Anda di halaman 1dari 120

DATA 10 BESAR PENYAKIT

RUANG EDELWEIS

1. Abortus iminens sebanyak 109 orang (34,3%)


2. Abortus Inkomplit sebanyak 65 orang (20,5%)
3. Mioma Uteri sebanyak 36 orang (11,4%)
4. Blighded ovum sebanyak 25 orang (7,9%)
5. Ca Servik sebanyak 24 orang (7,6%)
6. Kistoma ovarium sebanyak 20 orang (6,3%)
7. Mola Hidatidosa sebanyak 17 orang (5,4%)
8. Kista Bartolini sebanyak 11 orang (3,5%)
9. Foetal death sebanyak 9 orang (2,9%)
10. Kandiloma Akuminata sebanyak 2 orang (0,7%)
KISTA OVARII

A. Pengertian
 Kista adalah suatu jenis tumor, penyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga
seringnya memakai kesuburan. (Soemadi, 2006)
 Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan atau
benda seperti bubur (Dewa, 2000)
 Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi
cairan atau bahan setengah cair (Sjamsuhidajat, 1998).
 Kista adalah pembesaran suatu organ yang di dalam berisi cairan seperti balon
yang berisi air. Pada wanita organ yang paling sering terjadi Kista adalah indung
telur. Tidak ada keterkaitan apakah indung telur kiri atau kanan. Pada kebanyakan
kasus justru tak memerlukan operasi. (http:// suara merdeka.com)
 Kista ovarii yaitu suatu kantong abnormal berisi cairan atau setengah cairan yang
tumbuh dalam indung telur (ovarium). Kista ovarium biasanya tidak bersifat kanker,
namun walaupun kista tersebut bersifat kecil diperlukan perhatian yang lebih lanjut
untuk memastikan kista tersebut tidak berupa kanker. Kistoma ovari merupakan
suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas
(Winkjosastro. et.all. 1999).

B. Etiologi
Sampai sekarang ini penyebab dari Kista Ovarium belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan
estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus. Beberapa dari
literatur menyebutkan bahwa penyebab terbentuknya kista pada ovarium adalah
gagalnya sel telur (folikel) untuk berovulasi. Fungsi ovarium yang normal tergantung
kepada sejumlah hormon dan kegagalan pembentukan salah satu hormon tersebut bisa
mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh
wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium
yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang berbentuk secara tidak
sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal
melepaskan sel telur, karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Menurut Arif manjoer
menyatakan penyebab adalah gaya hidup yang tidak sehat dan faktor genetik.
Menurut etiologi, Kista ovarii dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Kista non neoplasma
Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen dan
progresterone diantaranya adalah :
a. Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang
berkurang di dalam korteks
b. Kista fungsional
1) Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi
ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler
di antara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang
menarche kurang dari 12 tahun.
2) Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi
progesterone setelah ovulasi.
3) Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG
terdapat pada mola hidatidosa.
4) Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH
yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.
2. Kista neoplasma
a. Kistoma ovarii simpleks
Suatu jenis kista deroma serosum yang kehilangan epitel
kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista
b. Kistodenoma ovarii musinoum
Kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang
pertumbuhannya 1 elemen mengalahkan elemen yang lain
c. Kistadenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ovarium)
d. Kista endrometreid
Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungan dengan
endometroid
e. Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis
C. Patofisiologi
D. Manifestasi
Sebagian besar kista ovarii tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri
yang tidak berbahaya. Tetapi ada pula kista yang berkembang menjadi besar dan
menimbulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala
saja karena mungkin gajalanya mirip dengan keadaan ini seperti endometriosis, radang
panggul, kehamilan ektopik atau kanker ovarium.
Meskipun demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan
dalam tubuh untuk mengetahui gejala mana yang serius, seperti :
1. Perut terasa penuh, berat, kembung
2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung
bawah dan paha.
5. Nyeri sanggama
6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.
Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan kesehatan
segera :
1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba
2. Nyeri bersamaan dengan demam
3. Rasa ingin muntah

E. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan ke dalam kista yang terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menlyebabkan pembesaran kista, dan hanya menimbulkan gejala klinik yang
minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan terjadi
distensi yang cepat dari kista yang menimbulkan nyeri perut yang mendadak.
2. Torsio
Putaran tangkai dapat terjadi pada kista yang berukuran diameter 5 cm atau lebih.
Putaran tungkai ini menyebabkan gangguan sirkulasi meskipun gangguan ini jarang
bersifat total.
3. Kista ovarii yang besar menyebabkan tidak nyaman pada perut dapat menekan VU
sehingga terjadi ketidakmampuan untuk mengosongkan VU secara sempurna.
4. Massa kista ovarii berkembang setelah masa menopause sehingga besar
kemungkinan untuk berubah menjadi kanker. Faktor inilah yang menyebabkan
pemeriksaan pelvic manjadi penting.

F. Pemeriksaan diagnostik
1. USG
Pada USG kista ovarium akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat (kadang-
kadang oval) dan terlihat sangat echolucent dengan dinding dinding yang
tipis/tegas/licin, dan di tepi belakang kista nampak bayangan echo yang lebih putih
dari dinding depannya. Kista ini dapat bersifat unillokuler (tidak bersepta) atau
multilokuler (bersepta-septa). Kadang-kadang terlihat bintik-bintik echo yang halus-
halus (internal echoes) di dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah di
dalam kista.
a. Transabdominal sonogram
Mengevaluasi besarnya massa serta struktur intra abdominal lainnya seperti
ginjal, hati, dan acites. Syarat pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan VU
terisi penuh
b. Endovaginal sonogram
Menggambarkan secara detail struktur pelvis. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara endovaginal. Dilakukan pada saat VU dalam keadaan kosong.
2. MRI
Gambaran MRI lebih jelas memperlihatkan jaringan halus dibandingkan dengan CT-
Scan, serta ketelitian dalam mengidentifikasi lemak dan produk darah. CT-Scan
dapat memberikan petunjuk tentang organ asal dari massa yang ada.
3. Laparoskopi
Mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk
menentukan sifat-sifat tumor tersebut.
4. Foto rontgen
Menentukan adanya hidrtoraks. Selanjutnya pada kista dermoid kadang-kadang
dapat dilihat adannya gigi dalam tumor.

G. Penatalaksanaan medis
1. Pendekatan
Jika wanit usia reproduksi yang masih ingin hamil, berovulsi teratur dan tanpa
gejala, dan hasil USG menunjukkan kista berisi cairan, dokter tidak memberikan
pengobatan apapun dan menyarankan untuk pemeriksaan USG ulangan secara
periodik untuk melihat apakah ukuran kista membesar. Pendekatan ini juga
menjadi pilihan bagi wanita pasca menopause jika kisra berisi cairan dan
diameternya kurang dari 5 cm.
2. Pil kontrasepsi
Jika terdapat kista fungsional, pil kontrasepsi yang digunakan untuk mengecilkan
ukuran kista. Pemakaian pil kontrasepsi juga mengurangi peluang pertumbuhan
kista.
3. Pembedahan
Jika kista tidak menghilang setelah beberapa episode menstruasi, semakin besar,
lakukan pemeriksaan ultrasound, nyeri, pada masa post menopause, dokter harus
segera mengangkatnya. Ada 2 tindakan bedah yaitu laparoskopi dan laparatomy.

H. Pengkajian
Pengkajian umum kista:
1. Ada tidaknya keluhan nyeri diperut bagian bawah?
2. Ada tidaknya gangguan BAB dan BAK?
3. Ada tidaknya asites?
4. Ada tidaknya perut membuncit?
5. Ada tidaknya gangguan nafsu makan?
6. Ada tidaknya kembung?
7. Ada tidaknya sesak nafas?
Pengkajian diagnostic kista:
1. USG : Ada tidaknya benjolan berdiameter > 5 cm
2. CT Scan: Ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan.

I. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri biologi (pemuntiran kista)
2. Cemas b.d perubahan status kesehatan
3. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan penatalaksanaannya b.d kurang
paparan informasi
4. Gangguan perfusi jaringan tidak efektif b.d penurunan kadar Hb
5. Defisit perawatan diri b.d kelelahan
6. Resiko infeksi b.d penyakit
7. Pk. Perdarahan
J. Rencana keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Managemen Nyeri
agen injuri biologi (pemuntiran selama ....X24jam pasien mampu untuk  Lakukan pengkajian nyeri secara
kista) Mengontrol nyeri, Kriteria Hasil : komprehensif termasuk lokasi,
Klien tahu penyebab nyeri, mampu karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
menggunakan tehnik nonfarmakologi dan faktor presipitasi
untuk mengurangi nyeri & mencari  Observasi reaksi nonverbal dari
bantuan ketidaknyamanan
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
menggunakan manajemen nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala 1-3, pasien
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)  Kaji kultur yang mempengaruhi respon
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri nyeri
berkurang  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Tanda vital dalam rentang normal  Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Kolaborasi pemberian analgetik


 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

2 Cemas b/d perubahan status Setelah dilakukan asuhan keperawatan Penurunan kecemasan
kesehatan selama ....X24jam pasien mampu untuk  Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Mengontrol cemas  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
 Koping efektif pelaku pasien
Kriteria Hasil :  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
 Klien mampu mengidentifikasi dan dirasakan selama prosedur
mengungkapkan gejala cemas  Pahami prespektif pasien terhdap situasi
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan stres
menunjukkan tehnik untuk mengontol  Temani pasien untuk memberikan
cemas keamanan dan mengurangi takut
 Vital sign dalam batas normal  Berikan informasi faktual mengenai
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa diagnosis, tindakan prognosis
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
 Dorong keluarga untuk menemani anak
berkurangnya kecemasan
 Lakukan back / neck rub
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan

3 Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pembelajaran : proses penyakit
proses penyakit dan selama .....X 24 jam pasien diharapkan - Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
penatalaksanaannya mengalami peningkatan : penyakit
1. Pengetahuan : proses penyakit - Jelaskan patofisiologi penyakit dan
- Mengenal nama penyakit bagaimana kaitannya dengan anatomi
- Deskripsi proses penyakit dan fisiologi tubuh
- Deskripsi faktor penyebab atau faktor - Deskripsikan tanda dan gejala umum
pencetus penyakit
- Deskripsi tanda dan gejala - Identifikasi kemingkinan penyebab
- Berikan informasi tentang kondisi klien
- Deskripsi cara meminimalkan
- Berikan informasi tentang hasil
perkembangan penyakit
pemeriksaan diagnostik
- Deskripsi komplikasi penyakit - Diskusikan tentang pilihan terapi
- Deskripsi tanda dan gejala komplikasi - Instruksikan klien untuk melaporkan
penyakit tanda dan gejala kepada petugas
- Deskripsi cara mencegah komplikasi Pembelajaran : prosedur/perawatan
- Informasikan klien waktu pelaksanaan
2. Pengetahuan : prosedur perawatan prosedur/perawatan
- Deskripsi prosedur perawatan - Informasikan klien lama waktu
- Penjelasan tujuan perawatan pelaksanaan prosedur/perawatan
- Deskripsi langkah-langkah prosedur - Kaji pengalaman klien dan tingkat
- Deskripsi adanya pembatasan pengetahuan klien tentang prosedur yang
sehubungan dengan prosedur akan dilakukan
- Deskripsi alat-alat perawatan - Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
- Instruksikan klien utnuk berpartisipasi
selama prosedur/perawatan
- Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan
setelah prosedur/perawatan
- Instruksikan klien menggunakan tehnik
koping untuk mengontrol beberapa aspek
selama prosedur/perawatan (relaksasi da
imagery)
4 Defisit perawatan diri b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Bantu pemenuhan kebutuhan dasar : ADLs
kelemahan selama ....x24 jam Klen menunjukkan aktivitas  Monitor kemempuan klien untuk
pemenuhan kebutuhan dasar (ADL) perawatan diri yang mandiri.
Kriteria Hasil :  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat
 Klien terbebas dari bau badan bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
 Menyatakan kenyamanan berhias, toileting dan makan.
terhadap kemampuan untuk melakukan  Sediakan bantuan sampai klien mampu
ADLs secara utuh untuk melakukan self-care.
 Dapat melakukan ADLS dengan  Dorong klien untuk melakukan aktivitas
bantuan sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara mandiri,
tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

6 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Kontrol infeksi


ketidakadekuatan system selama ....X24jam pasien mampu untuk  Bersihkan lingkungan setelah dipakai
kekebalan tubuh.  Mempertahankan dan meningkatkan pasien lain
Ssatus imun  Pertahankan teknik isolasi
-  Mengontrol risiko  Batasi pengunjung bila perlu
Kriteria Hasil :  Instruksikan pada pengunjung untuk
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan
 Menunjukkan kemampuan untuk setelah berkunjung meninggalkan pasien
mencegah timbulnya infeksi  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
 Jumlah leukosit dalam batas normal tangan
 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
 Tanda – tanda vital dalam batas normal tindakan kperawtan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
 Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu

Proteksi terhadap infeksi


 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

7 Risiko perdarahan b.d komplikasi Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Tindakan pencegahan perdarahan
penyakit selama ...... X 24jam pasien dan perawat akan 1. Observasi perdarahan
mengelola dan meminimalkan faktor risiko 2. Pantau TTV secara teratur
perdarahan dengan kriteria hasil :
a) Tidak ada perdarahan pervagina 3. Pantau kehilangan darah
b) Hemoglobin dalam batas normal 4. Pantau kadar HGB dan HCT
c) Tekanan darah dalam batas normal 5. Laporkan pada dokter jika perdarahan
berlebih atau ada tanda syok
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC; 2008


Amin, Huda Nurarif. Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: 2013
Cunningham, Gary. Obtetri Williams. Jakarta: EGC; 2005. h. 931-933
Harlin. Ilmu Penyakit. Jakarta: EGC; 2005
Prawirohardjo, sarwono. Ilmu Kandungan. Jakarta: BinaPustaka; 2011. h.211-213
Manuaba IAH. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC; 2009. h. 96-97
Nugroho, Taufan. Kasus Emergency Kebidanan untuk Kebidanan dan Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. h. 107-114
Perry dan Potter. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta : EGC; 2005
Ralph C. Benson, Martin L. 2008. Buku saku obstetric dan ginekologi. Edisi 9.Jakarta : EGC
Reeder Sharon J. Genekologi Penyakit. Jakarta: EGC; 2011
Rusman, Moechtar. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC; 2009

ABORTUS

1. Pengertian
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan yang diakibatkan oleh berbagai faktor
tertentu pada atau sebelum kehamilan tersebut sebelum berusia 22 minggu atau buah
kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan.
1. Etiologi
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematiannya atau
dilahirkannya dalam kondisi cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian
mudigah dalam hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhan adalah sebagai berikut :

 Kelainan kromosom. Kelainan yang sering dijumpai pada abortus spontan adalah
trisomi dan poliploidi. Kemungkinan juga dapat kelainan kromosom kelamin.
 Lingkungan kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium dan sekitar tempat
implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil
konsepsi terganggu, hal ini dapat menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan janin
dan kematiannya.
 Pengaruh dari luar seperti radiasi, virus, obat-obatan dan lain-lain, dapat
mempengaruhi hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus dan dapat
mengakibatkan kematian atau kelainan pertumbuhan janin. Pengaruh ini umumnya
dinamakan pengaruh teratogen.
 Kelainan pada plasenta
Contohnya adalah endaritis dapat terjadi dalam villi koriales dan mengakibatkan
oksigenasi melalui plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan sampai mengakibatkan kematian janin. Keadaan ini dapat terjadi pada
kehamilan 20 minggu atau lebih antara lain karena hipertensi menahun.

b. Penyakit ibu.
Pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis dan malaria dapat menyebabkan abortus.
Toksin, bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin dan dapat
mengakibatkan kematian janin, kemudian dapat terjadi abortus. Anemia berat
keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellaris,
mononucleosis, infeksiosa, toksoplasmosis juga dapat menyebabkan abortus.

c. Kelainan traktus genitalis.


Retroversioteri, miomata uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan
abortus. Sebab lain abortus pada dalam trimester II adalah imkompetensi serviks
berlebihan, pemotongan serviks atau robekan serviks luas yang tidak dijahit.

d. Antagonis Rhesus.
Darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus sehingga terjadi anemia pada
fetus yang berakibat meninggalnya fetus.

e. Terlalu cepatnya corpus luteun menjadi atropi, inkompetensi serviks, sevisitis.


f. Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi contoh : obat-obatan
utero tonika, ketakutan, laparotomi dan trauma langsung.
Gambar. 1. Abortus

2. Patofisiologi
Pada permulaan abortus terjadi pendarahan dalam desidua basalis diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koreales belum menembus desidua lebih dalam, sehingga plasenta
tidak dilepaskan secara sempurna yang dapat menyebabkan banyak pendarahan.

Pada kehamilan 4 minggu keatas umumnya yang mula-mula dikeluarkan


setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang
telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang
jelas (blighted ovum), mungkin pula janin dilahirkan mati atau dilahirkan hidup.

Apabila janin yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan kruenta. Bentuk ini menjadi mola
karnosa apabila pigmen darah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa, dalam hal ini amnion
tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antar amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang diserap.ini
menjadi agak gepeng (fitus kompressus). Dalam tingkat lanjut ia menjadi tipis seperti kertas
perkamen (fetus papiraseus).

Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan adalah terjadi
meserasi yakni kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi
cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.

3. Klarifikasi, dibagi menjadi dua golongan :


a. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor
mekanis atau medisinalis, hanya oleh faktor ilmiah.
b. Abortus Provokatus adalah abortus yang disengaja baik melalui obat-obatan maupun
alat-alat, abortus ini dibagi menjadi dua :
1) Abortus medisinalis abortus yang dilakukan dengan alasan karena
kehamilan tidak dapat dilanjutkan karena
2) membahayakan jiwa ibu atau abortus menurut indikasi medis.

Gambar. 2. Proses pengeluaran


jaringan

4. Klinis abortus spontan dibagi atas :


a) Abortus Imminens
Adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pd kehamilan sebelum 28
minggu, dengan atau tanpa kontraksi uterus yang nyata, dengan hasil konsepsi dalam
uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks uteri.
b) Abortus Insipiens
Abortus yang sedang berlangsung dengan ostium sudah terbuka dan ketuban
yang teraba. Kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
c) Abortus inkomplitus
Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah
keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis dan yang tertinggal adalah desidua
atau plasenta.
d) Abortus Komplitus
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga rongga rahim
kosong.
e) Abortus Infeksiosa
Adalah abortus yang disertai infeksi. Adanya penyebaran kuman atau toksin ke
dalam sirkulasi dan kavum poritoneum dapat menimbulkan septicemia, sepsis atau
peritonisis.
f) Missed Abortion
Adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan
tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih. Fetus yang meninggal dapat
mengalami :
a. Bisa keluar dengan sendirinya sesudah fetus mati.
b. Bisa direaborsi kembali sehingga hilang.
c. Bisa terjadi mengering dan menipis yang disebut papyraceus.
d. Bisa menjadi mila karnosa dimana fetus yang sudah mati 1 minggu akan
mengalami degenerasi dan air ketubannya direabsorbsi.
g) Abortus habitualis
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih. Hal ini
dapat disebabkan :
a. Kelainan ovum atau spermatozoa dimana kalau terjadi pembuahan
hasilnya adalah pembuahan yang patologis.
b. Kelainan pada ibu: Disfungsi tiroid, kelainan plasenta, ketidakmampuan
plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atropi,
malnutrisi ibu, kelainan anatomis rahim, febris hipertensi, febris undulads,
kelainan pembuluh darah sirkulasi pada plasenta, gangguan spikis,
serviks inkompeten atau rhesus antagonis.

5. Komplikasi Abortus
a) Perdarahan / haemorrhage  syok.
b) Perforasi
c) Infeksi dan tetanus
d) Gagal ginjal akut  akibat shock
e) Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh:
 Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik.
 Indeksi serta atau pepsis disebut syok septic atau endoseptik.

6. Prinsip penanganan:
a. Abortus Imminens
 Tidak perlu penanganan medik yang khusus
 Tirah baring secara total
 Bila perdarahan berhenti lakukan perawatan antenatal terjadual dan
penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi.
 Bila perdarahan terus berlangsung nilai kondisi janin (Uji
Kehamilan/USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab
lain (hamil ektopik atau mola).
 Pada pelayanan kesehatan dengan pelayanan terbatas, pemamtauan
hanya dengan gejala klinik dan hasil pemeriksaan ginekologik.
b. Abortus insipiens
 Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi. Bila usia kehamilan kurang
dari 6 minggu evakuasi dilakukan dengan presedur dilatasi dan kuretase
(D & K).
 Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilakukan atau usia gestasi
lebih besar dari 16 minggu, dilakukan tindakan pendahuluan dengan :
 Infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8
tetes/menit yang dapat dinaikkan hingga 40 tetes/ menit, sesuai
dengan kondisi kontraksi uterus sampai terjadi pengeluaran hasil
konsepsi.
 Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian.
 Misoprostol 400 mg/ oral dan apabila masih diperlukan dapat diulangi
dengan dosis yang sma setelah 4 jam dari dosis awal.
 Hasil konsepsi yang tersisa dari kavum uteri dapat dikeluarkan dengan
cara D & K tetapi hati-hati resiko perforasi.
c. Abortus Inkompletus
 Tentukan besar uterus (taksir sesuai gestasi) kenali dan atasi setiap
komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/ sepsis).
 Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks dapat disertai
perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau
cunam ovum. Setelah itu evakuasi perdarahan :
Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 IM atau misoprostol 400
mg per oral.
Bila perdarahan terus berlangsung evaluasi sisa hasil konsepsi dengan
AVM atau D & K (pilihan tergantung usia gestasi, pembukaan serviks,
dan keberadaan bagian-bagian janin).
 Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika profilaksis.
 Bila terjadi infeksi berikan ampisilin 1 gr dan metronidasol 500 mg setiap
8 jam.
 Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 6 minggu
(anemia sedang dan tranfusi darah pada anemia berat).
Pada beberapa kasus abortus inkompletus erat kaitannya dengan
abortus resiko tinggi, oleh karena itu perhatikan hal-hal berikut ini :

 Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi


uterus atau cedera abdomen (mual-muntah, nyeri punggung,
demam, perut kembung, nyeri perut bawah, dinding perut
tegang, nyeri ulang lepas).
 Berikan boster tetanus toksoid 0,5 ml setelah mg.
 Konseling untuk kontrasepsi pasca keguguran dan
pemantauan lanjut.
d. Abortus Komplit
 Apabila kondisi pasien baik cukup diberi tablet ergometrin 3x1 tablet/ hari
untuk 3 hari.
 Apabila pasien mengalami anemia sedang diberikan tablet sulfas ferosus
600 mg/ hari selama 2 minggu disertai anjuran mengkonsumsi makanan
bergizi (susu, sayuran segar, ikan, daging, dan telur). Untuk anemia
berat diberikan tranfusi darah.
 Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi antibiotoika,
apabila khawatir akan terjadi infeksi dapat diberikan antibiotika
profilaksis.
e. Abortus infeksiosa
 Kasus ini beresiko tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas kesehatan
setempat tidak mempunyai fasilitas memadai, rujuk pasien ke rumah
sakit.
 Sebelum merujuk pasien lakukan restorasi cairan yang hilang dengan NS
atau RL melalui infus dan berikan antibiotika.
 Jika ada riwayat abortus resiko tinggi beri ATS atau TT.
 Pada fasilitas kesehatan yang lengkap dengan perlindungan antibiotika
berspektrum luas dan upaya stabilisasi hingga kondisi pasien memadai
dapat dilakukan pengosongan uterus sesegera mungkin. Hati-hati
terhadap resiko perforasi.
f. Missed Abortion
Sebaiknya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan:
 Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim sehingga prosedur
evakuasi akan lebih sulit dan beresiko perforasi.
 Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup sehingga perlu
tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam.
 Tingginya kejadian komplikasi hipofebrenogenemia yang berlanjut
dengan gangguan pembekuan darah.
g. Abortus habitualis
 Memperbaiki keadaan umum, anjurkan istirahat cukup.
 Bila ditemukan adanya mioma maka keadaan diperbaiki dengan
mengeluarkan mioma.
 Pada inkompetensi serviks apabila penderita telah hamil dapat dilakukan
operasi untuk memperkuat jaringan serviks yang lemah.
 Mengurangi atau menghentikan merokok, minum-minuman alkohol.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Hitung darah lengkap
Dapat menunjukkan peningkatan sel darah putih (SDP), penurunan Hb dan
Hematokrit.
2) Titer gonadotropin korionik manusia (HCG)
Menurun dengan kehamilan ektopik dan meningkat pada Mola Hidatidosa.
3) Masa tromboplastin teraktivitas partial (APTT: activated partial thromboplastin time)
masa tromboplastin partial (PTT: partial thromboplastin time), masa protrombin
(PT: protrombin time) dan jumlah trombosit dapat menunjukkan koagulasi
memanjang.
4) Kadar fibrinogen menurun.
5) Produk split fibrin (FSP) dan produk degradasi fibrin (FDP) terjadi koagualsi
intravaskuler disemenata.
6) Kadar estrogen dan progesterone menurun pada aborsi spontan.
7) Ultrasonografi: Memastikan adanya janin, melokalisasi plasenta dan menunjukkan
tingkat pemisahan; menentukan usia janin (berdasarkan pengukuran diameter
biparietal, panjang femur, kening sampai bokong).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian menurut (Ralph, 2008)
a. Umur, status perkawinan, Gravid dan Paritas
b. Keluhan Utama
Masalah utama yang diuraikan dengan kata-kata nya sendiri
c. Riwayat Penyakit Sekarang
d. Kesehatan pasien pada saat onset penyakit dan rangkaian gejala-gejala
perkembangan penyakit mencatat apa, dimana, kapan, mengapa, bagaiman
dan sejauh mana keluhan mempengaruhi pasien.

e. Riwayat penyakit dahulu


Berupa riwayat menstruasi (umur dan cirri khas menarche/menopause)
riwayat ginekologi (jumlah kehamilan sebelumnya, jumlah kehamilan cukup
bulan sebelumnya, jumlah penghentian kehamilan atau abortus), riwayat
medis alergi terhadap obat-obatan atau alergi non medis, riwayat operasi
atau pembedahan dan trauma, riwayat keluarga (kelainan dan penyakit
herediter yang diderita oleh saudara-saudara pasien ataupun keluarganya),
riwayat seksual (penggunaan kontrasepsi, libido, dan frekuensi koitus serta
berapa lama pernikahan), riwayat sosial (pekerjaan pasien dan
kegemarannya, peran serta dalam organisasai atau keagamaan), dan
riwayat pribadi (kebiasaan, contoh: kebiasaan olah raga, penggunaan
alkohol, atau obat-obatan tertentu).
f. Pemeriksaan Fisik (Asmadi, 2008)
1) Keadaan Umum, meliputi : kesadaran, postur tubuh ibu selama
pemeriksaan, TB, BB
2) Tanda-tan vital meliputi : tekanan darah, suhu badan, frekuensi denyut
nadi, dan pernafasan.
3) Kepala dan Leher meliputi : edema wajah, kloasma gravidarum, mata
(konjungtiva dan sclera) mulut (kebersihan, keadaan gigi karies, karang
atau tonsil), leher (pembesaran kelenjar tiroid dan pembuluh limfe)
4) Payudara meliputi : bentuk dan ukuran, hiperpigmentasi areola, keadaan
putting susu, kolostrum/cairan lain, retraksi dan massa
5) Abdomen meliputi : adanya bekas luka, hiperpigmentasi linia nigra,
striae gravidarum), TFU, palpasi abdomen dan DJJ
6) Genatalia meliput : luka, varises, kondiloma, cairan (warna, konsisten,
jumlah, dan bau), keadaan kelenjar bartholini (pembengkakan, cairan,
kista), nyeri tekan, hemoroid, dan kelainan lain.
7) Ekstremitas meliputi : edema tangan dan kaki pucat pada kuku karies,
varises, reflek patella
g. Pemeriksaan Penunjang
Merupakan data yang diperlukan untuk nenunjang diagnosa (Nugroho,
2010)
1) Pemeriksaan Darah Rutin
2) Ultrasonografi

Diagnosa Keperawatan menurut (Nanda, 2013)


a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b) Kurang pengetahuan tentang penyakit, program penggobatan dan tindakan
preventif serta penatalaksanaan selanjutnya berhubungan dengan kurang
paparan informasi
c) Anorexia berhubungan dengan efek samping anastesi
d) Perubahan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang
ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan
e) Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait kehamilan
(abortus)
f) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
g) Koping tidak efektif b/d proses kehilangan
h) Berduka b/d kehilangan bayi
i) Gangguan proses keluarga b/d kehilangan bayi, perdarahan
j) Harga diri rendah b/d kegagalan memiliki anak
Rencana Keperawatan
N Diagnosis Tujuan Intervensi
O
1 Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
dengan agen injuri fisik selama ....X 24 jam pasien mampu untuk a) Monitor tanda-tanda vital
mengontrol nyeri dengan kriteria hasil: b) Kaji lokasi nyeri, karakteristik, penyebab, skala
a) Klien/pasien mengatakan nyeri waktu nyeri (secara komprehensif, PQRST)
berkurang c) Ajarkan teknik relaksasi : nafas dalam /
b) Skala nyeri 1-3 atau bahkan distraksi / guided imagery
menghilang d) Monitor peningkatan nyeri
c) Klien/pasien tampak rileks e) Intruksikan pasien untuk menginformasikan
d) Tanda-tanda vital dalam batas normal kepada perawat jika pengurang nyeri tidak dapat
dicapai
f) Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
g) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
h) Libatkan keluarga dalam memeberikan
dukungan dan motivasi terhadap pasien Berikan
informasi tentang nyeri, seperti: penyebab,
berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
Pemberian Analgetik
a) Kolaborasi pemberian analgetik
b) Berikan obat dengan prinsip 5 benar
c) Cek riwayat alergi obat
d) Monitor tanda-tanda vital, sebelum
e) Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
- Dokumentasikan respon setelah pemberian
analgetik dan efek sampingnya
Manajemen Lingkungan: Kenyamanan
a) Sediakan lingkungan yang tenang (Batasi
pengunjung)
b) Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga
kenyamanan
c) Atur posisi pasien yang membuat nyaman

2 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pembelajaran : proses penyakit


tentang penyakit, program selama .....X 24 jam pasien diharapkan a) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
penggobatan dan tindakan mengalami peningkatan : tentang penyakit
preventif serta 1. Pengetahuan : proses penyakit b) Berikan informasi secara umum tentang
penatalaksanaan - Prodes penyakit, tanda-tanda penyakit yang klien derita (Prodes penyakit,
selanjutnya berhubungan komplikasi, batasan aktivitas, tanda-tanda komplikasi, batasan aktivitas,
dengan kurang paparan therapy hormon dan perawatan terapi hormon dan perawatan selanjutnya
informasi selanjutnya c) Kaji ulang pengetahuan pasien
2. Pengetahuan : prosedur d) Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk
perawatan bertanya
- Deskripsi prosedur perawatan e) Beri pendidikan kesehatan sesuai dengan
- Penjelasan tujuan perawatan tingkat pemahaman pasien (discharge
- Deskripsi langkah-langkah planning)
prosedur f) Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan
gejala kepada petugas
Pembelajaran : prosedur/perawatan
- Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan
klien tentang prosedur yang akan dilakukan
- Informasikan klien lama waktu pelaksanaan
dan tujuan prosedur perawatan
- Libatkan klien untuk berpartisipasi selama
prosedur/perawatan
- Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah
prosedur perawatan

3 Koping tidak efektif b/d Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Strategi Koping
proses kehilangan keperawatan selama ...x24 jam a) Tentukan penyebab/faktor risiko bila
diharapkan klien menggunakan koping memungkinkan.
yang efektif dengan kriteria hasil : b) Arahkan klien untuk penyelesaian masalah
a) Partisipasi dalam membuat dengan menurunkan perhatian dalam bagian-
keputusan mengenai kesehatan. bagian kecil.
b) Mengumpulkan dukungan dari c) Rencanakan kontak klien dengan pihak lain
hubungan sosial. yang berarti (misal orangtua, keluarga dan
c) Pola tidur/bangun yang normal teman-teman).
seseorang dan aktivitas di unit. d) Dukung respon koping pasien adaptif (misalnya
d) Penurunan takut, marah dan mengekspresikan perasaan).
menarik diri. e) Berikan tingkat stimulus lingkungan yang tepat.
e) Mengenali keterbatasan fisik. f) Dukung ekspresi perasaan melalui terapi
bermain.
g) Bantu dalam mengidentifikasi sumber (misalnya
perawat klinis spesialis psikologi ibu).
h) Ajarkan klien relaksasi (misalnya mengontrol
pernafasan, guide imagery).
4 Anorexia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Mual-muntah
dengan efek samping selama ...x24 jam diharapkan risiko a) Ajarkan teknik relaksasi
anastesi kurang volume cairan akibat mual dan b) Pantau gejala subjektif mual pada pasien
muntah tidak terjadi rdengan kriteria c) Pantau turgor kulit
hasil : d) Pertahankan keakuratan pencatatan asupan dan
a) Melaporkan terbebas dari mual pengeluaran cairan
b) Mengidentifikasi tindakan yang e) Ajarkan pasien menelan secara sadar untuk
dapat menurunkan mual menekan reflek muntah
f) Kolaborasi pemberian obat Antiemetik sesuai
dengan anjuran
5 Perubahan konsep diri Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Strategi Koping
berhubungan dengan selama ...... X 24jam pasien dapat a) Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa
kekawatiran tentang menggunakan koping yang efektif dilakukan histerektomi dan anjurkan klien untuk
mengekpresikan perasaannya tentang
ketidakmampuan memiliki dengan kriteria hasil:
histerektomi
anak, perubahan dalam b) Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang
masalah kewanitaan a) Partisipasi dalam membuat
keputusan mengenai kesehatan. negatif.
b) Mengumpulkan dukungan dari c) Libatkan klien dalam perawatannya
hubungan sosial. d) Kontak dengan klien sesering mungkin dan
c) Pola tidur/bangun yang normal ciptakan suasana yang hangat dan
seseorang dan aktivitas di unit. menyenangkan.
d) Penurunan takut, marah dan e) Memotivasi klien untuk mengungkapkan
menarik diri. perasaannya mengenai tindakan pembedahan
e) Mengenali keterbatasan fisik. dan pengaruhnya terhadap diri klien
f) Berikan dukungan emosional dalam teknik
perawatan, misalnya perawatan luka dan mandi.
g) Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka
bagi klien untuk membicarakan keluhan-
keluhannya.
6. Risiko perdarahan pasca Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Tindakan pencegahan perdarahan
kuretase b.d komplikasi selama ...... X 24jam pasien dan perawat a) Kaji fundus uteri meliputi tinggi, konsistensi
terkait kehamilan (abortus) akan mengelola dan meminimalkan b) Hindari masase pada uterus
faktor risiko perdarahan pasca kuretase c) Ukur TTV secara teratur
dengan kriteria hasil : d) Pantau kehilangan darah
a) Tidak ada perdarahan pervagina e) Pantau kadar HGB dan HCT
b) Hemoglobin dalam batas normal f) Lakukan kolaborasi dengan dokter jika
c) Tekanan darah dalam batas normal perdarahan berlebih atau ada tanda syok

7 Berduka b/d kehilangan Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Manajemen Koping


bayi selama ...... X 24jam pasien dan keluarga
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi
mampu menggunakan : kemungkinan-kemungkinan yang akan datang,
1) Koping individu situasi yang berkembang atau situasi krisis dan
2) Koping keluarga efek dari krisis yang akan mempengaruhi
3) Lingkunngan internal keluarga; kehidupan seseorang atau keluarga.
mendukung b) Sediakan informasi dalam harapan yang realistik
4) Resolusi duka cita berhubungan dengan masalah pasien.
5) Penyesuaian psikis: Perubahan c) Tentukan metode-metode yang biasa digunakan
kehidupan pasien dalam memecahkan masalah.
dengan kriteria hasil : d) Libatkan keluarga orang lain yang berarti dalam
a) Kemampuan berkomunikasi baik memecahkan masalah pasien, bila diperlukan.
b) Tidak ada gangguan istirahat / Tidure) Bantu pasien untuk menentukan siapa yang
akan memecahkan masalahnya
8 Gangguan proses keluarga Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Manajemen Koping
b/d kehilangan bayi atau selama ...... X 24jam pasien dan keluarga a) Kaji faktor penyebab dan penunjan;
perdarahan mampu menggunakan : berhubungan dengan sakit, perilaku anggota
a) Koping keluarga keluarg yang sakit dan pengaruh pada keluarga
b) Lingkungan kleuarga; internal secara keseluruhan.
c) Fungsi keluarga b) Berikan solusi penerimaan akan kondisi baik
d) Normalisasi keluarga pada klien dan keluarga.
e) Dukungan psikosial c) Berikan informasi secara terus menerus dan
f) Penampilan peran sesuai dengan kebutuhan.
dengan kriteria hasil : d) Ciptakan lingkungan yang mendukung pribadi
a) Koping individu dan keluarga efektif dan keluarga seperti menutup pintu kamar
b) Pasien dan keluarga mampu pasien, pertemuan dengan keluarga atau
membuat keputusan barang-barang pribadi klien seperti selimut,
c) Status kesehatan keluarga baik sarung bantal dan guling.
d) Pasien dan keluarga mampu e) Fasilitasi kekuatan keluarga.
membuat Resolusi kehilangan f) Berikan bimbingan antisipasi bila ada keluhan
e) Pasien dan keluarga mampu berlanjut.
berinteraksi sosial g) Tingkatkan kekohesifan seperti; fasilitasi
f) Pasien dan keluarga mempunyai komukasi, anjurkan untuk mengungkapkan
Social support perasaan dan fasilitasi jika terjadi masalah
yang berada atau melebihi bidang
keperawatan (seperti psikiater dan pekerja
sosial).
h) Bantu keluarga untuk menilai situasi.

9 Harga diri rendah b/d Setelah dilakuakan asuhan keperawatan  Konseling


kegagalan memiliki anak selama ...... X 24jam pasien mampu  Peningkatan support system
meningkatkan harga diri dengan  Peningkatan harga diri
kriteria hasil : a) Bina hubungan saling percaya diri
Pasien mampu berinteraksi sosial b) Bantu pasien untuk mengidentifikasi
kemungkinan-kemungkinan situasi krisis dan
efek dari krisis yang akan mempengaruhi
kehidupan pasien
c) Dengarkan secara aktif keluhan pasien
d) Sediakan informasi dalam harapan yang
realistik berhubungan dengan masalah pasien
e) Tentukan metode-metode yang biasa
digunakan pasien dalam memecahkan
masalah
f) Libatkan keluarga orang lain yang berarti
dalam memecahkan masalah pasien, bila
diperlukan
g) Dukungan disaat pengambilan keputusan

10 Risiko Infeksi b.d prosedur Setelah dilakuakan asuhan keperawatan  Kontrol Infeksi
invasive, trauma jaringan selama ......X 24jam pasien petugas  Proteksi infeksi
kesehatan dapat mengurangi faktor a) Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan
risiko dengan kriteria hasil: b) Batasi jumlah pengunjung
a) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi c) Ajarkan dan anjurkan klien cuci tangan dengan
(rubor, dolor, calor dan fungsiolaesa tepat untuk menjaga kesehatan individu
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal d) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
c) Hasil laboratorium dalam batas sebelum dan setelah meninggalkan ruangan
normal pasien
e) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
f) Lakukan universal precautions
g) Gunakan sarung tangan steril
h) Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur
IV
i) Tingkatkan asupan nutrisi / die TKTP
j) Anjurkan asupan cairan yang cukup
k) Anjurkan istirahat
l) Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-
tanda dan gejala dari infeksi
m) Ajarkan pasien dan anggota keluarga
bagaimana mencegah infeksi
n) Ukur TTV
o) Pantau hasil laboratorium Darah Rutin
p) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC; 2008

Amin, Huda Nurarif. Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: 2013

Cunningham, Gary. Obtetri Williams. Jakarta: EGC; 2005. h. 931-933

Harlin. Ilmu Penyakit. Jakarta: EGC; 2005

Prawirohardjo, sarwono. Ilmu Kandungan. Jakarta: BinaPustaka; 2011. h.211-213

Manuaba IAH. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC; 2009. h. 96-97

Nugroho, Taufan. Kasus Emergency Kebidanan untuk Kebidanan dan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. h. 107-114

Perry dan Potter. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta : EGC; 2005

Ralph C. Benson, Martin L. 2008. Buku saku obstetric dan ginekologi. Edisi 9.Jakarta : EGC

Reeder Sharon J. Genekologi Penyakit. Jakarta: EGC; 2011

Rusman, Moechtar. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC; 2009


MOLAHIDATIDOSA

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya
mengalami perubahan hirofik. Mola Hidatidosa terdapat jonjot-jonjot korion (chorionic villi)
yang tumbuh berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan
sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau
mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Reeder, 2011).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka
vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar
dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus
buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-
kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic Gonadotrophin (HCG)
dalam jumlah yang lebih besar dari pada kehamilan biasa. Mola hidatidosa adalah suatu
kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh
villi korialis memgalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola
hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi
cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm
(Prawirohardjo, 2011).
Mola Hidatidosa adalah kehamilan dimana setelah terjadi fertilisasi tidak berkembang
menjadi embrio, tetapi terjadi proliferasi tropoblast, dan ditemukan villi korialis yang
mengalami perubahan degenerasi hidropik dan stroma yang hipovaskuler atau avaskuler,
janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup
dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. adapun
yang mendefinisikan Mola Hidatidosa sebagai bembengkakan kistik, hidropik, dari pada villi
korialis, disertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel korion serta tidak terbentuknya
fetus. Dan definisi yang lain dari Mola Hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi
korionik menjadi sebuah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan, embrio
mati, mola tumbuh dengan cepat, uterus membesar dan menghasilkan sejumlah besar
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) (Nugroho, 2010).

Gambar 1. Mola Hidatidosa

1
2. Etiologi
Menurut (Moechtar, 2009) penyebab Mola Hidatidosa belum diketahui secara pasti, faktor-
faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah :
a.      Faktor ovum
Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua
serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan
dalam pembuahan.
b.      Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan
keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang
diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan
dan perkembangan janinnya.
c.      Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena
trauma kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris
(pergonal).
d.      Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu,
keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apa bila kekurangan
protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal.
e.       Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk
atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit.
Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang masuk
virulensinya serta daya tahan tubuh.

3. Klasifikasi Mola Hidatidosa


Menurut (Cunning, 2005) Sesuai dengan derajatnya, Mola Hidatidosa klasifikasikan menjadi
2 jenis, yaitu mola komplit dan mola parsialis.
1.      Mola Komplit
Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin. Pada
pemeriksaan kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi tidak teraba bagian
tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma membuahi sel telur dengan gen yang
sudah tidak aktif, kemudian kromosom paternal berkembang menjadi kromosom 46
XX atau 46 XY yang sepenuhnya merupakan kromosom sang ayah, sehingga
didapati perkembangan plasenta tanpa adanya janin.

2.      Mola Parsialis


Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat perkembangan
abnormal dari plasenta tetapi masih didapati janin. Kehamilan mola parsialis
biasanya disebabkan karena 2 sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan
terjadinya kehamilan triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya
perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai perkembangan janin yang
abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis biasanya juga meninggal di
dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom dan kelainan kongenital seperti
bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya
pembuahan sel telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi.
Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita kekurangan
carotene dan defisiensi vitamin A. Sedangkan mola parsialis lebih sering tejadi pada
wanita dengan tingkat pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita
perokok.

4. Patofisiologi
Patofisiologi ( Maryunani, 2009 )
Hamil anggur atau mola hidatidosa dapat terjadi karena:
a. Tidak adanya buah kehamilan (agenesis) atau adanya perubahan (degenerasi)
sistem aliran darah terhadap buah kehamilan, pada usia kehamilan minggu ke-3
sampai minggu ke-4.
b. Aliran (sirkulasi) darah yang terus berlangsung tanpa bakal janin, akibatnya terjadi
peningkatan produksi cairan sel trofoblas ( bagian tepi sel telur yang telah dibuahi)
c. Kelainan substansi kromosom (kromatin) seks.

Patofisiologi (Nugroho, 2010) adalah:


a. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu karena itu terjadi gangguan peredaran
darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya
terbentuklah gelembung-gelembung.
b. Teori neoplasma dari part
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana
terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung.
c. Studi dari hertig
Mola Hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai
degenerasi awal atau tidaknya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima.
Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan
trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan

5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis Mola Hidotidosa menurut ( Achadiat, 2004 ) adalah :
a.       Amenore dan tanda-tanda kehamilan. Pada tahap awal tanda dan gejala tahap
kehamilan mola tidak dapat dibedakan dari tanda dan gejala kehamilan normal.
b.       Pada waktu selanjutnya pendarahan pervaginam pada hampir ditemukan disemua
kasus dan terjadi secara berulang. Cairan yang keluar dari vagina bisa berwarna
coklat tua atau merah terang, bisa sedikit atau banyak. Pada keadaan lanjut kadang
keluar gelembung mola. Keadaan ini bisa berlangsung beberapa hari saja atau
secara intermitten selama beberapa minggu.
c.       Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d.      Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar DJJ sekalipun uterus
sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
e.       Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
f.        Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan muntah yang berebihan
(hiperemesis gravidarum), dan kram perut yang disebabkan distensi rahim.
g.        Kadar β-HCG yang tinggi.

6. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Nugroho, 2010) Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1.  Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji
imunologik (galli mainini  dan planotest )  akan  positif setelah
pengenceran (titrasi):
a.  Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
b.  Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil kembar.
Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal
dapat menjadi positif.
2.  Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
3.   Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati-hati ke
dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde  diputar  setelah  ditarik  sedikit,   bila tetap  tidak  ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
4.   Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada kehamilan 3-4
bulan).
5.   Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat
janin.
6. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara
7. Pemeriksaan laboratorium darah dan protein urin

8. Komplikasi
Komplikasi Menurut ( Achadiat, 2004 ) meliputi :
a) Perdarahan hebat
b) Syok
c) Infeksi
d) Perforasi Uterus
e) Keganasan

9. Penatalaksanaan medik
Menurut (Nugroho, 2010) Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
Pemeriksaan USG sangat membantu diagnostic, pada fasilitas kesehatan dimana sumber
daya sangat terbatas, dapat dilakukan :
1. Evaluasi klinik dengan fokus pada riwayat haid terakhir dan kehamilan
2. Perdarahan tidak teratur atau spotting
3. Pembesaran abnormal uterus
4. Pelunakan servik dan dan korpus uteri
5. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin
6. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan
perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
7. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
8. Antisipasi komplikasi krisis tiroid, perdarahan hebat atau pervorasi uterus
9. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal dua tahun

Pengelolaan Mola Hidatidosa sebaiknya dilakukan di rumah sakit, adapun langkah-langkah


pengelolaannya adalah :
1. Pengelolaan syok bila terjadi syok
2. Tranfusi darah bila kadar Hb < 8 gr %
3. Kuretase sebaiknya dengan vakum kuretase, kemudian dilanjutkan dengan sendok
kuretase yang tumpul setelah terjadi pengecilan uterus dan harus dilindungi dengan
oksitosin 10 iu dalam 500 ml Dextrose 5% apa bila sondase uterus >12 cm
4. Pasca kuretase diberikan ergomertin tablet 3x1 tablet par hari
5. Adanya penyulit pre-eklamsi dikelola sesuai dengan prokol pre-eklamsi
6. Adanya penyulit tirotoksikosis dikelola dengan konsultasi internis
7. Pengamatan lanjut dilakukan untuk kemungkinan keganasan pasca Mola Hidatidosa,
selama 1-2 tahun dengan jadwal sebagai berikut :
a. 1x1 minggu pertama selama 1 bulan (4x)
b. 1x2 minggu selama 2 tahun (4x)
c. 1x1 bulan selama 4 bulan (4x)
d. 1x3 bulan selama 1 tahun (4x) di lakukan sampai 2x pemeriksaan berturut-
turut negative
8. Untuk tidak mengacaukan pengamatan, pasien dianjurkan menggunakan
kontrasepsi kondom dan tidak hamil selama pengawasan

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian menurut (Ralph, 2008)
a. Umur, status perkawinan, Gravid dan Paritas
b. Keluhan Utama
masalah utama yang diuraikan dengan kata-kata nya sendiri
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Kesehatan pasien pada saat onset penyakit dan rangkaian gejala-gejala
perkembangan penyakit mencatat apa, dimana, kapan, mengapa, bagaiman dan
sejauh mana keluhan mempengaruhi pasien.
b. Riwayat penyakit dahulu
Berupa riwayat menstruasi (umur dan cirri khas menarche/menopause) riwayat
ginekologi (jumlah kehamilan sebelumnya, jumlah kehamilan cukup bulan
sebelumnya, jumlah penghentian kehamilan atau abortus), riwayat medis alergi
terhadap obat-obatan atau alergi non medis, riwayat operasi atau pembedahan dan
trauma, riwayat keluarga (kelainan dan penyakit herediter yang diderita oleh
saudara-saudara pasien ataupun keluarganya), riwayat seksual (penggunaan
kontrasepsi, libido, dan frekuensi koitus serta berapa lama pernikahan), riwayat
sosial (pekerjaan pasien dan kegemarannya, peran serta dalam organisasai atau
keagamaan), dan riwayat pribadi (kebiasaan, contoh: kebiasaan olah raga,
penggunaan alkohol, atau obat-obatan tertentu).
c. Pemeriksaan Fisik (Asmadi, 2008)
a) Keadaan Umum, meliputi : kesadaran, postur tubuh ibu selama pemeriksaan,
TB, BB
b) Tanda-tan vital meliputi : tekanan darah, suhu badan, frekuensi denyut nadi, dan
pernafasan.
c) Kepala dan Leher meliputi : edema wajah, kloasma gravidarum, mata
(konjungtiva dan sclera) mulut (kebersihan, keadaan gigi karies, karang atau
tonsil), leher (pembesaran kelenjar tiroid dan pembuluh limfe)
d) Payudara meliputi : bentuk dan ukuran, hiperpigmentasi areola, keadaan putting
susu, kolostrum/cairan lain, retraksi dan massa
e) Abdomen meliputi : adanya bekas luka, hiperpigmentasi linia nigra, striae
gravidarum), TFU, palpasi abdomen dan DJJ
f) Genatalia meliput : luka, varises, kondiloma, cairan (warna, konsisten, jumlah,
dan bau), keadaan kelenjar bartholini (pembengkakan, cairan, kista), nyeri tekan,
hemoroid, dan kelainan lain.
g) Ekstremitas meliputi : edema tangan dan kaki pucat pada kuku karies, varises,
reflek patella
d. Pemeriksaan Penunjang
1.  Pemeriksaan kadar beta HCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta
HCG darah atau urin
2.  Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
3.   Uji sonde : Sonde ( penduga rahim )
4.   Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4
bulan).
5.   Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat
janin.
6. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara
7. Pemeriksaan laboratorium darah dan protein urin
e. Dampak terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
f. Diagnosa Keperawatan Mola Hidotidosa menurut (Nanda, 2013)
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b) Kurang pengetahuan tentang penyakit, program penggobatan dan tindakan
preventif serta penatalaksanaan selanjutnya berhubungan dengan kurang
paparan informasi
c) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah
d) Anorexia berhubungan dengan efek samping anastesi
e) Perubahan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang
ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan
f) Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait kehamilan Mola
Hidatidosa
g) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Rencana keperawatan
N Diagnosis Tujuan Intervensi
O
1 Nyeri Akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
agen injuri fisik selama ....X 24 jam pasien mampu untuk i) Monitor tanda-tanda vital
mengontrol nyeri dengan kriteria hasil: j) Kaji lokasi nyeri, karakteristik,
- Klien/pasien mengatakan nyeri penyebab, skala waktu nyeri (secara
berkurang komprehensif, PQRST)
- Skala nyeri 1-3 atau bahkan k) Ajarkan teknik relaksasi : nafas dalam /
menghilang distraksi / guided imagery
- Klien/pasien tampak rileks l) Monitor peningkatan nyeri
- Tanda-tanda vital dalam batas normal m) Intruksikan pasien untuk
menginformasikan kepada perawat jika
pengurang nyeri tidak dapat dicapai
n) Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
o) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
p) Libatkan keluarga dalam memeberikan
dukungan dan motivasi terhadap pasien
Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama terjadi, dan
tindakan pencegahan
Pemberian Analgetik
f) Kolaborasi pemberian analgetik
g) Berikan obat dengan prinsip 5 benar
h) Cek riwayat alergi obat
i) Monitor tanda-tanda vital, sebelum
j) Monitor reaksi obat dan efeksamping
obat
- Dokumentasikan respon setelah
pemberian analgetik dan efek
sampingnya
Manajemen Lingkungan: Kenyamanan
d) Sediakan lingkungan yang tenang
(Batasi pengunjung)
e) Perhatikan hygiene pasien untuk
menjaga kenyamanan
f) Atur posisi pasien yang membuat
nyaman

2 Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pembelajaran : proses penyakit
penyakit, program penggobatan selama .....X 24 jam pasien diharapkan g) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
dan tindakan preventif serta mengalami peningkatan : keluarga tentang penyakit
penatalaksanaan selanjutnya 1. Pengetahuan : proses penyakit h) Berikan informasi secara umum
berhubungan dengan kurang - Prodes penyakit, tanda-tanda tentang penyakit yang klien derita
paparan informasi komplikasi, batasan aktivitas, (Prodes penyakit, tanda-tanda
therapy hormon dan perawatan komplikasi, batasan aktivitas, terapi
selanjutnya hormon dan perawatan selanjutnya
2. Pengetahuan : prosedur perawatan i) Kaji ulang pengetahuan pasien
- Deskripsi prosedur perawatan j) Beri kesempatan pasien dan keluarga
- Penjelasan tujuan perawatan untuk bertanya
- Deskripsi langkah-langkah k) Beri pendidikan kesehatan sesuai
prosedur dengan tingkat pemahaman pasien
(discharge planning)
l) Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala kepada petugas
Pembelajaran : prosedur/perawatan
- Kaji pengalaman klien dan tingkat
pengetahuan klien tentang prosedur
yang akan dilakukan
- Informasikan klien lama waktu
pelaksanaan dan tujuan prosedur
perawatan
- Libatkan klien untuk berpartisipasi
selama prosedur/perawatan
- Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan
setelah prosedur perawatan

3 Resiko nutrisi kurang dari Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan a) Kaji status nutrisi pasien
dengan mual dan muntah kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan b) Anjurkan makan sedikit tapi sering
kriteria hasil : c) Anjurkan untuk makan makanan yang
d) Adanya peningkatan berat badan hangat dan bervariasi
e) Mampu mengidentifikasi kebutuhan d) Timbang berat badan sesuai indikasi
nutrisi e) Tingkatkan kenyamanan lingkungan
f) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi termasuk sosialisasi saat makan
f) Anjurkan orang terdekat untuk
membawa makanan yang disukai
pasien
g) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein

4 Anorexia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Mual-muntah


efek samping anastesi selama ...x24 jam diharapkan risiko g) Ajarkan teknik relaksasi
kurang volume cairan akibat mual dan h) Pantau gejala subjektif mual pada
muntah tidak terjadi rdengan kriteria pasien
hasil : i) Pantau turgor kulit
g) Melaporkan terbebas dari mual j) Pertahankan keakuratan pencatatan
h) Mengidentifikasi tindakan yang dapat asupan dan pengeluaran cairan
menurunkan mual k) Ajarkan pasien menelan secara sadar
untuk menekan reflek muntah
l) Kolaborasi pemberian obat Antiemetik
sesuai dengan anjuran
5 Perubahan konsep diri Setelah dilakuakan asuhan keperawatan 1) Beritahu klien tentang sispa saja yang
berhubungan dengan selama ...... X 24jam pasien dapat bisa dilakukan histerektomi dan
kekawatiran tentang menggunakan koping yang efektif dengan anjurkan klien untuk mengekpresikan
perasaannya tentang histerektomi
ketidakmampuan memiliki anak, kriteria hasil:
2) Kaji apakah klien mempunyai konsep
perubahan dalam masalah diri yang negatif.
kewanitaan  Partisipasi dalam membuat
keputusan mengenai kesehatan. 3) Libatkan klien dalam perawatannya
 Mengumpulkan dukungan dari 4) Kontak dengan klien sesering mungkin
hubungan sosial. dan ciptakan suasana yang hangat dan
 Pola tidur/bangun yang normal menyenangkan.
seseorang dan aktivitas di unit. 5) Memotivasi klien untuk
 Penurunan takut, marah dan mengungkapkan perasaannya
menarik diri. mengenai tindakan pembedahan dan
 Mengenali keterbatasan fisik. pengaruhnya terhadap diri klien
6) Berikan dukungan emosional dalam
teknik perawatan, misalnya perawatan
luka dan mandi.
7) Ciptakan lingkungan atau suasana
yang terbuka bagi klien untuk
membicarakan keluhan-keluhannya.

6. Risiko perdarahan pasca Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Tindakan pencegahan perdarahan
kuretase b.d komplikasi terkait selama ...... X 24jam pasien dan perawat 6. Kaji fundus uteri meliputi tinggi,
kehamilan molahidatidosa akan mengelola dan meminimalkan konsistensi
faktor risiko perdarahan pasca kuretase 7. Hindari masase pada uterus
dengan kriteria hasil : 8. Ukur TTV secara teratur
i) Tidak ada perdarahan pervagina 9. Pantau kehilangan darah
j) Hemoglobin dalam batas normal 10. Pantau kadar HGB dan HCT
k) Tekanan darah dalam batas normal 11. Lakukan kolaborasi dengan dokter
jika perdarahan berlebih atau ada
tanda syok
7 Risiko Infeksi b.d prosedur Setelah dilakuakan asuhan keperawatan  Kontrol Infeksi
invasive, trauma jaringan selama ......X 24jam pasien petugas  Proteksi infeksi
kesehatan dapat mengurangi faktor risiko - Ganti peralatan pasien setiap selesai
dengan kriteria hasil: tindakan
 Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (rubor, - Batasi jumlah pengunjung
dolor, calor dan fungsiolaesa - Ajarkan dan anjurkan klien cuci tangan
 Tanda-tanda vital dalam batas normal dengan tepat untuk menjaga
 Hasil laboratorium dalam batas normal kesehatan individu
- Anjurkan pengunjung untuk mencuci
tangan sebelum dan setelah
meninggalkan ruangan pasien
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
- Lakukan universal precautions
- Gunakan sarung tangan steril
- Lakukan perawatan aseptic pada
semua jalur IV
- Tingkatkan asupan nutrisi / die TKTP
- Anjurkan asupan cairan yang cukup
- Anjurkan istirahat
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala dari infeksi
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga
bagaimana mencegah infeksi
- Ukur TTV
- Pantau hasil laboratorium Darah Rutin
- Lakukan kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi antibiotik
Pathway Faktor Ovum

Mengalami keterlambatan dalam pengeluaran

Syok hipovolemik Kematian Ovum di dalam tubuh

Mengalami Degenerasi
Kekurangan volume
cairan Jongot-jongot korion yang tumbuh berganda dan mengandung cairan

Perdarahan hebat Kista-kista kecil seperti anggur Keganasan Perub konsep diri

Resiko Perdarahan Komplikasi kehamilan Mola Mola Hidatidosa

Tindakan Invasif Perforasi Uterus

Kuretase Jaringan terdapat luka Kurang informasi


Tentang prosedur tindakan
Pengaruh Anastesi Bakteri mudah masuk

Motalitas usus Kurang pengetahuan


Resiko infeksi
Distensi Abdomen infeksi
Nausea Mual & Muntah Nyeri Akut

Nafsu Makan

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Gambar 2. Pathway (Hirlin, 2005)


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC; 2008

Amin, Huda Nurarif. Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: 2013

Cunningham, Gary. Obtetri Williams. Jakarta: EGC; 2005. h. 931-933

Harlin. Ilmu Penyakit. Jakarta: EGC; 2005

Prawirohardjo, sarwono. Ilmu Kandungan. Jakarta: BinaPustaka; 2011. h.211-213

Manuaba IAH. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC; 2009. h. 96-97

Nugroho, Taufan. Kasus Emergency Kebidanan untuk Kebidanan dan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. h. 107-114

Perry dan Potter. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta : EGC; 2005

Ralph C. Benson, Martin L. 2008. Buku saku obstetric dan ginekologi. Edisi 9.Jakarta : EGC

Reeder Sharon J. Genekologi Penyakit. Jakarta: EGC; 2011

Rusman, Moechtar. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC; 2009


KEHAMILAN EKTOPIK

a. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi di luar
endometrium rahim. Istilah lain: ectopic pregnancy, ectopic gestation dan eccecyesis.

Kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini
dapat berbahaya bagi wanita tersebut. Kehamilan heterotopik adalah kehamilan intrauterin
yang terjadi dalam waktu yang berdekatan dengan kehamilan ektopik.

Gambar. 4. Kehamilan diluar rahim

Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic pregnancy) adalah kehamilan


intrauterine yang terjadi pada waktu bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin. Kehamilan
ektopik rangkap (compound ectopic pregnancy) adalah kehamilan intrauterin dengan
kehamilan ekstrauterin yang lebih dulu terjadi, tapi janin sudah mati dan menjadi litopedion.

Gambar. 5. KET

Kehamilan di luar tuba adalah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan


servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder. Kehamilan intrauterin dapat
ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.
Gambar. 6. Tampilan diagnostik KET Gambar. 7. Pembedahan KET

b. Frekuensi
Di Negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, pada RS Pirngadi Medan
(1979-1981) frekuensi 1 : 139, dan untuk RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (1971-1975)
frekuensi 1 : 24. laporan dari Negara-negara lain berkisar antara 1 : 38 dan 1 : 150,
sedangkan di negara-negara maju berkisar antara 1 : 250 dan 1 : 329. Di Amerika
kehamilan ektopik lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam daripada kulit putih.
Sebagaian besar yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan
umur rata-rata 30 tahun. Sementara kehamilan ektopik yang berulang adalah 1 : 14,6 %.

c. Klasifikasi
Menurut Titus, klasifikasi pembagian tempat-tempat terjadinya kehamilan ektopik
adalah:

(1) Kehamilan tuba:


- Interstisial (2%)
- Itshmus (25%)
- Ampula (55%)
- Fimbrial (17%)
(2) Kehamilan ovarial (0,5%)
(3) Kehamilan abdominal (0,1%)
- primer
- sekunder
(4) Kehamilan tubo-ovarial
(5) Kehamilan intraligamenter
(6) Kehamilan servikal
(7) Kehamilan tanduk rahim rudimeter

d. Etiologi

Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan ada pula yang tidak diketahui
atau belum diiketahui. Beberapa faktor penyebab kehamilan ektopik adalah:

(1) Faktor uterus.


- tumor rahim yang menekan tuba.
- uterus hipoplatis.
(2) Faktor tuba.
- penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalfing.
- tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk

Gambar. 8. Bentuk rahim yang berlekuk baik sedang maupun dengan lekukan ekstrim berefek
pada perdarahan

- gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba.


- operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna.
- endometriosis tuba.
- striktur tuba.
- divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya.
- perlekatan peritubal dan lekukan tuba.
- tumor lain menekan tuba.
- lumen kembar dan sempit.
(3) Faktor ovum.
- migrasi eksterna dari ovum.
- perlekatan membran granulosa.
- rapid cell devision.
- migrasi internal ovum.

e. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur dituba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur
mati secara dini dan kemudian direabsorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur
bernidasi antara dua jonjot endosalping.

Estela tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan
jeringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan
desidia di tunba tidak sempurna, dengan mudah vilikoriasis menembus endosalping dan
masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh infasi
trofoblas.

Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditas
dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah pula menjadi
desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut
fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik,
lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa.
Dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada
sebagaian kehamilan ektopik.

Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu
pada umur kehamilan 6 sampai 10 minggu.

1. Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi.


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang dan dengan mudah terjadi reabsorbsi total. Pada keadaan ini penderita tidak
mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba.


Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Abortus ke lumen tuba
sering terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan oleh dinding
tuba oleh villi korialis ke arah peritonium biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdahan terjadi
dan berlangsung terus-menerus sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan
yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba.
Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba.
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya terjadi pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars intertisialis terjadi pada kehamilan
selanjutnya. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Janin yang dikeluarkan dari tuba
dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh,
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut sehingga akan terjadi kehamilan
abdominal sekunder. Untuk kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke bagian uterus, ligamentum
latum, dasar panggul dan usus.

f. Diagnosis dan Gambaran klinik


1. Anamnesis: terjadi amenore, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil muda
dan gejala hamil lainya.
2. Bila terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET):
 pada abortus tuba keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya
rasa sakit di perut dan perdarahan pervaginam. Hal ini dapat dikacaukan dengan
abortus biasa.
 Bila terjadi ruptur tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat membahayakan
jiwa ibu.
3. Perasaan nyeri dan sakit tiba-tiba di perut, seperti diiris dengan pisau disertai muntah
dan bisa jatuh pingsan.
4. Tanda-tanda akut abdomen; nyeri tekan yang hebat (defance musculair), muntah,
gelisah, pucat, anemis, nadi kecil dan halus, tekanan darah rendah atau tidak teratur
(syok).
5. Nyeri bahu karena pergangan diafraghma.
6. Tanda Cullen; sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.
7. Pada pemeriksaan ginekologik (periksa dalam) terdapat:
 adanya nyeri ayun; dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu akan merasa
sakit yang sangat.
 Dougles Crise; rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglasi.
 Kavum Douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah, begitu pula teraba
massa retrouterin (masa pelvis).
8. Pervaginam keluar decidual cast.
9. Pada palpasi perut dan perkusi; ada tanda-tanda perdarahan intraabdominal (shifting
dullness).
10. Pemeriksaan laboratorium:
 Pemeriksaan hemoglobin seri setiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb.
 Adanya leukositosis.
11. Kuldosentesis (Douglas pungsi):
 Untuk mengetahui adakah darah dalam kavum Douglasi.
 Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau
hanya bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa maka hal ini dikatakan positif
(fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma retrouterina.
 Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku, hasil
negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang kena tusuk.
12. Dengan cara diagnostik laparoskopik.
13. Dengan cara ultrasonografi.

Gambaran klinis

Yang biasa dijumpai bisa bersifat akut atau subakut. Beberapa penulis mengemukakan
presentasi gejala yang dijumpai adalah sebagai berikut:

Rasa sakit dan nyeri 90 %


Amenorea 80 %
Perdarahan 82 %
Teraba masa tumor 70 %
Jatuh dalam syok 47 %
Mual dan muntah-muntah 31 %
Pengeluaran jaringan decidual cast 4%
Febris 27 %
Sakit bahu 13 %
Diagnosa pasti sebelum operasi 60 %
Diagnosa mungkin sebelum operasi 20 %
Diagnosa salah sebelum operasi 20 %

Gejala ini bervariasi menurut waktu kapan penderita diperiksa; sebelum,sewaktu, atau
sesudah terjadinya ruptur. Beberapa keadaan yang ditemukan jika terjadi pada:
 Sebelum terganggu.
Tanda-tanda hamil muda, sedikit sakit pada perut, rasa tidal enak pada perabaan
dan biasanya diagnosis sukar ditegakkan. Rasa tidak enak ini menyebabkan ibu
pergi ke dukun dan sehingga dapat terjadi ruptur.

 Sewaktu terganggu (ruptur).


Rasa sakit tiba-tiba pada sebelah perut yang sifatnya seperti diiris dengan pisau,
dan terjadi perdarahan dengan akibat-akibatnya. Terjadi gejala akut abdomen, jadi
diagnosis mudah ditegakkan.

 Setelah ruptur.
Diagnosis lebih mudah dengan adanya tanda-tanda akut abdomen dan perdarahan.
Bila penderita baru datang ke rumah sakit setelah beberapa waktu, maka tanda-
tanda di atas masih ada tetapi kurang jelas. Yang kita dapati adalah tumor di
belakang rahim yang disebut pelvic mass.

Diagnosa banding:

1. Abortus
2. Salpingitis akut
3. Apendisitis akut
4. Ruptur korpus luteum
5. Torsi kista ovarium
6. Mioma sub mukosa yang terpelintir
7. Retrofleksi uteri gravida inkarserata
8. Ruptur pembuluh darah mesenterium
g. Penanganan
1. Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di rumah sakit untuk
penanggulangannya.
2. Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian cairan yang cukup (Dextrosa 5%, Glukosa 5%, garam fisiologis) dan transfusi
darah.
3. Setelah didiagnosis jelas atau sangat disangka KET, dan keadaan
umum baik, segera lakukan laparatomi untuk menghilangkan sumber perdarahan: dicari,
diklem, dan dieksisi sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat sebaik-baiknya.
4. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat.
5. Berikan antibiotika yang cukup dan obat anti-inflamasi.

h. Komplikasi yang mungkin terjadi


Pada pengobatan konserfatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung (4-6
minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bleeding). Ini merupakan indikasi operasi,
infeksi dan sterilisasi.

i. Prognosis
Kematian karena KET cenderung menurun dengan diagnosis dini dan fasilitas
daerah yang cukup. Di RS Pirngadi Medan selama 1979-1981 dari 78 kasus KET angka
kematian ibu adalah nihil (Daeng, 1982), Sastrawinata melaporkan angka kematian ibu 1,9
%; Pohan 7,2 %, Sjahid dan Martohoesodo (1970) sebanyak 2 dari 120 kasus; Tardjamin
(1973) 4 dari 138 kasus.

Hanya 60 % dari wanita yang pernah dapat KET menjadi hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0-14,6 %. Kemudian melahirkan bayi cukup bulan adsalah sekitar 50 %.

j. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Umur, status perkawinan, Gravid dan Paritas
b. Keluhan Utama
masalah utama yang diuraikan dengan kata-kata nya sendiri
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kesehatan pasien pada saat onset penyakit dan rangkaian gejala-gejala
perkembangan penyakit mencatat apa, dimana, kapan, mengapa, bagaiman dan
sejauh mana keluhan mempengaruhi pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Berupa riwayat menstruasi (umur dan cirri khas menarche/menopause) riwayat
ginekologi (jumlah kehamilan sebelumnya, jumlah kehamilan cukup bulan
sebelumnya, jumlah penghentian kehamilan atau abortus), riwayat medis alergi
terhadap obat-obatan atau alergi non medis, riwayat operasi atau pembedahan dan
trauma, riwayat keluarga (kelainan dan penyakit herediter yang diderita oleh
saudara-saudara pasien ataupun keluarganya), riwayat seksual (penggunaan
kontrasepsi, libido, dan frekuensi koitus serta berapa lama pernikahan), riwayat
sosial (pekerjaan pasien dan kegemarannya, peran serta dalam organisasai atau
keagamaan), dan riwayat pribadi (kebiasaan, contoh: kebiasaan olah raga,
penggunaan alkohol, atau obat-obatan tertentu).
e. Pemeriksaan Fisik (Asmadi, 2008)
1. Keadaan Umum meliputi : kesadaran, , TB, BB
2. Tanda-tanda vital
3. Kepala dan Leher
4. Payudara
5. Abdomen
6. Genatalia .
7. Ekstremitas
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Doglas pungsi
2. Ultrasonografi.
3. Pemeriksaan laboratorium darah dan urin
2. Dampak terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
3. Diagnosa Keperawatan kehamilan ektopik menurut (Nanda, 2013)
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi / fisik
2) Kurang pengetahuan tentang penyakit, program penggobatan dan tindakan
preventif serta penatalaksanaan selanjutnya berhubungan dengan kurang
paparan informasi
3) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah
4) Anorexia berhubungan dengan efek samping anastesi
5) Perubahan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang
ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan
6) Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait kehamilan ektopik
7) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Rencana keperawatan
N Diagnosis Tujuan Intervensi
O
1 Nyeri Akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
agen injuri biologi / fisik selama ....X 24 jam pasien mampu untuk q) Monitor tanda-tanda vital
mengontrol nyeri dengan kriteria hasil: r) Kaji lokasi nyeri, karakteristik, penyebab,
- Klien/pasien mengatakan nyeri berkurang skala waktu nyeri (secara komprehensif,
- Skala nyeri 1-3 atau bahkan menghilang PQRST)
- Klien/pasien tampak rileks s) Ajarkan teknik relaksasi : nafas dalam /
- Tanda-tanda vital dalam batas normal distraksi / guided imagery
t) Monitor peningkatan nyeri
u) Intruksikan pasien untuk
menginformasikan kepada perawat jika
pengurang nyeri tidak dapat dicapai
v) Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
w) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
x) Libatkan keluarga dalam memeberikan
dukungan dan motivasi terhadap pasien
Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama terjadi, dan
tindakan pencegahan
Pemberian Analgetik
k) Kolaborasi pemberian analgetik
l) Berikan obat dengan prinsip 5 benar
m) Cek riwayat alergi obat
n) Monitor tanda-tanda vital, sebelum
o) Monitor reaksi obat dan efeksamping
obat
- Dokumentasikan respon setelah
pemberian analgetik dan efek
sampingnya
Manajemen Lingkungan: Kenyamanan
g) Sediakan lingkungan yang tenang
(Batasi pengunjung)
h) Perhatikan hygiene pasien untuk
menjaga kenyamanan
i) Atur posisi pasien yang membuat
nyaman

2 Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pembelajaran : proses penyakit
penyakit, program penggobatan selama .....X 24 jam pasien diharapkan m) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
dan tindakan preventif serta mengalami peningkatan : keluarga tentang penyakit
penatalaksanaan selanjutnya 1. Pengetahuan : proses penyakit n) Berikan informasi secara umum tentang
berhubungan dengan kurang - Prodes penyakit, tanda-tanda penyakit yang klien derita (Prodes
paparan informasi komplikasi, batasan aktivitas, therapy penyakit, tanda-tanda komplikasi,
hormon dan perawatan selanjutnya batasan aktivitas, terapi hormon dan
2. Pengetahuan : prosedur perawatan perawatan selanjutnya
- Deskripsi prosedur perawatan o) Kaji ulang pengetahuan pasien
- Penjelasan tujuan perawatan p) Beri kesempatan pasien dan keluarga
- Deskripsi langkah-langkah prosedur untuk bertanya
q) Beri pendidikan kesehatan sesuai
dengan tingkat pemahaman pasien
(discharge planning)
r) Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala kepada petugas
Pembelajaran : prosedur/perawatan
- Kaji pengalaman klien dan tingkat
pengetahuan klien tentang prosedur
yang akan dilakukan
- Informasikan klien lama waktu
pelaksanaan dan tujuan prosedur
perawatan
- Libatkan klien untuk berpartisipasi
selama prosedur/perawatan
- Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan
setelah prosedur perawatan

3 Resiko nutrisi kurang dari Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan h) Kaji status nutrisi pasien
dengan mual dan muntah kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan i) Anjurkan makan sedikit tapi sering
kriteria hasil : j) Anjurkan untuk makan makanan yang
l) Adanya peningkatan berat badan hangat dan bervariasi
m) Mampu mengidentifikasi kebutuhan k) Timbang berat badan sesuai indikasi
nutrisi l) Tingkatkan kenyamanan lingkungan
n) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi termasuk sosialisasi saat makan
m) Anjurkan orang terdekat untuk membawa
makanan yang disukai pasien
n) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein

4 Anorexia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Mual-muntah


efek samping anastesi selama ...x24 jam diharapkan risiko kurang m) Ajarkan teknik relaksasi
volume cairan akibat mual dan muntah n) Pantau gejala subjektif mual pada pasien
tidak terjadi rdengan kriteria hasil : o) Pantau turgor kulit
o) Melaporkan terbebas dari mual p) Pertahankan keakuratan pencatatan
p) Mengidentifikasi tindakan yang dapat asupan dan pengeluaran cairan
menurunkan mual q) Ajarkan pasien menelan secara sadar
untuk menekan reflek muntah
r) Kolaborasi pemberian obat Antiemetik
sesuai dengan anjuran
5 Perubahan konsep diri Setelah dilakuakan asuhan keperawatan 8) Beritahu klien tentang sispa saja yang
berhubungan dengan kekawatiran selama ...... X 24jam pasien dapat bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan
tentang ketidakmampuan memiliki menggunakan koping yang efektif dengan klien untuk mengekpresikan perasaannya
tentang histerektomi
anak, perubahan dalam masalah kriteria hasil:
9) Kaji apakah klien mempunyai konsep diri
kewanitaan yang negatif.
 Partisipasi dalam membuat keputusan
mengenai kesehatan. 10) Libatkan klien dalam perawatannya
 Mengumpulkan dukungan dari 11) Kontak dengan klien sesering mungkin
hubungan sosial. dan ciptakan suasana yang hangat dan
 Pola tidur/bangun yang normal menyenangkan.
seseorang dan aktivitas di unit. 12) Memotivasi klien untuk mengungkapkan
 Penurunan takut, marah dan menarik perasaannya mengenai tindakan
diri. pembedahan dan pengaruhnya terhadap
 Mengenali keterbatasan fisik. diri klien
13) Berikan dukungan emosional dalam
teknik perawatan, misalnya perawatan
luka dan mandi.
14) Ciptakan lingkungan atau suasana yang
terbuka bagi klien untuk membicarakan
keluhan-keluhannya.

6. Risiko perdarahan b.d komplikasi Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Tindakan pencegahan perdarahan
terkait kehamilan ektopik selama ...... X 24jam pasien dan perawat 12. Kaji fundus uteri meliputi tinggi,
akan mengelola dan meminimalkan faktor konsistensi
risiko perdarahan pasca kuretase dengan 13. Hindari masase pada uterus
kriteria hasil : 14. Ukur TTV secara teratur
q) Tidak ada perdarahan pervagina 15. Pantau kehilangan darah
r) Hemoglobin dalam batas normal 16. Pantau kadar HGB dan HCT
s) Tekanan darah dalam batas normal 17. Lakukan kolaborasi dengan dokter jika
perdarahan berlebih atau ada tanda
syok
7 Risiko Infeksi b.d prosedur Setelah dilakuakan asuhan keperawatan  Kontrol Infeksi
invasive, trauma jaringan selama ......X 24jam pasien petugas  Proteksi infeksi
kesehatan dapat mengurangi faktor risiko - Ganti peralatan pasien setiap selesai
dengan kriteria hasil: tindakan
 Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (rubor, - Batasi jumlah pengunjung
dolor, calor dan fungsiolaesa - Ajarkan dan anjurkan klien cuci tangan
 Tanda-tanda vital dalam batas normal dengan tepat untuk menjaga kesehatan
 Hasil laboratorium dalam batas normal individu
- Anjurkan pengunjung untuk mencuci
tangan sebelum dan setelah
meninggalkan ruangan pasien
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
- Lakukan universal precautions
- Gunakan sarung tangan steril
- Lakukan perawatan aseptic pada semua
jalur IV
- Tingkatkan asupan nutrisi / die TKTP
- Anjurkan asupan cairan yang cukup
- Anjurkan istirahat
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala dari infeksi
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga
bagaimana mencegah infeksi
- Ukur TTV
- Pantau hasil laboratorium Darah Rutin
- Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi antibiotik
MIOMA UTERI

A. DEFINISI
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim disertai jaringan ikatnya
sehingga dapat dalam bentuk padat -karena jaringan ikatnya dominan dan lunak-
karena otot rahimnya dominan (Hanifa Wingnyo Sastro, 2001). Kejadian mioma
uteri sukar ditetapkan karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan
memerlukan tindakan operasi. Sebagian penderita mioma uteri tidak memberikan
keluhan apa pun dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan
(Prawirohardjo, Sarwono 2001).
Sebagian mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi karena adanya
rangsangan estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak dijumpai sebelum datang
haid (menarche) dan akan mengalami pengecilan setelah mati haid
(menopaaause). Bila pada masa menopause tumor yang berasal dari mioma uteri
masih tetap besar atau bertambah besar, kemungkinan degenerasi ganas menjadi
sarkoma uteri. Bila dijumpai pembesaran abdomen sebelum menarche, hal itu pasti
bukan mioma uteri tetapi kista ovari dan kemungkinan besar menjadi ganas.
Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun
dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa : Myoma uteri terjadi
tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya
dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen.

B. PATOLOGI dan ANATOMI


Berdasarkan teori genitoblast (sel nest) Meyer dan de Snoo dan rangsangan
terus-menerus setiap bulan dari estrogen, maka pertumbuhan mioma uteri menjadi
1. Berlapis seperti bawang
2. Lokalisasi bervariasi
a. Subserosa
• Di bawah lapisan peritonium
• Dapat bertangkai dan melayang dalam kavum abdomen
b. Intramural
• Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak
(jaringan otot rahim dominan)
c. Submukosa
• Di bawah lapisan dalam rahim
• Memperluas permukaan ruangan rahim
• Bertangkai dan dapat dikeluarkan melalui kanalis servikalis
d. Servikal mioma
• Tumbuh di daerah serviks uteri

Mioma uteri sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang su bur.
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi pada sebagian besar
bersifat degenerasi. Hal ini karena disebabkan karena berkurangnya suplai
darah pada sarang mioma. Adapun perubahan sekunder yang terjadi; atropi,
degenerasi, hialing, degenerasi kistik, degenerasi membatu (calcireous
degeneration), degenerasi merah ( carneous degeneration), degenerasi lemak.
C. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinik mioma uteri adalah :
1. Perdarahan tidak normal
Hipermenorea, perdarahan banyak saat menstruasi, karena :
• Meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi
• Gangguan kontraksi otot rahim
• Perdarahan berkepanjangan
Akibat perdarahan, penderita dapat mengeluh anemis karena kekurangan
darah, pusing, cepat lelah, dan mudah terjadi infeksi.
2. Penekanan rahim yang membesar
Penekanan rahim karena pembesaran mio uteri dapat terjadi :
• Terasa berat di abdomen bagian bawah
• Sukar miksi atau defekasi
• Terasa nyeri karena tertekannya urat saraf
3. Ganguan pertumbuhann dan perkembangann kehamilan
Kehamilan dengan disertai mioma uteeri menimbulkann proses saling
mempengaruhi :
• Kehamilan dapat mengalami keguguran
• Persalinan prematuritas
• Gangguan saat proses persalinan
• Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas
• Kala ketiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan

D. DIAGNOSIS
Secara sederhana, kemungkinan mioma uteri dapat diperkirakan dengan
memperhatikan gejala klinik, yaitu perdarahan menstruasi yang tidak normal.
Terdapat gangguan miksi atau buang air besar, dan terasa nyeri terutama saat
menstruasi. Pada pemeriksaan dalam, dapat teraba tumor padat pada abdomen
bagian bawah dan pergerakan tumor terbatas.

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Haemoglobin : turun
Lekosit : turun/meningkat
Eritrosit : turun.
Albumin : turun
2. USG
Terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher
Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi
Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5. Rontgen
Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat
tindakan operasi.
6. ECG
Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.

.
PATOFISIOLOGI
MIOMA UTERI

Mioma Intramural Mioma Submukosusm Mioma Sub


serosum

Tumbuh di dinding uterus berada di bawah endometrium & Tumbuh keluar


dinding Menonjol ke dalam rongga uterus uterus

Gejala/ Tanda

Perdarahan Pembesaran terus

Pe↓Suplai darah Gg Hematologi Kurang pengeth Penekanan Syaraf

pe ↓ imun tubuh Gg Sirkulasi


Perub perfusi jar Cemas

Resiko infeksi Nekrosis

Radang

Nyeri

Penekanan

Kandung kencing Uretra Ureter rectum

PoliUri Retensio Uri Hidronefrosis Obstipasi/Tenesmus

Perub eliminasi alvi


Perub eliminasirine urine

Gambar 2. Pathway
E. KOMPLIKASI
Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan :
1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri
submukosum
2. Kemungkinan abortus bertambah
3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak
subserus
4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di
serviks
5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam
dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma
6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan
intramural
Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri :
1. Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema,
terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal.
Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.
2. Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat beruah bentuk, dan mudah
terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya sehingga terjadi perrdarahan dan
nekrosis, terutama di tengah-tengah tumor. Tumor tampak merah (degenerasi
merah) atau tampak seperti daging (degenerasi karnosa). Perubahan ini
menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan
peritonium daan gejala-gejala peradangaan, walau pun peradangan dalam hal
ini bersifat suci hama (steril). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa
nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan
sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.
3. Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami perputaran tangkai
akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan
gangguan sirkulasi yang nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik perut yang
mendadak (acute abdomen)

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada umumya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam
kehamilan, demikian pula tidak dilakukan abortus provokatus. Apabila terjadi
degenerasi merah pada mioma dengan gejala-gejala tersebut di atas, biasanya
sikap konservatif dengan istirahat baring dan pengawasan yang ketat memberi
hasil yang cukup memuaskan. Antibiotik tidak banyak gunanya karena proses
peradangannya bersifat suci hama. Akan tetapi, bila dianggap perlu, dapat
dilakukan laparatomi percobaan dan tindakan selanjutnya disesuaikan dengan
apa yang ditemukan waktu perut dibuka. Apabila mioma menghalang-halangi
lahirnya janin, harus dilakukan sectio caesaria. Dalam masa nifas mioma
dibiarkan kecuali apabila timbul gejala-gejala akut yang membahayakan.
Pengangkatannya dilakukan secepatnya setelah 3 bulan; akan tetapi pada saat
itu mioma sudah sedemikian mengecil sehingga tidak memerlukan
pembedahan.

a . Terapi konservatif dengan pemeriksaan periodik dan pemberian GnRH agonist


yang berfungsi mengatur reseptor gonadotropin di hipofisis untuk mengurangi
sekresi gonadotropin yang mempengaruhi leiomioma dengan menghasilkan
degenerasi hialin di miometrium sehingga uterus menjadi kecil.
b. Pengobatan operatif ; miomektomi dan histerektomi. Pada pasien yang
mengalami penanganan operasi pengobatan dibagi menjadi 3 tahapan ;

Pra bedah
Bertujuan untuk mempelancar jalannya pembedahan dan mencegah
terjadinya komplikasi pemberian obat premedikasi
Intra bedah
Pasien mendapatkan obat anestesi, pengelolaan cairan, monitoring keadaan
umum dan tanda-tanda vital
Pasca bedah
Pengelolaan terapi antibiotik, analgetik, perangsang peristaltik usus, anti
perdarahan dan vitamin

c. Radioterapi, bertujuan agar ovarium dapat berfungsi lagi sehingga penderita


mengalami menopause. Umumnya hanya dikerjakan bila terdapat kontra
indikasi terhadap tindakan operatif.

d. Teori Histerektomi
1. Defenisi
Histerektomi adalah pengankatan rahim atas indikasi obstetrik baik
sebagian (sub total) tanpa serviks ataupun seluruhnya (total).
Histerektomi dalam kebidanan dapat dilakukan saat SC, pasca
persalinan atau ruptur uteri. Histerektomi saesaria bertujuan untuk
menghentikan perdarahan yang banyak akibat atonia atau kelainan
anatomik yang dapat menghalangi kontraksi uterus.
2. Indikasi :
Histerektomi dilakukan pada :
 Ruptura uteri
 Perdarahan yang tidak dapat terkontrol : atonia uteri,
afibrinogemia atau hpofibrinogenemia pada solotio placenta, arteri
uetrinae terputus, placenta inkreta dan perkreta, hematoma yang
luas pada rahim
 Infeksi intrapartal berat
 Uterus miomatosus yang besar
 Kematian janin dalam rahim, missed abortion dengan kelainan
darah
 Kanker leher rahim
 Kehamilan abdomen

- Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai..
Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati
masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan
pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan.
- Adapun cara penanganan pada mioma uteri yang perlu diangkat adalah dengan
pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya
dilakukan histerektomi total abdominal.
- Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal
Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy ( TAH-BSO )
- TAH – BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat
uterus,serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada
dinding, perut pada malignant neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic
endrometriosis .
- Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa TAH-BSO adalah suatu
tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada dinding perut untuk
mengangkat uterus, serviks,kedua tuba falopii dan ovarium pada malignant
neoplastic diseas, leymiomas dan chronic endometriosis.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data Subyektif
 Sebelum Operasi
 Adanya benjolan didaerah abdomen.
 Nyeri di daerah benjolan.
 Mual, muntah, kembung, konstipasi.
 Tidak nafsu makan.
 Sesudah Operasi
 Nyeri di daerah operasi, Lemas, Pusing.
 Mual, kembung.
2. Data Obyektif
 Sebelum Operasi
 Nyeri bila benjolan tersentuh, pucat, gelisah, spasme otot, demam,
dehidrasi.
 Terdengar bising usus pada benjolan.
 Sesudah Operasi
 Terdapat luka pada selangkangan.
 Puasa, selaput mukosa mulut kering.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Kurang pengetahuan tentang penyakit, program penggobatan dan prosedur
tindakan preventif
3. Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya
berhubungan dengan salah dalam menafsirkan imformasi dan sumber imformasi
yang kurang benar.
4. Perubahan pola eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengan trauma
mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan
hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
5. Perubahan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang
ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat
pada hubungan seksual .
6. Risiko Infeksi b.d prosedur invasive, trauma
7. Risiko perdarahan prenatal b.d komplikasi terkait kehamilan dengan mioma uteri
8. Risiko perdarahan pascapartum b.d komplikasi terkait kehamilan dengan mioma
uteri
RENCANA KEPERAWATAN

NO Diagnosis Tujuan Intervensi


1 Nyeri Akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
agen injuri fisik selama ....X24jam pasien mampu untuk - Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi,
Mengontrol nyeri dengan indikator: karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
- Mengenal faktor-faktor penyebab intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
nyeri - observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
- Mengenal onset nyeri khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
- Melakukan tindakan pertolongan efektif
non-analgetik - Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
- Menggunakan analgetik - Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat
- Melaporkan gejala-gejala kepada tim mengekspresikan nyeri
kesehatan - Kaji latar belakang budaya pasien
- Mengontrol nyeri - Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas
hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood,
relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran
Menunjukan tingkat nyeri - Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
Indikator: nyeri kronis
- Melaporkan nyeri berkurang - Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
- Melaporkan frekuensi nyeri yang telah digunakan
- Melaporkan skala nyeri 1-3 - Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
- Melaporkan lamanya episode nyeri - Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
- Mengekspresi nyeri: wajah lama terjadi, dan tindakan pencegahan
- Menunjukan posisi melindungi tubuh - kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
- kegelisahan respon pasien terhadap ketidaknyamanan (seperti:
- perubahan respirasi rate temperatur ruangan, penyinaran, dll)
- perubahan Heart Rate - Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri
- Perubahan tekanan Darah - Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti:
- Perubahan ukuran Pupil relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi
- Perspirasi panas-dingin, massase)
- Kehilangan nafsu makan - Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
- Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
pasien
- Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
- Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
secara tepat
- Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
keluhan
- Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga
saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan
preventif
- Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri

Pemberian Analgetik
- Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
sebelum pengobatan
- Berikan obat dengan prinsip 5 benar
- Cek riwayat alergi obat
- Libatkan pasien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
- Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan
- Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah pemberian
analgetik
- Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
- Dokumentasikan respon setelah pemberian analgetik dan
efek sampingnya
- Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)
Manajemen Lingkungan: Kenyamanan
- Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
- Batasi pengunjung
- Tentukan hal hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
pasien sepeti pakaian lembab
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
- Hindari penyinaran langsung dengan mata
- Sediakan lingkungan yang tenang
- Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
- Atur posisi pasien yang membuat nyaman

2 Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pembelajaran : proses penyakit
penyakit, program penggobatan dan selama .....X 24 jam pasien diharapkan - Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
tindakan preventif mengalami peningkatan : - Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana kaitannya
1. Pengetahuan : proses penyakit dengan anatomi dan fisiologi tubuh
- Mengenal nama penyakit - Deskripsikan tanda dan gejala umum penyakit
- Deskripsi proses penyakit - Identifikasi kemingkinan penyebab
- Deskripsi faktor penyebab atau - Berikan informasi tentang kondisi klien
faktor pencetus - Berikan informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik
- Deskripsi tanda dan gejala - Diskusikan tentang pilihan terapi
- Deskripsi cara meminimalkan - Instruksikan klien untuk melaporkan tanda dan gejala
perkembangan penyakit kepada petugas
- Deskripsi komplikasi penyakit Pembelajaran : prosedur/perawatan
- Deskripsi tanda dan gejala - Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur/perawatan
komplikasi penyakit - Informasikan klien lama waktu pelaksanaan
- Deskripsi cara mencegah prosedur/perawatan
komplikasi - Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien
tentang prosedur yang akan dilakukan
2. Pengetahuan : prosedur perawatan - Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
- Deskripsi prosedur perawatan - Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama
- Penjelasan tujuan perawatan prosedur/perawatan
- Deskripsi langkah-langkah - Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah
prosedur prosedur/perawatan
- Deskripsi adanya pembatasan - Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk
sehubungan dengan prosedur mengontrol beberapa aspek selama prosedur/perawatan
- Deskripsi alat-alat perawatan (relaksasi da imagery)

3 Kurang pengetahuan tentang efek Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pembelajaran : efek pembedahan dan perawatan selanjutnya
pembedahan dan perawatan selama .....X 24 jam pasien diharapkan 1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
selanjutnya berhubungan dengan mengalami peningkatan pengetahuan 2) Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal
salah dalam menafsirkan imformasi tentang : mempunyi kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan
dan sumber imformasi yang kurang perawatan luka operasi, tanda-tanda waktu yang lama untuk puli, mengguanakan anatesi yang
benar. komplikasi, batasan aktivitas, banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah
operasi.
menopause, therapy hormon dan
3) Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi
perawatan selanjutnya yang tepat
4) Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
5) Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan
ovulasi
6) Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
7) Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total
menyebabkan tidak bisa hamil dan menstruasi
8) Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :
 Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan
dosis renda, dengan sirklus penggunaannya
adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama
dua hari begitu seterusnya sampai umur
menopause.
 Diskusi tentang rasional penggunaan therapy
yaitu memberikan rasa sehat dan mengurangi
resiko osteoporosis
 Jelaskan resiko penggunaan therapy
 Ajarkan untuk melapor jika terjadi perubahan
sikap ( depresi ), tanda troboplebitis, retensi
cairan berlebihan, kulit kuning, rasa
mual/muntah, pusing dan sakit kepala, rambut
rontok, gangguan penglihatan,benjolan pada
payudara.

4 Perubahan pola eleminasi miksi Setelah dilakuakan asuhan keperawatan


(retensi urine ) berhubungan dengan selama ......X 24jam pasien dapat 1) Catat pola miksi dan minitor pengeluaran urine
komplikasi terkait desakan tumor, 2) Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya
ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
trauma mekanik , manipulasi
3) Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air
pembedahan adanya edema pada hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
jaringan sekitar dan hematom, 4) Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter
kelemahan pada saraf sensorik dan dalam keadaan baik, monitor intake autput, bersihkan daerah
motorik. pemasangan kateter satu kali dalamsehari, periksa keadaan
selang kateter (kekakuan,tertekuk )
5) Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau.
6) Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental
dan obat obat untuk melancarkan urine.
7) Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750
cc perlu pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung
kemih kuat kembali.

5 Perubahan konsep diri berhubungan Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Manajemen Koping
dengan kekawatiran tentang selama ...... X 24jam pasien dapat 1) Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi
ketidakmampuan memiliki anak, menggunakan koping yang efektif dengan dan anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang
histerektomi
perubahan dalam masalah kewanitaan, kriteria hasil:
2) Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
akibat pada hubungan seksual . 3) Libatkan klien dalam perawatannya
 Partisipasi dalam membuat
4) Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana
keputusan mengenai kesehatan. yang hangat dan menyenangkan.
 Mengumpulkan dukungan dari 5) Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai
hubungan sosial. tindakan pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
 Pola tidur/bangun yang normal 6) Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya
seseorang dan aktivitas di unit. perawatan luka dan mandi.
 Penurunan takut, marah dan 7) Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk
menarik diri. membicarakan keluhan-keluhannya.
 Mengenali keterbatasan fisik.

6. Risiko Infeksi b.d prosedur invasive, Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Kontrol Infeksi
trauma selama ......X 24jam pasien dapat - Bersikan lingkungan setelah digunakan oleh pasien
memperoleh - Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan
1. Pengetahuan:Kontrol infeksi - Batasi jumlah pengunjung
Indikator: - Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
- Menerangkan cara-cara - Anjurkan pasien untuk cuci tangan dengan tepat
penyebaran infeksi - Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
- Menerangkan factor-faktor yang - Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan
berkontribusi dengan penyebaran setelah meninggalkan ruangan pasien
- Menjelaskan tanda-tanda dan - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
gejala - Lakukan universal precautions
- Menjelaskan aktivitas yang dapat - Gunakan sarung tangan steril
meningkatkan resistensi - Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
terhadap infeksi - Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
- Ajarkan pasien untuk pengambilan urin porsi tengah
- Tingkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan asupan cairan yang cukup
- Anjurkan istirahat
- Berikan terapi antibiotik
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan
gejala dari infeksi
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana
mencegah infeksi

7 Risiko perdarahan prenatal b.d Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Tindakan pencegahan perdarahan
komplikasi terkait kehamilan dengan selama ..... X 24jam pasien dan perawat 1. Monitor tanda-tanda perdarahan
mioma uteri akan mengelola dan meminimalkan faktor 2. Ajarkan pada klien untuk melaporkan perdarahan yang
risiko perdarahan pranatal dengan kriteria tidak biasanya dengan segera
hasil : 3. Jika perdarahan terjadi, hubungi dokter atau pantau :
t) Tidak ada perdarahan pervagina jumlaahnya, adanya kram, kontraksi, nyeri, atau nyeri tekan
u)Hemoglobin dalam batas normal 4. Monitor nilai Hb catat sebelum dan sesudah terjadi
v) Tekanan darah dalam batas normal perdarahan
5. Monitor tanda-tanda vital
6. Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif
7. Pertahankan klien posisi terlentang
8. Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan
9. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan makanan
yang bergizi
10. Pantau kontraksi jantung
11. Jangan melakukan pemeriksaan dalam pada vagina dan
pengkajian rektum
12. Jika terjadi tanda-tanda syok, informasi padda
pengelolaan keperawatan lebih lanjut
8. Risiko perdarahan pascapartum b.d Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Tindakan pencegahan perdarahan
komplikasi terkait kehamilan dengan selama ...... X 24jam pasien dan perawat 18. Kaji fundus uteri meliputi tinggi, ukurssn, konsistensi
mioma uteri akan mengelola dan meminimalkan faktor 19. Hindari masase pada uterus
risiko perdarahan pascapartum dengan 20. Pantau TTV secara teratur
kriteria hasil : 21. Pantau kehilangan darah perineum
w) Tidak ada perdarahan pervagina 22. Pantau kadar HGB dan HCT
x) Hemoglobin dalam batas normal 23. Laporkan pada dokter jika perdarahan berlebih atau ada
y) Tekanan darah dalam batas normal tanda syok
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC; 2008

Amin, Huda Nurarif. Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: 2013

Cunningham, Gary. Obtetri Williams. Jakarta: EGC; 2005. h. 931-933

Harlin. Ilmu Penyakit. Jakarta: EGC; 2005

Prawirohardjo, sarwono. Ilmu Kandungan. Jakarta: BinaPustaka; 2011. h.211-213

Manuaba IAH. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC; 2009. h. 96-97

Nugroho, Taufan. Kasus Emergency Kebidanan untuk Kebidanan dan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. h. 107-114

Perry dan Potter. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta : EGC; 2005

Ralph C. Benson, Martin L. 2008. Buku saku obstetric dan ginekologi. Edisi 9.Jakarta : EGC

Reeder Sharon J. Genekologi Penyakit. Jakarta: EGC; 2011

Rusman, Moechtar. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC; 2009


CA SERVIKS

A. Pengertian
Keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan epitel. Perubahan pra
kanker lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan epitel serviks disebut displasia yang
dibagi menjadi ringan, sedang dan berat. Displasia adalah neoplasia servikal intraepitelial
(CIN), tingkatannya adalah CIN 1 (displasia ringan ) CIN 2 (displasia sedang) dan CIN 3
(displasia berat dan karsinoma in situ).

B. Etiologi
Secara pasti belum diketahui penyebabnya, tetapi umumnya diderita oleh wanita
dengan usia lanjut, kadang-kadang juga pada wanita yang lebih muda, juga sering terjadi pada
multi gravida dengan pernah melahirkan 4 kali atau lebih, insidensi lebih tinggi pada wanita
yang telah kawin aripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama pada usia
amat muda (< 16 tahun ), jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden meningkat dengan
tingginya paritas, apalagi jika jarak persalinannya terlalu dekat, mereka dari golongan sosial
ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek,aktifitas seksual yang berganti-ganti pasangan),
jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya mendapatkan sirkumsisi, sering dijumpai pada
wanita yang mengalai Human Papiloma Virus (HPV) tipe 16 atau 18, wanita perokok juga
mempunyai resiko yang besar.

C. Tanda dan gejala


Pada awal perkembangannnya kanker serviks tidak memberikan tanda-tanda dan
keluhan, pada pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasia
skuamosa) yang fisiologik atau patologik.Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan,
makin lama makin berbau busuk akibat dari infeksi dan nekrosis jaringan. Perdarahah yang
dialami segera setelah sehabis senggama (perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma
serviks (75 – 80 %). Perdarahan spontah juga dapat terjadi, umumnya pada tingkat klinik yang
lebih lanjut (II atau III) terutama pada tumor yang eksofitik.Anemia akan menyertai sebagai
akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri juga timbul sebagai akibat infiltrasi
sel tumor ke serabut saraf.

D. Patofisiologi
Tidak ada tanda dan gejala yang spesifik dari penyakit ini, perdarahan merupakan satu-
satunya gejala yang nyata, tetapi sering tidak terjadi pada awal penyakit sehingga kanker sudah
lamjut pada saat ditemukan.CIN biasanya ditemukan pada sambungan epitel skuamosa dengan
epitel kolumnar dari mukosa endoserviks.

Karsinoma serviks infasif terjadi jika tumor menembus epitel masuk kedalam stroma
serviks, invasi dapat terjadi pada beberapa tempat sekaligus dimana sel-sel tumor meluas
kedalam jaringan ikat dan akhirnya menembus pembuluh limfe dan vena. Karsinoma serviks
infasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardiale dan rongga
endometrium; invasi ke pembuluh limfe dan pembuluh darah dapat menyebabkan metastase ke
tempat-tempat yang jauh.
Clinical Pathway
Faktor Ekstrinsik

Skuamokolumner serviks

Tumbuh Eksofilik, Endofilik , Ulseratif

Keputihan Metroragia Cepat lelah Obstruksi VU

Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan


Ansietas Risiko perubahan pola seksualitas
Berduka Perubahan Nutrisi
Risiko Infeksi Risiko kerusakan integritas kulit
Intoleran Aktiftas Perubahan proses keluarga

Menurut Federatrion Internationale de Gynecologic et Obstretique (FIGO) stadium


karsinoma serviks dibagi dalam :

Karsinoma pra-infasif

- 0 yaitu karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial


Karsinoma infasif

- I Karsinoma terbatas pada serviks


- II Karsinoma meluas ke bawah serviks tetapi tidak sampai ke dinding panggul;
melibatkan dua pertiga atas vagina
- III Karsinoma meluas ke dinding panggul; melibatkan sepertiga bawah
vagina
- IV Karsinoma meluas ke mukosa kandung kemih dan rektum
Sedangkan tingkat keganasan klinik menurut FIGO, 1978 adalah sebagai berikut :

Tingkat Kriteria
0 Karsinoma In Situ atau karsinoma intraepitel: membran basalis masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
Ia Karsinoma mikriinfasif;bila membrana basals sudah rusak dan sel tumor
sudah memasuki stroma tak > 3mm, dan sel tumor tidak terdapat dalam
pembuluh darah atau pembuluh limpe.
*) kedalaman infasi 3 mm sebaiknya diganti dengan tak > 1 mm.
Ib occ: (Ib occult = Ib tersembunyi); secara klinis tumor belum tampak sebagai
karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologik ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Ib Secara klinis sudah diduga ada tumor yang histologik menunjukan invasi ke
dalam stoma serviks uteri.
II Proses keganasan sudah keluar dari setrviks dan menjalar ke ⅔ bagian atas
vagina dan/ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.
IIb Penyebaran ke parametrium, uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding
panggul
III Penyebaran sudah sampai ke ⅓ bagian distal vagina atau ke parametrium
sampai dinding panggul.
IIIa Penebaran sampai ke ⅓ bagian distal vagina, sedangkan ke parametrium
tidak dipersoalkan asal tidak sampai ke dinding panggul.
IIIb Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic) atau
proses pada tingkat klinik I atau II tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan/atau kandung kemih (dibuktikan secara histologik), atau telah
terjadi metastase keluar panggul atau ke tempat-tempat yang jauh.
IV Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa
rektum dan/kandung kemih.
IVb Telah terjadi penyebaran jauh

Dengan sistem TNM tingkat keganasan dapat dibagi dalam :

Tingkat Kriteria
T Tak ditemukan tumor primer.
T1S Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ).
T1 Karsinoma terbatas pada serviks,(walaupun adanya perluasan ke korpus
uteri)
T1a Pra-klinik adalah karsinoma yang menginvasif dibuktikan dengan
pemeriksaan histologik.
T1b Secara klinis jelas karsinoma yang invasif.
T2 Karsinoma telah meluas sampai diluar serviks, tetapi belum sampai dinding
panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tatapi belum sampai
bagian distal.
T2a Karsinoma belum menginviltrasi parametrium.
T2b Karsinoma telah menginviltrasi parametrium.
T3 Karsinoma telah melibatkan ⅓ bagian distal vagina atau telah mencapai
dinding panggul (tak ada celah bebas antara tunor dan dinding panggul).
NB :Adanya hidronefrosis atau gangguna faal ginjal akibat stenosis ureter karena
infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada
penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1
atau T2).
T4 Karsinoma telah menginviltrasi mukosa rektum atau kandung kemih atau
meluas sampai di luar panggul. (Ditemukan edema bullosa tidak cukup bukti
untuk mengklasifikasikan sebagai T4).
T4a Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan
secara histologik.
T4b Karsinoma telah meluas sampai diluar panggul.
NB :Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukannya sebagai T4.
NX Bila tidak memungkinkan untuk melakukan penilaian terhadap kelenjar
limphe regional. Tanda -/+ ditambahan untuk tamgahan ada/tidak nya
informasi mengenai pemeriksaan histologis, jadi: NX + atau NX -.
N0 Tidak adanya deformitas kelenjar limphe dapa limfografi.
N1 Kelenjar limphe regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukan oleh cara-
cara diagnostik yang tersedia (misalnya limfografi, CT-scan panggul)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah
bebas infiltrat di antara masa ini dengan tumor.
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh.
M1 Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limphe di atas
bifurkasio arteri iliaka komunis.

E. Kemungkinan komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang dapat dialami oleh klien dengan carsinoma uteri adalah
terjadinya metastase sel-sel ganas ke dinding vagina, ligamentum kardinale, rongga
endometrium serta ke organ-organ yang lain/ke tempat yang jauh, perdarahan, gagal ginjal
(CRF : cronic renal failure) akibat infiltasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih,
yang menyebabkan obstruksi total.

F. Penatalaksanaan medis

1. Diagnosis

Pap smear dilakukan untuk pemeriksaan penyaring guna mendeteksi perubahan-


perubahan neoplastik. Hasil apusan yang abnormal dilanjutkan dengan biopsi untuk
memperoleh jaringan guna pemeriksaan sitologik. Kerena serviks biasanya tampak normal
maka dipakai alat bantu kolposkopi guna mengarahkan tindakan biopsi pada daerah yang
abnormal untuk mengambil sampel. Biopsi jarum pada derah yang mengalami kelainan atau
biopsi kerucut pada seluruh sambungan skuamokolumnar juga dilakukan.

2. Penanganan

Stadium dini dari CIN dapat dilakukan pengangkatan seluruhnya dengan biopsi kerucut,
atau dibersihkan dengan laser, kauter atau dengan bedah beku, tindakan lanjut yang teratur
dan sering dilakukan untuk memantau kekambuhan lesi perlu dilakukan setelah penanganan
dengan cara-cara ini. Pada tingkat klinis (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi
atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar lase, kecuali bila yang
menangani adalah ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum
mempunyai anak.

Jika wanita tersebut merencanakan untuk tidak mempunyai anak lagi, maka dipilih
penanganan dengan histerektomi yang dilanjutkan dengan tindak lanjut berupa pemeriksaan
berkala dan pemeriksaan pap smear. Penanganan karsinoma serviks infasif dapat berupa
radioterapi atau histerektomi radikal dengan mengangkat uterus, tuba, ovarium, sepertiga ats
dari vagina dan kelenjar limfe panggul, jika kelenjar limfe aorta juga terkena maka juga
diperlukan kemoterapi. Prognosis setelah dilakukan pengobatan kanker serviks akan makin
baik jika lesi ditemukan dan diobati lebih dini, tingkat harapan kesembuhan dapat mencapai
85 % untuk stadium I, 50%-50% untuk stadium II, 30% untuk stadium III dan 5-10% untuk
stadium IV.

Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan kontra indikasi, aplikasi radium dengan
dosis 6500-7000 rads/cGy di titik A (setinggi 2 cm dari oue dan sejauh 2 cm dari sumbu
uterus)tanpa penambahan penyinaran luar dapat dilakukan. Pada tingkat klinik Ia, umumnya
dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif, bila kedalaman invasif kurang dari atau
hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas dan tidak melibatkan pembuluh darah atau
limfe, penangananya dilakukan seperti pada KIS di atas.

Pada klinik Ib. Ib occ. Dan Iia dilakukan histerektomi tadikal dengan limfadenektomi
panngul. Paska bedah biasanya dilanjutkan penyinaran, tergantung ada/tidaknya sel tumor
dalam kelenjar limfa regional yang diangkat.

Pada tingkat Iib,III, dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini primer
adalah radioterapi. Sebaiknya kasus dengan karsinoma serviks selekasnya dikirim ke pusat
penaggulangan kanker.Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif.
Pemberian khemotherapi dapat dipertimbangakan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun
sesudah penanganan lengkap dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi
dan prosesnya masih terbatas padan panggul, bilamana prosesnya sudah jauh atau operasi
tak mungkin dilakuakn, harus dipilih khemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi, untuk ini tak
digunakan sitostastika tunggal tetapi berbentuk regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa
sitostatika (polokhemoterapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi sebaiknya dilakukan
penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau
penyinaran tidak memungkinkan atau proses penyebarannya sudah lanjut maka dipilih
polikhemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi.

3. Kemoterapi

Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu
zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.

a. Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker.


Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama
terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut
berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif,
sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini
disebut Kemoresisten.

Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :


1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti
sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,
yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes
bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis
sel.
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-
sel kanker tersebut.
b. Pola pemberian kemoterapi
1) Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel
kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau
pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan
pengobatan penyelamatan.

2) Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau
radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa
atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).

3) Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada
kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum
pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.

4) Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti
pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi.
Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi
atau radiasi akan lebih berhasil guna.

c. Cara pemberian obat kemoterapi.


1) Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-
pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan
continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat
tetesannya.

2) Intra tekal (IT)


Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam
cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.

3) Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi,


tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara
lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
4) Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®,
Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.

5) Subkutan dan intramuskular


Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-
Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian
per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.

6) Topikal
7) Intra arterial
8) Intracavity
9) Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada
kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu
diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam
cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang
amat banyak , contohnya Bleocin.

d. Tujuan pemberian kemoterapi.


1) Pengobatan.
2) Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
3) Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
4) Mengurangi komplikasi akibat metastase.
e. Persiapan dan Syarat kemoterapi.
1) Persiapan
Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang
meliputi:

a) Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.


b) Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
c) Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila
serim creatinin meningkat.
d) Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)
e) EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
2) Syarat
a) Keadaan umum cukup baik.
b) Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan terjadi,
informed concent.
c) Faal ginjal dan hati baik.
d) Diagnosis patologik
e) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
f) Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
g) Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %,
leukosit > 5000 /mm³, trombosit > 150 000/mm³.

f. Efek samping kemoterapi.


Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang
timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan
stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects)
yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati
perifer, neuropati.
4. Effek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang
timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.

Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian,
maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita
berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga
mempunyai pengaruh bermakna.

Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum
tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual,
muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya
timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak
melebihi 24 jam.

Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih
(leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi
sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian,
pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai
terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari
untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi
kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu
kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi
dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat
menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-
menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal.

Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada kebotakan. efek
samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung,
sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis,
gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan
terjadinya kanker baru.

Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar
penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya iireversibel, kelainan
hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak
diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan
saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnose Tujuan Intervensi


keperawatan
1. Cemas b.d. Situasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi kecemasan
krisis. selama ....x24 jam Klen menunjukkan a. Kaji tingkat kecemasan dan respon fisiknya.
kontrol kecemasan dan menggunakan b. Gunakan kehadiran, sentuhan (dengan ijin), verbalisasi untuk
Koping efektif dengan kriteria: mengingatkan klien tidak sendiri.
1. Dapat mengidentifikasi, verbalisasi, c. Terima pasien dan keluarganya apa adanya.
dan mendemonstrasikan teknik d. Gali reaksi personal dan ekspresi cemas.
menurunkan kecemasan. e. Bantu mengidentifikasi penyebab.
2. Menunjukkan postur, ekspresi wajah, f. Gunakan empati untuk mendukung orang tua.
perilaku, tingkat aktivitas yang g. Anjurkan untuk berfikir positif.
menggambarkan kecemasan menurun. h. Intervensi terhadap sumber cemas.
3. mampu mengidentifikasi dan i. Jelaskan aktivitas, prosedur.
verbalisasi penyebab cemas. j. Gali koping klien.
k. Ajarkan tanda-tanda kecemasan.
l. Bantu orang tua mendefinisikan tingkat kecemasan.
m. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
n. Ajarkan teknik manajemen cemas.

2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri


dengan Agen cedera selama ....x24 jam Klien menunjukkan - Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi,
biologi kontrol kecemasan dengan kriteria : karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
Klien mengatakan nyeri berkurang intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
Skala nyeri 1-3 - observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
Ekspresi wajah rileks khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi
Tanda-tanda vital normal secara efektif
Mampu beraktifitas dengan baik - Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
- Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas
hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood,
relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran
- Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
nyeri kronis
- Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
- Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
lama terjadi, dan tindakan pencegahan
- Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri
- Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti:
relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi
panas-dingin, massase)
- Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
pasien
- Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup

Kolaborasi Pemberian Analgetik


- Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
sebelum pengobatan
- Berikan obat sesuai advis dokter dengan prinsip 6 benar
- Cek riwayat alergi obat
- Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah pemberian
analgetik
- Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
- Dokumentasikan respon setelah pemberian analgetik dan
efek sampingnya
- Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
analgetik (konstipasi/iritasi lambung)
Manajemen Lingkungan: Kenyamanan
- Batasi pengunjung
- Tentukan hal hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
pasien sepeti pakaian lembab
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (seperti:
temperatur ruangan, penyinaran, dll)
- Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
- Atur posisi pasien yang membuat nyaman
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perbaikan dan peningkatan status nutrisi
nutrisi: Kurang dari selama ....x24 jam menunjukkan Status a. Timbang BB sesuai indikasi.
kebutuhan tubuh b.d. nutrisi klien seimbang dengan kriteria: b. Monitor intake klien.
intek yang tidak 1. BB stabil. c. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan sajikan
adekuat 2. Turgor kulit membaik. dalam keadaan hangat.
3. Intake makanan meningkat. d. Anjurkan klien menjaga kebuersihan mulutnya.
4. Alb : 3,5-5 e. Atur lingkungan yang tenang dan bersih selama makan.
f. Pasang sonde jika perlu, dengan menggunakan teknik bersih.
g. Observasi keadaan sonde.
h. Lakukan aspirasi pada sonde sblm pemberian makan.
i. Posisikan kepala klien lebih tinggi dari kaki.
j. Pantau masukan dan haluaran.
k. Berikan nutrisi parenteral sesuai indikasi

4. Intoleransi aktifitas b.d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Perawatan jantung: Rehabilitasi
kelelahan, malnutrisi, selama ....x24 jam menunjukkan Klien a. Tingkatkan aktivitas klien setiap shift sesuai indikasi.
penurunan mobilitas. toleran terhadap aktivitas dengan b. Bantu klien menyusun frekuensi ambulasi.
criteria: c. Berikan periode istirahat yang adekuat.
1. Kebutuhan ADL terpenuhi. d. Tingkatkan aktivitas perawatan diri klien dari perawatan parsial
2. Memperlihatkan toleransi terhadap sampai komplit sesuai indikasi.
aktivitas (nadi, pernafasan stabil pada
saat latihan aktivitas). 2. Monitoring tanda-tanda vital
a. Ukur tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

3. Dukungan emosional
a. Identifikasi dan hargai kemajuan yang dicapai klien.

4. Manajemen energi
a. Rencanakan periode istirahat yang adekuat sesuai dengan
jadwal harian klien.
b. Bantu klien untuk menyimpan kekuatan seperti istirahat
sebelum dan sesudah aktivitas.
c. Bantu ADL s jika perlu.

5. Pendidikan kesehatan
a. Ajarkan cara memantau respon fisiologis terhadap aktivitas.
b. Ajarkan cara menghemat energi selama/saat kerja/aktivitas:
- Perlunya waktu istirahat sebelum dan sesudah
aktivitas/kerja.
- Hentikan jika merasa letih dan hipoksia.
c. Instruksikan untuk konsultasi jika akan meningkatkan aktivitas.

3. Risiko infeksi b.d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kontrol infeksi


Ketidakadekuatan selama ....x24 jam Klen menunjukkan a. Bersihkan lingkungan secara rutin.
pertahanan sekunder, kontrol risiko selama dalam perawatan b. Batasi jumlah pengunjung.
Tindakan invasif. dengan kriteria: c. Ajarkan cara mencuci tangan klien.
1. Bebas dari tanda infeksi. d. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
2. Mendemonstrasikan tindakan hygienes melkukan aktivitas.
seperti mencuci tangan, oral care, e. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan.
perineal care. f. Gunakan sarung tangan dalam setiap tindakan.
3. TTV dalam batas normal g. Pakai gaun khusus.
4. AL 4000-11000 h. Cukur dan bersihkan kulit sebagai persiapan tindakan invasif.
i. Pertahankan lingkungan aseptik ketika mengganti NGT.
j. Ganti iv line sesuai protap.
k. Gunakan perawatan aseptik pada iv line.
l. Berikan intake mutrisi yang adekuat.
m. Berikan cairan dan istirahat yang cukup.
n. Atur pemberian antibiotik.
o. Ajarkan kepada keluarga tanda-tanda infeksi.

2. Proteksi infeksi
a. Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik.
b. Monitor granulosit, WBC, diferensiasi.
c. Inspeksi kulit dan mukosa dari kemerahan, panas, atau
drainase.
d. Batasi pengunjung.
e. Pertahankan teknik isolasi.
f. Lakukan perawatan kulit yang baik.
g. Lakukan kultur.
h. Sediakan peningkatan aktivitas dan mobilisasi.
i. Ajarkan kepada keluarga cara mencegah infeksi.
j. Jauhkan bunga segar dan hewan dari area pasien.
k. Laporan adanya dugaan infeksi pada pasien.

4. PK : Anemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan kolaboratif


selama ....x24 jam komplikasi anemia  Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang anemia,
tidak terjadi dengan kriteria : penyebab, tanda dan gejala serta rencana penatalaksanaan
 Pucat tidak ada  Monitor tanda dan gejala anemia
 Konjungtiva tidak anemis  Monitor perdarahan pervaginam
 Aktivitas optimal  Bantu aktivitas pemenuhan kebutuhan perawatan diri
 TTV dbn  Kolaborasi pemberian obat-obat penambah Hb
 Hb 11 – 16 gr %  Kolaborasi transfusi
5. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Teaching Individual
tentang proses penyakit selama ....x24 jam pengetahuan klien  Tentukan kebutuhan belajar pasien
b.d kurang familer meningkat tentang Ca cerviks dan  Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman pasien
dengan isi informasi / prosedur diagnostik serta rencana  Kaji tingkat pendidikan pasien
kurang paparan pengobatan dengan kriteria :  Pilih metode belajar yang tepat
informasi  Pasien bisa mendeskripsikan proses  Pilih materi pengajaran yang tepat
penyakit
 Pasien familiar dengan nama penyakit 2. Teaching Disease Process
 Pasien bisa mendeskripsikan  Kaji tingkat pengetahuan pasien
komplikasi yang mungkin  Jelaskan kepada pasien tentang : Ca cerviks, pemeriksaan
 Klien mampu mengungkapkan yang dilakukan dan rencana pengobatan dengan bahasa
kembali tentang Ca cerviks dan yang sederhana
rencana pengobatan  Diskusikan dengan klien tentang hal-hal yang belum
 Pasien berpartisipasi dalam diketahui
perawatan  Berikan reinforcement positif dari partisipasi aktif pasien
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC; 2008

Amin, Huda Nurarif. Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: 2013

Cunningham, Gary. Obtetri Williams. Jakarta: EGC; 2005. h. 931-933

Harlin. Ilmu Penyakit. Jakarta: EGC; 2005

Prawirohardjo, sarwono. Ilmu Kandungan. Jakarta: BinaPustaka; 2011. h.211-213

Manuaba IAH. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC; 2009. h. 96-97

Nugroho, Taufan. Kasus Emergency Kebidanan untuk Kebidanan dan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. h. 107-114

Perry dan Potter. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta : EGC; 2005

Ralph C. Benson, Martin L. 2008. Buku saku obstetric dan ginekologi. Edisi 9.Jakarta : EGC

Reeder Sharon J. Genekologi Penyakit. Jakarta: EGC; 2011

Rusman, Moechtar. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC; 2009


HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Pengertian
Mual dan muntah yang hebat pada kehamilan, biasanya timbul pagi hari tetapi dapat pula timbul setiap saat,
perasaan mual ini disebabkan oleh peningkatan kadar hormon estrogen dan HCG dalam serum, hal ini dapat
berlangsung sampai kehamilan berusia 4 bulan.

B. Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang mungkin
berperan adalah :

1. Mola hidatidosa dan kehamilan ganda, frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan
ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan
tersebut hprmon HCG dibentuk secara berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta
resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organik.
3. Alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai faktor
organik.
4. Faktor psikologis memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungjawab sebagai ibu,
hal tersebut dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebgai ekspresi
tidak sadar terhadap keengganan menjadai hamil atau sebagai pelarian dari kesukaran hidup.

C. Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar hormon estrogen, oleh
karena ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh fisiologis hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal
dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan
wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.

Hiperemisis gravidarum yang merupakan komoplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila hal ini terjadai
terus menerus dapat mengakibatkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik,
belum jelas mengapa hal ini terjadio pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama
disamping pengaruh hormonal, tetapi pada wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik
dengan gejala tak suka makan dan mual akan mengalami emesis gravidarum yamg lebih berat.

Hiperemesis gravidarum juga dapat megakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk
keperluan eregi tubuh, karena oksidasi lemak yang tidak sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asan
aseton-asetik, aam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan
cairan yang dimuntahkan akan mengakibatkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Natrium dan klorida darah turun, demikian juga klorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan
oksigen ke jaringan berkurang juga dan tertimbunnya zat sisa metabolik yang toksik. Kekurangan kalium sebgai
akibat dari muntah dan bertambahnya eksresi lewat ginjal, menambanh frekuensi mual muntah yang lebih
banyak, dapat merusak hati dam terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi sobekan selaput lendir
esofagus dan lambung (sindroma Mallory-Weiss) dengan akibat perdarahan gastro intestinal. Pada umumnya
perdarahan ini ringan dan dapat berhenti sendiri, jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operatif.

D. Tanda dan gejala


Batasan tegas antara hiperemesis gravidarum dengan yang masih fifiologis tidak ada, tetapi apabila sudah
mempengaruhi keadaan umum penderita maka sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum, menurut
berat ringannya dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu :

Tingkatan I. Muntah yang terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah,
nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium, nasi meningkat sekitas 100
per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan mata cekung.

Tingkatan II. Penderita tampak lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang, lidah mengering dan tampak
kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata terlihat sedikit ikterik. Berat badan turun dan
mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oligurua dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa
pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam urine.

Tingkatan II. Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma,
nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi pada susunan saraf yang
dikenal sebagai ensepfalopati werniecke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental, keadaan ini
akibat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks, timbulnya ikterus menandakan terjadinya payah
hati.

E. Pengobatan
1. Obat-obatan
Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat-obatan adalah sifat obat yang tidak teratogen, sedativa
juga sering diberikan misalnya phenobarbital, vitamin yang diberikan biasanya B1 dan B6, anti histamin
juga dianjurkan misalnya dramamin, avomin dsb, pada keadaan yang lebih berat diberikan anti emetik
seperti disiklomin hirokloride atau khlorpromasin, penanganan yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit.

2. Isolasi
Penderita disendirikan dikamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik, catat cairan yang
keluar masuk, hanya dokter dan perawat yang boleh masuk kamar penderita dampai muntah berhenti dan
penderita mau makan, tidak diberikan makan dan minum selama 24 jam kadang-kadang dengan isolasi
saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.

3. Terapi Psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut karena
kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik yang menjadi latar belakang
terjadinya penyakit.

4. Cairan parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5 % dalam cairan
fisiologis sebanyak 2 – 3 liter perhari, bila perlu ditambah kalium dan vitamin khususnya B kompleks dan C,
bila terjadi kekurangan protein maka diberikan asam amino secara intra vena. Perlu montrol keseimbangan
cairan antara asupan dan keluaran, urine perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, klorida, dan
bilirubin, suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari, perlu juga diperiksa
hematokrit dari permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam penderita tidak muntah
dan keadaan umum dapat membaik maka dapat dicoba pemberinan cairan peroral secara bertahap dan
dapat ditambahkan makanan yang tidak cair jika kondisi membaik.

5. Penghentian kehamilan
Pada sebagian kasus keadaan tidak membaik, bahkan mundur, usahakan untuk melakukan pemeriksaan
medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk, delirium, kebutaan, takhikardia, ikterus, anuria, dan
perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan
untuk terminasi kehamilan dengan pertimbangan yang matang dan obyektif ( tidak boleh terlalu cepat tetapi
tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala kerusakan yang ireversibel ).

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian menurut (Ralph, 2008)
a. Umur, status perkawinan, Gravid dan Paritas
b. Keluhan Utama
masalah utama yang diuraikan dengan kata-kata nya sendiri
g. Riwayat Penyakit Sekarang
Kesehatan pasien pada saat onset penyakit dan rangkaian gejala-gejala
perkembangan penyakit mencatat apa, dimana, kapan, mengapa, bagaiman dan
sejauh mana keluhan mempengaruhi pasien.
h. Riwayat penyakit dahulu
Berupa riwayat menstruasi (umur dan cirri khas menarche/menopause) riwayat
ginekologi (jumlah kehamilan sebelumnya, jumlah kehamilan cukup bulan
sebelumnya, jumlah penghentian kehamilan atau abortus), riwayat medis alergi
terhadap obat-obatan atau alergi non medis, riwayat operasi atau pembedahan dan
trauma, riwayat keluarga (kelainan dan penyakit herediter yang diderita oleh
saudara-saudara pasien ataupun keluarganya), riwayat seksual (penggunaan
kontrasepsi, libido, dan frekuensi koitus serta berapa lama pernikahan), riwayat
sosial (pekerjaan pasien dan kegemarannya, peran serta dalam organisasai atau
keagamaan), dan riwayat pribadi (kebiasaan, contoh: kebiasaan olah raga,
penggunaan alkohol, atau obat-obatan tertentu).
i. Pemeriksaan Fisik (Asmadi, 2008)
a) Keadaan Umum, meliputi : kesadaran, TB, BB
b) Tanda-tan vital meliputi : tekanan darah, suhu badan, frekuensi denyut nadi, dan
pernafasan.
c) Kepala dan Leher meliputi : edema wajah, kloasma gravidarum, mata
(konjungtiva dan sclera) mulut (kebersihan, keadaan gigi karies, karang atau
tonsil), leher (pembesaran kelenjar tiroid dan pembuluh limfe)
d) Payudara meliputi : bentuk dan ukuran, hiperpigmentasi areola, keadaan putting
susu, kolostrum/cairan lain, retraksi dan massa
e) Abdomen meliputi : adanya bekas luka, hiperpigmentasi linia nigra, striae
gravidarum), TFU, palpasi abdomen dan DJJ
f) Genatalia meliput : luka, varises, kondiloma, cairan (warna, konsisten, jumlah,
dan bau), keadaan kelenjar bartholini (pembengkakan, cairan, kista), nyeri tekan,
hemoroid, dan kelainan lain.
g) Ekstremitas meliputi : edema tangan dan kaki pucat pada kuku karies, varises,
reflek patella
j. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kadar beta HCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta
HCG darah atau urin
2. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat
janin.
3. Pemeriksaan laboratorium darah dan protein urin
k. Dampak terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
l. Diagnosa Keperawatan hiperemesis gravidarum menurut (Nanda, 2013)
a) Kurang pengetahuan tentang penyakit, program penggobatan dan tindakan
preventif serta penatalaksanaan selanjutnya berhubungan dengan kurang
paparan informasi
b) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah
c) Anorexia berhubungan dengan efek samping kehamilan
Rencana keperawatan
NO Diagnosis Tujuan Intervensi
1. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pembelajaran : proses penyakit
penyakit, program penggobatan selama .....X 24 jam pasien diharapkan s) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
dan tindakan preventif serta mengalami peningkatan : keluarga tentang penyakit
penatalaksanaan selanjutnya 1. Pengetahuan : proses penyakit t) Berikan informasi secara umum tentang
berhubungan dengan kurang - Prodes penyakit, tanda-tanda penyakit yang klien derita (Prodes
paparan informasi komplikasi, batasan aktivitas, penyakit, tanda-tanda komplikasi,
therapy hormon dan perawatan batasan aktivitas, terapi hormon dan
selanjutnya perawatan selanjutnya
2. Pengetahuan : prosedur u) Kaji ulang pengetahuan pasien
perawatan v) Beri kesempatan pasien dan keluarga
- Deskripsi prosedur perawatan untuk bertanya
- Penjelasan tujuan perawatan w) Beri pendidikan kesehatan sesuai
- Deskripsi langkah-langkah dengan tingkat pemahaman pasien
prosedur (discharge planning)
x) Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala kepada petugas
Pembelajaran : prosedur/perawatan
- Kaji pengalaman klien dan tingkat
pengetahuan klien tentang prosedur
yang akan dilakukan
- Informasikan klien lama waktu
pelaksanaan dan tujuan prosedur
perawatan
- Libatkan klien untuk berpartisipasi
selama prosedur/perawatan
- Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan
setelah prosedur perawatan

2. Resiko nutrisi kurang dari Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama ...x24 jam o) Kaji status nutrisi pasien
dengan mual dan muntah diharapkan kebutuhan nutrisi p) Anjurkan makan sedikit tapi sering
terpenuhi dengan kriteria hasil : q) Anjurkan untuk makan makanan yang
z) Adanya peningkatan berat badan hangat dan bervariasi
r) Timbang berat badan sesuai indikasi
aa) Mampu mengidentifikasi kebutuhan s) Tingkatkan kenyamanan lingkungan
nutrisi termasuk sosialisasi saat makan
bb) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi t) Anjurkan orang terdekat untuk membawa
makanan yang disukai pasien
u) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein

3. Anorexia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual-muntah


efek samping anastesi keperawatan selama ...x24 jam s) Ajarkan teknik relaksasi
diharapkan risiko kurang volume t) Pantau gejala subjektif mual pada pasien
cairan akibat mual dan muntah tidak u) Pantau turgor kulit
terjadi rdengan kriteria hasil : v) Pertahankan keakuratan pencatatan
cc) Melaporkan terbebas dari mual asupan dan pengeluaran cairan
dd) Mengidentifikasi tindakan yang w) Ajarkan pasien menelan secara sadar
dapat menurunkan mual untuk menekan reflek muntah
x) Kolaborasi pemberian obat Antiemetik
sesuai dengan anjuran
PROLAPS UTERI

A. Pengertian
Prolapsus uteri adalah : Keadaan dimana turunnya uterus melalui hiatus genitalis yang
disebabkan kelemahan ligamen-ligamen, fasia endopelvik dan otot dasar panggul yang
menyokong uterus.

Prolapsus Uteri Terbagi dalam 3 tingkat:


1. Tingkat 1 bila servik belum keluar dari vulva
2. Tingkat 2 bila servik sudah keluar vulva tapi corpus belum
3. Tingkat 3 bila korpus uteri sudah berada di luar vulva
Kehamilan dapat terjadi pada prolaps tingkat 1 dan 2.

Uterus dan vagina dipertahankan posisinya oleh :


1. Tonus otot uterus
2. Ligamen-ligamen yang memfiksasi uterus: Lig kardinale, Lig rotundum, Lig
infundibulopelvikum, Lig sakrouterina
3. Fasia endopelvik
4. Otot-otot dasar panggul m levator ani

B. Etiologi
Etiologi Prolapsus Uteri :
1) Dasar panggul yang lemah, karena kerusakan dasar panggul pada persalinan yang
terlampau sering dengan penyulit seperti ruptura perineum atau usia lanjut.
2) Tarikan pada janin pada pembukaan yang belum lengkap.
3) Ekspresi Crede yang berlebihan pada saat mengeluarkan plasenta.
4) Asites, tumor-tumor di daerah pelvis, batuk yang kronis dan pengejan (obslipasi atau
striktura pada traktus urinarius).
5) Relinakulum uteri yang lemah (asteni atau kelainan congenital berupa kelemahan jaringan
penyokong uterus yang sering pada nullipara.

Patologi Prolapsus GenitalisDengan adanya persalinan yang sulit, menyebabkan


kelemahan pada ligamenium-ligamenium, fasia endopelvik, otot-otot dan fasia dasar panggul,
peningkatan tekanan intra abdominal dan faktor usia. Karena servis uteri terletak diluar vagina
akan menggeser celana dalam dan menjadi ulkus dekubitus.
Dapat menjadi SISTOKEL karena kendornya fasia dinding depan vagina (misalnya : trauma
obstetrik) sehingga vesika urinaria terdorong ke belakang dan dinding depan vagian terdorong
ke belakang.
Dapat terjadi URETROKEL, karena uretra ikut dalam penurunan tersebut. Harus di
DD/dengan Difertikulum Uretra, pada Difertikulum Uretra, uretra dan vesika urinaria normal
saja, hanya di belakanguretra ada lobang yang menuju ke kantong antara uretra dan vagina.
Dapat terjadi REKTOKEL, karena kelemahan fasia di dinding belakang vagina, trauma
obstetric atau lainnya, sehingga rekrum turun ke depan dan menyebabkan dinding vagina atas
belakang menonjol ke depan.
Dapat terjadi ENTEROKEL, karena suatu hemia dari kavum dauglasi yang isinya usus
halus atau sigmoid dan dinding vagina atas belakang menonjol ke depan.Sistokel, uretrokel,
rektokel, enterokel dan kolpokel disebut prolaps vagina.
Prolaps uteri sering diikuti prolaps vagina, tetapi prolaps vagina dapat berdiri sendiri.

C. Klasifikasi
Klasifikasi Prolapsus Uteri :
Tingkat I : Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus vagina
Tingkat II : Uterus sebagian keluar dari vagina
Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan inversio vagina
(PROSIDENSIA UTERI)

D. Gejala Klinis
Gejala Klinis Prolapsus UteriSangat individual dan berbeda-beda, kadang-kadang
prolapsus uterinya cukup berat tapi keluhannya (-) dan sebaliknya. Prolapsus uteri dapat
mendadak seperti nyeri, muntah, kolaps dll (jarang).
Keluhan-keluhannnya adalah :
• Terasa ada yang mengganjal/menonjol digenitalia ekstema (vagina atau perasaan berat pada
perut bagian bawah).
• Riwayat nyeri dipinggang dan panggul yang berkurang atau hilang dengan berbaring.
•Timbulnya gejala-gejala dari :Sitokel : BAK sedikit-sedikit dan sering, tak puas dan stress
inkontinensia (tak dapat menahan BAK) karena dinding belakang uretra tertarik, sehingga
fungsi sfincter terganggu.
- Rektokel : terjadi gangguan defikasi seperti obstipasi, karena feces berkumpul di rongga
rektokel.
- Koitus terganggu, juga berjalan dan bekerja.
- Leukorea, karena bendungan/kongesti daerah serviks.
- Luka lecet pada portio karena geseran celana dalam.
- Enterokel, menyebabkan rasa berat dan penuh pada daerah panggul.
- Servisitis dapat menyebabkan infertility.
- Menoragia karena bendungan.

E. Komplikasi
Komplikasi Prolapsus Uteri :
1) Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri
2) Dekubitus
3) Hipertropi serviks uteri dan elongasioa koli
4) Gangguan miksi dan stress inkontinensia
5) Infeksi saluran kencing
6) Infertilitas
7) Gangguan partus
8) Hemoroid
9) Inkarserasi usus

F. Penanganan
Penanganan Prolapsus Uteri
Faktor-faktor yang harus diperhatikan
• Keadaan umum pasien umur,
• Masih bersuami atau tidak,
• Tingkat prolapsus, beratnya keluhan,
• Keinginan punya anak lagi dan ingin mempertahankan haid.

Penanganan dibagi atas :


I. Pencegahan
Faktor-faktor yang mempermudah prolapsus uteri dan dengan anjuran :
• Istirahat yang cukup, hindari kerja yang berat dan melelahkan gizi cukup
• Pimpin yang benar waktu persalinan, seperti : Tidak mengedan sebelum waktunya. Kala II
jangan terlalu lama. Kandung kemih kosongkan) episiotomi agar dijahit dengan baik. Episiolomi
jika ada indikasiBantu kala II dengan FEatau VEII.

Pengobatan
a. Pengobatan Tanpa Operasi
• Tidak memuaskan dan hanya bersifat sementara
• pada prolapsus uteri ringan
• ingin punya anak lagi
• menolak untuk dioperasi
• Keadaan umum pasien tak mengizinkan untuk dioperasi
• Caranya :Latihan otot dasar panggul, Stimulasi otot dasar panggul dengan alat listrik

Pemasangan pesarium : hanya bersifat paliatif, pesarium dari cincin plastik. Prinsipnya :
alat ini mengadakan tekanan pada dinding atas vagina sehingga uterus tak dapat turun
melewati vagina bagian bawah.
Biasanya dipakai pada keadaan : prolapsus uteri dengan kehamilan, prolapsus uteri dalam
masa nifas, prolapsus uteri dengan dekubitus/ulkus, prolapsus uteri yang tak mungkin
dioperasi, (misalnya : keadaan umum yang jelek).

b. Pengobatan dengan Operasi


1. Operasi Manchester/Manchester-Fothergill
2. Histeraktomi
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan uterus) pada
seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak bisa lagi hamil dan
mempunyai anak. Histerektomi biasanya disarankan oleh dokter untuk dilakukan karena
berbagai alasan. Alasan utama dilakukannya histerektomi adalah kanker mulut rahim
atau kanker rahim. Adapun penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
1. Adanya fibroid yang merupakan tumor jinak pada rahim. Histerektomi perlu dilakukan
karena tumor ini dapat menyebabkan perdarahan berkepanjangan, nyeri panggul,
anemia, dan tekanan pada kandung kemih
2. Endometriosis, suatu kelainan yang disebabkan dinding rahim bagian dalam yang
seharusnya tumbuh di rahim saja, juga ikut tumbuh di indung telur, tuba fallopii, atau
bagian tubuh lainnya. Hal ini bisa membahayakan bagi ibu. Oleh karena itu, biasanya
dianjurkan untuk melakukan histerektomi oleh dokter.

Ada beberapa jenis histerektomi yang perlu kita ketahui. Berikut ini adalah
penjelasannya.
a. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim diangkat, tetapi
mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena
kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher
rahim) secara rutin.
b. Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara
keseluruhannya.
c. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini mengangkat uterus,
mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium
menyebabkan keadaan penderita seperti menopause meskipun usianya masih muda.
d. Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan, dan
kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis
kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.
e. Histerektomi vaginalis. Prosedur ini dilakukan dengan cara mengangkat uterus
melalui vagina. Vaginal histerektomi ini merupakan suatu metode yang cocok hanya
pada kondisi-kondisi seperti prolaps uteri, hiperplasi endometrium, atau displasia
servikal. Kondisi ini dapat dilakukan apabila uterus tidak terlalu besar, dan tidak
membutuhkan suatu prosedur evaluasi operatif yang luas.
f. Histerektomi Vaginal dengan Bantuan Laparoskopi. Metode jenis ini sangat mirip
dengan metode histerektomi secara vaginal hanya saja ditambah dengan alat berupa
laparoskopi. Sebuah laparoskopi adalah suatu tabung yang sangat tipis dimana kita
dapat melihat didalamnya dengan suatu kaca pembesar di ujungnya.
g. Histerektomi supraservikal. Supraservikal Histerektomi digunakan untuk mengangkat
uterus sementara serviks ditinggal. Serviks ini adalah suatu area yang dibentuk oleh
suatu bagian paling dasar dari uterus, dan berada di bagian akhir (atas) dari kanalis
vaginalis. Prosedur ini kemungkinan tidak berkembang menjadi karsinoma endometrium
terutama pada bagian serviks yang ditinggal.

Histerektomi dapat dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau melalui vagina.
Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang
mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya.
3. Kolpoklelsis (operasiNeugebauer-La fort)
4. Operasi-operasi lainnya : Ventrofiksasi/hlsteropeksi, Interposisi

Jika Prolaps uteri terjadi pada wanita muda yang masih ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya cara yang terbaik adalah dengan :
1. Pemasangan pesarium
2. Ventrofiksasi (bila tak berhasil dengan pemasangan pesarium)

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
3. Data Subyektif
 Sebelum Operasi
 Adanya benjolan didaerah genetalia
 Nyeri di daerah benjolan.
 Mual, muntah, kembung, konstipasi.
 Tidak nafsu makan.
 Sesudah Operasi
 Nyeri di daerah operasi, Lemas, Pusing.
 Mual, kembung.
4. Data Obyektif
 Sebelum Operasi
 Nyeri bila benjolan tersentuh, pucat, gelisah, spasme otot, demam,
dehidrasi.
 Terdengar bising usus pada benjolan.
 Sesudah Operasi
 Terdapat luka pada selangkangan.
 Puasa, selaput mukosa mulut kering.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Kurang pengetahuan tentang penyakit, program penggobatan dan prosedur
tindakan preventif
3. Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya
berhubungan dengan salah dalam menafsirkan imformasi dan sumber imformasi
yang kurang benar.
4. Perubahan pola eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengan trauma
mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan
hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
5. Perubahan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang
ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat
pada hubungan seksual .
6. Risiko Infeksi b.d prosedur invasive, trauma
RENCANA KEPERAWATAN

NO Diagnosis Tujuan Intervensi


1 Nyeri Akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
injuri fisik keperawatan selama ....X24jam - Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi,
pasien mampu untuk karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
Mengontrol nyeri dengan indikator: intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
- Mengenal faktor-faktor penyebab - observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
nyeri khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
- Mengenal onset nyeri efektif
- Melakukan tindakan pertolongan - Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
non-analgetik - Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat
- Menggunakan analgetik mengekspresikan nyeri
- Melaporkan gejala-gejala kepada - Kaji latar belakang budaya pasien
tim kesehatan - Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup:
- Mengontrol nyeri pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship,
pekerjaan, tanggungjawab peran
- Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
Menunjukan tingkat nyeri nyeri kronis
Indikator: - Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
- Melaporkan nyeri berkurang yang telah digunakan
- Melaporkan frekuensi nyeri - Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
- Melaporkan skala nyeri 1-3 - Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
- Melaporkan lamanya episode lama terjadi, dan tindakan pencegahan
nyeri - kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
- Mengekspresi nyeri: wajah respon pasien terhadap ketidaknyamanan (seperti: temperatur
- Menunjukan posisi melindungi ruangan, penyinaran, dll)
tubuh - Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri
- kegelisahan - Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti: relaksasi,
- perubahan respirasi rate guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
- perubahan Heart Rate massase)
- Perubahan tekanan Darah - Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
- Perubahan ukuran Pupil - Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
- Perspirasi pasien
- Kehilangan nafsu makan - Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
- Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
secara tepat
- Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
- Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota keluarga
saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk pendekatan
preventif
- Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri

Pemberian Analgetik
- Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan keparahan
sebelum pengobatan
- Berikan obat dengan prinsip 5 benar
- Cek riwayat alergi obat
- Libatkan pasien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
- Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu analgetik
jika telah diresepkan
- Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah pemberian
analgetik
- Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
- Dokumentasikan respon setelah pemberian analgetik dan efek
sampingnya
- Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)
Manajemen Lingkungan: Kenyamanan
- Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
- Batasi pengunjung
- Tentukan hal hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
pasien sepeti pakaian lembab
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
- Hindari penyinaran langsung dengan mata
- Sediakan lingkungan yang tenang
- Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
- Atur posisi pasien yang membuat nyaman

2 Kurang pengetahuan tentang penyakit, Setelah dilakukan asuhan Pembelajaran : proses penyakit
program penggobatan dan tindakan keperawatan selama .....X 24 jam - Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
preventif pasien diharapkan mengalami - Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana kaitannya
peningkatan : dengan anatomi dan fisiologi tubuh
1. Pengetahuan : proses penyakit - Deskripsikan tanda dan gejala umum penyakit
- Mengenal nama penyakit - Identifikasi kemingkinan penyebab
- Deskripsi proses penyakit - Berikan informasi tentang kondisi klien
- Deskripsi faktor penyebab - Berikan informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik
atau faktor pencetus - Diskusikan tentang pilihan terapi
- Deskripsi tanda dan gejala - Instruksikan klien untuk melaporkan tanda dan gejala kepada
- Deskripsi cara meminimalkan petugas
perkembangan penyakit Pembelajaran : prosedur/perawatan
- Deskripsi komplikasi penyakit - Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur/perawatan
- Deskripsi tanda dan gejala - Informasikan klien lama waktu pelaksanaan
komplikasi penyakit prosedur/perawatan
- Deskripsi cara mencegah - Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang
komplikasi prosedur yang akan dilakukan
- Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
2. Pengetahuan : prosedur - Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama
perawatan prosedur/perawatan
- Deskripsi prosedur - Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah
perawatan prosedur/perawatan
- Penjelasan tujuan perawatan - Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk
- Deskripsi langkah-langkah mengontrol beberapa aspek selama prosedur/perawatan
prosedur (relaksasi da imagery)
- Deskripsi adanya
pembatasan sehubungan
dengan prosedur
- Deskripsi alat-alat perawatan

3 Kurang pengetahuan tentang efek Setelah dilakukan asuhan Pembelajaran : efek pembedahan dan perawatan selanjutnya
pembedahan dan perawatan keperawatan selama .....X 24 jam 9) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
selanjutnya berhubungan dengan pasien diharapkan mengalami 10) Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal
salah dalam menafsirkan imformasi peningkatan pengetahuan tentang : mempunyi kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan
dan sumber imformasi yang kurang perawatan luka operasi, tanda-tanda waktu yang lama untuk puli, mengguanakan anatesi yang
benar. komplikasi, batasan aktivitas, banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah
operasi.
menopause, therapy hormon dan
11) Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi
perawatan selanjutnya yang tepat
12) Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
13) Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan
ovulasi
14) Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
15) Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total
menyebabkan tidak bisa hamil dan menstruasi
16) Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :
 Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan
dosis renda, dengan sirklus penggunaannya
adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama
dua hari begitu seterusnya sampai umur
menopause.
 Diskusi tentang rasional penggunaan therapy yaitu
memberikan rasa sehat dan mengurangi resiko
osteoporosis
 Jelaskan resiko penggunaan therapy
 Ajarkan untuk melapor jika terjadi perubahan sikap
( depresi ), tanda troboplebitis, retensi cairan
berlebihan, kulit kuning, rasa mual/muntah, pusing
dan sakit kepala, rambut rontok, gangguan
penglihatan,benjolan pada payudara.

4 Perubahan pola eleminasi miksi (retensi Setelah dilakuakan asuhan


urine ) berhubungan dengan komplikasi keperawatan selama ......X 24jam 8) Catat pola miksi dan minitor pengeluaran urine
terkait desakan tumor, trauma mekanik , pasien dapat 9) Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya
ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
manipulasi pembedahan adanya edema
10) Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air
pada jaringan sekitar dan hematom, hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
kelemahan pada saraf sensorik dan 11) Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter
motorik. dalam keadaan baik, monitor intake autput, bersihkan daerah
pemasangan kateter satu kali dalamsehari, periksa keadaan selang
kateter (kekakuan,tertekuk )
12) Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau.
13) Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental
dan obat obat untuk melancarkan urine.
14) Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc
perlu pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung kemih
kuat kembali.

5 Perubahan konsep diri berhubungan Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Manajemen Koping
dengan kekawatiran tentang selama ...... X 24jam pasien dapat 8) Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi
ketidakmampuan memiliki anak, menggunakan koping yang efektif dan anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang
histerektomi
perubahan dalam masalah kewanitaan,
9) Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
akibat pada hubungan seksual . dengan kriteria hasil: 10) Libatkan klien dalam perawatannya
11) Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang
 Partisipasi dalam membuat hangat dan menyenangkan.
keputusan mengenai 12) Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai
kesehatan. tindakan pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
 Mengumpulkan dukungan dari 13) Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya
hubungan sosial. perawatan luka dan mandi.
 Pola tidur/bangun yang normal 14) Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk
seseorang dan aktivitas di unit. membicarakan keluhan-keluhannya.
 Penurunan takut, marah dan
menarik diri.
 Mengenali keterbatasan fisik.

6. Risiko Infeksi b.d prosedur invasive, Setelah dilakuakan asuhan Kontrol Infeksi
trauma keperawatan selama ......X 24jam - Bersikan lingkungan setelah digunakan oleh pasien
pasien dapat memperoleh - Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan
1. Pengetahuan:Kontrol infeksi - Batasi jumlah pengunjung
Indikator: - Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
- Menerangkan cara-cara - Anjurkan pasien untuk cuci tangan dengan tepat
penyebaran infeksi - Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
- Menerangkan factor-faktor - Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan
yang berkontribusi dengan setelah meninggalkan ruangan pasien
penyebaran - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
- Menjelaskan tanda-tanda - Lakukan universal precautions
dan gejala - Gunakan sarung tangan steril
- Menjelaskan aktivitas yang - Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
dapat meningkatkan - Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
resistensi terhadap infeksi - Ajarkan pasien untuk pengambilan urin porsi tengah
- Tingkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan asupan cairan yang cukup
- Anjurkan istirahat
- Berikan terapi antibiotik
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala
dari infeksi
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana mencegah
infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC; 2008

Amin, Huda Nurarif. Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: 2013

Cunningham, Gary. Obtetri Williams. Jakarta: EGC; 2005. h. 931-933

Harlin. Ilmu Penyakit. Jakarta: EGC; 2005

Prawirohardjo, sarwono. Ilmu Kandungan. Jakarta: BinaPustaka; 2011. h.211-213

Manuaba IAH. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC; 2009. h. 96-97

Nugroho, Taufan. Kasus Emergency Kebidanan untuk Kebidanan dan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. h. 107-114

Perry dan Potter. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta : EGC; 2005

Ralph C. Benson, Martin L. 2008. Buku saku obstetric dan ginekologi. Edisi 9.Jakarta : EGC

Reeder Sharon J. Genekologi Penyakit. Jakarta: EGC; 2011

Rusman, Moechtar. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC; 2009


FETAL DEATH

1. Pengertian teori

Fetal death merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, atau akhir infeksi
yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga diketahui janin telah meninggal (Saifuddin, 2002).
Kematian janin dapat juga didefinisikan sebagai kematian in utero sebelum seluruh hasil
konsepsi dikeluarkan (Bobak, 2005) Kematian janin dalam kandungan adalah kematian yang
terjadi saat usia kehamilan kurang dari 20 minggu (Nasdaldy, 2001). Kehamilan janin dalam
rahim adalah kematian janin sebelum 20 minggu kehamilan dan sebelum permulaan persalinan
(Hacker 2001). Sementara menurut Wiknjosastro, 2005 dikatakan bahwa kematian janin adalah
kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dalam sempurna dari ibunya tanpa memandang
tuanya kehamilan.

Kematian janin merupakan kematian sebelum terjadi kelahiran, biasanya mengacu pada
keguguran.

Klasifikasi:

a. Golongan I
Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.
b. Golongan II
Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu.
c. Golongan III
Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death).
d. Golongan IV
Kematian yang tidak digolongkan pada ketiga golongan diatas.

Sumber: Prawiroraharjo, 2000

2. Anatomi Fisiologi

Perubahan anatomi perempuan yang sedang hamil biasanya terjadi setelah fertilisasi
dan berlanjut selama kehamilan. Mayoritas perubahan terjadi karena respon tubuh terhadap
janin. Adaptasi secara fisiologis maupun anatomis pada seorang ibu terjadi ketika ibu sedang
hamil. Keadaan ini bertujuan untuk:

a. Menyuport bayi di dalam kandungan untuk hidup (dalam hal nutrisi, oksigen dan
sebagainya).
b. Menjaga bayi di dalam kandungan dari kelaparan, obat-obatan dan toksin.
c. Mempersiapkan uterus untuk proses kelahiran.
d. Menjaga ibu dari kemungkinan gagal kardiovaskuler pada saat melahirkan.
Perubahan anatomi fisiologi dapat terjadi di berbagai sistem tubuh perempuan yang
sedang hamil, diantaranya adalah:

1. Sistem Reproduksi.
a. Uterus
Pada perempuan tidak hamil uterus memiliki berat sebesar 70 gram dan
kapasitas 10ml bahkan kurang. Normalnya pada perempuan yang sedang hamil
uterus harus mampu menampung janin, plasenta dan cairan amnion di
dalamnya. Maka, uterus dapat menampung volume dari 5 hingga 20 liter dengan
berat rata-rata 1100gram pada akhir kehamilan.
b. Servik
Pada perempuan yang tidak sedang hamil, serviksnya mengandung kolagen
yang terbungkus rapat namun tidak beraturan. Kolagen akan secara aktif
disintesis pada saat kehamilan. Sintesis ini dilakukan oleh kolagenase untuk
meremodel kolagen yang disekresi oleh sel-sel serviks dan neutrofil.
Kolagen akan didegradasi oleh kolagenase intraselular agar prokolagen yang
tidak sempurna hancur sehingga kolagen yang lemah tidak terbentuk dan janin di
dalam rahim dapat tetap terjaga tidak keluar melalui serviks begitu saja.
Sedangkan peran kolagenase ekstra selular secara lambat akan membuat
matriks kolagen melemah sehingga memudahkan proses persalinan pada ibu
hamil yang siap bersalin.
c. Ovarium
Pada saat hamil, proses ovulasi dan pematangan folikel akan terhenti
sementara dan hanya akan ditemukan satu korpus luteum pada ovarium. Folikel
ini akan berfungsi secara maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan.
Kemudian akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang
minimal.
d. Vagina dan perineum
Ketika perempuan sedang hamil, maka akan terjadi peningkatan dari
vaskularisasi dan hiperemia pada kulit dan otot di perineum dan vulva. Keadaan
ini di sertai penipisan mukosa dan menghilangnya jaringan ikat dan hipertrofi dari
sel otot polos. Hal ini yang menyebabkan vagina berwarna keunguan dan
dikenal dengan tanda chadwick.

Perubahan pada vagina ini merupakan fase persiapan vagina untuk


persalinan yang membutuhkan vagina yang rengang dan mukosa yang semakin
tebal, jaringan ikat yang mengendor, dan hipertrofi dari sel otot polos.
Rengangan ini akan menyebabkan vagina menjadi lebih panjang. Papil
mukosa juga akan mengalami hipertrofi dan membentuk gambaran seperti paku
sepatu. Vagina juga akan mengeluarkan cairan. Volume sekresi ini akan
meningkat, dimana sekresi yang dihasilkan vagina berwarna keputihan,
menebal, dengan pH pada kisaran 3,5-6. Hal ini disebabkan karena adanya
peningkatan dari produksi asam laktat glikogen yang dihasilkan oleh epitel dari
vagina sebagai respons dari Lactobacillus acidophilus

2. Kulit
Pada dinding perut akan terjadi perubahan kulit menjadi berwarna kemerahan
dan kusam. Terkadang hingga daerah payudara dan paha. Hal ini disebut dengan
nama striaegravidarum. Striae ini terjadi karena pembesaran berlebihan pada
payudara. Pembesaran payudara ini disebabkan karena adanya chorionic
somatotropin, esterogen, dan progesterone. Pada perempuan yang multipara
akan dapat ditemukan garis berwarna perak berkilau selain striae tersebut. Garis ini
adalah sikatrik dari striae sebelumnya. Kejadian ini dapat terjadi serupa dengan
tempat predileksi lainnya.
3. Payudara
Air susu dari payudara perempuan yang sedang hamil tidak dapat keluar
dikarenakan adanya prolactin inhibiting hormone yang menekan sekresi dari hormon
prolaktin. Namun setelah bulan pertama kehamilan perempuan ini akan
mengeluarkan cairan berwarna kekuningan yang disebut dengan kolostrum.
4. Perubahan metabolik
Penambahan berat badan yang terjadi pada ibu hamil sebagian besar terjadi
karena bayi yang sedang tumbuh di dalam uterus ibu. Diikuti dengan perkembangan
payudara ibu, penambahan volume darah dan cairan ekstraselular.
Diperkirakan penambahan berat badan yang terjadi sebanyak 12,5 kg. Standart
penambahan berat badan dapat diperhitungkan dari besar IMT yang dimiliki ibunya.
5. Sistem kardiovaskuler
Progesteron akan menurunkan resistensi vascular sistemik ketika kehamilan,
yang kemudian akan diikuti oleh menurunnya tekanan darah. Respon yang
ditemukan adalah cardiac output  akan bertambah sebanyak 30-50%.
6. Sistem pencernaan
Semakin besarnya uterus tentunya akan mengeser letak lambung dan usus. Hal
ini dapat menyebabkan penurunan motilitas otot polos pada saluran pencernaan dan
penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di dalam lambung sehingga
menyebabkan Pyrosis (heartburn) yang disebabkan karena tonus sfingter bawah
esofagus menurun karena perubahan letak lambung sehingga menyebabkan refluks
asam lambung. Selain itu progesterone akan membuat otot polos gastrointestinal
menjadi relaksasi sehingga menyebabkan keterlambatan pengosongan lambung dan
meningkatkan refluks.
7. Sistem kemih
Ketika bulan pertama kehamilan, uterus akan menekan kandung kemih sehingga
perempuan hamil cenderung lebih sering ingin berkemih dibandingkan dengan
perempuan tidak hamil. Keadaan ini akan semakin hilang ketika usia kehamilan
bertambah karena uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, kepala
janin mulai turun ke pintu atas rongga panggul, kemudian keluhan tersebut akan
muncul kembali.
8. Sistem endokrin
Hormon-hormon yang berperan pada saat kehamilan diantaranya adalah :
a. Estrogen meningkatkan produksi throid binding globulin yang kemudian
menyebabkan konsentrasi total hormone tiroid meningkat.
b. Prolaktin meningkat pada masa kehamilan, fungsinya masih belum jelas. Namun
pastinya sangat penting dalam proses laktasi setelah melahirkan.
9. Sistem muskuloskeletal
Perubahan musculoskeletal yang sering terjadi pada ibu hamil adalah lordosis
yang terjadi pada ibu hamil. Hal ini dikarenakan adanya perbesaran uterus ke arah
anterior, lordosis akan mengeser pusat daya berat ke arah kedua tungkai.

10. Sistem imun


Imunitas selular akan menurun ketika sedang hamil. Perempuan yang sedang
hamil biasanya risiko terkena infeksi virus akan bertambah.
11. Sistem Hematologi
Ibu hamil biasanya menunjukkan hiperkoagulasi dengan meningkatnya level
sirkulasi dari faktor 1 (fibrinogen), VII, VIII, IX, dan X. Perubahan ini untuk menjaga
ibu dari kehilangan darah yang berlebihan pada saat kelahiran.
12. Sistem pernafasan
Adaptasi pernapasan ketika sedang hamil dibuat untuk mengoptimalkan
oksigenasi ibu dan bayi yang berada di dalam kandungannya, dan juga untuk
memfasilitasi transfer karbondioksida dari fetus ke ibunya. Mekanisme pernapasan
akan berubah selama hamil. Tulang rusuk akan menjadi lebih mengembang dan
letak diafragma akan naik 4 cm.

Kehamilan adalah suatu proses fungsi tubuh pemeliharaan janin dalam kandungan
yang disebabkan pembuahan sel telur oleh sperma, saat hamil akan terjadi perubahan fisik
dan hormon yang sangat berubah drastis. Organ reproduksi interna wanita adalah alat
pembuahan atau kandungan bagian yang luar meliputi mons veneris, labia mayor, labia
minor, klitoris, introitus vagina, introitus uretra, kelenjar batholini dan anus. Payudara/mamae
adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit dan di atas otot dada.

Penyebab fetal death seringkali oleh ketidak cocokan rhesus darah ibu dan janin,
ketidak cocokan golongan darah ibu dan janin, penyakit pada ibu, kelainan kromosom,
trauma saat hamil, infeksi pada ibu, kelainan bawaan janin, perdarahan antepartum, penyakit
endokrin, malnutrisi, dll.
3. Etiologi

a. Fetal (penyebab 25-40%)


1) Anomali/malformasi
Kongenital mayor: neural tube defek, hidrops, hidrosefalus, kelainan jantung
congenital.
2) Kelainan kromosom
Termasuk penyakit bawaan, kematian janin kelainan genetik biasanya baru
terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan
pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya
mahal, juga sangat beresiko, karena harus mengambil air ketuban dari plasenta
janin sehingga beresiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.
3) Kelainan kongenital (bawaan) bayi, yang biasanya menyebabkan kematian janin
adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi
cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja
jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung
sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-
parunya.
4) Janin yang hiperaktif
Gerakan janin yang berlebihan apalagi hanya pada satu arah saja. Bisa
mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan janin dengan ibu terpelintir,
akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi
melalui plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup
kemungkinan tali pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan
janin menjadi sulit bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau
tersimpul tidak bisa terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bila mana ada gejala
yang tidak biasa saat hamil.

b. Placental (penyebab 25-35%)


a) Abruption
b) Kerusakan tali pusat
c) Infrak plasenta
d) Infeksi plasenta dan selaput Ketuban
a) Intrapartum asphyxia
b) Plasenta previa
c) Chrioamnionitis
d) Perdarahan janin ke ibu
e) Solusio plasenta
c. Maternal (penyebab 5-10%)
a) Diabetes melitus
b) Hipertensi
c) Trauma
d) Kehamilan lewat waktu (posterm)
e) Ruptur uterus
f) Postterm pregnancy
g) Obat-obatan
Kehamilan lebih dari 42 minggu, jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan
mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang, janin akan kekurangan asupan nutrisi
dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan
dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan
color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka
kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan
pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.

4. Insiden

Dinegara berkembang, angka lahir mati ini telah menurun dari 15-16 per 1000 kelahiran
total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000 kelahiran pada tahun 1990-an (Wiknjosastro,
2005)

5. Patofisiologi

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian janin dalam kandungan, antara lain:

a Hipertensi atau tekanan darah tinggi


b Preeklampsi/eklampsi
c Perdarahan
Waspadalah pada ibu mengalami perdarahan hebat akibat plasenta previa
(plasenta yang menutupi jalan lahir) atau solusio plasenta (terlepas plasenta dari tempat
implantasinya di dalam uterus sebelum bayi dilahirkan). Otomatis Hb janin turun dan
bisa picu kematian janin.
d Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi
cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terdapat dalam rongga dada bisa
menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari
banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau
terjadi kelainan pada paru-parunya.
e Ketidak cocokan golongan darah ibu dan janin
Terutama pada golongan darah A, B, O. Kerap terjadi golongan darah anak A atau
B, sedangkan ibu bergolongan O atau sebaliknya. Pasalnya, saat masih dalam
kandungan darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin
tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan membentuk zat antibodi.
f Infeksi saat hamil
Saat hamil sebaiknya menjaga kondisi tubuh dengan baik guna menghindari
berbagai infeksi, bakteri atau virus. Bahkan demam tinggi pada ibu bisa mengakibatkan
janin tidak tahan akan panas tubuh ibunya.
g Kelainan kromosom
Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat kelainan
genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi.
Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain
biayanya mahal juga sangat beresiko, karena harus mengambil air ketuban dari
plasenta janin sehingga beresiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur. Bila janin
mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan seperti berikut:
1) Rigors mostis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2) Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih, tapi kemudian
menjadi merah. Stadium ini berlangsung 48 jam setelah mati.
3) Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, stadium ini
berlangsung 48 jam setelah anak mati
4) Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antar tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit

6. Manifestasi Klinik

a. Anamnesa

1) Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan sangat
berkurang
2) Ibu merasakan tidak ada perubahan perut (bertambah besar atau kecil)
3) Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasa sakit
4) Penurunan berat badan
5) Perubahan nafsu makan
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
b) Terhentinya perubahan payudara
2) Palpasi
a) Tinggi fundus uteri lebih rendah dari usia kehamilan
b) Tidak ada perkembangan janin
3) Auskultasi
a) Dengan memakai stetoskop monoral maupun doppler tidak terdengar denyut
jantung janin
7. Pemeriksaan Diagnostik

a. pemeriksaan ultrasonogfari
Tidak ditemukan DJJ maupun gerakan janin, sering kali tulang-tulang letaknya tidak
teratur, khususnya tulang tengkorak, sering dijumpai overlapping cairan ketuban
berkurang.
b. Rongten foto abdomen
c. Tanda spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling tumpang tindih
(overlapping) karena otak bayi yang sudah mencair, hal ini terjadi setelah bayi
meninggal beberapa hari dalam kandungan.
d. Tanda nojosk
Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling melenting (hiperpleksi).
e. Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah
f. Tampak odem di sekitar tulang kepala.
8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu yang mengalami fetal death adalah ibu bisa
mengalami trauma emosional yang berat bila waktu antara kematian janin dan persalinan
cukup lama. Selain itu bila ketuban pecah, akan beresiko terjadi infeksi, dan kemungkinan
juga akan terjadi koagulopati pada ibu bila kematian janin berlangsung lebih dari 3-4 minggu.
(Saifuddin, 2002; Pillitteri, 2003; Wiknjosastro,2005)

9. Penatalaksanaan Medik

a. Pemeriksaan tanda-tanda vital


b. Ambil darah untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan darah, golongan darah
ABO dan rhesus
c. Jelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan akan
dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab kematian,
hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
d. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaliknya pasien selalu
didampingi oleh orang terdekatnya. Yakni bahwa besar kemungkinan dapat lahir
pervagina.
e. Rencana persalinan pervagina dengan cara induksi maupun ekspertaktif, perlu
dibicarakan dengan pasien dan keluarganya, sebelum keputusan diambil.
f. Bila pilihan adalah manajemen aktif: Induksi persalinan menggunakan oksitosin atau
misoprostol. Seksio secaria merupakan pilihan misalnya letak lintang.
g. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan
berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
h. Pemeriksaan patologi plasenta akan mengungkapkan adanya patologi plasenta dan
infeksi. (Sarwono, 2001)

D. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian menurut (Ralph, 2008)
Umur, status perkawinan, Gravid dan Paritas
Keluhan Utama
masalah utama yang diuraikan dengan kata-kata nya sendiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Kesehatan pasien pada saat onset penyakit dan rangkaian gejala-gejala
perkembangan penyakit mencatat apa, dimana, kapan, mengapa, bagaiman dan
sejauh mana keluhan mempengaruhi pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Berupa riwayat menstruasi (umur dan cirri khas menarche/menopause) riwayat
ginekologi (jumlah kehamilan sebelumnya, jumlah kehamilan cukup bulan
sebelumnya, jumlah penghentian kehamilan atau abortus), riwayat medis alergi
terhadap obat-obatan atau alergi non medis, riwayat operasi atau pembedahan dan
trauma, riwayat keluarga (kelainan dan penyakit herediter yang diderita oleh
saudara-saudara pasien ataupun keluarganya), riwayat seksual (penggunaan
kontrasepsi, libido, dan frekuensi koitus serta berapa lama pernikahan), riwayat
sosial (pekerjaan pasien dan kegemarannya, peran serta dalam organisasai atau
keagamaan), dan riwayat pribadi (kebiasaan, contoh: kebiasaan olah raga,
penggunaan alkohol, atau obat-obatan tertentu).
Pemeriksaan Fisik (Asmadi, 2008)
a) Keadaan Umum, meliputi : kesadaran, postur tubuh ibu selama pemeriksaan,
TB, BB
b) Tanda-tan vital meliputi : tekanan darah, suhu badan, frekuensi denyut nadi, dan
pernafasan.
c) Kepala dan Leher meliputi : edema wajah, kloasma gravidarum, mata
(konjungtiva dan sclera) mulut (kebersihan, keadaan gigi karies, karang atau
tonsil), leher (pembesaran kelenjar tiroid dan pembuluh limfe)
d) Payudara meliputi : bentuk dan ukuran, hiperpigmentasi areola, keadaan putting
susu, kolostrum/cairan lain, retraksi dan massa
e) Abdomen meliputi : adanya bekas luka, hiperpigmentasi linia nigra, striae
gravidarum), TFU, palpasi abdomen dan DJJ
f) Genatalia meliput : luka, varises, kondiloma, cairan (warna, konsisten, jumlah,
dan bau), keadaan kelenjar bartholini (pembengkakan, cairan, kista), nyeri tekan,
hemoroid, dan kelainan lain.
g) Ekstremitas meliputi : edema tangan dan kaki pucat pada kuku karies, varises,
reflek patella
Pemeriksaan Penunjang
1.  Pemeriksaan kadar beta HCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta
HCG darah atau urin
2.  Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
3.   Uji sonde : Sonde ( penduga rahim )
4.   Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4
bulan).
5.   Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat
janin.
6. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara
7. Pemeriksaan laboratorium darah dan protein urin
Dampak terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
Diagnosa Keperawatan fetal death menurut (Nanda, 2013)
d) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
e) Kurang pengetahuan tentang penyakit, program penggobatan dan tindakan
preventif serta penatalaksanaan selanjutnya berhubungan dengan kurang
paparan informasi
f) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah
g) Anorexia berhubungan dengan efek samping anastesi
h) Perubahan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang
ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan
i) Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait kehamilan Mola
Hidatidosa
j) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Rencana keperawatan
N Diagnosis Tujuan Intervensi
O
1 Nyeri Akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri
agen injuri fisik selama ....X 24 jam pasien mampu untuk 1. Monitor tanda-tanda vital
mengontrol nyeri dengan kriteria hasil: 2. Kaji lokasi nyeri, karakteristik, penyebab,
- Klien/pasien mengatakan nyeri skala waktu nyeri (secara komprehensif,
berkurang PQRST)
- Skala nyeri 1-3 atau bahkan 3. Ajarkan teknik relaksasi : nafas dalam /
menghilang distraksi / guided imagery
- Klien/pasien tampak rileks 4. Monitor peningkatan nyeri
- Tanda-tanda vital dalam batas normal 5. Intruksikan pasien untuk
menginformasikan kepada perawat jika
pengurang nyeri tidak dapat dicapai
6. Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
7. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
8. Libatkan keluarga dalam memeberikan
dukungan dan motivasi terhadap pasien
Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama terjadi, dan
tindakan pencegahan
Pemberian Analgetik
1. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
3. Cek riwayat alergi obat
4. Monitor tanda-tanda vital, sebelum
5. Monitor reaksi obat dan efeksamping
obat
6. Dokumentasikan respon setelah
pemberian analgetik dan efek
sampingnya
Manajemen Lingkungan: Kenyamanan
1. Sediakan lingkungan yang tenang
(Batasi pengunjung)
2. Perhatikan hygiene pasien untuk
menjaga kenyamanan
3. Atur posisi pasien yang membuat
nyaman

2 Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pembelajaran : proses penyakit
penyakit, program penggobatan selama .....X 24 jam pasien diharapkan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
dan tindakan preventif serta mengalami peningkatan : keluarga tentang penyakit
penatalaksanaan selanjutnya 1. Pengetahuan : proses penyakit 2. Berikan informasi secara umum
berhubungan dengan kurang - Prodes penyakit, tanda-tanda tentang penyakit yang klien derita
paparan informasi komplikasi, batasan aktivitas, (Prodes penyakit, tanda-tanda
therapy hormon dan perawatan komplikasi, batasan aktivitas, terapi
selanjutnya hormon dan perawatan selanjutnya
2. Pengetahuan : prosedur perawatan 3. Kaji ulang pengetahuan pasien
- Deskripsi prosedur perawatan 4. Beri kesempatan pasien dan keluarga
- Penjelasan tujuan perawatan untuk bertanya
- Deskripsi langkah-langkah 5. Beri pendidikan kesehatan sesuai
prosedur dengan tingkat pemahaman pasien
(discharge planning)
6. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda
dan gejala kepada petugas
Pembelajaran : prosedur/perawatan
1. Kaji pengalaman klien dan tingkat
pengetahuan klien tentang prosedur
yang akan dilakukan
2. Informasikan klien lama waktu
pelaksanaan dan tujuan prosedur
perawatan
3. Libatkan klien untuk berpartisipasi
selama prosedur/perawatan
4. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan
setelah prosedur perawatan

3 Resiko nutrisi kurang dari Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan 1. Kaji status nutrisi pasien
dengan mual dan muntah kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan 2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
kriteria hasil : 3. Anjurkan untuk makan makanan yang
ee) Adanya peningkatan berat badan hangat dan bervariasi
ff) Mampu mengidentifikasi kebutuhan 4. Timbang berat badan sesuai indikasi
nutrisi 5. Tingkatkan kenyamanan lingkungan
gg) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi termasuk sosialisasi saat makan
6. Anjurkan orang terdekat untuk
membawa makanan yang disukai
pasien
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein

4 Anorexia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Mual-muntah


efek samping anastesi selama ...x24 jam diharapkan risiko 1. Ajarkan teknik relaksasi
kurang volume cairan akibat mual dan 2. Pantau gejala subjektif mual pada
muntah tidak terjadi rdengan kriteria pasien
hasil : 3. Pantau turgor kulit
hh) Melaporkan terbebas dari mual 4. Pertahankan keakuratan pencatatan
ii) Mengidentifikasi tindakan yang dapat asupan dan pengeluaran cairan
menurunkan mual 5. Ajarkan pasien menelan secara sadar
untuk menekan reflek muntah
6. Kolaborasi pemberian obat Antiemetik
sesuai dengan anjuran
5 Perubahan konsep diri Setelah dilakuakan asuhan keperawatan 1. Beritahu klien tentang sispa saja yang
berhubungan dengan selama ...... X 24jam pasien dapat bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan
kekawatiran tentang menggunakan koping yang efektif dengan klien untuk mengekpresikan
perasaannya tentang histerektomi
ketidakmampuan memiliki anak, kriteria hasil:
2. Kaji apakah klien mempunyai konsep diri
perubahan dalam masalah yang negatif.
kewanitaan  Partisipasi dalam membuat
keputusan mengenai kesehatan. 3. Libatkan klien dalam perawatannya
 Mengumpulkan dukungan dari 4. Kontak dengan klien sesering mungkin
hubungan sosial. dan ciptakan suasana yang hangat dan
 Pola tidur/bangun yang normal menyenangkan.
seseorang dan aktivitas di unit. 5. Memotivasi klien untuk mengungkapkan
 Penurunan takut, marah dan perasaannya mengenai tindakan
menarik diri. pembedahan dan pengaruhnya terhadap
 Mengenali keterbatasan fisik. diri klien
6. Berikan dukungan emosional dalam
teknik perawatan, misalnya perawatan
luka dan mandi.
7. Ciptakan lingkungan atau suasana yang
terbuka bagi klien untuk membicarakan
keluhan-keluhannya.

6. Risiko perdarahan pasca Setelah dilakuakan asuhan keperawatan Tindakan pencegahan perdarahan
kuretase b.d komplikasi terkait selama ...... X 24jam pasien dan perawat1. Kaji fundus uteri meliputi tinggi,
kehamilan fetal death akan mengelola dan meminimalkan konsistensi
faktor risiko perdarahan pasca kuretase 2. Hindari masase pada uterus
dengan kriteria hasil : 3. Ukur TTV secara teratur
jj) Tidak ada perdarahan pervagina 4. Pantau kehilangan darah
kk) Hemoglobin dalam batas normal 5. Pantau kadar HGB dan HCT
ll) Tekanan darah dalam batas normal 6. Lakukan kolaborasi dengan dokter jika
perdarahan berlebih atau ada tanda
syok
7 Risiko Infeksi b.d prosedur Setelah dilakuakan asuhan keperawatan  Kontrol Infeksi
invasive, trauma jaringan selama ......X 24jam pasien petugas  Proteksi infeksi
kesehatan dapat mengurangi faktor risiko 1. Ganti peralatan pasien setiap selesai
dengan kriteria hasil: tindakan
 Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (rubor, 2. Batasi jumlah pengunjung
dolor, calor dan fungsiolaesa 3. Ajarkan dan anjurkan klien cuci tangan
 Tanda-tanda vital dalam batas normal dengan tepat untuk menjaga kesehatan
 Hasil laboratorium dalam batas normal individu
4. Anjurkan pengunjung untuk mencuci
tangan sebelum dan setelah
meninggalkan ruangan pasien
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
6. Lakukan universal precautions
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Lakukan perawatan aseptic pada
semua jalur IV
9. Tingkatkan asupan nutrisi / die TKTP
10. Anjurkan asupan cairan yang cukup
11. Anjurkan istirahat
12. Ajarkan pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala dari infeksi
13. Ajarkan pasien dan anggota keluarga
bagaimana mencegah infeksi
14. Ukur TTV
15. Pantau hasil laboratorium Darah Rutin
16. Lakukan kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian terapi antibiotik

Anda mungkin juga menyukai