DISUSUN OLEH :
SINATRIA KRISDAYANTO
P1337420618059
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Penyusun
KISTA OVARIUM
A. Definisi
Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non
neoplastik. (Wiknjosastro, 2005). Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang
paling utama, sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses
menstruasi. Ovarium terletak antara rahim dan dinding panggul, dan digantung ke
rahim oleh ligamentum ovari propium dan ke dinding panggul oleh ligamentum
infudibulo-pelvikum. Fungsinya sebagai tempatfolikel, menghasilkan dan mensekresi
estrogen dan progesteron.
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh
di mana saja dan jenisnya bermacam-macam (Jacoeb, 2007). Kista adalah suatu
bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan
setengah cair (Soemadi, 2006). Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan
yang terjadi pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus
oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium (Agusfarly,
2008). Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada
ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah
kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi.
(Lowdermilk, dkk. 2005)
B. Klasifikasi
1. Kista Ovarium Non Neoplastik (Fungsional)
a) Kista folikel
Kista folikel berkembang pada wanita muda, sebagian akibat folikel de graft
yang matang karena tidak dapat menyerap cairan setelah ovulsi. Kista ini bisanya
asimptomotik kecuali jika robek, dimana kasus ini terdapat nyeri pada panggul.
Jika kista tidak robek, bisanya meyusut setelah 2-3 siklus menstrusi.
C. Etiologi
Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti tapi ada beberapa factor pemicu
yaitu :
1) Gaya hidup tidak sehat. Diantaranya :
a) Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
b) Zat tambahan pada makanan
c) Kurang olah raga
d) Merokok dan konsumsi alcohol
e) Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
f) Sering stress
g) Zat polutan
2) Faktor genetic
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker,
yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya
karena makanan yang bersifat karsinogen, polusi, atau terpapar zat kimia
tertentuatau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi
onkogen, yaitu gen pemicu kanker.
D. Patofisiologi
Kista terdiri atas folikel – folikel praovulasi yang telah mengalami atresia
(degenerasi). Pada wanita yang menderita ovarium polokistik, ovarium utuh dan FSH
dan SH tetapi tidak terjadi ovulasi ovum. Kadar FSH dibawah normal sepanjang
stadium folikular daur haid, sementara kadar LH lebih tinggi dari normal, tetapi tidak
memperlihatkan lonjakan. Peningkatan LH yang terus menerus menimbulkan
pembentukan androgen dan estrogen oleh folikel dan kelenjar adrenal. Folikel
anovulasi berdegenerasi dan membentuk kista, yang menyebabkan terjadinya ovarium
polikistik. (Corwin, 2002)
Kista bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang berdekatan dengan
abdomen dan pelvis dan sel – sel yang menempatkan diri pada rongga abdomen dan
pelvis. Penyebaran awal kanker ovarium dengan jalur intra peritonial dan limfatik
muncul tanpa gejala atau tanda spesifik.
Gejala tidak pasti yang akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan
berat pada pelvis. Sering berkemih dan disuria dan perubahan fungsi gastro intestinal,
seperti rasa penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang dan konstipasi. Pada
beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina skunder akibat
hiperplasia endometrium, bila tumor menghasilkan estrogen beberapa tumor
menghasilkan testosteron dan menyebabkan virilisasi. (Price, Wilson, 2006)
Kista nonneoplastik sering ditemukan, tetapi bukan masalah serius. Kista
folikel dan luteal di ovarium sangat sering ditemukan sehingga hampir dianggap
sebagai varian fisiologik. Kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf
yang tidak ruptur atau pada folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali.
Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan
serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi
cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak,
sampai mencapai diameter 4 hingga 5 cm sehingga dapat di raba massa dan
menimbulkan nyeri panggul. Jika kecil, kista ini dilapisi granulosa atau sel teka, tetapi
seiring dengan penimbunan cairan timbul tekanan yang dapat menyebabkan atropi sel
tersebut. Kadang – kadang kista ini pecah, menimbulkan perdarahan intraperitonium,
dan gejala abdomen akut. (Robbins, 2007)
E. Pathway
Resiko
keletihan konstipasi
Resiko
Nyeri
perdarahan Ggn. Metabolisme
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid,
dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan
yang tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya,
pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor.
4. Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna menentukan sebab asites.
Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemari cavum peritonei
dengan isi kista bila dinding kista tertusuk (Wiknjosastro, 2005).
I. Penatalaksanaan
1) Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah,
misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi
2) Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kista.
3) Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium
adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu
pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang
berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai
penyangga.
4) Tindakan keperawatannya adalah berikan pendidikan kesehatan kepada klien
tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan
kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas
dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda
infeksi, perawatan insisi luka operasi ( Lowdermilk.dkk. 2005).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM SPONTAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register ,
dan diagnosa keperawatan.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh nyeri pada perut kanan bawah
Klien biasanya merasa berat pada daerah pelvis dan cepat merasa lelah.
2. Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
Perlu ditanyakan mengenai jenis persalinan, penolong, jenis kelamin, keadaan
bayi waktu lahir dan masalah kehamilan
3. Riwayat keperawatan sekarang
4. Riwayat Obestri
Tanyakan kapan menstruasi terakhir?
Tanyakan haid pertama dan terakhir?
Tanyakan siklus menstruasi klien, apakah teratur atau tidak?
Tanyakan lamanya menstruasi dan banyaknya darah saat menstruasi?
Tanyakan apakah ada keluhan saat menstruasi?
Pernahkah mengalami abortus? Berapa lama perdarahan?
Apakah partus sebelumnya spontan, atern atau proterm?
c. Pola fungsional
1. Aktivitas / istirahat
a) Perubahan pola istirahat dan jam tidur pada malam hari, adanya faktor
yang mempengaruhi tidur seperti: nyeri, cemas, berkeringat malam.
b) Kelemahan atau keletihan.
c) Keterbatasan latihan ( dalam berpartisipasi terhadap latihan ).
2. Sirkulasi
a) Palpitasi (denyut jantung cepat / tidak beraturan / berdebar-debar), nyeri
dada, perubahan tekanan darah.
3. Integritas ego
a) Faktor stres (pekerjaan, keuangan, perubahan peran), cara mengatasi stres
(keyakinan, merokok, minum alkohol dan lain-lain).
b) Masalah dalam perubahan dalam penampilan : pembedahan, bentuk
tubuh.
c) Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi.
a) Perubahan pola defekasi, darah pada feces, nyeri pada defekasi.
b) Perubahan buang air kecil : nyeri saat berkemih, nematuri, sering
berkemih.
c) Perubahan pada bising usus : distensi abdoment.
5. Makanan / cairan
a) Keadaan / kebiasaan diet buruk : rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan
pengawet
b) Anorexsia, mual-muntah.
c) Intoleransi makanan.
d) Perubahan berat badan.
e) Perubahan pada kulit: edema, kelembaban.
6. Neurosensori
a) Pusing, sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba)
7. Nyeri
a) Derajat nyeri (ketidaknyamanan ringan sampai dengan berat)
2. Diagnosa Keperwatan
Pre operasi
a. Nyeri akut b.d proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ
ruang abdomen
b. Resiko konstipasi b.d pembedahan abdominal.
c. Cemas b.d diagnosis dan rencana pembedahan
Post operasi
a. Nyeri b.d luka post operasi
b. Resiko infeksi b.d tindakan invasif dan pembedahan
c. Defisit perawatan diri b.d imobilitas (nyeri pasca pembedahan)
3. Intervensi
Pre operasi
1) Nyeri akut b.d proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang
abdomen.
Tujuan : Rasa nyeri klien hilang atau berkurang.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengeluh nyeri / nyeri berkurang
TTV normal
Menunjukkan nyeri berkurang/terkontrol
Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat
Skala nyeri 0 dari skala nyeri 0-10.
Intervensi :
a) Kaji skala nyeri
Rasional : Penyebab diketahui sehingga dapat dengan mudah
menentukan intervensi, skala nyeri menunjukan respon klien
terhadap nyeri
b) Monitor TTV
Rasioanal : Perubahan TTV merupakan identifikasi diri terhadap
perkembangan klien
c) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Tehnik relaksasi akan membantu otot-otot berelaksasi
sehingga persepsi nyeri akan berkurang
d) Atur posisi nyaman
Rasional : Posisi yang sesuai/nyaman akan mambantu otot-otot
berelaksasi sehingga nyeri berkurang
e) Berikan analgesik sesuai indikasi
Rasional : untuk mencegah fluktuasi pada intensitas nyeri
2) Resiko konstipasi b.d pembedahan abdominal. (Carpenito, 2006)
Tujuan : tidak terjadi konstipasi.
Kriteria hasil : menunjukan bunyi bising usus / aktivitas peristaltik usus aktif,
mempertahankan pola eliminasi biasanya
Intervensi
a) Auskultasi bising usus
Rasional : indikator adanya perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan
intervensi
b) Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
Rasional : ambulasi dini membantu merangsang fungsi intestinal
dan mengembalikan peristaltik.
c) Dorong pemasukan cairan adekuat,termasuk sari buah, bila
pemasukan peroral dimulai.
Rasional : untuk mencegah terjadinya kekurangan nutrisi
d) Berikan rendam duduk.
Rasional : meningkatkan relaksasi otot, minimalkan ketidaknyamanan.
e) Batasi pemasukan oral sesuai indikasi.
Rasional : mencegah mual /muntah sampai peristaltic kembali ( 1-2 hari)
f) Berikan obat, contoh pelunak feses,minyak mineral, laksatif sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan pembentukan / pasase pembentuk feses
Post operasi
1) Nyeri b.d luka post operasi
Tujuan : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berkurang / hilang
Kriteria hasil :
Klien mengatakan tidak pernah nyeri lagi
Klien tidak tampak meringis lagi
Klien tidak lagi memegangi area nyeri
Skala nyeri 0 (tidak ada nyeri) dari skala nyeri 0-10.
TTV dalam batas normal
Klien tampak rileks
Intervensi
a) Kaji skala nyeri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri
b) Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Rasional : Dapat membantu perawat dalam memberikan intervensi
berikutnya
c) Observasi TTV
Rasional : Peningkatan Tekanan Darah dan nadi menandakan adanya
Nyeri
d) Atur posisi klien senyaman mungkin
Rasional : Memberikan rasa nyaman pada klien
e) Anjurkan tehnik relaksasi
Rasional : Agar klien tidak terlalu merasakan nyerinya
f) Alihkan perhatian klien dari rasa nyeri
Rasional : mengurangi rasa nyeri
g) Ciptakan lingkungan nyaman bagi klien
Rasional : Memberikan kenyamanan sehingga mengurangi nyeri
h) Kolaborasi pemberikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
A.Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi, kosep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.