Oleh :
Nanda Indah Utami (1920045)
S1 T4 Keperawatan
b. Analisis PICOT
Jurnal 2
a. Identitas jurnal
b. Analisis PICOT
Jurnal 3
a. Identitas jurnal
b. Analisis PICOT
KESIMPULAN :
Didapatkan hasil dari analisis 3 jurnal masyarakat perlu untuk mengetahui tentang
mitigasi bencana dan cara melakukan mitigasi bencana, sehingga pemerintah berupaya
mengajarkan kepada masyarakat tentang mitigasi bencana. Dan setelah dilakukan
penelitian masyarakat mampu memahami tentang mitigasi bencana dengan baik.
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 84 - 92
Abstract : The role of nurse as health workers have the appropriate skills in disaster cycles,
espescially on mitigation stage. Thus, nurses having preparedness and alertness of the
vulnerable children population that may be have high risk for disasters. The object of the
research described effort of nurse in disaster mitigation of kelud mountain based on ICN
Frame work. The research method is descriptive. The population research are disaster nurses
prone area II , as many as 44 nurse sample taken using total sampling method . The data
collection use questionnaire .The research results show efforts both namely 36,3 % (16)
nurses .An effort to nurse good aimed at risk reduction efforts and a nurse in the prevention of
disease while efforts to nurse enough on the promotion of health and made an effort and
lacking in policy development and planning .It is affected because a large proportion of
nurses had once followed disaster emergency response .Recommendations for nurses increase
capacity and disaster management capacity.
Abstrak :Peran perawat sebagai tenaga kesehatan mempunyai keahlian dalam siklus
kebencanaan salah satunya pada tahap mitigasi bencana. Dengan demikian, perawat memiliki
kesiagaan dari populasi rentan di masyarakat yang mungkin berisiko tinggi terhadap bencana.
Tujuan penelitian menggambarkan upaya perawat dalam fase mitigasi bencana Gunung Kelud
berdasarkan ICN Framewok. Metode penelitian menggunakan rancangan deskriptif. Populasi
penelitian perawat Kawasan Rawan Bencana II, sampel sebanyak 44 perawat diambil
menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dengan kuesioner. Hasil penelitian
menunjukkan upaya baik yaitu 36,3% 16 perawat. Upaya perawat baik ditujukan pada upaya
perawat dalam pengurangan risiko dan pencegahan penyakit sedangkan upaya perawat cukup
pada promosi kesehatan dan melakukan upaya kurang pada pengembangan kebijakan dan
perencanaan. Hal ini dipengaruhi karena sebagian besar perawat pernah mengikuti tanggap
darurat bencana. Rekomendasi untuk perawat meningkatkan kapasitas dalam managemen
bencana.
84
Agus Khoirul Anam, Upaya Perawat Dalam Fase Mitigasi Bencana...
dan promosi kesehatan. Dengan demikian, peristiwa penting yang terjadi pada masa
perawat memiliki kesiagaan dari populasi kini (Nursalam, 2011:80). Penelitian ini
rentan di masyarakat dan masyarakat yang bertujuan menggambarkan Upaya Perawat
mungkin berisiko tinggi terhadap bencana dalam Fase Mitigasi Bencana Gunung
(International Council Nursing, 2009). Kelud Berdasarkan ICN Framework.
Menurut Anam (2013) berdasarkan Populasi dalam penelitian ini adalah
hasil penelitiannya “Faktor-Faktor Yang semua perawat puskesmas yang berada di
Mempengaruhi Kesiapsiagaan Perawat kawasan rawan bencana II Gunung Kelud
Dalam Penanggulangan Bencana Gunung yang diambil dari bulan Mei tahun 2017
Kelud Kabupaten Blitar” didapatkan sebanyak 44 perawat. Besar sampel dalam
bahwa kesiapsiagaan perawat dalam penelitian ini adalah perawat puskesmas
penanggulangan bencana Gunung Kelud yang berada di kawasan rawan bencana II
masih kurang. Prosentase yang pasti Gunung Kelud menggunakan total
mengenai jumlah perawat yang terlibat sampling atau sampling jenuh.
dalam manajemen bencana di masyarakat Peneliti menggunakan instrument
belum diketahui secara pasti. Sampai saat pengumpulan data menggunakan kuesioner
ini kebutuhan tenaga perawat untuk (angket) yang dibuat berdasarkan ICN
menangani korban bencana di masyarakat Framework (2009) yang sebelumnya telah
merupakan kebutuhan terbesar yaitu dilakukan uji coba. Kuesioner yang
sebanyak 33% dari seluruh tenaga disediakan peneliti, kemudian skor yang
kesehatan yang terlibat ( Farida, 2010). didapatkan dijumlahkan dan di
Berdasarkan studi pendahuluan yang prosentasekan.(Sutomo, 2011:53) :
dilakukan pada tanggal 17 November 2016
di Puskesmas Gandusari dengan tekhnik HASIL PENELITIAN
wawancara pada 6 perawat didapatkan Karakteristik responden
hasil 2 perawat mengatakan sudah Penelitian dilaksanakan di di Puskesmas
berupaya dalam penanggulangan bencana yang masuk dalam Kawasan Rawan
yaitu dengan mengikuti workshop Rapid Bencana II (KRB II) Gunung Kelud yaitu
Health Assesment (RHA) dan mengikuti Puskesmas Gandusari, Puskesmas Garum,
pelatihan seperti evakuasi korban banjir, Puskesmas Nglegok dan Puskesmas
sedangkan 4 lainnya mengatakan hanya Ponggok. Data karakteristik responden
mengikuti pelatihan PPGD dan BCLS terdiri dari karakteristik berdasarkan umur,
sebagai syarat dalam memperpanjang surat jabatan, pendidikan, lama kerja perawat,
ijin perawat (SIP). Dalam penanggulangan pelatihan yang pernah diikuti,
mitigasi bencana dua perawat mengatakan penyelenggara pelatihan yang pernah
mengetahui peran perawat dalam diikuti perawat, dan pernah mengikuti
penanggulangan mitigasi bencana yaitu tanggap bencana.
meliputi akomodasi dan logistik sesuai
dengan workshop yang pernah diikutinya.
Sedangkan empat perawat lainnya kurang
mengetahui apa saja tentang mitigasi
bencana Gunung Kelud.
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin
mengetahui “Upaya Perawat dalam Fase
Mitigasi Bencana Berdasarkan ICN
Framework”.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873 86
Agus Khoirul Anam, Upaya Perawat Dalam Fase Mitigasi Bencana...
Gambar 1 Distribusi upaya perawat dalam fase fase mitigasi bencana Gunung Kelud
mitigasi bencana Gunung Kelud berdasarkan berkategori kurang pada pengembangan
parameter ICN Framework kebijakan dan perencanaan sebanyak 30
perawat, sebanyak 4 perawat berkategori
Hasil penelitian menunjukkan sebagian cukup pada pengembangan kebijakan dan
perawat 40,90% (18 perawat) berumur 36- perencanaan 10 perawat berkategori baik
45 tahun, seluruhnya 100% (44 perawat) pada pengembangan kebijakan dan
perawat pelaksana, sebagian besar 75,00% perencanaan.
(33 perawat) berpendidikan D3
Keperawatan, sebagian perawat 45,50%
(20 perawat) lama bekerja 1-10 tahun,
sebagian perawat 56,80% ( 25 perawat) PEMBAHASAN
belum pernah mengikuti pelatihan Berdasarkan hasil penelitian upaya
bencana, sebagian perawat 56,80% ( 25 perawat dalam fase mitigasi bencana
perawat)belum pernah mengikuti pelatihan Gunung Kelud berdasarkan ICN
bencana, dan sebagian besar perawat (31 Framework berkategori baik yaitu 36,3 %
perawat) pernah mengikuti tanggap darurat (16 perawat), berkategori cukup 34,1% (15
bencana Gunung Kelud. perawat), dan berkategori kurang 29,6%
(13 perawat).
Upaya perawat dalam fase mitigasi Perawat sebagai lini depan pada suatu
bencana Gunung Kelud berdasarkan pelayanan kesehatan mempunyai tanggung
ICN Framework jawab dan peran yang besar dalam
penanganan pasien gawat darurat sehari-
Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan hari maupun saat terjadi bencana. Peran
bahwa upaya perawat dalam fase mitigasi perawat sebagai tenaga kesehatan
bencana Gunung Kelud berdasarkan ICN mempunyai keahlian dalam siklus
Framework berkategori baik yaitu 36,3 % kebencanaan salah satunya pada tahap
(16 perawat), berkategori cukup 34,1% (15 pencegahan/mitigasi bencana yang terbagi
perawat), dan berkategori kurang 29,6% menjadi yaitu pengurangan risiko,
(13 perawat). pencegahan penyakit dan promosi
kesehatan serta pengembangan kebijakan
dan perencanaan. Dengan demikian,
Tabel 1 Distribusi upaya perawat dalam perawat memiliki kesiagaan dari populasi
fase mitigasi bencana Gunung Kelud rentan di masyarakat dan masyarakat yang
berdasarkan ICN Framework mungkin berisiko tinggi terhadap bencana
(International Council Nursing, 2009).
Tingkat Prosentase
Frekuensi Upaya Perawat dalam Fase Mitigasi
upaya (%)
Bencana Gunung Kelud berdasarkan
Baik 16 36,3 % ICN Framework Kategori Baik
Dari hasil penelitian tentang upaya
Cukup 15 34,1% perawat dalam fase mitigasi bencana
Kurang 13 29,6% Gunung Kelud dengan prosentase baik
36,3% (16 perawat). Hal itu karena
Jumlah 44 100% perawat telah melakukan upaya mitigasi
bencana diantaranya pengurangan risiko
Upaya perawat dalam fase mitigasi dan pencegahan penyakit sebanyak 53%
bencana Gunung Kelud berdasarkan (23 perawat). Hal ini dibuktikan dengan
parameter ICN Framework dibentuknya team gerak cepat perawat.
Berdasarkan gambar 1 dapat Perawat bekerja dengan tenaga kesehatan
disimpulkan bahwa upaya perawat dalam lainnya untuk menentukan risiko penyakit,
kolaborasi pada rencana pengembangan
87 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 84 - 92
dengan tanggap darurat agar dapat pelatihan kurang yaitu 34,1% (15 perawat).
merespons secara efektif (Mosca, Sweeney Menurut Koichiro Matsura (2005),
dan Brenner , 2005). Direktur Jenderal UNESCO mengatakan,
Menurut Mubarak (2007), semakin mengantisipasi, mendidik atau melatih dan
tinggi pendidikan seseorang makin mudah menginformasikan adalah kunci untuk
pula bagi mereka untuk menerima mengurangi efek mematikan dari bencana
informasi dan makin banyak pula yang alam. Unsur ketidaksiapan bencana,
dimiliki. Peneliti berpendapat bahwa termasuk untuk mencegah,
tingkat pendidikan akan mempengaruhi mempersiapkan, merespons, dan
seseorang dalam berperan, dimana memulihkan ditemukan pada bencana-
semakin tinggi pendidikan seseorang maka bencana sebelumnya. Kesiapan lain yang
semakin bertambah pula pengetahuan dan harus dimiliki oleh perawat adalah
wawasan yang ia miliki. Semakin luas peningkatan kompetensi baik melalui
pengetahuan dan wawasan yang dimiliki pelatihan-pelatihan seperti managemen
oleh seseorang tersebut maka dapat bencana, adanya petunjuk teknis, sarana
semakin baik pula peran yang dijalankan. dan prasarana serta pengalaman perawat
Sebaliknya, semakin rendah tingkat itu sendiri dalam menangani masalah
pendidikan dan pengetahuan semakin bencana (Arbon, 2006). Menurut peneliti
kurang juga peran yang dilakukannya. dengan mengikuti pelatihan dapat
membantu perawat untuk kreatif dalam
Upaya Perawat dalam Fase Mitigasi memilih alternatif respon bencana
Bencana Gunung Kelud sehingga dapat mempersiapkan lebih baik
berdasarkanICN Framework Kategori untuk bencana yang sesungguhnnya.
Kurang
Berdasarkan hasil penelitian upaya KESIMPULAN DAN SARAN
perawat dalam fase mitigasi bencana A. Kesimpulan
Gunung Kelud berkategori kurang pada Berdasarkan hasil penelitian dapat
pengembangan kebijakan dan perencanaan disimpulkan bahwa upaya perawat dalam
sebanyak 75% (30 perawat). Menurut fase mitigasi bencana Gunung Kelud
Bella (2011) menyatakan bahwa berdasarkan ICN Framework adalah 36,3%
perencanaan yang jelas dan keterlibatan atau sebanyak 16 perawat Baik.
perawat sebagai tim penanggulangan Pelaksanaan upaya perawat dalam fase
bencana merupakan suatu bentuk kerja mitigasi bencana pada penelitian ini baik
sama yang baik untuk membantu dalam dalam hal upaya pengurangan risiko dan
penanggulangan bencana. Menurut peneliti pencegahan penyakit. Berkategori cukup
dengan terlibatnya perawat dalam tim 34,1% atau sebanyak 15 perawat melalui
penanggulangan bencana, perawat lebih upaya promosi kesehatan, serta perawat
memahami cara melakukan pertolongan kurang melakukan upaya pengembangan
pertama atau bagaimana cara untuk kebijakan dan perencanaan sebanyak
penanggulangan bencana. Selain itu 29,6% (13 perawat). Hal ini dapat
dengan adanya pengembangan kebijakan dikatakan bahwa upaya ternyata
dan perencaan terkait dengan bencana dipengaruhi pengetahuan dan pengalaman.
dapat menimbulkan rencana yang lebih Semakin banyak pengalaman dalam
terorganisir. Perencanaan tersebut dapat mitigasi bencana maka pengetahuan
diwujudkan dengan adanya koordinasi baik seseorang dalam hal mitigasi bencana akan
lintas program, lintas sektor maupun antar semakin baik.
wilayah.
Hasil penelitian tentang upaya perawat B. Saran
dalam fase mitigasi bencana Gunung Sesuai dengan kesimpulan yang telah
Kelud berkategori kurang 29,6% (13 dikemukakan, peneliti ingin memberikan
perawat). Hal ini dibuktikan dari hasil data beberapa saran sebagai berikut:
diketahui upaya dalam mengikuti 1) Bagi peneliti selanjutnya
89 pISSN 2443-1125 eISSN 2442-6873
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 84 - 92
Abstrak
Keywords: Bencana merupakan suatu proses alam atau bukan alam yang menyebabkan
Mitigasi Bencana; korban jiwa, harta dan mengganggu tatanan kehidupan. Korban jiwa
Tanah Longsor; mencapai 1.481 orang akibat bencana. Tanah longsor merupakan bencana
Tingkat Pengetahuan alam geologi yang diakibatkan oleh gejala alam dan tindakan manusia
dalam mengelola lahan. Manajemen bencana perlu dilakukan dan dipahami
oleh semua kalangan meliputi pemerintah, masyarakat dan tenaga
kesehatan. Manajemen bencana terdiri dari Pra Bencana, Saat Bencana dan
Pasca Bencana. Mitigasi merupakan bagian dari pra bencana yang memiliki
peran dalam pengurangan resiko bencana, mencegah dan mengurangi
jumlah korban ketika bencana terjadi. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang mitigasi bencana alam
tanah longsor. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analitik
observasional yang dilakukan terhadap 48 responden yaitu warga
masyarakat Desa Sampang Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen,
dengan menggunakan teknik total sampel. Hasil penelitian didapatkan umur
responden sebagian besar 26-35 tahun (37.5%), jenis kelamin perempuan
(64.6%), pendidikan lulus SMP (45.8%), pekerjaan petani (54.2%) dan
tingkat pengetahuan kategori baik (47.9%). Hasil uji korelasi menggunakan
koefisien kontingensi menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur
(p=0.001), pendidikan (p=0.008) dan pekerjaan (p=0.000) terhadap tingkat
pengetahuan. Hasil uji regresi logistik didapatkan umur (RR=3.224)
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkat pengetahuan warga
masyarakat tentang mitigasi bencana alam tanah longsor. Oleh karena itu,
perlu adanya sosialisasi terkait mitigasi bencana dan peran masyarakat
untuk meningkatkan manajemen bencana.
mempertahankan tanah-tanah tersebut pada bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan
posisinya [8]. tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka
Banyaknya peristiwa bencana yang panjang.
terjadi di Indonesia dan menimbulkan korban Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam
jiwa serta kerugian harta benda yang besar bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat
membutuhkan manajemen bencana yang baik. bangunan dan infrastruktur yang berpotensi
Berdasarkan data statistik di Indonesia sampai terkena bencana, seperti membuat kode
dengan Juli 2017, korban jiwa mencapai 1.481 bangunan, desain rekayasa, dan kontruksi
orang meninggal akibat bencana. Selama ini, untuk menahan serta memperkokoh struktur
manajemen bencana dianggap bukan prioritas ataupun bangunan penahan longsor, penahan
dan hanya datang sewaktu-waktu saja, dinding pantai dan lain-lain (Suzanne, et al,
padahal kita hidup di wilayah yang rawan 2009). Selain itu, upaya mitigasi juga dapat
bencana. Oleh karena itu, pemahaman tentang dilakukan dalam bentuk non struktural,
manajemen bencana perlu dimengerti dan diantaranya seperti menghindari wilayah
dikuasai oleh seluruh kalangan, baik bencana dengan cara membangun menjauhi
pemerintah, masyarakat maupun swasta [2]. lokasi bencana yang dapat diketahui melalui
Ada beberapa wilayah di Jawa Tengah perencanaan tata ruang dan wilayah serta
yang memiliki potensi bencana alam tanah dengan memberdayakan masyarakat dan
longsor, salah satunya yaitu Kabupaten pemerintah daerah [1].
Kebumen. Kebumen memiliki beberapa Pada tanggal 18 Juni 2016 pukul 17.00
kecamatan yang terletak di dataran tinggi dan WIB terjadi hujan lebat di Kebumen,
sering mengalami bencana alam tanah khususnya wilayah Sempor. Hal tersebut
longsor, antara lain Sadang, Wadas Lingtang menyebabkan tanah longsor, lebih tepatnya di
dan Sampang. Bencana tanah longsor terjadi Dusun Semampir. Enam orang tertimbun
pada wilayah dengan dataran tinggi, dan karena bencana tanah longsor tersebut.
terjadi setelah terjadi hujan lebat. Hal ini Longsor tersebut juga mengakibatkan tiga
terjadi karena struktur tanah yang kurang rumah warga rata dengan tanah dan dua
padat dan mulai banyak pemukiman rumah rumah roboh. Pasca proses evakuasi korban
serta proses penyerapan air oleh tumbuhan bencana tanah longsor, kami mencoba untuk
atau pohon yang kurang optimal [2]. melakukan observasi dan wawancara kepada
Pada bulan Juni 2016 lalu, tepatnya beberapa warga masyarakat sekitar Dusun
tanggal 18-19 terjadi tanah longsor akibat Semampir. Salah satunya adalah ketua RT 3
hujan lebat selama 10 jam di Sampang Dusun Semampir yang menyampaikan bahwa
Kecamatan Sempor. Beberapa desa yang belum ada tindakan dan persiapan yang
terkena tanah longsor yaitu Desa Sampang dilakukan baik oleh warga masyarakat sendiri
(tepatnya dukuh semampir) dan Wagirpandan. maupun pemerintah untuk antisipasi ketika
Setidaknya ada 3 rumah terbawa longsor dan musim hujan datang agar bencana alam tanah
6 orang tertimbun. longsor itu tidak terjadi.
Warga masyarakat mempunyai peran Berdasarkan fenomena diatas, maka
penting dalam tiga aspek tersebut. Pada peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
keadaan bencana belum terjadi, peran tentang gambaran pengetahuan warga
masyarakat sangat penting terutama dalam masyarakat tentang mitigasi bencana alam
tahap mitigasi. Mitigasi bencana mencakup tanah longsor di Desa Sampang Kecamatan
baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan- Sempor Kabupaten Kebumen
tindakan untuk mengurangi resiko dampak
dari suatu bencana yang dilakukan sebelum
mengevaluasi dilema etis secara berbeda. pengetahuan tentang mitigasi bencana alam.
Berdasarkan pendekatan tersebut, pria lebih Seseorang yang memiliki pengalaman yang
cenderung untuk melakukan perilaku luas akan berdampak pada kognitifnya.
kurang etis sebab mereka akan fokus pada Pendidikan merupakan faktor yang semakin
kesuksesan secara kompetitif dan penting dalam kehidupan sehari-hari.
cenderung mengabaikan aturan demi Tingkat pendidikan akan mempengaruhi
kesuksesan. Hal ini tidak berbanding lurus persepsi seseorang tentang kognitif.
dengan kemampuan kognitif seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi juga
Sedangkan, perempuan lebih berorientasi memiliki penalaran yang tinggi pula.
pada tugas dan kurang kompetitif. Menurut Eberhardt et al (2007),
Beberapa literatur juga belum ada yang melakukan penelitian terhadap 74
menjelaskan bahwa laki-laki atau responden dengan latarbelakang pendidikan
perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda dan dihubungkan dengan
atau secara kognitif yang berbeda. Realita tingkat pengetahuan. Hasilnya adalah
yang ada, perempuan memang lebih rajin, mereka yang memiliki pendidikan dengan
tekun dan teliti ketika diberi tugas atau level lebih tinggi memiliki tingkat
mengerjakan sesuatu, tetapi hal ini tidak pengetahuan yang lebih luas dan
menjelaskan dan menunjukkan bahwa pengalaman yang banyak. Hal ini juga
dengan sikap seperti itu maka perempuan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif
memiliki tingkat pengetahuan atau kognitif seseorang.
lebih baik.
3.4 Hubungan Pekerjaan dengan Tingkat
3.3 Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Warga Masyarakat tentang
Pengetahuan Warga Masyarakat tentang Mitigasi
Mitigasi Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan
Hasil uji bivariat menggunakan uji bahwa pekerjaan memiliki pengaruh
koefisien kontingensi didapatkan nilai terhadap tingkat pengetahuan warga
p=0.008, yang berarti bahwa pendidikan masyarakat tentang mitigasi bencana
memiliki hubungan dengan tingkat (p=0.000). Petani merupakan jenis
pengetahuan warga masyarakat tentang pekerjaan yang paling banyak ada di Desa
mitigasi bencana alam tanah longsor. Data Sampang Kecamatan Sempor, hal ini sesuai
pendidikan yang didapatkan pada penelitian dengan lokasi wilayah dimana terdapat
ini sebagian besar sudah menempuh jalur banyak sawah. Selain petani, pekerjaan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar warga Desa Sampang adalah pedagang, dan
45.8% dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagian lagi wiraswastas serta tidak
sebesar 8,4%, jika diakumuasikan menjadi bekerja [4].
54.2%. Mereka yang pernah menempuh Penelitian yang dilakukan oleh Pangesti
jenjang pendidikan dengan level lebih (2012), menjelaskan bahwa pekerjaan
tinggi memiliki pengalaman dan wawasan seseorang akan berpengaruh terhadap
lebih luas, yang akan berdampak kepada pengetahuan dan pengelaman seseorang.
kognitif seseorang. Penjelasan mengapa pekerjaan berpengaruh
Menurut Carter (2011), bahwa semakin terhadap seseorang adalah ketika pekerjaan
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan tersebut lebih sering menggunakan otak
semakin mudah menerima informasi daripada menggunakan otot. Kinerja dan
sehingga semakin banyak pula pengalaman kemampuan otak seseorang dalam
yang dimiliki, dalam hal ini khususnya menyimpan (daya ingat) bertambah atau
meningkat ketika sering digunakan, hal ini baik sebesar 74,8%. Sedangkan, seseorang
berbanding lurus ketika pekerjaan dengan usia kurang dari 26 tahun dan lebih
seseorang lebih banyak menggunakan otak dari 35 tahun kemungkinan memiliki
daripada otot. tingkat pengetahuan baik sebesar 35,2%.
Penjelasan lain yang mendukung adalah Beberapa penelitian juga menjelaskan
kemampuan otak atau kognitif seseorang bahwa usia seseorang pada masa produkti
akan bertambah ketika sering digunakan memiliki tingkat pengetahuan atau kognitif
untuk beraktifitas dan mengerjakan sesuatu yang paling baik. Selain itu, pada usia
dalam bentuk teka-teki atau penalaran. tersebut juga seseorang memiliki
Adapun realita yang ada untuk variabel pengalaman dan kemampuan yang luas
pekerjaan warga masyarakat Desa Sampang untuk beraktifitas yang tentunya akan
yang paling banyak adalah petani. Jika menunjang pengetahuannya dalam segala
melihat kuantitas atau jumlah responden hal [12].
sama antara pendidikan yang tinggi dan Hasil penelitian juga didapatkan jumlah
pekerjaan yang dimiliki. Hal ini yang warga masyarakat Desa Sampang pada saat
membuat hubungan dan hasil secara ini lebih banyak yang usia produktif.
statistik bahwa pekerjaan memiliki Sehingga hal ini juga mempengaruhi hasil
pengaruh terhadap tingkat pengetahuan secara statistik. Usia seseorang
[13]. mempengaruhi terhadap daya tangkap dan
Selain itu, beberapa penyuluhan yang pola pikir seseorang. Semakin bertambah
pernah didapatkan oleh warga Desa usia akan semakin berkembang pula daya
Sampang yang diberikan oleh mahasiswa, tangkap dan pola pikirnya, sehingga
tenaga kesehatan dan pemerintah dalam hal pengetahuan yang diperolehnya semakin
ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah baik [11].
(BPBD) lebih sering diikuti oleh warga Pada usia 20-35 tahun, individu akan
yang memiliki pekerjaan petani. Hal ini lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
dibuktikan dari pernyataan beberapa kehidupan sosial serta lebih banyak
perangkat desa ketika kegiatan penyuluhan melakukan persiapan demi suksesnya upaya
itu berlangsung. menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain
itu, mereka akan lebih banyak
3.5 Faktor paling dominan yang menggunakan banyak waktu untuk
mempengaruhi Tingkat Pengetahuan membaca. Kemampuan intelektual,
Warga Masyarakat tentang Mitigasi pemecahan masalah dan kemampuan verbal
Hasil uji statistik multivariat dilaporkan hampir tidak ada penurunan
menggunakan uji regresi logistik pada usia ini [5].
didapatkan bahwa variabel independen Hal ini juga sejalan dengan Indiantoro
yaitu umur yang paling dominan (2009), bahwa umur adalah usia individu
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
warga masyarakat tentang mitigasi bencana saat beberapa tahun. Semakin cukup umur,
[9]. tingkat kematangan seseorang akan lebih
Nilai probabilitas tingkat pengetahuan matang dalam berpikir dan bekerja. Hal ini
warga masyarakat tentang mitigasi bencana juga berpengaruh terhadap kognitif
alam tanah longsor dapat diketahui dengan seseorang. Kemudian, dari segi
menggunakan persamaan diatas. Seseorang kepercayaan masyarakat, seseorang lebih
dengan usia 26-35 tahun, maka dewasa akan lebih dipercaya dari orang
kemungkinan memiliki tingkat pengetahuan yang belum cukup kedewasaannya.
Tabel 2. Uji Korelasi Variabel Umur, Jenis Tabel 4. Uji Nilai Kalibrasi menggunakan
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dengan Hosmer and Lemeshow Test *Terlampir
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Uji ini digunakan untuk menilai kualitas
Sampang Kecamatan Sempor persamaan yang diperoleh berdasarkan
*Terlampir parameter kalibrasi. Nilai p pada uji
Pada tabel 4.2 menyajikan uji korelasi Hosmer and Lemeshow Test adalah sebesar
menggunakan koefisien kontingensi. 0.658. Hal ini berarti bahwa persamaan
Hasilnya didapatkan bawah variabel yang yang diperoleh mempunyai kalibrasi yang
memiliki hubungan yaitu usia (p=0.001), baik.
pendidikan (p=0.008) dan pekerjaan
(p=0.000) terhadap tingkat pengetahuan Tabel 5. Uji Nilai Deskriminan
warga masyarakat tentang mitigasi bencana menggunakan Area Under the Curve
alam tanah longsor, sedangkan jenis *Terlampir
IMPLIKASI
Manajemen bencana merupakan REFERENSI
rangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan, [1] Agustina, Wibawa & Tika. Tingkat
penganggulangan bencana, sebelum, saat dan Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat
sesudah bencana. Secara umum kegiatan dalam Menghadapi Risiko Banjir di
manajemen bencana dibagi menjadi tiga yaitu Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta.
pra, saat dan pasca bencana. Mitigasi merupakan Universita Gadjah Mada Yogyakarta. 2013
bagian dan langkah penting yang bisa dilakukan [2] Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
untuk mengurangi dan mencegah banyaknya Peraturan Kepala Badan Nasional
korban ketika bencana terjadi. Tenaga kesehatan Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun
bekerjasama pemerintah dan masyarakat serta 2008 tentang pedoman pembentukan badan
saling bersinergi sangat membantu dalam penanggulangan bencana daerah. Jakarta.
mitigasi bencana. Perlu tindak lanjut untuk 2008
realisasi mitigasi bencana seperti sosialisasi atau [3] Carter, W. Disaster Manegement: A
penyuluhan kepada semua komponen warga Disaster Manager’s Handbook. Manila:
masyarakat baik diwilayah yang berpotensi dan ADB; 2011. 1-204
tidak berpotensi bencana. [4] Eberhardt, E., Bonzanigo, L., & Loew, S.
Long-term investigation of a deep-seated
creeping landslide in crystalline rock. Part
II. Mitigation measures and numerical [10] Normadewi, B. Analisis pengaruh jenis
modelling of deep drainage at Campo kelamin dan tingkat pendidikan seseorang.
Vallemaggia. Canadian Geotechnical Universitas Diponegoro Semarang; 2012
Journal; 2007, 44 (10): 8-12 [11] Pangesti, A. Gambaran tingkat
[5] Erdian. Ilmi Perilaku, cetakan pertama. pengetahuan dan aplikasi kesiapsiagaan
Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. 1-122 bencana pada mahasiswa Fakultas Ilmu
[6] Firmansyah, I. Hubungan pengetahuan Keperawatan Universitas Indonesia tahun
dengan perilaku kesiapsiagaan dalam 2012. Universitas Indonesia; 2012
menghadapi bencana banjir dan longsor [12] Pedro, J., Cevasco, A., Brandolini, P., &
pada remaha usia 15-18 tahun di SMA Al- Soldati, M. (2015). Assessment of shallow
Hasan Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten landslide risk mitigation measures based
Jember. Program Studi Ilmu Keperawatan on land use planning through probabilistic
Universtias Jember; 2014. modelling. Springer Link; 2015, 12 (1),
[7] Indiantoro. Pengetahuan Masyarakat 101-104
terhadap Mitigasi Bencana Kekeringan di [13] Subagia, Wiratma & Sudita. Pelatihan
Kecamatan Tawangsari Kabupaten Mitigasi Bencana Alam Gempa Bumi pada
Sukoharjo. Universita Gadjah Mada Siswa Sekolah Dasar Negeri 1 Pengastulan
Yogyakarta; 2009. Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng
[8] Kilpauk. A First Look at Communitation Bali. Universitas Gadjah Mada
Theory. The McGraw Hill Companies Inc: Yogyakarta; 2015
Singapore; 2009. 1-202 [14] Suzanne, L., Nadim, F., Laccase, S, &
[9] Marcato, G., Mantovani, M., Pasuto, A., Nadim, N. (2009). Landslide Risk
Zabuski, L., & Borgatti, L. Monitoring, Assessment and Mitigation Strategy.
numerical modelling and hazard mitigation Disaster Risk Reduction; 2009. 6-14
of the Moscardo Landslide. Engineering
Geology; 2012, 128 (2)
LAMPIRAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan Tingkat
Pendidikan Masyarakat Desa Sampang Kecamatan Sempor
n %
1. Usia
- 18 – 25 tahun 10 20.8
- 26 – 35 tahun 18 37.5
- 36 – 45 tahun 13 27.1
- 46 – 55 tahun 4 8.3
- > 55 tahun 3 6.3
2. Jenis Kelamin
- Laki-laki 17 35.4
- Perempuan 31 64.6
3. Pendidikan
- Tidak sekolah 8 16.7
- Lulus SD 14 29.2
- Lulus SMP 22 45.8
- Lulus SMA 4 8.3
4. Pekerjaan
- Tidak bekerja 6 12.5
- Petani 26 54.2
- Pedagang 14 29.2
- Wiraswasta 2 4.2
5. Tingkat Pendidikan
- Baik 23 47.9
- Cukup 20 41.7
- Kurang 5 10.4
Tabel 2. Uji Korelasi Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dengan Tingkat
Pendidikan Masyarakat Desa Sampang Kecamatan Sempor
Tabel 3. Uji Multivariat tentang Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor pada Masyarakat Desa
Sampang Kecamatan Sempor
IK 95%
Koefisien S.E Wald Nilai RR
Min Maks
Usia 26- 0.3 4.35 3.2
35 tahun 2.203 06 5 0.35 24 15.8
0.04
Konstan 0.707 0.2 0.61 0.41 0.2 5
ta 33 1 72
IK 95%
Area Std. Error Asymp Sig
Lower Upper
0.830 0.018 0.001 0.096 0.363
Dora Kusumastuti
Facuty of Law, Slamet Riyadi of University, Surakarta,
Central Java, Indonesia
Maya Sekarwangi
Facuty of Social Sciences and Politics, Slamet Riyadi of University, Surakarta,
Central Java, Indonesia
Achmad Choerudin
Magister of Management, STIE AUB and AT-AUB Surakarta, Central Java, Indonesia
Abstract
Natural disasters that often Indonesia require disaster mitigation efforts that involve
community and local government participation. Community participation is actively involved
as member of community protection unit. This study aims to find out how community
participation in carrying out disaster mitigation functions, and find out the obstacles faced by
members of community protection in carrying out natural disaster mitigation functions. This
study uses primary data in the form of observations and interviews, and questionnaires from
community participants who are members of community protection, government officials in
charge of disaster. The results show that the community can actively participate as members
of community protection unit carrying out disaster mitigation since before the disaster
occurs, and at the time of the disaster. Because of limited human resources and
infrastructure facilities for members of community protection and accordance with the duties
of members of community protection only as an assistant carrying out the disaster mitigation
function, the role of the community participating in community protection member needs
support from the government which has the main task of carrying out the disaster mitigation
function.
Keywords: disaster mitigation, community participation, community protection
INTRODUCTION
Natural disasters are predictable and unpredictable events that can have a severe
impact on population, with significant damage to infrastructure, health (Boudreaux,
Escaleras, & Skidmore, 2019) and important lives (Hidalgo, 2019) and economic
losses (Gallego, 2018). Natural disasters are events or series of events that threaten,
disrupt life, society caused by natural factors and non-natural factors as well as
human factors. The issue of environmental change caused by environmental damage
is the cause of natural disasters. Environmental damage is also inseparable from
humans in treating environmental sustainability.
namely the community participating in the disaster, local government officials related
to disaster management. The interview was conducted in a structured manner using a
list of questions in an open form.
The analysis uses a qualitative method (Czernek-marszałek, 2019) descriptive
which includes community participation in carrying out the disaster mitigation
function in Surakarta, Bandung and Medan which are parts of Indonesia with the
intensity of natural disasters that often occur. The results of the study were carried out
qualitatively using several variables, namely community participation, disaster
potential, disaster mitigation, disaster management plans, coordination between
institutions and the community. Then the verification of the results of the analysis is
done using the triangulation method. In this case the results of the analysis of the
document are verified by interview and observation, likewise the results of the
interview are verified to draw a conclusion.
account the conditions of the needs and the quota given from the city or district
government. Specific requirements that must be met in addition to age, domicile
factors are also the main determinants, this is because the community who will
become members of community protection (Linmas) must be residents of the village
or local village with the aim that members of the community protection control the
territorial area.
Communities that have been selected through selection to become members of
community protection will then be given training on disaster. Disaster training is
carried out by the Regional Disaster Management Agency (BPBD), the Indonesian
Red Cross and other local government agencies related to disaster. In addition to
training, the participating communities will get uniforms as members of community
protection.
property from victims of natural disasters. The disaster evacuation process can be
carried out by using available evacuation equipment such as rubber boats and buoys
for flood victims.
When natural disasters occur that do not allow the community to return to their
homes, community protection members will help set up emergency tents to become
temporary shelters by disaster victims. In carrying out this role, expertise and skills of
the participating communities are required to become members of community
protection. The community that became refugees aims to save lives (Soto-almela &
Alcaraz-mármol, 2019) from the threat of a disaster that struck. Community
participation in addition to being actively involved in natural disaster management,
can also be carried out by other communities, namely volunteers (Yen & Abdullah,
2019) who provide food assistance or needs needed by the riders. Community
participation can also be done to provide motivation (Erlandsson, Västfjäll, Sundfelt,
& Slovic, 2016) for disaster victims (Soto-almela & Alcaraz-mármol, 2019) who
experience psychological pressure.
CONCLUSION
The community participation in efforts to implement community protection
can be done one of them by playing an active role as a member of community
protection. Participation is carried out voluntarily carrying out disaster mitigation
starting before the disaster, and at the time of the disaster. The efforts to increase the
capacity of members of the community protection are conducting training activities
on disaster subscriptions, especially those that often occur in the region. Flood,
earthquake and tsunami subscriptions training and natural disasters that often occur in
Indonesia absolutely must be carried out. The capacity building of community
protection members carried out needs to be improved both in quality and quantity.
The trainings must be adjusted to the needs of the potential disasters in the region.
Support for the availability of facilities and infrastructure so that disaster mitigation
efforts can run optimally needs to be improved. Supporting facilities and
infrastructure in efforts to mitigate, rescue and restore infrastructure facilities due to
disasters needs to be optimized.
ACKNOWLEDGEMENT
In this study, researchers would like to thank the Ministry of Education and
Culture of the Republic of Indonesia year 2019-2020, Slamet Riyadi of University,
Surakarta City Government, Linmas and other research sites, as well as all those who
have helped carry out this research.
REFERENCES
[1]. Ahmed, I. (2020). International Journal of Disaster Risk Reduction The national plan for
disaster management of Bangladesh : Gap between production and promulgation.
International Journal of Disaster Risk Reduction, 37(February 2019), 101179.
https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101179
[2]. Boudreaux, C. J., Escaleras, M. P., & Skidmore, M. (2019). Natural disasters and
entrepreneurship activity. Economics Letters, 182, 82–85.
https://doi.org/10.1016/j.econlet.2019.06.010
[3]. Bavaresco, M. V, Oca, S. D., Ghisi, E., & Lamberts, R. (2019). Methods used in social
sciences that suit energy research: A literature review on qualitative methods to assess the
human dimension of energy use in buildings. Energy & Buildings, 109702.
https://doi.org/10.1016/j.enbuild.2019.109702
[4]. Brown, L. A., Fernandez, C. A., Saldivia, S., & Vicente, B. (2017). Author ’ s Accepted
Manuscript. Journal of Affective Disorders. https://doi.org/10.1016/j.jad.2017.12.096
[5]. Czernek-marszałek, K. (2019). Journal of Destination Marketing & Management Applying
mixed methods in social network research – The case of cooperation in a Polish tourist
destination. Journal of Destination Marketing & Management, 11(December 2017), 40–52.
https://doi.org/10.1016/j.jdmm.2018.10.004
[6]. Diaz, J. (2019). ur na l P of. Evaluation and Program Planning, 101768.
https://doi.org/10.1016/j.evalprogplan.2019.101768
[7]. Erlandsson, A., Västfjäll, D., Sundfelt, O., & Slovic, P. (2016). Argument-inconsistency in
charity appeals: Statistical information about the scope of the problem decrease helping
toward a single identified victim but not helping toward many non-identified victims in a
refugee crisis context. Journal of Economic Psychology.
https://doi.org/10.1016/j.joep.2016.06.007
[8]. Gallego, J. (2018). Natural disasters and clientelism: The case of floods and landslides in
Colombia. Electoral Studies. https://doi.org/10.1016/j.electstud.2018.08.001
[9]. Hasan, R., Nasreen, M., & Chowdhury, A. (2019). Title : Gender-inclusive disaster
management policy in Bangladesh : A Authors names : International Journal of Disaster Risk
Reduction, 101324. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101324
[10]. Hidalgo, J. (2019). Natural Disasters, 35, 591–607. https://doi.org/10.1016/j.ccc.2019.05.001
[11]. Keerthiratne, S., & Tol, R. S. J. (2018). Impact of natural disasters on income inequality in Sri
Lanka. World Development, 105, 217–230. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2018.01.001
[12]. Li, X., & Liu, T. (2019). Corresponding author : International Journal of Disaster Risk
Reduction, 101421. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101421
[13]. Pertiwi, P., Llewellyn, G., & Villeneuve, M. (2020). Disability representation in Indonesian
disaster risk reduction regulatory frameworks. International Journal of Disaster Risk
Reduction, 101454. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101454
[14]. Pirannejad, A., Janssen, M., & Rezaei, J. (2019). Towards a balanced E -Participation Index :
Integrating government and society perspectives. Government Information Quarterly,
(September), 101404. https://doi.org/10.1016/j.giq.2019.101404
[15]. Soto-almela, J., & Alcaraz-mármol, G. (2019). Language & Communication Victims or non-
humans : Exploring the semantic preference of refugees in Spanish news articles. Language
Sciences, 69, 11–25. https://doi.org/10.1016/j.langcom.2019.05.001
[16]. Umemiya, C., Ikeda, M., & White, M. K. (2019). Lessons learned for future transparency
capacity building under the Paris Agreement : A review of greenhouse gas inventory capacity
building projects in Viet Nam and Cambodia. Journal of Cleaner Production, (xxxx),
118881. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.118881
[17]. Wade, J., & Kallemeyn, L. (2019). ur na l P of. Evaluation and Program Planning, 101777.
https://doi.org/10.1016/j.evalprogplan.2019.101777
[18]. Yen, C. H., & Abdullah, K. (2019). Disaster relief work: The experiences of volunteers in
Malaysia. International Journal of Disaster Risk Reduction, 101414.
https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2019.101414
[19]. Wu, X., Wang, Z., Gao, G., Guo, J., & Xue, P. (2019). Jo ur na of. Science of the Total
Environment, 135888. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019.135888
[20]. Xiaobing, Y., Xianrui, Y., Chenliang, L., & Zhonghui, J. (2019). Information diffusion-based
risk assessment of natural disasters along the Silk Road Economic Belt in China. Journal of
Cleaner Production. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.118744