Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MATERNITAS

DENGAN DISMENOREA
RSUP dr.KARIADI
Dosen Pembimbing : Kurniati Puji Lestari,Skep.,Mkes

DISUSUN OLEH :
SINATRIA KRISDAYANTO
P1337420618059

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Keperawatan Maternitas Pada Ibu dengan dismenorea

Nama Mahasiswa : Sinatria Krisdayanto


NIM : P1337420618046

Semarang, 25 Juni 2020

Menyetujui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Penyusun

(Kurniati Puji Lestari,Skep.,Mkes) ( ) (Sinatria Krisdayanto)


KONSEP DASAR DISMENOREA

Definisi Dismenorea

Dismenorhea merupakan rasa sakit dibagian bawah abdomen pada saat menstruasi yang
mengganggu aktivitas wanita. Selama dismenorhea terjadi kontraksi otot rahim akibat
peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol urin yang
menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan merangsang
rasa nyeri disaat menstruasi (Llewellyn,2001). Disminorea adalah nyeri haid menjelang atau
selama haid, sampai membuat wanita tersebut tidak dapatbekerja dan harus tidur. Nyeri sering
bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah. Suzannec (2001)
mendeskripsikan dysmenorrhea sebagai nyeri saat menstruasi pada perut bagian bawah yang
terasa seperti kram.

Menurut Manuaba dkk (2006) dysmenorrhea adalah rasa sakit yang menyertai
menstruasi sehingga dapat menimbulkan gangguan pekerjaan sehari-hari. Dysmenorrhea
merupakan menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan
punggung bawah yang terasa seperti kram (Varney, 2004).

Klasifikasi Dismenorea

1. Dismenorea primer Dysmenorrhea primer merupakan nyeri haid tanpa kelainan


anatomis genitalis yang dapat diidentifikasi. Dysmenorrhea primer timbul pada masa remaja,
yaitu sekitar usia 2-3 tahun setelah menarche dan mencapai maksimal antara usia 15-25 tahun.
Akan tetapi, dysmenorrhea primer juga mengenai sekitar 50-70% wanita yang masih menstruasi.
Dysmenorrhea primer diduga sebagai akibat dari pembentukan prostaglandin yang berlebih,
yang menyebabkan uterus untuk berkontraksi secara berlebihan dan juga mengakibatkan
vasospasme anteriolar. Nyeri dymenorrhea primer seperti mirip kejang spasmodik, yang
dirasakan pada perut bagian bawah (area suprapubik) dan dapat menjalar ke paha dan pinggang
bawah dapat juga disertai dengan mual, muntah, diare, nyeri kepala, nyeri pinggang bawah,
iritabilitas, rasa lelah dan sebagainya. Nyeri mulai dirasakan 24 jam saat menstruasi dan bisa
bertahan selama 48-72 jam (Baradero, 2006 & Suzannec, 2001).

2. Dismenorea sekunder Dysmenorrhea sekunder merupakan nyeri haid sebelum


menstruasi yang disertai kelainan anatomis genitalis. Dysmenorrhea sekunder terjadi pada wanita
berusia 30-45 tahun dan jarang sekali terjadi sebelum usia 25 tahun. Nyeri dysmenorrhea
sekunder dimulai 2 hari atau lebih sebelum menstruasi, dan nyerinya semakin hebat serta
mencapai puncak pada akhir menstruasi yang bisa berlangsung selama 2 hari atau lebih. Secara
umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah tekanan di dalam atau di sekitar pelvis,
perubahan atau terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi peritoneum pelvis. Proses ini
berkombinasi dengan fisiologi normal dari menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan.
Ketika gejala ini terjadi pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Penyebab
dysmenorrhea sekunder seperti: endometriosis, adenomiosis, radang pelvis, sindrom menoragia,
fibroid dan polip dapat pula disertai dengan dispareuni, kemandulan, dan perdarahan yang
abnormal. Berdasarkan derajat nyerinya dismenorea dibedakan menjadi : 1. Dismenorea ringan
Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang berlangsung
sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak
mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah peruh
bawah. 2. Dismenorea sedang Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan tersebut
merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut
bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah
mengkonsumsi obat anti nyeri, kadangkadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.

3. Dismenorea berat Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah
pada saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing, sakit
kepala bahkan muntah dan diare. Dysmenorrhea berat memerlukan istirahat sedemikian lama
yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih, dan memerlukan
pengobatan dysmenorrhea.
ETIOLOGI DISMENOREA

1. Faktor Psikis

Ada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer mudah terjadi.
Kondisi tubuh erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini dapat menurunkan ketahanan
terhadap rasa nyeri. Seringkali segera setelah perkawinan dysmenorrhea hilang, dan jarang sekali
dysmenorrhea menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan
melahirkan) membawa perubahan fisiologis pada genitalia maupun perubahan psikis. Disamping
itu, psikoterapi terkadang mampu menghilangkan dysmenorrhea primer.

2. Vasopresin Kadar

vasopresin pada wanita dengan dysmenorrhea primer sangat tinggi dibandingkan dengan
wanita tanpa dysmenorrhea. Pemberian vasopresin pada saat menstruasi menyebabkan
meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada uterus, dan menimbulkan nyeri.
Namun, peranan pasti vasopresin dalam mekanisme terjadinya dysmenorrhea masih belum jelas.

3. Prostaglandin

Prostaglandin memegang peranan penting dalam terjadinya dysmenorrhea. Prostaglandin


yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 (PGE2) dan F2α (PGF2α). Pelepasan prostaglandin
di induksi oleh adanya lisis endometrium dan rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim.
Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabutserabut saraf terminal
rangsang nyeri.

Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan


miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi
miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin
akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan
timbulnya nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam
peredaran darah, maka selain dysmenorrhea timbul pula diare, mual, dan muntah.
4. Faktor Hormonal

Umumnya kejang atau kram yang terjadi pada dysmenorrhea primer dianggap terjadi
akibat kontraksi uterus yang berlebihan. Tetapi teori ini tidak menerangkan mengapa
dysmenorrhea tidak terjadi pada perdarahan disfungsi anovulatoar, yang biasanya disertai
tingginya kadar estrogen tanpa adanya progesteron. Kadar progesteron yang rendah
menyebabkan terbentuknya PGF2α dalam jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat
regresi korpus luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga
meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis
prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam archidonat. Peningkatan prostaglandin
pada endometrium yang mengikuti turunnya kadar progesteron pada fase luteal akhir
menyebabkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi.

PATOFISIOLOGI DISMENOREA

1. Dismenorea Primer

Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi dan hal ini
akan mengakibatkan penurunan kadar progresteron. Penurunan ini akan menyebabkan labilisasi
membrane lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase
A2 ini akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membrane sel endometrium dan
menghasilkan asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan
endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan menghasilkan
prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan disminorea primer didapatkan
adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang akan merangsang
miometrium dengan akibat terjadinya pningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Akibatnya akan
terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin
sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang
rasa sakit pada ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia.

2. Dismenorea Sekunder
Adanya kelainan pelvis, misalnya : endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks,
malposisi uterus atau adanya IUD akan menyebabkan kram pada uterus sehingga timbul rasa
nyeri. 2.3.5 Manifestasi Klinis Dismenorea Secara umum dismenorea memiliki tanda da gejala
sebagai berikut: 1. Nyeri tidak lama timbul sebelum atau bersama-sama dengan permulaan haid
dan berlangsung beberapa jam atau lebih. Sifat rasa nyeri ialah kejang yang berjangkit-jangkit,
biasanya terbatas pada perut bawah. Tetapi dapat merambat ke daerah pinggang dan paha. 2.
Bersamaan dengan rasa nyeri dapat di jumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, dan mudah
tersinggung

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang Dismenorea

1. Ultrasonography

Ultrasonography dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan dalam anatomi rahim,


misalnya: posisi, ukuran dan luas ruangan rahim

2. Histerosalphingographi Histerosalphingographi dilakukan untuk mencari tahu adanya


kelainan dalam rongga rahim, seperti polypendometrium, myoma submukosa atau
adenomyosis.

3. Hesteroscopy Hesteroscopy dilakukan untuk membuat gambar dalam rongga rahim,


seperti polyp atau tumor lain.

4. Laparoscopy Laparoscopy dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya


endometriosis dan penyakit-penyakit lain dalam rongga panggul.

2.3.7 Penatalaksanaan Dismenorea

Terapi medis untuk klien disminorea diantaranya :

1. Pemberian obat analgesik

2. Terapi hormonal
3. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin

4. Dilatasi kanalis serviksalis (dapat memberikan keringanan karena memudahkan


pengeluaran darah haid dan prostaglandin di dalamnya)

Komplikasi Dismenorea

Komplikasi yang biasa muncul akibat gangguan haid adalah infertilitas dan stress
emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya kelainan haid lebih
lanjut. Terutama pada amenorrhea komplikasi yang biasa terjadi ialah munculnya gejala-
gejala lain akibat insufisiensi hormon seperti osteoporosis. Sedangkan pada dismenorrhea
komplikasi yang dapat terjadi adalah syok dan hilangnya kesadaran
PATHWAYS
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM

3.1 Asuhan Keperawatan Dismenore

3.1.1 Proses Keperawatan

1. Identitas

Identitas nama pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
alamat

2. Keluhan Utama : Keluhan umum yang sering muncul pada pasien dismenore, pasien
mengeluh nyeri dibagian abdomen dan daerah sekitar abdomen

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Biasanya pasien mengeluhkan merasakan nyeri pada abdomen
ketika haid dan sampai menjalar pada pinggang bawah, mengalami sakit kepala/pusing kepala,
badan lemas/rasa letih, mual, muntah, sakit daerah bawah pinggang

4. Riwayat Penyakit Dahulu : Tanyakan atau perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat
penyakit dahulu yang berhubungan dengan dismenore, dan kaji riwayat nyeri yang serupa timbul
pada saat setiap siklus haid. Disminore primer biasanya mulai saat setelah menarche. Riwayat
gejala neurologis seperti kelelahan yang berlebihan ketika siklus haid

5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tanyakan atau perlu dikaji apakah ada keluarga yang memiliki
gejala penyakit gangguan mestruasi sama seperti pasien, atau adakah penyakit keturunan dari
keluarga

6. Riwayat Menstruasi

Menarche : Umur 12 tahun Siklus : Teratur 28 hari

Banyaknya : Normal Lamanya : 7 hari

Keluhan : Disminore

7. Pola Kebiasaan

a. Nutrisi : Status nutrisi pasien

b. Tidur / Istirahat : Kecukupan pola istirahat pasien


c. Aktivitas : Aktivitas atau latihan pasien 30

d. Konsep Diri : Keadaan psikososial pasien terhadap disminore yang dialaminya, seperti
pengetahuan klien mengenai penyakitnya

8. Pemeriksaan Fisik Dilakukan secara Head to Toe

a. Kepala : Bentuk normal, tidak ada pembengkakan dan tidak ada keluhan

b. Mata : Kulit kelopak mata normal, gerakan mata deviasi normal dan mistagmus, konjungtiva
normal, sklera normal, reflek cahaya normal

c. Hidung : Tidak ada reaksi alergi, tidak ada nyeri tekan sinus

d. Mulut dan Tenggorokan : Gigi geligi normal, tidak ada kesulitan menelan

e. Dada dan Aksila

Mammae : Membesar ( ) ya (√) tidak

Areolla mammae : Normal

Papila mammae : Normal

f. Pernapasan : Jalan nafas normal, Suara nafas normal, tidak menggunakan otot-otot bantu
pernafasan

g. Sirkulasi Jantung

Kecepatan denyut apikal : Takikardi

Irama : Normal teratur

Kelainan bunyi jantung : Tidak ada

h. Abdomen

Mengecil : -

Linea dan Striae : -

Luka bekas Operasi : -


Kontraksi : -

Lainnya : Nyeri pada abdomen bawah

i. Genitourinari :

Perineum : Normal

Vesika Urinaria : Oliguri

j. Ekstermitas (Integumen/Muskuloskletal): Turgor kulit normal, warna kulit normal, kontraktur


pada persendian ekstremitas tidak ada, kesulitan dalam pergerakan tidak ada kesulitan

k. Pemeriksaan Abdomen : Abdomen lunak tanpa adanya rangsangan peritoneum atau suatu
keadaan patologik yang terlokalisir. Bising usus normal

l. Pemerkisaan Pelvis : Pada kasus disminore primer, pemeriksaan pelvis adalah normal
DAFTAR MASALAH

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


. KEPERAWATAN
1. DS : Menstruasi
Pasien mengeluh pucat

DO: Nyeri Haid


Pasien Nampak gelisah dan
wajah Nampak pucat
Kurang pengetahuan Ansietas

Ansietas

2. DS : Menstruasi
1. Klien mengeluh nyeri pada
abdomen bawah hingga
menjalar ke bawah pinggang Korpus Luteum regresi
dan punggung

DO : Penurunan kadar progesterone


1. Klien mengeluarkan
keringat banyak, dan sikap
tubuh menekuk memegang Labilisasi membram lisosom
bagian tubuh yang sakit (mudah pecah)

2. Wajah tampak menahan


nyeri Enzim fosfolipase A2
meningkat Nyeri Akut
3. TD menjadi rendah 90/60
P – Penyebab timbulnya nyeri:
disminore karena adanya Hidrolisis senyawa fosfolipid
kontraksi distritmik lapisan
myometrium

Q – Nyeri dirasakan Terbentuk asam arakhidonat


meningkat saat aktivitas, nyeri
seperti ditusuk-tusuk

R – Nyeri terjadi pada daerah Prostaglandin meningkat


sekitar abdomen bawah hingga
menjalar ke daerah bawah
pinggang dan punggung
Myometrium terangsang
S – Skala nyeri 4 – 6. Nyeri
sampai menangis, merintih dan
menekan-nekan bagian yang
nyeri
Meningkatkan kontraksi dan
T – Nyeri timbul sebelumnya distrimi uterus
atau bersama-sama ketika
haid, nyeri sering dan
terusmenerus

Menurunkan aliran darah ke


uterus

Iskemia
Nyeri

3. DS : Menstruasi
1. Klien mengeluh pusing,
lemas 2. Klien mengatakan
tidak mampu melakukan
aktivitas Anemia

DO :
1. Klien terlihat lemas, pucat
Nyeri haid Intoleransi Aktivitas

Kelemahan

Intolerensi Aktivitas
Diagnosa Keperawatan

1) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan penyebab nyeri abdomen ketika haid

2) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis yang ditandai dengan iskemia dengan
meningkatnya kontraksi uterus

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas akibat nyeri abdomen ketika haid

Intervensi Keperawatan

1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan penyebab nyeri abdomen ketika haid

TUJUAN RASIONAL
Setelah dilakukan tindakan asuhan Pengurangan Kecemasan
keperawatan selama 1x24 jam, klien dapat
menunjukkan tingkat kecemasan dengan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
kriteria hasil : meyakinkan

Tingkat Kecemasan 2. Berada disisi klien untuk meningkatkan


rasa aman dan mengurangi ketakutan
1. Klien dapat menunjukkan perasaan gelisah
3. Lakukan usapan pada punggung dengan
2. Klien dengan tidak merasakan otot tegang cara yang tepat

3. Klien dapat mengatasi dalam kesulitan 4. Dukung penggunaan mekanisme koping


berkonsentrasi yang sesuai

4. Klien dapat menunjukkan rasa cemas yang 5. Identifikasi pada saat terjadi perubahan
disampaikan secara lisan tingkat kecemasan

6. Instruksikan klien untuk menggunakan


teknik relaksasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis yang ditandai dengan iskemia dengan
meningkatnya kontraksi uterus

TUJUAN RASIONAL
Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri (1400)
keperawatan selama 1x24 jam, rasa nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
klien dapat berkurang dan teratasi dengan komprehensif yang meliputi lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri.
Tingkat Nyeri (2102)

1. Klien dapat melaporkan dari tingkat nyeri 2. Gunakan strategi komunikasi terpeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
2.Klien dapat mengekspresikan nyeri wajah dan sampaikan penerimaan pasien
terhadap nyeri.
3. Ketegangan otot

4. Klien dengan frekuensi nafas (RR) normal 3. Gali bersama pasien faktor-faktor yang
dapat menurunkan atau memperberat
5. Klien dengan detak jantung (HR) normal nyeri.

6. Klien dengan Nadi normal


4. Berikan informasi mengenai nyeri,
7. Klien dengan TD normal seperti penyebab nyeri disminore,
berapa lama nyeri akan dirasakan.

5. Kendalikan faktor lingkungan yang


dapat mempengaruhi respons pasien
terhadap ketidaknyamanan.

6. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen


nyeri
a. Berikan diuresis natural (vitamin),
tidur dan istirahat
b. Lakukan latihan ringan
c. Lakukan teknik relaksasi
d. Hangatkan bagian perut

7. Dukung istirahat atau tidur yang


adekuat untuk membantu penurunan
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas akibat nyeri abdomen ketika haid

TUJUAN RASIONAL
Setelah dilakukan tindakan asuhan Terapi Aktivitas
keperawatan selama 1x24 jam, klien
dapat beraktivitas seperti semula dengan 1. Bantu klien untuk mengeksplorasi tujuan
kriteria hasil : personal dari aktivitas-aktivitas yang bisa
Daya Tahan dilakukan
1. Klien dapat melakukan aktivitas rutin.
2. Ciptakan lingkungan yang aman untuk
2.Klien dapat melakukan aktivitas fisik periode istirahat tanpa gangguan, dorong
istirahat sebelum makan
3.Klien dapatberkonsentrasi
3. Tingkatkan aktivitas secara bertahap
4.Klien dapat menjaga daya tahan otot
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
5. Oksigen darah ketika beraktivitas
5. Bantu klien untuk meningkatkan motivasi
6. Klien tidak terasa kelelahan diri dan penguatan
DAFTAR PUSTAKA

1. Alam, S. & Hardibroto, I. 2007. Endometriosis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


2. Andrews, Gilly. 2010. Buku Ajar Kesehatan reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
3. Andriana, Kusuma. 2006. “Profil Penderita Endometriosis RS DR Saiful Anwar Malang”,
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/article/view/97. Diakses pada tanggal 30
September 2016
4. Black, Joyce M dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang DIharapkan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
5. Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), Sixth Edition.
United States of America: Mosby Elsevier
6. Giudice, Linda C., Johannes L. H. Evers, & David L. Healy. 2012. Endometriosis Science and
Practice. USA: Wiley Blackwell. Page: 108 & 117
7. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions
& Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford: Wiley Blackwell
8. Irianto, Koes. 2014. Anatomi dan Fisiologi (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta
9. Kee, Joyce L dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:
EGC
10. Moorhead, Sue., [et al.]. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): measurement of health
outcomes, Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier
11. Oepomo, Tedjo Danudjo. 2007. Dampak Endometriosis pada Kualitas Hidup Perempuan.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
12. Qomaruddin, Bagus. 2006. “Kondisi Menstruasi pada Remaja yang Tinggal di
Daerah Pemukiman Kumuh Kota
Surabaya”,http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/2.%20Bagus%20_2006_%20_topik_
pdf. Diakses pada tanggal 30 September 2016

Anda mungkin juga menyukai