain (Suzanne, et al,
padahal kita hidup di wilayah yang rawan 2009). Selain itu, upaya mitigasi juga dapat
bencana. Oleh karena itu, pemahaman tentang dilakukan dalam bentuk non struktural,
manajemen bencana perlu dimengerti dan diantaranya seperti menghindari wilayah
dikuasai oleh seluruh kalangan, baik bencana dengan cara membangun menjauhi
pemerintah, masyarakat maupun swasta [2]. lokasi bencana yang dapat diketahui melalui
Ada beberapa wilayah di Jawa Tengah perencanaan tata ruang dan wilayah serta
yang memiliki potensi bencana alam tanah dengan memberdayakan masyarakat dan
longsor, salah satunya yaitu Kabupaten pemerintah daerah [1].
Kebumen. Kebumen memiliki beberapa Pada tanggal 18 Juni 2016 pukul 17.00
kecamatan yang terletak di dataran tinggi dan WIB terjadi hujan lebat di Kebumen,
sering mengalami bencana alam tanah khususnya wilayah Sempor. Hal tersebut
longsor, antara lain Sadang, Wadas Lingtang menyebabkan tanah longsor, lebih tepatnya di
dan Sampang. Bencana tanah longsor terjadi Dusun Semampir. Enam orang tertimbun
pada wilayah dengan dataran tinggi, dan karena bencana tanah longsor tersebut.
terjadi setelah terjadi hujan lebat. Hal ini Longsor tersebut juga mengakibatkan tiga
terjadi karena struktur tanah yang kurang rumah warga rata dengan tanah dan dua
padat dan mulai banyak pemukiman rumah rumah roboh. Pasca proses evakuasi korban
serta proses penyerapan air oleh tumbuhan bencana tanah longsor, kami mencoba untuk
atau pohon yang kurang optimal [2]. melakukan observasi dan wawancara kepada
Pada bulan Juni 2016 lalu, tepatnya beberapa warga masyarakat sekitar Dusun
tanggal 18-19 terjadi tanah longsor akibat Semampir. Salah satunya adalah ketua RT 3
hujan lebat selama 10 jam di Sampang Dusun Semampir yang menyampaikan bahwa
Kecamatan Sempor. Beberapa desa yang belum ada tindakan dan persiapan yang
terkena tanah longsor yaitu Desa Sampang dilakukan baik oleh warga masyarakat sendiri
(tepatnya dukuh semampir) dan Wagirpandan. maupun pemerintah untuk antisipasi ketika
Setidaknya ada 3 rumah terbawa longsor dan musim hujan datang agar bencana alam tanah
6 orang tertimbun. longsor itu tidak terjadi.
Warga masyarakat mempunyai peran Berdasarkan fenomena diatas, maka
penting dalam tiga aspek tersebut. Pada peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
keadaan bencana belum terjadi, peran tentang gambaran pengetahuan warga
masyarakat sangat penting terutama dalam masyarakat tentang mitigasi bencana alam
tahap mitigasi. Mitigasi bencana mencakup tanah longsor di Desa Sampang Kecamatan
baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan- Sempor Kabupaten Kebumen
tindakan untuk mengurangi resiko dampak
dari suatu bencana yang dilakukan sebelum

306 ISSN 2407-9189


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

2. METODE mulai saat dilahirkan sampai saat beberapa


Penelitian ini menggunakan metode tahun. Semakin cukup umur, tingkat
penelitian analitik observasional. Pada kematangan seseorang akan lebih matang
penelitian ini mengidentifikasi umur, jenis dalam berpikir dan bekerja. Hal ini juga
kelamin, pendidikan dan pekerjaan terhadap berpengaruh terhadap kognitif seseorang.
tingkat pengetahuan warga masyarakat desa Kemudian, dari segi kepercayaan
sampang terkait mitigasi bencana. Adapun masyarakat, seseorang lebih dewasa akan
proses identifikasi dilakukan kepada warga lebih dipercaya dari orang yang belum
yang terkena dampak langsung bencana tanah cukup kedewasaannya.
longsor di desa sampang kecamatan sempor Usia seseorang juga mempengaruhi
kabupaten kebumen. terhadap daya tangkap dan pola pikir
Pengambilan sampel menggunakan seseorang. Semakin bertambah usia akan
teknik sampling jenuh yaitu teknik penentuan semakin berkembang pula daya tangkap
sampel bila semua anggota populasi dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan
digunakan sebagai sampel. Sampel dalam yang diperolehnya semakin baik. Pada usia
penelitian ini adalah Warga Desa Sampang 20-35 tahun, individu akan lebih berperan
RT 3 RW 1 sebanyak 48. aktif dalam masyarakat dan kehidupan
sosial serta lebih banyak melakukan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN persiapan demi suksesnya upaya
3.1 Hubungan Umur dengan Tingkat menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain
Pengetahuan Warga Masyarakat tentang itu, mereka akan lebih banyak
Mitigasi menggunakan banyak waktu untuk
Hasil uji statistik menggunakan uji membaca. Kemampuan intelektual,
korelasi koefisien kontingensi didapatkan pemecahan masalah dan kemampuan verbal
hasil p=0.001, hal ini berarti umur memiliki dilaporkan hampir tidak ada penurunan
hubungan terhadap tingkat pendidikan pada usia ini [5].
dengan nilai r=0.605 yang berarti memiliki
kekuatan korelasi kuat. Rata-rata umur 3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan
warga adalah mereka yang masih dalam Tingkat Pengetahuan Warga
usia produktif yaitu 26-35 tahun. Hal ini Masyarakat tentang Mitigasi
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
oleh Pangesti (2012), bahwa pada usia bahwa jenis kelamin tidak memiliki
produktif merupakan usia yang paling hubungan dengan tingkat pengetahuan
berperan dan memiliki aktivitas yang padat warga masyarakat tentang mitigasi bencana
serta memiliki kemampuan kognitif yang alam tanah longsor dengan nilai p=0.787.
baik. Sehingga, pada usia ini memiliki Perbedaan jenis kelamin mungkin
pengaruh terhadap tingkat pengetahuan. membentuk persepsi yang berbeda sehingga
Penelitian lain yang dilakukan oleh mempengaruhi sikap dan pengetahuan yang
Firmansyah (2014), menggunakan 92 berbeda juga antara laki-laki dan
responden yang diambil di wilayah rawan perempuan. Hal ini memang menjadi
bencana didapatkan hasil bahwa usia perdebatan apakah laki-laki dan perempuan
responden dalam rentang 20-45 tahun berbeda dalam bagaimana jalan mereka
memiliki tingkat pengetahuan paling baik membuat keputusan etis dan kognitif [10].
tentang mitigasi bencana. Hal ini juga Pendekatan sosial jenis kelamin dan
sejalan dengan Indiantoro (2009), bahwa literature dari Gillgan (1982) dalam Carter
umur adalah usia individu yang terhitung (2011), laki-laki dan perempuan

ISSN 2407-9189 307


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

mengevaluasi dilema etis secara berbeda. pengetahuan tentang mitigasi bencana alam.
Berdasarkan pendekatan tersebut, pria lebih Seseorang yang memiliki pengalaman yang
cenderung untuk melakukan perilaku luas akan berdampak pada kognitifnya.
kurang etis sebab mereka akan fokus pada Pendidikan merupakan faktor yang semakin
kesuksesan secara kompetitif dan penting dalam kehidupan sehari-hari.
cenderung mengabaikan aturan demi Tingkat pendidikan akan mempengaruhi
kesuksesan. Hal ini tidak berbanding lurus persepsi seseorang tentang kognitif.
dengan kemampuan kognitif seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi juga
Sedangkan, perempuan lebih berorientasi memiliki penalaran yang tinggi pula.
pada tugas dan kurang kompetitif. Menurut Eberhardt et al (2007),
Beberapa literatur juga belum ada yang melakukan penelitian terhadap 74
menjelaskan bahwa laki-laki atau responden dengan latarbelakang pendidikan
perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda dan dihubungkan dengan
atau secara kognitif yang berbeda. Realita tingkat pengetahuan. Hasilnya adalah
yang ada, perempuan memang lebih rajin, mereka yang memiliki pendidikan dengan
tekun dan teliti ketika diberi tugas atau level lebih tinggi memiliki tingkat
mengerjakan sesuatu, tetapi hal ini tidak pengetahuan yang lebih luas dan
menjelaskan dan menunjukkan bahwa pengalaman yang banyak. Hal ini juga
dengan sikap seperti itu maka perempuan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif
memiliki tingkat pengetahuan atau kognitif seseorang.
lebih baik.
3.4 Hubungan Pekerjaan dengan Tingkat
3.3 Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Warga Masyarakat tentang
Pengetahuan Warga Masyarakat tentang Mitigasi
Mitigasi Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan
Hasil uji bivariat menggunakan uji bahwa pekerjaan memiliki pengaruh
koefisien kontingensi didapatkan nilai terhadap tingkat pengetahuan warga
p=0.008, yang berarti bahwa pendidikan masyarakat tentang mitigasi bencana
memiliki hubungan dengan tingkat (p=0.000). Petani merupakan jenis
pengetahuan warga masyarakat tentang pekerjaan yang paling banyak ada di Desa
mitigasi bencana alam tanah longsor. Data Sampang Kecamatan Sempor, hal ini sesuai
pendidikan yang didapatkan pada penelitian dengan lokasi wilayah dimana terdapat
ini sebagian besar sudah menempuh jalur banyak sawah. Selain petani, pekerjaan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar warga Desa Sampang adalah pedagang, dan
45.8% dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagian lagi wiraswastas serta tidak
sebesar 8,4%, jika diakumuasikan menjadi bekerja [4].
54.2%. Mereka yang pernah menempuh Penelitian yang dilakukan oleh Pangesti
jenjang pendidikan dengan level lebih (2012), menjelaskan bahwa pekerjaan
tinggi memiliki pengalaman dan wawasan seseorang akan berpengaruh terhadap
lebih luas, yang akan berdampak kepada pengetahuan dan pengelaman seseorang.
kognitif seseorang. Penjelasan mengapa pekerjaan berpengaruh
Menurut Carter (2011), bahwa semakin terhadap seseorang adalah ketika pekerjaan
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan tersebut lebih sering menggunakan otak
semakin mudah menerima informasi daripada menggunakan otot. Kinerja dan
sehingga semakin banyak pula pengalaman kemampuan otak seseorang dalam
yang dimiliki, dalam hal ini khususnya menyimpan (daya ingat) bertambah atau

308 ISSN 2407-9189


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

meningkat ketika sering digunakan, hal ini baik sebesar 74,8%. Sedangkan, seseorang
berbanding lurus ketika pekerjaan dengan usia kurang dari 26 tahun dan lebih
seseorang lebih banyak menggunakan otak dari 35 tahun kemungkinan memiliki
daripada otot. tingkat pengetahuan baik sebesar 35,2%.
Penjelasan lain yang mendukung adalah Beberapa penelitian juga menjelaskan
kemampuan otak atau kognitif seseorang bahwa usia seseorang pada masa produkti
akan bertambah ketika sering digunakan memiliki tingkat pengetahuan atau kognitif
untuk beraktifitas dan mengerjakan sesuatu yang paling baik. Selain itu, pada usia
dalam bentuk teka-teki atau penalaran. tersebut juga seseorang memiliki
Adapun realita yang ada untuk variabel pengalaman dan kemampuan yang luas
pekerjaan warga masyarakat Desa Sampang untuk beraktifitas yang tentunya akan
yang paling banyak adalah petani. Jika menunjang pengetahuannya dalam segala
melihat kuantitas atau jumlah responden hal [12].
sama antara pendidikan yang tinggi dan Hasil penelitian juga didapatkan jumlah
pekerjaan yang dimiliki. Hal ini yang warga masyarakat Desa Sampang pada saat
membuat hubungan dan hasil secara ini lebih banyak yang usia produktif.
statistik bahwa pekerjaan memiliki Sehingga hal ini juga mempengaruhi hasil
pengaruh terhadap tingkat pengetahuan secara statistik. Usia seseorang
[13]. mempengaruhi terhadap daya tangkap dan
Selain itu, beberapa penyuluhan yang pola pikir seseorang. Semakin bertambah
pernah didapatkan oleh warga Desa usia akan semakin berkembang pula daya
Sampang yang diberikan oleh mahasiswa, tangkap dan pola pikirnya, sehingga
tenaga kesehatan dan pemerintah dalam hal pengetahuan yang diperolehnya semakin
ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah baik [11].
(BPBD) lebih sering diikuti oleh warga Pada usia 20-35 tahun, individu akan
yang memiliki pekerjaan petani. Hal ini lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
dibuktikan dari pernyataan beberapa kehidupan sosial serta lebih banyak
perangkat desa ketika kegiatan penyuluhan melakukan persiapan demi suksesnya upaya
itu berlangsung. menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain
itu, mereka akan lebih banyak
3.5 Faktor paling dominan yang menggunakan banyak waktu untuk
mempengaruhi Tingkat Pengetahuan membaca. Kemampuan intelektual,
Warga Masyarakat tentang Mitigasi pemecahan masalah dan kemampuan verbal
Hasil uji statistik multivariat dilaporkan hampir tidak ada penurunan
menggunakan uji regresi logistik pada usia ini [5].
didapatkan bahwa variabel independen Hal ini juga sejalan dengan Indiantoro
yaitu umur yang paling dominan (2009), bahwa umur adalah usia individu
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
warga masyarakat tentang mitigasi bencana saat beberapa tahun. Semakin cukup umur,
[9]. tingkat kematangan seseorang akan lebih
Nilai probabilitas tingkat pengetahuan matang dalam berpikir dan bekerja. Hal ini
warga masyarakat tentang mitigasi bencana juga berpengaruh terhadap kognitif
alam tanah longsor dapat diketahui dengan seseorang. Kemudian, dari segi
menggunakan persamaan diatas. Seseorang kepercayaan masyarakat, seseorang lebih
dengan usia 26-35 tahun, maka dewasa akan lebih dipercaya dari orang
kemungkinan memiliki tingkat pengetahuan yang belum cukup kedewasaannya.

ISSN 2407-9189 309


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

kelamin tidak memiliki hubungan


Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur, Jenis (p=0.787).
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Tabel 3. Uji Multivariat tentang Mitigasi
Sampang Kecamatan Sempor *Terlampir Bencana Alam Tanah Longsor pada
Pada tabel 4.1 yang berisi distribusi Masyarakat Desa Sampang Kecamatan
frekuensi variabel terikat dan variabel bebas Sempor *Terlampir
bisa dilihat bahwa usia produktif paling Berdasarkan hasil uji multivariat
banyak daripada rentang usia yang lain, menggunakan uji regresi logistik, variabel
yaitu kisaran 26-35 tahun. Hal ini umur merupakan variabel paling dominan
menunjukkan pada usia tersebut seseorang yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
paling banyak beraktifitas dan paling masyarakat tentang mitigasi bencana alam
berperan dalam kehidupan sehari-hari. tanah longsor di Dukuh Semampir Desa
Namun, jika dilihat dari jenis kelamin, Sampang Kecamatan Sempor, dengan
secara data statistik jumlah perempuan kekuatan hubungan resiko relative (RR)
lebih banyak 2 kali lipat jumlah laki. sebesar 3.224. Hal ini berarti bahwa
Pada tingkat pendidikan, sebagian seorang dengan umur 26-35 tahun memiliki
responden sudah pernah merasakan sekolah tingkat pengetahuan tentang mitigasi
sampai dengan tahap Sekolah Menengah bencana alam tanah longsor 3 kali lipat
Pertama atau SMP (45.8%). Sedangkan lebih baik daripada yang memiliki umur
sebagian besar pekerjaan yaitu sebagai kurang 26 tahun atau lebih dari 35 tahun.
petani (54.2%), hal ini karena melihat Aplikasi persamaan regresi logistic adalah
wilayah sekitar sempor lebih banyak untuk memprediksi tingkat pengetahuan
dataran tinggi dan sawah. Tingkat masyarakat tentang mitigas bencana alam
pendidikan menunjukkan baik terhadap tanah longsor. Contoh kasus yaitu
mitigasi bencana alam tanah longsor. seseorang dengan usia 26-35 tahun, maka
Beberapa sosialisasi dan penyuluhan sudah kemungkinan memiliki tingkat pengetahuan
pernah dilakukan oleh tenaga medis seperti baik sebesar 74,8%. Sedangkan, seseorang
dari puskesmas dan informasi dari bidan dengan usia kurang dari 26 tahun dan lebih
desa ketika kegiatan posyandu, baik dari 35 tahun kemungkinan memiliki
posyandu balita maupun lansia. tingkat pengetahuan baik sebesar 35,2%.

Tabel 2. Uji Korelasi Variabel Umur, Jenis Tabel 4. Uji Nilai Kalibrasi menggunakan
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dengan Hosmer and Lemeshow Test *Terlampir
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Uji ini digunakan untuk menilai kualitas
Sampang Kecamatan Sempor persamaan yang diperoleh berdasarkan
*Terlampir parameter kalibrasi. Nilai p pada uji
Pada tabel 4.2 menyajikan uji korelasi Hosmer and Lemeshow Test adalah sebesar
menggunakan koefisien kontingensi. 0.658. Hal ini berarti bahwa persamaan
Hasilnya didapatkan bawah variabel yang yang diperoleh mempunyai kalibrasi yang
memiliki hubungan yaitu usia (p=0.001), baik.
pendidikan (p=0.008) dan pekerjaan
(p=0.000) terhadap tingkat pengetahuan Tabel 5. Uji Nilai Deskriminan
warga masyarakat tentang mitigasi bencana menggunakan Area Under the Curve
alam tanah longsor, sedangkan jenis *Terlampir

310 ISSN 2407-9189


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

Nilai diskriminasi dapat diketahui SARAN


dengan melihat nilai Area Under the Curve Adapun saran berdasarkan hasil penelitian
atau AUC. Nilai AUC sebesar 83%. Hasil adalah memberikan informasi terkait mitigasi
tersebut menunjukkan bahwa intrepretasi bencana dan peran warga masyarakat dalam
AUC kuat secara statistik. proses tersebut, sehingga bisa mencegah,
menghindari dan mengurangi jumlah korban jiwa
4. KESIMPULAN ketika bencana terjadi. Selain itu, sebagai bahan
Berdasarkan hasil penelitian dan referensi dan tambahan informasi tentang
pembahasan tentang Faktor-faktor yang komponen yang berperan dalam proses pra
mempengaruhi tingkat pengetahuan warga bencana yaitu khususnya mitigasi, dimana
masyarakat tentang mitigasi bencana alam sebelum melakukan aksi nyata atau
tanah longsor di Desa Sampang, Kecamatan merealisasikan alangkah lebih baik diberikan
Sempor, Kabupaten Kebumen didapatkan sosialisasi dan pengetahuan kepada warga
kesimpulan bahwa umur responden sebagian masyarakat, sehingga target pada tahap pra
besar berada pada 26-35 tahun, jenis kelamin bencana bisa tercapai.
lebih banyak perempuan, pendidikan sebagian Menambah referensi wilayah atau daerah
besar lulus SMP, pekerjaan sebagian besar target pengabdian masyarakat di bidang
petani, tingkat pengetahuan warga masyarakat kebencanaan berbasis masyarakat terkait aplikasi
tentang mitigasi bencana alam tanah longsor mitigasi bencana dengan melibatkan semua
di Desa Sampang dalam kategori baik dan komponen meliputi masyarakat, tenaga medis
umur merupakan faktor paling dominan yang dan pemerintah. Kemudian, melakukan penelitian
memiliki pengaruh terhadap tingkat lanjutan dengan variabel lain yang belum diteliti
pengetahuan warga masyarakat tentang untuk mengetahui lebih luas terkait faktor apa
mitigasi bencana alam tanah longsor di Desa saja yang berpengaruh terhadap tingkat
Sampang Kecamatan Sempor Kabupaten pengetahuan warga masyarakat tentang mitigasi
Kebumen. bencana alam tanah longsor

IMPLIKASI
Manajemen bencana merupakan REFERENSI
rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan, [1] Agustina, Wibawa & Tika. Tingkat
penganggulangan bencana, sebelum, saat dan Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat
sesudah bencana. Secara umum kegiatan dalam Menghadapi Risiko Banjir di
manajemen bencana dibagi menjadi tiga yaitu Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta.
pra, saat dan pasca bencana. Mitigasi merupakan Universita Gadjah Mada Yogyakarta. 2013
bagian dan langkah penting yang bisa dilakukan [2] Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
untuk mengurangi dan mencegah banyaknya Peraturan Kepala Badan Nasional
korban ketika bencana terjadi. Tenaga kesehatan Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun
bekerjasama pemerintah dan masyarakat serta 2008 tentang pedoman pembentukan badan
saling bersinergi sangat membantu dalam penanggulangan bencana daerah. Jakarta.
mitigasi bencana. Perlu tindak lanjut untuk 2008
realisasi mitigasi bencana seperti sosialisasi atau [3] Carter, W. Disaster Manegement: A
penyuluhan kepada semua komponen warga Disaster Manager’s Handbook. Manila:
masyarakat baik diwilayah yang berpotensi dan ADB; 2011. 1-204
tidak berpotensi bencana. [4] Eberhardt, E., Bonzanigo, L., & Loew, S.
Long-term investigation of a deep-seated
creeping landslide in crystalline rock. Part

ISSN 2407-9189 311


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

II. Mitigation measures and numerical [10] Normadewi, B. Analisis pengaruh jenis
modelling of deep drainage at Campo kelamin dan tingkat pendidikan seseorang.
Vallemaggia. Canadian Geotechnical Universitas Diponegoro Semarang; 2012
Journal; 2007, 44 (10): 8-12 [11] Pangesti, A. Gambaran tingkat
[5] Erdian. Ilmi Perilaku, cetakan pertama. pengetahuan dan aplikasi kesiapsiagaan
Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. 1-122 bencana pada mahasiswa Fakultas Ilmu
[6] Firmansyah, I. Hubungan pengetahuan Keperawatan Universitas Indonesia tahun
dengan perilaku kesiapsiagaan dalam 2012. Universitas Indonesia; 2012
menghadapi bencana banjir dan longsor [12] Pedro, J., Cevasco, A., Brandolini, P., &
pada remaha usia 15-18 tahun di SMA Al- Soldati, M. (2015). Assessment of shallow
Hasan Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten landslide risk mitigation measures based
Jember. Program Studi Ilmu Keperawatan on land use planning through probabilistic
Universtias Jember; 2014. modelling. Springer Link; 2015, 12 (1),
[7] Indiantoro. Pengetahuan Masyarakat 101-104
terhadap Mitigasi Bencana Kekeringan di [13] Subagia, Wiratma & Sudita. Pelatihan
Kecamatan Tawangsari Kabupaten Mitigasi Bencana Alam Gempa Bumi pada
Sukoharjo. Universita Gadjah Mada Siswa Sekolah Dasar Negeri 1 Pengastulan
Yogyakarta; 2009. Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng
[8] Kilpauk. A First Look at Communitation Bali. Universitas Gadjah Mada
Theory. The McGraw Hill Companies Inc: Yogyakarta; 2015
Singapore; 2009. 1-202 [14] Suzanne, L., Nadim, F., Laccase, S, &
[9] Marcato, G., Mantovani, M., Pasuto, A., Nadim, N. (2009). Landslide Risk
Zabuski, L., & Borgatti, L. Monitoring, Assessment and Mitigation Strategy.
numerical modelling and hazard mitigation Disaster Risk Reduction; 2009. 6-14
of the Moscardo Landslide. Engineering
Geology; 2012, 128 (2)

LAMPIRAN

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan Tingkat
Pendidikan Masyarakat Desa Sampang Kecamatan Sempor

n %
1. Usia
- 18 – 25 tahun 10 20.8
- 26 – 35 tahun 18 37.5
- 36 – 45 tahun 13 27.1
- 46 – 55 tahun 4 8.3
- > 55 tahun 3 6.3
2. Jenis Kelamin
- Laki-laki 17 35.4
- Perempuan 31 64.6
3. Pendidikan
- Tidak sekolah 8 16.7

312 ISSN 2407-9189


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

- Lulus SD 14 29.2
- Lulus SMP 22 45.8
- Lulus SMA 4 8.3
4. Pekerjaan
- Tidak bekerja 6 12.5
- Petani 26 54.2
- Pedagang 14 29.2
- Wiraswasta 2 4.2
5. Tingkat Pendidikan
- Baik 23 47.9
- Cukup 20 41.7
- Kurang 5 10.4

Tabel 2. Uji Korelasi Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dengan Tingkat
Pendidikan Masyarakat Desa Sampang Kecamatan Sempor

Tingkat Pendidikan Total r p


Baik Cukup Kurang
18-25
tahun
26-35 3 7 0 10
tahun 13 5 0 18
Usia 36-45 7 5 1 13 0.603 0.001
tahun 0 2 2 4
46-55 0 1 2 3
tahun
> 55 tahun
Jenis Laki-laki 7 8 2 17
0.099 0.787
Kelamin Perempuan 16 12 3 31
Tidak
sekolah 1 3 4 8
Lulus SD 8 6 0 14
Pendidikan 0.515 0.008
Lulus SMP 12 9 1 22
Lulus 2 2 0 4
SMA
Tidak
0 2 4 6
bekerja
12 14 0 26
Pekerjaan Petani 0.634 0.000
10 4 0 14
Pedagang
1 0 1 2
Wiraswasta

ISSN 2407-9189 313


The 6th University Research Colloquium 2017
Universitas Muhammadiyah Magelang

Tabel 3. Uji Multivariat tentang Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor pada Masyarakat Desa
Sampang Kecamatan Sempor

IK 95%
Koefisien S.E Wald Nilai RR
Min Maks
Usia 26- 0.3 4.35 3.2
35 tahun 2.203 06 5 0.35 24 15.8
0.04
Konstan 0.707 0.2 0.61 0.41 0.2 5
ta 33 1 72

Tabel 4. Uji Nilai Kalibrasi menggunakan Hosmer and Lemeshow Test

Step Chisquare df Sig


1 5.901 8 0.658

Tabel 5. Uji Nilai Deskriminan menggunakan Area Under the Curve

IK 95%
Area Std. Error Asymp Sig
Lower Upper
0.830 0.018 0.001 0.096 0.363

314 ISSN 2407-9189


Talent Development & Excellence 2396
Vol.12, No.2s, 2020, 2396-2403

The Community Participation in Disaster Mitigation to


Managing the Impact of Natural Disasters in Indonesia
Joko Pramono
Facuty of Social Sciences and Politics, Slamet Riyadi of University, Surakarta,
Central Java, Indonesia

Dora Kusumastuti
Facuty of Law, Slamet Riyadi of University, Surakarta,
Central Java, Indonesia

Maya Sekarwangi
Facuty of Social Sciences and Politics, Slamet Riyadi of University, Surakarta,
Central Java, Indonesia

Achmad Choerudin
Magister of Management, STIE AUB and AT-AUB Surakarta, Central Java, Indonesia

Corresponding E-mail: achmadchoerudin77@yahoo.co.id

Abstract
Natural disasters that often Indonesia require disaster mitigation efforts that involve
community and local government participation. Community participation is actively involved
as member of community protection unit. This study aims to find out how community
participation in carrying out disaster mitigation functions, and find out the obstacles faced by
members of community protection in carrying out natural disaster mitigation functions. This
study uses primary data in the form of observations and interviews, and questionnaires from
community participants who are members of community protection, government officials in
charge of disaster. The results show that the community can actively participate as members
of community protection unit carrying out disaster mitigation since before the disaster
occurs, and at the time of the disaster. Because of limited human resources and
infrastructure facilities for members of community protection and accordance with the duties
of members of community protection only as an assistant carrying out the disaster mitigation
function, the role of the community participating in community protection member needs
support from the government which has the main task of carrying out the disaster mitigation
function.
Keywords: disaster mitigation, community participation, community protection

INTRODUCTION
Natural disasters are predictable and unpredictable events that can have a severe
impact on population, with significant damage to infrastructure, health (Boudreaux,
Escaleras, & Skidmore, 2019) and important lives (Hidalgo, 2019) and economic
losses (Gallego, 2018). Natural disasters are events or series of events that threaten,
disrupt life, society caused by natural factors and non-natural factors as well as
human factors. The issue of environmental change caused by environmental damage
is the cause of natural disasters. Environmental damage is also inseparable from
humans in treating environmental sustainability.

ISSN 1869-0459 (print)/ ISSN 1869-2885 (online)


© 2020 International Research Association for Talent Development and Excellence
http://www.iratde.com
Talent Development & Excellence 2397
Vol.12, No.2s, 2020, 2396-2403

Climate change is the biggest threat to lives of humankind today. That is


because the current climate change has potential to increase the frequency of extreme
events in various regions of the world. The impact of climate change is very complex
because it occurs in various sectors that cover various aspects of life, including
health, agriculture, forestry, infrastructure, transportation, tourism, energy and social
affairs. Potential disasters related to climate change occupy nearly 80% of the various
natural disasters in the world. Potential disasters include floods, droughts, tornadoes,
land erosion, coastal abrasion, forest fires, disease outbreaks and food insecurity.
Natural disasters also have an impact on poverty in an area (Keerthiratne & Tol,
2018). Vulnerability to state disasters is related to geomorphological conditions and
geographical locations along with social and cultural challenges (Hasan, Nasreen, &
Chowdhury, 2019).
Indonesia, an archipelagic country, is very vulnerable to the effects of climate
change. In Indonesia, disasters due to climate change are mostly in the form of
hydrometeorological disasters. In year of 2018, floods, landslides and floods
accompanied by landslides reached 63% of the total disasters that occurred in
Indonesia. Various disaster events have provided empirical experience to the people
of Indonesia in terms of facing and reducing disaster risks. Center for Epidemiology
of Disaster (CRED) records that in the last 15 years (2004 - 2019) Indonesia was hit
by 219 disasters in which 186,192 people edited with a further 13 million people
affected and economic losses of USD 20.3 billion (Pertiwi, Llewellyn, & Villeneuve,
2020).
The adverse impacts of natural disasters in an area require an integrated
framework to investigate complex social and ecological capabilities to deal with
natural disasters (Brown, Fernandez, Saldivia, & Vicente, 2017). As one of the efforts
to mitigate disasters in Indonesia, community participation is carried out. The
community participation is by optimizing the community members who are members
of Community Protection who are recruited by local government from elements of
the community with one of their duties to carry out disaster mitigation functions.
Based on the background of the problem, it will be investigated on how community
participation in efforts to mitigate natural disasters that can reduce the impact of
disasters.
The potential losses caused by disaster can be reduced through mitigation.
Mitigation is defined as an effort to reduce and prevent the risk of loss of life and
property through both structural and non-structural approaches (Nursa'ban et al.,
2010). Structural mitigation is an effort to reduce disaster risk through physical
development and technical engineering of disaster resistant buildings, while non-
structural mitigation is an effort to reduce non-physical disaster risks such as policy,
community empowerment, institutional strengthening, care (Sugiharyanto et al.,
2014)
MATERIAL AND METHODS
This study uses primary data in form of observations and interviews, as well as
questionnaires (Bavaresco, Oca, Ghisi, & Lamberts, 2019). The questionnaire was
widely applied to study various aspects related to natural disaster management in
local governments. Sampling is done by non-random technique. The study was
conducted in three regions in Indonesia. Respondents were determined purposively,

ISSN 1869-0459 (print)/ ISSN 1869-2885 (online)


© 2020 International Research Association for Talent Development and Excellence
http://www.iratde.com
Talent Development & Excellence 2398
Vol.12, No.2s, 2020, 2396-2403

namely the community participating in the disaster, local government officials related
to disaster management. The interview was conducted in a structured manner using a
list of questions in an open form.
The analysis uses a qualitative method (Czernek-marszałek, 2019) descriptive
which includes community participation in carrying out the disaster mitigation
function in Surakarta, Bandung and Medan which are parts of Indonesia with the
intensity of natural disasters that often occur. The results of the study were carried out
qualitatively using several variables, namely community participation, disaster
potential, disaster mitigation, disaster management plans, coordination between
institutions and the community. Then the verification of the results of the analysis is
done using the triangulation method. In this case the results of the analysis of the
document are verified by interview and observation, likewise the results of the
interview are verified to draw a conclusion.

RESULTS AND DISCUSSION


Community Participation in Carrying Out Disaster Mitigation Functions
As the global climate heats up, the frequency of events and natural disasters
increases, which is a major threat to the sustainable development of society (Wu,
Wang, Gao, Guo, & Xue, 2019). One of the most important approaches in disaster
management is to prevent and reduce disasters by involving the community in
disaster mitigation to reduce the impact of disasters. Many countries in the world,
especially those who have experienced major disasters and are vulnerable to the
threat of natural disasters and caused by humans, are trying to create anticipation for
the effects of natural disasters (Ahmed, 2020).
In some countries prone to natural disasters, a model that integrates the role of
government and community is needed to reduce the impact of natural disasters
(Xiaobing, Xianrui, Chenliang, & Zhonghui, 2019). One model that can be applied is
to increase cooperation between the government and the community to carry out
disaster mitigation functions in order to minimize the impact of disasters.
Communities in carrying out joint mitigation functions can be carried out
independently or jointly coordinated by the government to share roles and tasks in
disaster mitigation.
The role of the community in the form of community participation in disaster
mitigation efforts. Participation means the participation of a person or community
group in the development process both in the form of statements and in form of
activities by providing input of thoughts, energy, time, expertise, capital and or
material, as well as participating in and enjoying the results of development.
Community participation has a positive impact on the readiness of behavioral
intentions to engage in an activity (Li & Liu, 2019). Someone is said to participate in
a development activity if the individual truly engages himself fully with his mental
and emotions, not just being present and being passive towards the activity. The sense
of responsibility as one element of participation, as is a decisive aspect in making
individual decisions to participate in every development activity.
The implementation of community participation in the field of disaster in
Indonesia is carried out through a voluntary recruitment process. Recruitment begins
by opening up information by the local government, namely the village, taking into

ISSN 1869-0459 (print)/ ISSN 1869-2885 (online)


© 2020 International Research Association for Talent Development and Excellence
http://www.iratde.com
Talent Development & Excellence 2399
Vol.12, No.2s, 2020, 2396-2403

account the conditions of the needs and the quota given from the city or district
government. Specific requirements that must be met in addition to age, domicile
factors are also the main determinants, this is because the community who will
become members of community protection (Linmas) must be residents of the village
or local village with the aim that members of the community protection control the
territorial area.
Communities that have been selected through selection to become members of
community protection will then be given training on disaster. Disaster training is
carried out by the Regional Disaster Management Agency (BPBD), the Indonesian
Red Cross and other local government agencies related to disaster. In addition to
training, the participating communities will get uniforms as members of community
protection.

Implementation of Disaster Mitigation to Prevent Disasters


The role of community participants in this stage is to provide socialization to
the community about hate mitigation. The socialization by providing counseling on
the potential for natural disasters in the region. In addition to the potential for
disasters, the participants provided socialization on the prevention of the emergence
of potential natural disasters, including giving out information on throwing garbage in
the trash, not building buildings on the river, not cutting down trees carelessly. The
next activity by participants in disaster prevention is to conduct security patrols at
disaster prone points. In the security patrol, the participants will report the findings of
the patrol that could potentially lead to natural disasters. Reports on patrol results can
be submitted directly through communication technology to picket officers at the
village level, and submitted in written form to superiors.
The use of information technology on disasters, from perspective of local
governments, important role of information systems, information records, exchanges
and processes, is very important in effective disaster management. Records and
information exchange are the first functions of information systems before a disaster,
while information and process exchanges become the core of disaster relief
operations. At present we do not see an integrated discussion about the use of
technology in each stage of the disaster. The discussion is divided into "before" and
"after" disasters. disaster management and information technology improve effective
disaster management for local governments, which are at the forefront of disaster
preparedness and response (Xiaobing et al., 2019).
When the community protection member finds early detection of a disaster, the
community protection member will report structurally to the institution at the village
level, and proceed gradually to the sub-district and relevant officials at the district or
city level. The potential for the emergence of such disasters will be followed up by
local governments to carry out early warnings to affected communities to
immediately save themselves.

At Time of Natural Disaster


The role and protection of the community in the event of a natural disaster is to
provide assistance to people who are impacting the disaster to carry out disaster
evacuation. Community protection members will help evacuate victims and valuable

ISSN 1869-0459 (print)/ ISSN 1869-2885 (online)


© 2020 International Research Association for Talent Development and Excellence
http://www.iratde.com
Talent Development & Excellence 2400
Vol.12, No.2s, 2020, 2396-2403

property from victims of natural disasters. The disaster evacuation process can be
carried out by using available evacuation equipment such as rubber boats and buoys
for flood victims.
When natural disasters occur that do not allow the community to return to their
homes, community protection members will help set up emergency tents to become
temporary shelters by disaster victims. In carrying out this role, expertise and skills of
the participating communities are required to become members of community
protection. The community that became refugees aims to save lives (Soto-almela &
Alcaraz-mármol, 2019) from the threat of a disaster that struck. Community
participation in addition to being actively involved in natural disaster management,
can also be carried out by other communities, namely volunteers (Yen & Abdullah,
2019) who provide food assistance or needs needed by the riders. Community
participation can also be done to provide motivation (Erlandsson, Västfjäll, Sundfelt,
& Slovic, 2016) for disaster victims (Soto-almela & Alcaraz-mármol, 2019) who
experience psychological pressure.

Issues by Members of Community Protection in Natural Disaster Mitigation


Functions.
In the frontline disaster mitigation function is the National Disaster
Management Agency at the central government level, and the Regional Disaster
Management Agency at the district or city level. National Disaster Management
Agency (BNPB) for disaster management efforts that handle emergency coverage,
emergency response management, rehabilitation, and equitable and equitable
assistance. Re-placed as Community Protection, in the sense of community protection
unit is not the front guard of the disaster protection function. However, members of
the community representatives have their respective regions, each of which has a
different representative area. Apart from each region, each village or village area, also
a member of the community representative council, also has each region.
Community participation is carried out through participation as community
protection officers, who are expelled from uneducated communities specifically in the
customer, of course related to the professionalism of disaster management. Next is
that disaster mitigation skills will also be good with officers recruited for mushrooms
such as the Indonesian red cross, and other professional officers. Based on the
technical findings in the field, the role and cooperation between institutions that
require budgets for work increases the capacity of community members.
The limitation of Satlinmas members from internal and external elements
encourages the need for cooperation from the elements involved, such as the Regional
Disaster Management Agency (BPBD), Search And Rescue (SAR), Fire
Extinguisher. Many factors hinder the performance of community protection.
Organized community participation (Pirannejad, Janssen, & Rezaei, 2019) can well
show maximum results in dealing with disasters. Implementing the function of
disaster mitigation certainly also needs to be supported by human resources who have
the ability to handle disaster mitigation. The capability of disaster mitigation is one of
the spearheads of whether the disaster mitigation function can be effective in the
community.

ISSN 1869-0459 (print)/ ISSN 1869-2885 (online)


© 2020 International Research Association for Talent Development and Excellence
http://www.iratde.com
Talent Development & Excellence 2401
Vol.12, No.2s, 2020, 2396-2403

Capacity building for Community Protection Unit Members is needed through


training related to disaster mitigation to increase knowledge, skills, and attitudes and
behavior of members of the Community Protection Unit in carrying out their duties to
assist in disaster management. Implementation of capacity building for members of
the community protection unit is the responsibility of the Governor for organizing
capacity building for members of the community protection unit in the provincial
area, while the Regent / Mayor is responsible for organizing the capacity building for
members of the community protection unit in the district / city area.
Increased capacity to increase technical knowledge and skills (Umemiya, Ikeda,
& White, 2019), so that as members of the community protection unit they have the
ability of individuals, organizations or systems to carry out their functions properly,
efficiently and continuously. Capacity building as an effort to increase the ability,
skills, understanding, attitudes, values, relationships, behavior, motivation, resources,
and conditions that enable each individual, organization, network / sector, and wider
system to implement their functions and achieve the stated development goals from
time to time. Capacity building is strongly influenced by the leader factor (Diaz,
2019) in this case the leadership in implementing disaster mitigation is led by
institutions that function primarily in disaster.
Participating people who are members of community protection include having
the basic rights of getting facilities, facilities and infrastructure to support operational
tasks, namely in the form of green field service attire which is the identity of every
member of community protection wherever they are, but in reality the budget for the
provision of official clothing is good from the district, sub-district and village are
very limited. The concern of the local government for the implementation of
community protection is one of the causes of whether or not the sustainability of
community participation as members of community protection in an area.
Efforts to increase the capacity of members of the Community Well is to
conduct training activities on disaster subscriptions, especially those that often occur
in the region. Flood, earthquake and tsunami subscriptions training and natural
disasters that often occur in Indonesia absolutely must be carried out. The capacity
building of community protection members carried out needs to be improved both in
quality and quantity. These trainings must be adjusted to the needs of potential
disasters in the region, and carried out for sustainability (Wade & Kallemeyn, 2019).
Until now the training conducted in quality and quantity needs to be improved so that
community protection members will be very in charge of the disaster mitigation
process.
In addition to increasing institutional capacity, supporting facilities and
infrastructure are also needed. For example in disaster mitigation efforts, rubber
boats, buoys, flashlights and other supporting equipment are needed. However, in
reality members of community protection are constrained by the lack of facilities and
infrastructure provided, so that disaster mitigation efforts have not been optimal.

CONCLUSION
The community participation in efforts to implement community protection
can be done one of them by playing an active role as a member of community
protection. Participation is carried out voluntarily carrying out disaster mitigation

ISSN 1869-0459 (print)/ ISSN 1869-2885 (online)


© 2020 International Research Association for Talent Development and Excellence
http://www.iratde.com
Talent Development & Excellence 2402
Vol.12, No.2s, 2020, 2396-2403

starting before the disaster, and at the time of the disaster. The efforts to increase the
capacity of members of the community protection are conducting training activities
on disaster subscriptions, especially those that often occur in the region. Flood,
earthquake and tsunami subscriptions training and natural disasters that often occur in
Indonesia absolutely must be carried out. The capacity building of community
protection members carried out needs to be improved both in quality and quantity.
The trainings must be adjusted to the needs of the potential disasters in the region.
Support for the availability of facilities and infrastructure so that disaster mitigation
efforts can run optimally needs to be improved. Supporting facilities and
infrastructure in efforts to mitigate, rescue and restore infrastructure facilities due to
disasters needs to be optimized.

ACKNOWLEDGEMENT
In this study, researchers would like to thank the Ministry of Education and
Culture of the Republic of Indonesia year 2019-2020, Slamet Riyadi of University,
Surakarta City Government, Linmas and other research sites, as well as all those who
have helped carry out this research.

REFERENCES
[1]. Ahmed, I. (2020). International Journal of Disaster Risk Reduction The national plan for
disaster management of Bangladesh : Gap between production and promulgation.
International Journal of Disaster Risk Reduction, 37(February 2019), 101179.
https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101179
[2]. Boudreaux, C. J., Escaleras, M. P., & Skidmore, M. (2019). Natural disasters and
entrepreneurship activity. Economics Letters, 182, 82–85.
https://doi.org/10.1016/j.econlet.2019.06.010
[3]. Bavaresco, M. V, Oca, S. D., Ghisi, E., & Lamberts, R. (2019). Methods used in social
sciences that suit energy research: A literature review on qualitative methods to assess the
human dimension of energy use in buildings. Energy & Buildings, 109702.
https://doi.org/10.1016/j.enbuild.2019.109702
[4]. Brown, L. A., Fernandez, C. A., Saldivia, S., & Vicente, B. (2017). Author ’ s Accepted
Manuscript. Journal of Affective Disorders. https://doi.org/10.1016/j.jad.2017.12.096
[5]. Czernek-marszałek, K. (2019). Journal of Destination Marketing & Management Applying
mixed methods in social network research – The case of cooperation in a Polish tourist
destination. Journal of Destination Marketing & Management, 11(December 2017), 40–52.
https://doi.org/10.1016/j.jdmm.2018.10.004
[6]. Diaz, J. (2019). ur na l P of. Evaluation and Program Planning, 101768.
https://doi.org/10.1016/j.evalprogplan.2019.101768
[7]. Erlandsson, A., Västfjäll, D., Sundfelt, O., & Slovic, P. (2016). Argument-inconsistency in
charity appeals: Statistical information about the scope of the problem decrease helping
toward a single identified victim but not helping toward many non-identified victims in a
refugee crisis context. Journal of Economic Psychology.
https://doi.org/10.1016/j.joep.2016.06.007
[8]. Gallego, J. (2018). Natural disasters and clientelism: The case of floods and landslides in
Colombia. Electoral Studies. https://doi.org/10.1016/j.electstud.2018.08.001
[9]. Hasan, R., Nasreen, M., & Chowdhury, A. (2019). Title : Gender-inclusive disaster
management policy in Bangladesh : A Authors names : International Journal of Disaster Risk
Reduction, 101324. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101324
[10]. Hidalgo, J. (2019). Natural Disasters, 35, 591–607. https://doi.org/10.1016/j.ccc.2019.05.001
[11]. Keerthiratne, S., & Tol, R. S. J. (2018). Impact of natural disasters on income inequality in Sri
Lanka. World Development, 105, 217–230. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2018.01.001

ISSN 1869-0459 (print)/ ISSN 1869-2885 (online)


© 2020 International Research Association for Talent Development and Excellence
http://www.iratde.com
Talent Development & Excellence 2403
Vol.12, No.2s, 2020, 2396-2403

[12]. Li, X., & Liu, T. (2019). Corresponding author : International Journal of Disaster Risk
Reduction, 101421. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101421
[13]. Pertiwi, P., Llewellyn, G., & Villeneuve, M. (2020). Disability representation in Indonesian
disaster risk reduction regulatory frameworks. International Journal of Disaster Risk
Reduction, 101454. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101454
[14]. Pirannejad, A., Janssen, M., & Rezaei, J. (2019). Towards a balanced E -Participation Index :
Integrating government and society perspectives. Government Information Quarterly,
(September), 101404. https://doi.org/10.1016/j.giq.2019.101404
[15]. Soto-almela, J., & Alcaraz-mármol, G. (2019). Language & Communication Victims or non-
humans : Exploring the semantic preference of refugees in Spanish news articles. Language
Sciences, 69, 11–25. https://doi.org/10.1016/j.langcom.2019.05.001
[16]. Umemiya, C., Ikeda, M., & White, M. K. (2019). Lessons learned for future transparency
capacity building under the Paris Agreement : A review of greenhouse gas inventory capacity
building projects in Viet Nam and Cambodia. Journal of Cleaner Production, (xxxx),
118881. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.118881
[17]. Wade, J., & Kallemeyn, L. (2019). ur na l P of. Evaluation and Program Planning, 101777.
https://doi.org/10.1016/j.evalprogplan.2019.101777
[18]. Yen, C. H., & Abdullah, K. (2019). Disaster relief work: The experiences of volunteers in
Malaysia. International Journal of Disaster Risk Reduction, 101414.
https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101414
[19]. Wu, X., Wang, Z., Gao, G., Guo, J., & Xue, P. (2019). Jo ur na of. Science of the Total
Environment, 135888. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019.135888
[20]. Xiaobing, Y., Xianrui, Y., Chenliang, L., & Zhonghui, J. (2019). Information diffusion-based
risk assessment of natural disasters along the Silk Road Economic Belt in China. Journal of
Cleaner Production. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.118744

ISSN 1869-0459 (print)/ ISSN 1869-2885 (online)


© 2020 International Research Association for Talent Development and Excellence
http://www.iratde.com

Anda mungkin juga menyukai