Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN GANGGUAN REPRODUKSI DENGAN MASALAH
KISTA OVARIUM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu
Praktek Klinik Keperawatan Maternitas
Di Ruang Dewi Kunthi RSUD Ngudi Waluyo Wlingi

Oleh

Nama : Luthfi Choirun Nissa


NIM : P17211203058

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG


DAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kista Ovarium
Di Ruang Dewi Kunthi RS Ngudi Waluyo Wlingi Periode 21 Agustus s/d 2 September
Tahun Ajaran 2022/2023.
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal :

Preceptor Klinik Malang,

Preceptor Akademik

Elisya Dewi A. STr. Keb


NIP. 199503232019032006 NIP.

Mengetahui,

Kepala Ruang Dewi Kunthi

Imrotus Sholihah. SST

NIP. 196801011991032030
1. Konsep Kista Ovarium
1.1 Definisi Kista Ovarium
Kista Ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk seperti kantung
yang bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh.Kantung ini bisa berisi zat gas, cair, atau
setengah padat.Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul.Kista ovarium
biasanya berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang berisi material cairan atau
setengah cair. Menurut (Winkjosastro, 2015) kistoma ovarium merupakan suatu tumor,
baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam
kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering ialah kista dermoid, kista
coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan
letak janin dalam rahim atau dapat menghalanghalangi masuknya kepala ke dalam
panggul
1.2 Klasifikasi Kista Ovarium
1.2.1 Kista Ovarium Non Neoplastik (Fungsional)
a. Kistoma ovari simpleks, kista yang permukaannya rata dan halus,
biasanya bertangkai, seringkali bilateral dan dapat menjadi besar.
Dinding kista tipis berisi cairan jernih yang serosa dan berwarna kuning.
b. Kistodema ovari musinosum, bentuk kista multilokular, biasanya
unilateral dan dapat tumbuh menjadi besar.
c. Kistadenoma ovari serosum, kista yang berasal dari epitel
germinativum, kista ini dapat membesar.
d. Kista dermoid, teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal
berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada mesoderm dan
endoterm. Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis.
1.2.2 Kista Ovarium Plastik (Abnormal)
a. Kistadenoma
Berasal dari pembungkus ovarium yang tumbuh menjadi kista.Kista ini
juga dapat menyerang ovarium kanan atau kiri.Gejala yang timbul biasanya
akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti vesika urinaria sehingga
dapat menyebabkan inkontinensia atau retensi. Jarang terjadi tapi mudah
menjadi ganas terutama pada usia di atas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun.
b. Kista coklat (endometrioma)
Terjadi karena lapisan di dalam rahim tidak terletak di dalam rahim tapi
melekat pada dinding luar indung telur. Akibatnya, setiap kali haid, lapisan
ini akan menghasilkan darah terus menerus yang akan tertimbun di dalam
ovarium dan menjadi kista. Kista ini dapat terjadi pada satu ovarium.Timbul
gejala utama yaitu rasa sakit terutama ketika haid atau bersenggama.
c. Kista dermoid
Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik
kenyal dan sebagian lagi padat.Dapat terjadi perubahan kearah keganasan,
seperti karsinoma epidermoid. Kista ini diduga berasal dari sel telur melalui
proses partenogenesis. Gambaran klinis adalah nyeri mendadak diperut
bagian bawah karena torsi tangkai kista.
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang
berada di luar rahim.Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya
lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat,
terutama saat menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorrhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga
menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah
f. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan.Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
g. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan
melepaskan sel telur secara kontinyu.Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium
akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Untuk kista polikistik
ovarium yang menetap (persisten), operasiharus dilakukan untuk
mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit
1.3 Etiologi Kista Ovarium
BerdasarkanSetiadi (2015). Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti,
kemungkinan terbentuknya kista akibat gangguan pembentukan hormon
dihipotalamus, hipofisis atau di indung telur sendiri (ketidakseimbangan hormon).
Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal
mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan.
Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang
fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan
darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-
lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami.
Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium,
misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur
1.4 Pathway (terlampir)
1.5 Tanda dan Gejala
Kebanyakan kista ovarium tidak menunjukan tanda dan gejala.Sebagian besar
gejala yang ditemukan adalah akibatpertumbuhan aktivitas hormon atau komplikasi
tumor tersebut.Kebanyakan wanita dengan Kista ovarium tidak menimbulakan
gejala dalam waktu yang lama.Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik
menurut (Nugroho. 2014).
A. Tanda dan gejala yang sering muncul pada kista ovarium antara lain:
➢ Menstruasi yang tidak teratur, disertai nyeri.
➢ Perasaan penuh dan tertekan di perut bagian bawah, disertai nyeri.
➢ Nyeri saat bersenggama.
➢ Perdarahan menstruasi yang tidak biasa. Mungkin pendarahan lebih
lama, mungkin lebih pendek, atau mungkin tiak keluar darah menstruasi
pada siklus biasa atau siklus menstruasi tidak teratur
Pada stadium awal gejalanya dapat berupa:
➢ Gangguan haid
➢ Jika sudah menekan rectum mungkin terjadi konstipasi atau sering
mendesak untuk berkemih. Hal ini terjadi ketika kista memberi tekanan
pada kandung kemih.
➢ Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang
menyebabkan nyeri spontan dan sakit diperut.
➢ Nyeri saat bersenggma
Pada stadium lanjut:
➢ Asites, cairan yang memenuhi rongga perut yang berada tepat di bawah
diafragma, di bawah rongga dada yang menyebabkan sesak napas akibat dari
pembesaran asites.
➢ Kista denoma ovarium serosum menyebar ke sistem paru yang
menyebabkan sesak nafas, pernafasan cepat
➢ Kista denoma ovarium serosum menyebar ke sistem pencernaan yang
menyebabkan Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan,
pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.
➢ (lemak perut) serta organ organ di dalam rongga perut (usus dan hati)
➢ Kista denoma menyebar ke sistem perkemihan gangguan buang air besar
dan kecil.
➢ Sesak nafas akibat penumpukan cairan terjadi pada rongga pleura akibat
penyebaran penyakit ke rongga pleura yang mengakibatkan penderita sangat
merasa sesak nafas.
1.6 Manifestasi Klinis Kista Ovarium
Menurut Nugroho (2015), dalam manifestasi klinis kista ovarium, sebagian besar
wanita dengan kista ovarium tidak menunjukkan gejala untuk jangka waktu
tertentu. Namun, beberapa mengalami gejala yang bisa muncul sebagai berikut:
1. Nyeri pada saat menstruasi,
2. Nyeri di perut bagian bawah,
3. Nyeri ketika berhubungan seksual,
4. Sakit punggung biasanya menyebar secara radial di atas kaki,
5. Kadang disertai nyeri saat buang air kecil atau besar
6. Siklus haid tidak teratur, bisa jadi jumlah darah yang keluar lebih banyak.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Williams, Rayburn F 2015) bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada klien dengan kista ovarium sebagai berikut:
a. Laparaskopi, pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat
tumor itu.
b. Ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik
atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang
bebas dan yang tidak.
c. Foto Rontgen, pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor.
Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan pemasukan bubur
barium dalam colon disebut di atas.
d. Pap smear, untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan
adaya kanker atau kista.
e. Pemeriksaan darah CS – 125 (menilai tinggi rendahnya kadar protein pada
darah)
Memeriksa tingkat protein dalam darah yang disebut CA-125. Kadar CA-125
pada pasien dengan kista ovarium dapat meningkat selama mengalami fase
subur, meskipun tidak ada bukti keganasan. Namun, tahap pengujian CA-125
biasanya dilakukan pada wanita yang berisiko mengembangkan proses ganas.
Nilai CA-125 yang khas adalah 0-35u/ml (Prawirohardjo, 2014).
1.8 Penatalaksaan Kista Ovarium
Adapun penatalaksanaan kista ovarium dibagi atas dua metode:
a. Terapi Hormonal
Pengobatan dengan pemberian pil KB (gabungan estrogenprogresteron) boleh
ditambahkan obat anti androgen progesteron cyproteron asetat yang akan
mengurangi ukuran besar kista. Untuk kemandulan dan tidak terjadinya ovulasi,
diberikan klomiphen sitrat. Juga bisa dilakukan pengobatan fisik pada ovarium,
misalnya melakukan diatermi dengan sinar laser.
b. Terapi Pembedahan/Operasi
Pengobatan dengan tindakan operasi kista ovarium perlu mempertimbangkan
beberapa kondisi antara lain, umur penderita, ukuran kista, dan keluhan. Apabila
kista kecil atau besarnya kurang dari 5 cm dan pada pemeriksaan Ultrasonografi
tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dilakukan operasi dengan
laparoskopi dengan cara, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul
dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut.
Apabila kista ukurannya besar, biasanya dilakukan pengangkatan kista dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara laparatomi,
kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan atau tidak. Bila
sudah dalam proses keganasan, dilakukan operasi sekalian mengangkat ovarium
dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar dan kelenjar limpe (Yatim, 2008).
MK :
konstipasi
MK :
konstipasi
MK : Defisit Nutrisi
2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan tahap yang paling awal dan dasar di dalam
proses asuhan keperawatan selain itu adalah tahap yang paling menentukan bagian
tahap selanjutnya, kemampuan dalam mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada
di tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan oleh karena itu tahap
pengkajian harus dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga seluruh kebutuhan
perawatan pada klien dapat teridentifikasi (Nursalam, 2016).
A. Data Subyektif
1) Identitas pasien
Meliputi : Nama pasien, umur, agama, Pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan,
identitas orang tua
2) Alasan Kunjungan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama harus dijelaskan secara singkat dan jelas, dikaji sesuai
dengan yang dirasakan pasien untuk mengetahui masalah utama yang
dialami pasien mengenai kesehatan reproduksi.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan yang lalu
Dalam pengkajian riwayat kesehatan yang lalu untuk mengetahui
penyakit yang dulu pernah diderita sehingga mempengaruhi penyakit
yang dialami dan bisa memperburuk penyakit yang diderita saat ini.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Dalam pengkajian riwayat penyakit sekarang untuk mengetahui
kemungkinan alasan yang menyebabkan terjadinya keluhan diderita
yang berhubungan dengan gangguan reproduksi terutama pada
penyakit kista ovarium.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam Riwayat Kesehatan keluarga ini untuk mengetahui
kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan
kesehatan pasien.
c. Riwayat Perkawinan
Pada Riwayat perkawinan meliputi informasi mengenai status
pernikahan seperti: berapa kali menikah, pada umur berapa nikah dan
lama pernikahan.
d. Riwayat menstruasi
Pada Riwayat menstruasi untuk mengetahui tentang menarche disaat
umur berapa, lama menstruasi, banyak menstruasi, siklus, sifat dan
warna darah, disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Perlu
diketahui untuk mengetahui ada tidaknya kelainan sistem reproduksi
sehubungan dengan menstruasi.
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
f. Riwayat KB
Riwayat KB dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang digunakan
hingga sekarang sehingga kemungkinan menjadi penyebab atau
berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini.
g. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
1. Nutrisi
Nutrisi terkait bagaimana pola makan pasien, pasien suka memakan
makanan yang cepat saji, atau yang belum dimasak atau mentah dan
apakah ibu suka meminum minuman beralkohol karena dapat menjadi
salah satu penyebab pertumbuhan tumor dalam tubuh.
2. Eliminasi
Pada pasien yang mengalami gangguan pola fungsi sekresi yaitu
kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan
bau serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, jumlah, dan warna.
3. Hubungan seksual
Hubungan seksual dapat dikaji untuk mengetahui gangguan kesehatan
reproduksi, apakah terdapat keluhan ketika melakukan hubungan
seksual.
4. Pola istirahat tidur
Selama sakit pola istirahat tidur pasien tetap untuk mengetahui pasien
beristirahat dengan cukup atau tidak.
5. Personal hygiene
Personal hygiene dapat untuk mengetahui bagaimana ibu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalianya.
6. Aktivitas
Aktivitas pasien dapat dikaji sebagai data yang menggambarkan
bagaimana pola aktivitas pasien setiap harinya dan pengaruh aktivitas
terhadap kesehatan pasien
h. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan suatu diagnosa penyakit dengan cara melakukan
pemeriksaan penunjang atau laboratorium untuk mendukung diagnosa
medis, kemungkinan terjadinya komplikasi, kelainan dan penyakit
B. Data Objektif
1) Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : untuk melihat keadaan umum pasien
b. Tingkat kesadaran : untuk menilai kesadaran pasien termaksud apakah
pasien mengalami penurunan kesadaran atau tidak
c. TTV : meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan, serta temperatur/ suhu
2) Pemeriksaan fisik
Pemerikasaan fisik dilakukan secara head to toe :
a. Kepala : bentuk kepala, kebersihan kepala, keadaan rambut rontok atau
tidak
b. Muka : keadaan muka edema atau tidak, pucat
c. Mata : keadaan mata sklera ikterik atau tidak, konjungtiva anemis atau
tidak, tidak ada nyeri tekan
d. Hidung : keadaan hidung simetris atau tidak, ada infeksi atau tidak,
terdapat cuping hidung atau tidak
e. Telinga : apakah ada penumpukan sekret atau tidak, terdapat nyeri tekan
atau tidak
f. Mulut : mukosa bibir pecah-pecah atau tidak, keadaan berlubang atau
tidak, stomatitis atau tidak
g. Leher : pasien mengalami pembesaran kelenjar tiroid atau tidak, vena
jugularis atau tidak, dan limfe
h. Ketiak : apakah ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak
i. Dada : kesimetrisan dada kiri dan kanan, apakah terdapat benjolan atau
tidak
j. Abdomen : bentuk abdomen simetris atau tidak, keadaan luka bekas
operasi dan pembesaran pada perut, berapa jumlah jahitan setelah operasi
k. Ekstremitas atas : melihat keadaan turgor baik atau tidak, sianosis atau
tidak, ikterik atau tidak
l. Ekstremitas bawah : keadaan turgor baik atau tidak, sianosis tidak,
refleks patella positif atau tidak, oedem atau tidak
m. Genetalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, ataupun pengeluaran
cairan yang abnormal
2.2 Analisa data
Analisa data adalah data yang telah dikumpulkan dikelompokkan dan di analisis
untuk menentukan masalah kesehatan pasien. Untuk mengelompokkan dibagi
menjadi dua data yaitu data objektif dan subjektif dan kemudian ditentukan masalah
keperawatan yang timbul
2.3 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut bd agen pencedera fisik (D.0077)
2) Defisit nutrisi bd keengganan untuk makan (D.0019)
3) Ansietas bd kurang terpapar informasi (D.0080)
4) Resiko infeksi dd efek prossedur invasif (D.0142)
5) Konstipasi bd kelemahan otot abdomen (D.0049)
2.4 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)


KEPERAWATAN (SDKI) HASIL (SLKI)

Nyeri akut bd agen Tujuan: Manajemen Nyeri (I.08238)


pencedera fisik Tingkat Nyeri (L.08066) Observasi
(D.0077) Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan selama ......x..... frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
jam tingkat nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
• Keluhan nyeri menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat
• Kemampuan menuntaskan dan memperingan nyeri
aktivitas meningkat 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
• Gelisah menurun tentang nyeri

• Kesulitan tidur menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap

• Frekuensi nadi membaik respon nyeri

• Tekanan darah membaik 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas


hidup
• Sensasi berkemih
8. Monitor keberhasilan terapi
meingkat
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresure, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat analgetik, Jika
perlu
Defisit nutrisi bd Tujuan: Manajemen Nutrisi (I.03119)
keengganan untuk makan Status Nutrisi (L.03030) Observasi
(D.0019) Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi
keperawatan selama ......x..... 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
jam diharapkan status nutrisi makanan
membaik 3. Identifikasi makanan yang disukai
Dengan kriteria hasil : 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
• Porsi makanan yang jenis nutrien
dihabiskan meningkat 5. Identifikasi perlunya penggunaan
• Berat badan membaik selang nasogastrik
• Frekuensi makan membaik 6. Monitor asupan makanan

• Bising usus membaik 7. Monitor berat badan


8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygienis sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
(mis. piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Ansietas bd kurang terpapar Tujuan: Reduksi Ansietas (I.09134)
informasi (D.0080) Tingkat Ansietas (L.09093) Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
keperawatan selama ......x..... (mis. kondisi, waktu, stressor)
jam tingkat ansietas menurun 2. Identifikasi kemampuan mengambil
dengan kriteria hasil: keputusan
• Verbalisasi kebingungan 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
menurun dan nonverbal)
• Anoreksia menurun Terapeutik
• Perilaku tegang menurun
• Perilaku gelisah menurn 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
• Pola tidur membaik menumbuhkan kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan dating
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, Jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
6. Latih kegiatan pengelihatan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu
Resiko infeksi dd efek Tujuan: Manajemen Konstipasi (I.04155)
prossedur invasif (D.0142) Tingkat Infeksi (L.04033) Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
keperawatan selama ......x..... dan sistematik
jam tingkat infeksi menurun Terapeutik
dengan kriteria hasil: 1. Batasi jumlah pengunjung
• Nafsu makan meningkat 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
• Demam menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
• Bengkak menurun dengan pasien dan lingkungan pasien

• Nyeri menurun 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien


beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka dan
luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
Konstipasi bd kelemahan Tujuan: Manajemen Konstipasi (I.04155)
otot abdomen (D.0049) Eliminasi Fekal (L.04033) Observasi
Setelah dilakukan tindakan 2. Periksa tanda gejala konstipasi
keperawatan selama ......x..... 3. Periksa pergerakan usus, karakteristik
jam eliminasi fekal membaik feses (konsistensi, bentuk, volume, dan
dengan kriteria hasil: warna)
• Keluhan defekasi lama 4. Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis.
dan sulit menurun obat-obatan, tirah baring, dan diet
• Distensi abdomen rendah serat)
menurun
• Urgency menurun 5. Monitor tanda dan gejala ruptur usus dan
• Nyeri abdomen menurun atau peritonitis
• Peristaltik usus membaik Terapeutik

• Frekuensi defekasi 5. Anjurkan diet tinggi serat

membaik 6. Lakukan masase abdomen, jika perlu


7. Lakukan evakuasi fases secara manual,
jika perlu
8. Berikan enema atau irigasi, jika perlu
Edukasi
7. Jelaskan etiologi masalah dan alasan
tindakan
8. Anjurkan peningkatan asupan cairan,
jika tidak ada kontraindikasi
9. Latih buang air besar secara teratur
10. Ajarkan cara mengatasi konstipasi atau
impaksi
Kolaborasi
1. Konsultasi dengan tim medis tentang
penurunan atau peningkatan frekuensi
suara usus
2. Kolaborasi penggunaan obat pencahar,
jika perlu
2.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter
& Perry, 2011).
Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data
yang baru
2.6 Evaluasi keperawatan
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Purba, 2019)9).
Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah membandingkan tingkah laku klien
sebelum dan sesudah implementasi. Hal ini terkait kemampuan klien dengan kista
ovarium dalam beradaptasi dan mencegah timbulnya kembali masalah yang pernah
dialami. Pada klien kista ovarium dapat mengevaluasi kemampuan masalah adaptasi
yang pernah dialami, kemampuan adaptasi ini meliputi seluruh aspek baik psiko
maupun social (Hidayati, 2014).

Anda mungkin juga menyukai