Anda di halaman 1dari 13

Tugas ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Maternitas :

Laporan Pendahuluan Praktik Klinik Keperawatan Maternitas

“ LAPORAN PENDAHULUAN GINEKOLOGI : KISTA OVARIUM “

DOSEN PEMBIMBING

Ibu Bani Sakti SKM MKM

NAMA

Aprilia Salsabilla Dinda

NIM

P17320119009

TINGKAT / KELOMPOK

2A/2

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

JURUSAN DIPLOMA III KEPERAWATAN BANDUNG

2021
1. Konsep Dasar Ginekologi
A. Pengertian
Menurut Saydam (2012), kista ovarium merupakan penyakit tumor jinak yang
bertumbuh pada indung telur perempuan. Biasanya berupa kantong kecil yang
berbeda dengan penyakit kanker yang berisi cairan atau setengah cairan.
B. Etiologi
Kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium
ovarium. Dan dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Kista Non Neoplasma : Disebabkan karena ketidakseimbangan hormon
estrogen dan progesterone diantaranya adalah :
1) Kista Non Fungsional : Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan
epithelium yang berkurang didalam korteks
2) Kista Fungsional
a. Kista Folikel : Disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur
atau folikel yang tidak matang direabsorpsi cairan folikuler diantara
siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang
dari 12 tahun.
b. Kista Korpus Luteum : Terjadi karena bertambahnya sekresi
progesterone setelah ovulasi
c. Kista Tuba Lutein : Disebabkan karena meningkatnya kadar HCG
terdapat pada mola hidatidosa
d. Kista Stein Laventhal : Disebabkan karena peningkatan kadar LH
yang menyebabkan hiperstimuli ovarium
3) Kista Neoplasma (Winjosastro.et.all2011)
a. Kistoma Ovarii Simpleks : Suatu jenis kista deroma serosum yang
kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista
b. Kistadenoma Ovarii Musinosum : Asal kista ini masih belum pasti,
mungkin berasal dari suatu terutama yang pertumbuhannya 1 elemen
mengalahkan elemen yang lain.
c. Kistodenoma ovarii serosum : Berasal dari epitel permukaan ovarium
(Germinal Ovarium)

2
d. Kista Endrometreid : Belum diketahui penyebab dan tidak ada
hubungannya dengan edometroid
e. Kista Dermoid : Tumor berasal dari sel telur melalui proses
patogenesis Pada kehamilan yang dijumpai dengan kista ovarium ini
memerlukan tindakan operasi untuk mengangkat kista tersebut (Pada
kehamilan 16 minggu) Karena dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin yang akhirnya mengakibatkan abortus, jenatian
dalam rahim (dr. Ida Ayu)
2. Patofisiologi
Perkembangan ovarium setelah lahir didapatkan kurang lebih
sebanyak 1.000.000 sel germinal yang akan menjadi folikel, dan sampai pada
umur satu tahun ovarium berisi folikel kistikdalam berbagai ukuran yang
dirasngsang oleh peningkatan gonadotropin secara mendadak, bersamaan
dengan lepasnya steroid fetoplasental yang merupakan umpan balik negative
pada hipotalamus- pituitari neonatal. Pada awal pubertas sel germinal
berkurang menjadi 300.000 sampai 500.000 unit dari selama 35-40 tahun
dalam masa kehidupan reproduksi, 400-500 mengalamai proses ovulasi,
folikel primer akan menipis sehingga pada saat menopause tinggal beberapa
ratus sel germinal.pada rentang 10-15 tahun sebelum menopause terjadi
peningkatan hilangnya folikel berhubungan dengan peningkatan FSH.
Peningkatan hilangnya folikel kemungkinan disebabkan peningkatan stimulasi
FSH.
Pada masa reproduksi akan terjadi maturasi folikel yang khas termasuk
ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Proses ini terjadi akibat interaksi
hipotalamus-hipofisis-gonad di mana melibatkan folikel dan korpus luteum,
hormone steroid, gonadotropin hipofisis dan faktor autokrin atau parakrin
bersatu untuk menimbulkan ovulasi. Kista ovarium yang berasal dari proses
ovulasi normal disebut kista fungsional jinak. Kista dapat berupa folikular dan
luteal. Kista ini terjadi karena kegagalan ovulasi (LH surge) dan kemudian
cairan intrafolikel tidak diabsorpsi kembali. Pada beberapa keadaan, kegagalan
ovulasi juga dapat terjadi secara artificial dimana gonatropin diberikan secara
berlebihan untuk menginduksi ovulasi. Hipotalamus menghasilkan

3
gonadotrophin releasing hormone (GnRH), yang disekresi secara pulpasi
dalam rentang kritis. Kemudian GnRH memacu hipofisis untuk menghasilkan
gonadotropin (FSH dan LH) yang disekresi secara pulpasi juga.
Segera setelah menopause tidak ada folikel ovarium yang tersisa.
Terjadi peningkatan FSH 10-20 kali lipat dan peningkatan LH sekitar 3 kali
lipat dan kadar maksimal dicapai 1-3 tahun pasca menopause, selanjutnya
terjadi penurunan yang bertahap walaupun sedikit pada kedua gonadotropin
tersebut. Peningkatan kadar FSH dan LH pada saat kehidupan merupakan
bukti pasti terjadi kegagalan ovarium (Prawirohardjo,2011).
Ukuran kista ovarium bervariasi, misalnya kista korpus luteum yang
berukuran sekitar 2 cm-6 cm, dalam keadaan normal lambat laun akan
mengecil dan menjadi korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum akan
mempertahankan diri, perdarahan yang sering terjadi di dalamnya
menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan bewarna merah coklat tua karena
darah tua. Korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa amnorea
diikuti perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat pula menyebabkan rasa
berat di perut bagian bawah dan perdarahan berulang dalam kista dapat
menyebabkan ruptur (Wiknjosastro, 2008).

4
3. WOC

4. Manifestasi klinis
Menurut Nugroho (2012), tanda dan gejala kista ovarium antara lain:
1) Sering tanpa gejala.
2) Nyeri saat menstruasi.
3) Nyeri pada perut bagian bawah.
4) Nyeri saat berhubungan badan.
5) Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai kaki.
6) Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil.
7) Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
5. Pemeriksaan penunjang
1) Pap Smear : Untuk mengetahui displosia seluler menunjukkan kemungkinan
adanya kanker / kista
2) Ultrasound / CT Scan : Membantu mengidentifikasi ukuran / lokasi massa
3) Laparoskopi : Dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan
endometrial
4) Hitung Darah Lengkap
5
5) Foto Rontgen : Berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks
6. Penatalaksanaan
Pengobatan kista ovarium biasanya adalah pengangkatan melalui tindakan
bedah bila ukurannya kurang dari 5 cm dan tampak terisi oleh cairan / fisiologis
pada pasien muda yang sehat. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan
aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. Sekitar 80% lesi yang terjadi pada
wanita berusia 29 tahun dan yang lebih muda adalah jinak, setelah 50 tahun hanya
50 % yang jinak. Perawatan paska operatif setelah pembedahan untuk mengangkat
kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen
dengan satu pengecualian. Penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan
oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen
yang berat. Komplikasi ini dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan
memberikan gurita abdomen yang ketat (Smeltzer, C. Suzanne)
7. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Kepala : Kaji kebersihan rambut, adakah rontok, apakah distribusi rambut
merata, adakah kepitakan, apakah ada luka atau benjolan, adakah nyeri
tekan
2) Mata : Kaji bentuk dan kesimetrisan mata, uji sensitivitas pupil terhadap
cahaya, observasi pada area konjugtiva mata, palpebra, orbital
3) Hidung : Kaji bentuk dan kesimetrisan hidung, warna kulit dan adakah lesi
atau benjolan pada hidung bagian dalam maupun luar, tes kepatenan
hidung, dan kaji indra penciuman
4) Telinga : Kaji bentuk dan kesimetrisan telinga, kaji kebersihan dan adakah
benjolan, luka, atau warna kulit yang tidak merata, tes pendengaran
5) Mulut : Kaji ada lesi, kebersihan mulut, warna bibir, mukosa bibir
6) Leher : Kaji adanya pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran vena
jugularis
7) Thorak : Tidak ada pergerakan otot diafragma, gerakan dada simetris
8) Paru-paru : Biasanya pasien merasakan sesak karena kista menekan organ
disekitarnya.
9) Jantung

6
b. Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
c. Palpasi : Ictus cordis teraba
d. Perkusi : Pekak
e. Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal
1) Payudara/mamae : Simetris kiri dan kanan, areola mamae
hiperpigmentasi, papilla mamae menonjol, dan tidak ada pembengkakan
2) Abdomen
a. Inspeksi : Biasanya perut tampak membuncit
b. Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen, teraba masa pada
abdomen
c. Perkusi : Biasanya redup
d. Auskultasi : Bising usus normal
3) Genitalia : Biasanya siklus menstruasi tidak teratur, nyeri yang
berlangsung lama saat menstruasi (Nugroho,2012)
4) Ekstermitas : Biasanya tekanan pada tumor dapat menyebabkan edema
pada tungkai
5) Pemeriksaan penunjang
a. Hasil USG abdomen untuk menentukan sifat-sifat kista
b. Hasil laparaskopi, untuk mengetahui asal tumor dan untuk
menentukan sifat-sifat tumor.
c. Hasil pemeriksaan darah untuk mengetahui penurunan atau
peningkatan hemoglobin, leukosit, eritrosit.
B. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosis keperawatan pre operasi dan post operasi menurut
NANDA 2015-2017 sebagai berikut:
1) Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan
informasi
2) Post operasi

7
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Resiko infeksi behubungan dengan prosedur invasive
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kulit
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang
asupan makanan
e. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan
strategi koping tidak efektif
f. Resiko konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen
g. Defesiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan
informasi
h. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keletihan
i. Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan

8
C. Perencanaan Keperawatan (Tujuan, Intervensi, Rasional Tindakan)

NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


KEPERAWATAN TINDAKAN
1. (Pre Operasi) Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui
agen cidera keperawatan, klien mampu komprehensif yang meliputi sejauh apa nyeri yang
biologis mengontrol nyeri dengan lokasi, karakteristik, dirasakan oleh pasien
kriteria hasil : onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri
1. Mengenali kapan nyeri intensitas atau beratnya nyeri pasien
terjadi dan faktor pencetus
2. Menggambarkan faktor 2. Observasi adanya petunjuk 2. Untuk memantau
penyebab adakah rasa nyeri yang
nonverbal mengenai
3. Melaporkan perubahan tidak bisa pasien
ketidaknyamanan terutama
terhadap gejala nyeri pada katakan
profesional kesehatan pada mereka yang tidak dapat
4. Mengenali apa yang berkomunikasi secara efektif 3. Untuk mengurangi
terkait dengan gejala nyeri 3. Pastikan perawatan analgesik rasa nyeri pasien
5. Melaporkan nyeri yang bagi pasien dilakukan dengan
terkontrol pemantauan yang ketat 4. Untuk meminimalisir
4. Ajarkan penggunaan teknik non rasa nyeri pasien
farmakologi (Terapi Relaksasi)
5. Berikan informasi mengenai 5. Agar menambah
nyeri seperti penyabab nyeri, informasi pasien
berapa lama nyeri dirasakan

2. Gangguan Eliminasi Urine Perawatan Retensi Urin


eliminasi urine b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian 1. Untuk mendeteksi hal
obstruksi keperawatan, klien mampu komprehensif sistem perkemihan abnormal pada pasien
anatomik mengontrol eliminasi urin 2. Monitor efek dan obat – obat 2. Untuk meminimalisir
dengan kriteria hasil : yang diresepkan hal bahaya terjadi
1. Pola eliminasi baik 3. Pasang kateter urin sesuai 3. Memudahkan pasien
2. Bau, jumlah, warna, dan kebutuhan untuk berkemih
kejernihan urin baik 4. Monitor intake output 4. Agar mengetahui
3. Mengosongkan kandung asupan cairan pada
kemih sepenuhnya pasien
4. Mengenali keinginan 5. Tentukan faktor resiko yang 5. Mendeteksi dini hal
untuk berkemih mungkin menyebabkan yang beresiko /
ketidakseimbangan cairan berbahaya pada pasien

3. Ansietas b.d Mengontrol Kecemasan Pengurangan kecemasan


perubahan status Setelah dilakukan tindakan 1. Dorong keluarga untuk selalu 1. Dorongan positif dari
kesehatan keperawatan, klien mampu mendampingi pasien keluarga berdampak
mengontrol kecemasan dengan sangat positif bagi
kriteria hasil : psikologis pasien
1. Mengurangi penyebab 2. Ciptakan lingkungan yang tenang 2. Agar pasien merasa
kecemasan dan tanpa distraksi nyaman dan tetap
2. Menggunakan strategi rileks
koping yang efektif 3. Dorong klien mengambil posisi 3. Agar pasien merasa
3. Menggunakan teknik yang nyaman nyaman dan tetap
relaksasi rileks
4. Mempertahankan 4. Minta klien untuk rileks dan 4. Agar pasien bisa
hubungan sosial merasakan sensasi yang terjadi mencurahkan seluruh
5. Mempertahankan tidur perasaannya dan
adekuat merasa lega
6. Mengendalikan respon 5. Tunjukkan dan praktikkan teknik 5. Agar pasien dapat
kecemasan relaksasi pada klien meminimalisir cemas
4. (Post Operasi) Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui
agen cidera fisik keperawatan, klien mampu komprehensif yang meliputi sejauh apa nyeri yang
mengontrol nyeri dengan lokasi, karakteristik, dirasakan oleh pasien
kriteria hasil : onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri
10
1. Mengenali kapan nyeri intensitas atau beratnya nyeri pasien
terjadi dan faktor pencetus
2. Menggambarkan faktor 2. Observasi adanya petunjuk 2. Untuk memantau
penyebab nonverbal mengenai adakah rasa nyeri yang
3. Melaporkan perubahan ketidaknyamanan terutama tidak bisa pasien
terhadap gejala nyeri pada pada mereka yang tidak dapat katakan
profesional kesehatan berkomunikasi secara efektif
4. Mengenali apa yang 3. Untuk mengurangi
3. Pastikan perawatan analgesik
terkait dengan gejala nyeri rasa nyeri pasien
bagi pasien dilakukan dengan
5. Melaporkan nyeri yang
terkontrol pemantauan yang ketat 4. Untuk meminimalisir
4. Ajarkan penggunaan teknik non rasa nyeri pasien
farmakologi (Terapi Relaksasi)
5. Berikan informasi mengenai 5. Agar menambah
nyeri seperti penyabab nyeri, informasi pasien
berapa lama nyeri dirasakan

5. Resiko Infeksi b.d Kontrol Resiko : Proses Kontrol Infeksi


prosedur invasif Infeksi 1. Bersihkan lingkungan dengan 1. Meminimalisir
Setelah dilakukan tindakan baik setelah dilakukan untuk kolonisasi bakteri dan
keperawatan, klien mampu setiap pasien kuman
mengontrol infeksi dengan 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Meminimalisir
kritreria hasil : kolonisasi bakteri dan
1. Mengidentifikasi faktor kuman
resiko infeksi 3. Anjurkan pasien mengenal teknik 3. Memutus rantai
2. Mengenali faktor resiko mencuci tangan dengan tepat penyebaran bakteri dan
individu terkait infeksi kuman
3. Mengetahui perilaku yang 4. Pastikan teknik perawatan luka 4. Menghindari resiko
berhubungan dengan pada pasien tepat infeksi terjadi
resiko infeksi 5. Anjurkan pasien dan anggota 5. Mendeteksi dini resiko

11
4. Mengidentifikasi tanda keluarga mengenal tanda infeksi hal bahaya pada pasien
dan gejala infeksi
5. Memonitor perilaku diri
yang berhubungan dengan
resiko infeksi
6. Memonitor faktor di
lingkungan yang
berhubungan dengan
resiko infeksi
7. Mencuci tangan
8. Mempertahankan
lingkungan yang bersih
6. Kerusakan Mempertahankan kondisi Perawatan Luka
integritas kulit b.d kulit 1. Anjurkan pasien dan anggota 1. Mendeteksi dini resiko
cedera kulit Setelah dilakukan tindakan keluarga mengenal tanda infeksi hal bahaya pada pasien
keperawatan, klien mampu 2. Ukur luas luka 2. Agar mengetahui
mempertahankan kondisi kulit progress penyembuhan
dengan kriteria hasil : luka
1. Suhu kulit normal 3. Berikan rawatan insisi pada luka 3. Menghindari resiko
2. Elastisitas dan infeksi terjadi
kelembaban kulit dapat 4. Periksa luka setiap kali 4. Agar mengetahui
dipertahankan perubahan balutan progress penyembuhan
3. Perfusi jaringan baik luka
4. Mampu melindungi kulit 5. Bandingkan dan catat setiap 5. Agar mengetahui
dan perawatan alami perubahan luka progress penyembuhan
luka

12
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather. Kamitsuru, Shigemi (2018) NANDA – I Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2018 – 2020. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Huda, Amin. Hardhi Kusuma (2015) NANDA NIC – NOC Jilid II. Yogyakarta : Penerbit
Mediaction Jogja

Kasiat. Rosmalawati, Wayan. (2016) Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta Selatan :


Pusdik SDM Kesehatan

Nurjannah, Intansari (2018) Klasifikasi Luaran Keperawatan Nursing Outcomes


Classification (NOC) Pengukuran Outcome Kesehatan. United Kingdom Elsevier

Nurjannah, Intansari (2018) Klasifikasi Luaran Keperawatan Nursing Interventions


Classification (NIC) United Kingdom : Elsevier

Anda mungkin juga menyukai