Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA OVARIUM

Oleh : ANGGUN CAHAYANI

NIM : 21300011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KISTA OVARIUM

1. Definisi
Kista Ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk seperti kantung
yang bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh.Kantung ini bisa berisi zat gas, cair, atau
setengah padat.Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul.Kista ovarium biasanya
berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang berisi material cairan atau setengah cair.
(Nugroho, 2014).
Menurut (Winkjosastro, 2015) kistoma ovarium merupakan suatu tumor, baik yang
kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan, tumor
ovarium yang dijumpai yang paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista
lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam
rahim atau dapat menghalanghalangi masuknya kepala ke dalam panggul.
2. Klasifikasi Kista Ovarium
MenurutJoyce M.Black (2014).Eiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu:
a). Kista Ovarium Non Neoplastik (Fungsional)
1) Kistoma ovari simpleks, kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis berisi cairan
jernih yang serosa dan berwarna kuning.
2) Kistodema ovari musinosum, bentuk kista multilokular, biasanya unilateral dan
dapat tumbuh menjadi besar.
3) Kistadenoma ovari serosum, kista yang berasal dari epitel germinativum, kista ini
dapat membesar.
4) Kista dermoid, teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal berdiferensiasi
sempurna dan lebih menonjol dari pada mesoderm dan endoterm. Dinding kista keabu-
abuan dan agak tipis.
b). Kista Ovarium Plastik (Abnormal)
1) Kistadenom
Berasal dari pembungkus ovarium yang tumbuh menjadi kista.Kista ini juga dapat
menyerang ovarium kanan atau kiri.Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada
bagian tubuh sekitar seperti vesika urinaria sehingga dapat menyebabkan inkontinensia
atau retensi. Jarang terjadi tapi mudah menjadi ganas terutama pada usia di atas 45
tahun atau kurang dari 20 tahun.
2) Kista coklat (endometrioma)
Terjadi karena lapisan di dalam rahim tidak terletak di dalam rahim tapi melekat pada
dinding luar indung telur. Akibatnya, setiap kali haid, lapisan ini akan menghasilkan
darah terus menerus yang akan tertimbun di dalam ovarium dan menjadi kista. Kista ini
dapat terjadi pada satu ovarium.Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama ketika
haid atau bersenggama.
3) Kista dermoid
Dinding kista keabu-abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik kenyal dan
sebagian lagi padat.Dapat terjadi perubahan kearah keganasan, seperti karsinoma
epidermoid. Kista ini diduga berasa dari sel telur melalui proses partenogenesis.
Gambaran klinis adalah nyeri mendadak diperut bagian bawa karena torsi tangkai kista.
4) Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar
rahim.Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap
bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.
5) Kista hemorrhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan nyeri di
salah satu sisi perut bagian bawah.
6) Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan.Kista lutein yang sesungguhnya,
umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
7) Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel telur
secara kontinyu.Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar karena
bertumpuknya kista ini. Untuk kista polikistik ovarium yang menetap (persisten),
operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan
gangguan dan rasa sakit.
3. Etiologi
Berdasarkan Setiadi (2015). Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti,
kemungkinan terbentuknya kista akibat gangguan pembentukan hormon dihipotalamus,
hipofisis atau di indung telur sendiri (ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat
timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau
mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung
telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor disebabkan oleh
penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista
theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami.
Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya
pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.
4. Tanda dan Gejala
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang
tidak berbahaya.Tetapi adapulakista yang berkembang menjadi besar dan menimpulkan
nyeri yang tajam.Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala saja karena mungkin
gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan
ektopik (di luar rahim) atau kanker ovarium.Meski demikian, penting untuk
memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh Anda untuk mengetahui gejala mana
yang serius.Berdasarkan (Djuanda, 2014), gejala-gejala berikut mungkin muncul bila anda
mempunyai kista ovarium:
Kebanyakan kista ovarium tidak menunjukan tanda dan gejala.Sebagian besar gejala yang
ditemukan adalah akibat pertumbuhan aktivitas hormon atau komplikasi tumor
tersebut.Kebanyakan wanita dengan Kista ovarium tidak menimbulakan gejala dalam
waktu yang lama.Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik menurut (Nugroho.
2014).
1) Tanda dan gejala yang sering muncul pada kista ovarium antara lain:
a) Menstruasi yang tidak teratur, disertai nyeri.
b) Perasaan penuh dan tertekan di perut bagian bawah, disertai nyeri.
c) Nyeri saat bersenggama.
d) Perdarahan menstruasi yang tidak biasa. Mungkin pendarahan lebih lama, mungkin
lebih pendek, atau mungkin tiak keluar darah menstruasi pada siklus biasa atau siklus
menstruasi tidak teratur.
Pada stadium awal gejalanya dapat berupa:
a) Gangguan haid
b) Jika sudah menekan rectum mungkin terjadi konstipasi atau sering mendesak untuk
berkemih. Hal ini terjadi ketika kista memberi tekanan pada kandung kemih.
c) Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri
spontan dan sakit diperut.
d) Nyeri saat bersenggma
Pada stadium lanjut:
a) Asites, cairan yang memenuhi rongga perut yang berada tepat di bawah diafragma, di
bawah rongga dada yang menyebabkan sesak napas akibat dari pembesaran asites.
b) Kista denoma ovarium serosum menyebar ke sistem paru yang menyebabkan sesak
nafas, pernafasan cepat
c) Kista denoma ovarium serosum menyebar ke sistem pencernaan yang menyebabkan
Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan,pengerasan payudara mirip
seperti pada saat hamil.
d) (lemak perut) serta organ organ di dalam rongga perut (usus dan hati)
e) Kista denoma menyebar ke sistem perkemihan gangguan buang air besar dan kecil.
f) Sesak nafas akibat penumpukan cairan terjadi pada rongga pleura akibat penyebaran
penyakit ke rongga pleura yang mengakibatkan penderita sangat merasa sesak nafas.
Bila ditemukan sifat kista seperti tersebut diatas, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untu memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti tindakan USG dengan Doppler
untuk menentukan arus darah dan bahkan mungkin diperlukan untuk menunjang diagnosis
adalah pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca 72-4, beta – HCG dan
alfafetoprotein. Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker
ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi. Prosedur
operasi pada pasien yang tersangka kanker ovarium sangat berbeda dengan kista ovarium
biasa.
5. Manifestasi Klinis
Menurut Nugroho (2012), tanda dan gejala kista ovarium antara lain:
a. Sering tanpa gejala.
b. Nyeri saat menstruasi.
c. Nyeri pada perut bagian bawah.
d. Nyeri saat berhubungan badan.
e. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai kaki.
f. Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil.
g. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
6. Patofisiologi
Perkembangan ovarium setelah lahir didapatkan kurang lebih sebanyak 1.000.000 sel
germinal yang akan menjadi folikel, dan sampai pada umur satutahun ovarium berisi
folikel kistikdalam berbagai ukuran yang dirasngsang oleh peningkatan gonadotropin
secara mendadak, bersamaan dengan lepasnya steroid fetoplasental yang merupakan
umpan balik negative pada hipotalamuspituitari neonatal. Pada awal pubertas sel germinal
berkurang menjadi 300.000 sampai 500.000 unit dari selama 35-40 tahun dalam masa
kehidupan reproduksi, 400-500 mengalamai proses ovulasi, folikel primer akan menipis
sehingga pada saat menopause tinggal beberapa ratus sel germinal. Pada rentang 10-15
tahun sebelum menopause terjadi peningkatan hilangnya folikel berhubungan dengan
peningkatan FSH. Peningkatan hilangnya folikel kemungkinan disebabkan peningkatan
stimulasi FSH.
Pada masa reproduksi akan terjadi maturasi folikel yang khas termasuk ovulasi dan
pembentukan korpus luteum. Proses ini terjadi akibat interaksi hipotalamus-hipofisis-
gonad di mana melibatkan folikel dan korpus luteum, hormone steroid, gonadotropin
hipofisis dan faktor autokrin atau parakrin bersatu untuk menimbulkan ovulasi. Kista
ovarium yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional jinak. Kista
dapat berupa folikular dan luteal. Kista ini terjadi karena kegagalan ovulasi (LH surge)
dan kemudian cairan intrafolikel tidak diabsorpsi kembali. Pada beberapa keadaan,
kegagalan ovulasi juga dapat terjadi secara artificial dimana gonatropi diberikan secara
berlebihan untuk menginduksi ovulasi. Hipotalamus menghasilkan gonadotrophin
releasing hormone (GnRH), yang disekresi secara pulpasi dalam rentang kritis. Kemudian
GnRH memacu hipofisis untuk menghasilkan gonadotropin (FSH dan LH) yang disekresi
secara pulpasi juga.
Segera setelah menopause tidak ada folikel ovarium yang tersisa. Terjadi peningkatan
FSH 10-20 kali lipat dan peningkatan LH sekitar 3 kali lipat dan kadar maksimal dicapai
1-3 tahun pasca menopause, selanjutnya terjadi penurunan yang bertahap walaupun sedikit
pada kedua gonadotropin tersebut. Peningkatan kadar FSH dan LH pada saat kehidupan
merupakan bukti pasti terjadi kegagalan ovarium (Prawirohardjo,2011).
Ukuran kista ovarium bervariasi, misalnya kista korpus luteum yang berukuran sekitar
2 cm-6 cm, dalam keadaan normal lambat laun akan mengecil dan menjadi korpus
albikans. Kadang-kadang korpus luteum akan mempertahankan diri, perdarahan yang
sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan bewarna merah
coklat tua karena darah tua. Korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa
amnorea diikuti perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat pula menyebabkan rasa berat
di perut bagian bawah dan perdarahan berulang dalam kista dapat menyebabkan ruptur
(Wiknjosastro, 2015).
7. Pathway

Fungsi
Tekanan dari Jaringan Penyempitan
ovarium
luar kista, cidera parut lumen uretra
abnormal
uretra uretra

Penimbunanan Gangguan Kebiasaan


folikel yang pola tidur berkemih lebih
terbentuk secara dari 2 kali
tidak sempurna

Intokleransi
Folikel gagal urine berlanjut
berinvolusi dan gagal
mereabsorbasi cairan

Terbentuk nya Pembedahan Nyeri akut


kista ovarium jaringan terputus
8. Pemeriksaaan Penunjang
Berdasarkan Williams, Rayburn F 2015) bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada klien dengan kista ovarium sebagai berikut:
a) Laparaskopi, pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat tumor itu.
b) Ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan
dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
c) Foto Rontgen, pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor.
Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan pemasukan bubur barium dalam
colon disebut di atas.
d) Pap smear, untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya kanker
atau kista.
e) Pemeriksaan darah CS – 125 (menilai tinggi rendahnya kadar protein pada darah).
9. Penatalaksanaan
a) Observasi
Kebanyakan kista ovarium terbentuk normal yang disebut kista fungsional dimana
setiap ovulasi. Telur di lepaskan keluar ovarium, dan terbentuklah kantung sisa tempat
telur. Kista ini normalnya akan mengkerut sendiri biasanya setelah 1-3 bulan. Oleh
sebab itu, dokter menganjurkan agar kembali berkonsultasi setelah 3 bulan untuk
meyakinkan apakah kistanya sudah betul-betul menyusut (Yatim, 2015)
b) Pemberian Hormone
Pengobatan gejala hormone yang tinggi, dengan pemberian obat pil KB (gabungan
estrgen dan progesteron) boleh di tambahkan obt anti androgen dan progesterone
cypoteronasetat (Yatim, 2015)
c) Terapi bedah atau operasi
Cara perlu mempertimbangkan umur penderita, gejala dan ukuran besar kista. Pada
kista fungsional dan perempuan yang bersangkutan masih menstruasi, biasanya tidak
dilakukan pegobatan dengan operasi, tetapi bila hasil pada sonogram, gambaran kista
bukan kista fungsional, dan kista berukuran besar, biasanya dokter menganjurkan
mengangkat kist dengan operasi, begitu pula bila perempuan sudah menopause, dan
dokter menemukan adanya kista, seringkali dokter yang bersangkutan mengangkat
kista tersebut dengan jalan operasi meskipun kejadian kanker ovarium jarang
ditemukan. Akan tetapi bila si perempuan berusia 50-70 tahun, maka resiko tinggi
terjadi kanker (Yatim,2015).
Prinsip pengobatan kista dengan operasi menurut Yatim, (2015):
(1) Laparaskopi
(2) Laparostomi
(3) Ooferoktomi
(4) Histeriktomi
Histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral
Operasi yang tepat jika terdapat keganasan adalah dengan histerektomi dan salpingo-
ooforektomi bilateral (pengangkatan kedua tuba).Pada wanita muda yang masih ingin
mempunyai keturunan dan dengan tingkat keganasan tumor yang rendah (misalnya
tumor sel granulosa), dapat dipertanggungjawabkan untuk mengambil risiko dengn
melakukan operasi yang tidak
bersifat radikal. (Wiknjosastro, 2014 ).
10. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada kasus pneumonia berdasarkan phatway, diagnosa yang
mungkin muncul yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
11. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Inkontinesia urin berlanjut Tujuan: setelah dilakukan Perawatan kateter urine
b.d neuropati arkus reflex tindakan keperawatan I.04164
d.d berkemih diharapkan kontinensia 1)Observasi
urine pada klien terkontrol a)monitor kepatenan kateter
D.0054 urine
Kriteria hasil: D.0054 b)monitor tanda dan gejala
1)Kemampuan berkemih infeksi saluran kemih’
meningkat c)monitor kebocoran kateter
2)Nokturis menurun d)monitor ouput dan input
3)Residu volume urine cairan
setelah berkemih menurun 2)Traupetik’
4)Distensi kandung kemih a)gunakan teknik aseptic
menurun selama perawatan kateter
5)Frekuensi berkemih urine
membaik b)pastikan selang kateter
6)Sensasi berkemih dan kantunf urine terbebas
membaik dari lipatan
c)kosongkan kantung urinje
jika telah terisi setengah
3)edukasi
a)jelaskan manfaat dan
tujuan pemasangan kateter
Nyeri akut berhubungan Tujuan: setelah dilakukan Manajemen nyeri 1.08238
dengan agen pencedera tindakan keperawatan 1) Observasi
fisiologis diharapkan tingkat nyeri a) Identifikasi lokasi,
menurun L.08066 karakteristik, durasi,
Kriteria hasil: L.08066 frekuensi, kualitas,
1) Kemampuan intensitas nyeri.
menuntaskan aktivitas b) Identifikasi sekala nyeri
meningkat c) Identifikasi respon nyeri
non verbal
2) Keluhan nyeri menurun d) Identifikasi faktor yang
memperberat dan
3) Meringis menurun memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan
4) Sikap protektif menurun dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh
5) Kesulitan tidur menurun budaya terhadap respon
nyeri
g) Monitor keberhasilan
6) Frekuensi nadi membaik
terapi komplementer yang
sudah diberikan
7) Pola nafas membaik h) Monitor efek samping
penggunaan analgetik
8) Tekanan darah membaik 2) Terapeutik
a) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b) Kontrol lingkungan yang
dapat memperberat rasa
nyeri (misalkan suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan
tidur
d) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab,
priode dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e) Ajarkan tekhnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi dalam
pemberian analgetik

Intoleransi aktivitas Tujuan: setelah dilakukan Manajemen energi 1.05178


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1) Observasi
ketidak seimbangan antara diharapkan toleransi a) Identifikasi gangguan
suplai dan kebutuhan aktivitas meningkat fungsi tubuh yang
oksigen L.05047 mengakibatkan kelelahan
Kriteria hasil: L.05047 b) Monitor kelelahan fisik
1) Saturasi oksigen dan emosional
meningkat c) Monitor pola dan jam
2) Kemudahan dalam tidur
melakukan aktivitas sehari- d) Monitor lokasi dan
hari meningkat ketidak nyamanan selama
3) Keluhan lelah menurun aktivitas
4) Dispnea saat aktivitas 2) Terapeutik
menurun a) Sediakan lingkungan
5) Dispnea setelah aktivitas nyaman dan rendah
menurun stimulus (mis. cahaya,
6) Sianosis menurun suara, kunjungan)
7) Tekanan darah membaik b) Lakukan latihan rentang
8) Frekuensi nafas gerak pasif dan / atau aktif
membaik c) Berikan aktivitas
distraksi yang menenangkan
d) Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
3) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring

b) Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
c) Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang

d) Ajarkan koping untuk


mengurangi kelelahan
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, D. (2014). Respirologi. Jakarta : EGC


Paramita. (2011). Nursing, Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT Indeks. \
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. Pokja S.D.K.I (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Indikasi dan
indikator Diagnostik (Cetakan II). Jakarta
Shaleh. (2013). No Title No Title. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699

Anda mungkin juga menyukai