DEFINISI AMENOREA
Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan berturut-
turut.
Amenorea terbagi menjadi amenorea fisiologik dan patologik. Amenorea fisiologik yaitu
terdapat dalam masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi, dan sesudah
menopause. Amenorea patologik yaitu amneorea yang terjadi karena sebab tertentu diluar
amenorea fisiologik.
2. ETIOLOGI AMENOREA
Penyebab amenorea sekunder:
a. Penurunan berat badan secara drastis (akibat kemiskinan, diet yang salah, anoreksia
nervosa, bulimia nervosa, aktivitas fisik yang sangat berat dan penyebab lainnya).
d. Abnormalitas organ genital wanita (tidak adanya uterus, vagina, septum vagina, stenosis
bekerja secara berlebihan), cystic fibrosis (penyakit yang diturunkan atau diwariskan dari
berlebihan).
f. Wanita yang pernah mengalami kelainan penyakit polikistik ovarium mempunyai risiko
g. Adanya penyakit akibat kelainan kromosom seperti Sindrom Turner atau Sindrom
Sawyer.
i. Kehamilan.
j. Stres.
4. PATOFISIOLOGI AMENOREA
Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi hormon yang
diproduksi oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal sebagai axis HPO, dengan regulasi hormon
dan reaksi umpan balik, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah.
Siklus menstruasi yang teratur dapat diprediksi jika hormon estradiol dan progesteron
dikeluarkan ovarium secara teratur sesuai respon rangsangan dari hipotalamus dan
hipofisis. estradiol yang beredar merangsang pertumbuhan endometrium. Progesteron yang
diproduksi oleh korpus luteum setelah ovulasi merubah endometrium proliferasi menjadi
endometrium sekretori. Jika kehamilan tidak terjadi, endometrium sekretori ini luluh selama
periode menstruasi.
Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal
sebagai axis HPO, dengan regulasi hormonal dan reaksi umpan balik.
Amenorrhea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan stimulasi
gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai dan atau terjadi
kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi progesteron. Amenorrhea juga dapat terjadi jika
ovarium gagal menghasilkan jumlah estradiol yang cukup meskipun stimulasi gonadotropin
normal oleh hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus, hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenore dapat terjadi karena kelainan uterus
seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek pada serviks, septum uteri, dan hymen
imperforata.
Mengambil sejarah pasien sangat penting untuk menguraikan etiologi potensial amenore
sekunder. Sering kali, keterbatasan waktu tidak mengizinkan praktisi untuk memperoleh riwayat
menyeluruh dan review gejala pada kunjungan pertama. Penjadwalan kunjungan ulang
terhadap evaluasi yang lebih menyeluruh mungkin diperlukan.
Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea,
maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan foto roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan dari sella
tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut. Dengan
pemeriksaan foto roentgen dari sella tursika dapat ditentukan ada tidaknya tumor
hipofisis.
2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan
berkat pengaruhnya.
3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.
4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapangan visus jika
ada kemungkinan tumor hipofisis.
5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui adanya
endometritis tuberkulosa.
6. Pemeriksaan metabolisme basal atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3, dan T4
untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.
Pemeriksaan Penunjang
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder
maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (ovarium, uterus, perlekatan dalam
rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI).
Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka
diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH. Setelah kemungkinan kehamilan
disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating
Hormone (TSH) karena kadar hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam
tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Dilakukan pula tes
progesteron (pemberian obat hormon progesteron), bila hasil positif pada kadar prolaktin dan
tiroid yang normal maka amenore yang terjadi disebabkan karena siklus anovulasi. Bila kadar
prolaktin tinggi diagnosisnya hiperprolaktinemia, bila TSH tinggi maka diagnosisnya adalah
hipotiroidisme. Bila hasil tes progesterone negatif dan diagnosis belum jelas dilakukan tes
estrogen dan progesterone (yaitu minum obat hormone estrogen selama 21 hari) dan hormone
progesterone 10 hari terakhir ) bila setelah obat habis timbul haid lanjutkan pemeriksaan
hormone FSH. Jika FSH tinggi dan pasien berusia lebih 30 tahun, indikasi untuk pemeriksaan
kromosom. Jika didapati mosaik dengan kromosom Y, peluang 25% tumor ganas ovarium. Jika
FSH normal atau rendah lakukan CT-Scan kepala adalah tumor hipofisis. Bila tidak timbul haid,
permasalahan pada rahim. Sindrom asherman adalah yang paling mungkin. Apabila kadar
hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen atau Progestogen Challenge Test adalah
pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium dalam rahim.
Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.
6.PENATALAKSANAAN AMENOREA
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami,
apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk
mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi
amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi, penyebab ovarium, dan
penyebab susunan saraf pusat.
A. Saluran reproduksi
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa
vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil)
5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine
(dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret,
operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini
dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen
dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut.
Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi
penyembuhan lapisan dalam rahim
B. Gangguan Ovarium
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung
telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian
hormon pertumbuhan dan hormon seksual
2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur
sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau
proses autoimun
3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal
Farmakologis
Agonis Dopamin merupakan satunya terapi medis khusus disetujui untuk membalikkan
sebuah patologi yang mendasari yang mengarah ke amenore. Dalam kebanyakan kasus,
agonis dopamin efektif mengurangi hiperprolaktinemia.
Terapi gonadotropin atau terapi GnRH pulsatile ditujukan pada wanita yang
menginginkan kesuburan namun tetap anovulasi karena gangguan hipotalamus atau hipofisis.
Pada pasien dengan amenore atau oligomenorrhea withdrawal bleeding harus diinduksi
dengan suntikan progesteron atau mg 5-10 medroksiprogesteron selama 10 hari.
Terapi penggantian hormon, yang terdiri dari estrogen dan progestin, diperlukan untuk
perempuan dengan defisiensi estrogen tetap karena fungsi ovarium tidak dapat
dipulihkan. Peran pengganti androgen saat ini tidak jelas dan merupakan subjek investigasi
yang sedang berlangsung.
PENGKAJIAN
1. Data subyektif
a. Biodata
Umur :
- Usia reproduktif 20-35 tahun, wanita yang pernah mendapat haid, tapi kemudian tidak
dapat haid selama 3 bulan (Manuaba, 1998 : 399).
- Pubertas, ibu hamil, ibu meneteki, menopause (Sulaiman Sastrawinata, 1981 : 31)
Pekerjaan :
- Beresiko terhadap wanita-wanita yang bekerja sering terpapar radiasi (radiologi) (Sulaiman
Sastrawinata, 1981 : 31)
Pergantian lingkungan dapat menimbulkan amnore karena stress (Sulaiman Sastrawinata,
1981 : 29)
b. Keluhan utama
Tidak adanya haid selama 3x siklus berturut-turut atau lebih (Pusdiknakes, 1992 : 2).
c. Riwayat kesehatan
- Adanya gangguan pankreas (DM), adanya tumor, radang, distruksi, hipotyroidea, kretinisme
(Sarwono, 2006 : 206-208).
- Adanya kelainan gizi, gangguan pada hepar dan ginjal (Sulaiman Sastrawinata, 1981 : 32)
d. Riwayat kebidanan
1) Haid
- Pola haid sebelumnya teratur, kemudian tidak datang haid selama 3 bulan/lebih (Sarwono,
2006 : 202).
2) Kehamilan dan persalinan
- Pernah mengalami histerektomi (sarwono, 2006 : 208)
- Pada wanita yang tidak hamil, tapi ingin sekali hamil (Sarwono, 2006 : 212).
- Dapat untuk membantu menentukan amenore primer atau sekunder (Sarwono, 1999 : 208)
e. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Kelainan organik pada serebrum berupa radang (encephalitis), tumor, trauma dan
sebagainya dapat disertai amenore, tetapi peranan gejala ini kecil. Penting untuk diagnosis
ialah anamnesis dan gambaran klinik yang bersangkutan dengan kelainan-kelainan itu
(Sarwono, 2006 : 211).
f. Pola kebiasaan sehari-hari
Nutrisi : Amenore bisa terjadi pada anoreksia nervosa, tidak ada nafsu makan, gangguan gizi
berat, tetapi tanpa letargi dan rasa nyeri diepigastrium (Sarwono, 2006 : 211).
Aktifitas : Pada amenore yang disebabkan anoreksia nervosa penderita masih tetap aktif
(Sarwono, 2006 : 212).
Istirahat : Pada wanita dengan stressor yang tinggi dapat mengganggu pola istirahat/tidur
(Sarwono, 2006 : 213)
Seksual : Pada amenore karena insufisiensi hipotesis biasanya disertai adanya penurunan
libido (Sarwono, 2006 : 214)
g. Riwayat ketergantungan
Pada sindrom amenore galaktore ditemukan pada kasus-kasus wanita yang memakai alat
penenang (Phonothiazine) dalam jangka lama (Sarwono, 2006 : 213).
h. Riwayat psikososial
Keadaan kejiwaan dengan syock emosional karena trauma atau kejadian yang menyedihkan
serta pergantian lingkungan dapat menimbulkan amenore. Psikosis yang paling sering
ditemukan bersama amenore adalah penyakit yang disertai depresi (Sarwono, 2006 : 211).
i. Riwayat KB
Pada wanita dengan sindrom amenore galakfore dapat pola ditemukan pada wanita-wanita
yang telah menghentikan minum pil kontrasepsi (Sarwono, 2006 : 213).
2. Data obyektif
a. Keadaan umum : baik
b. Tanda-tanda vital
Pada amenore karena anoreksia nervosa dapat terjadi bradikardi dan suhu yang lebih
rendah dari normal (Sarwono : 211).
c. Berat badan
Amenore sering memyertai pada wanita yang mengalami obesitas (kelebihan berat badan)
(Sarwono, 2006 : 208).
d. Tinggi badan
Pada sindrom turner dapat dijumpai tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm (Sarwono,
2006 : 218).
e. Pemeriksaan fisik
Menurut Sarwono P, 2006 : 211-218
Mata : Mengetahui keadaan retina, luas lapang panjang, virus, jika ada kemungkinan tumor
hipofisis yang dapat menyebabkan amenore.
Thorax : - Amenore pada sindrom turner disertai adanya dada berbentuk perisai dengan
puting susu jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak sedikit/tidak
ada.
- Terjadi pula pada sindrom feminisasi, yaitu hipoplasia puting susu, rambut ketiak
sedikit/tidak ada.
- Mammae mengeluarkan cairan seperti air susu pada kasus sindrom amenore
galakkore
Abdomen : Pada amenore karena cushing sindrom didapatkan adanya striae terutama pada
dinding perut.
Genetalia : - Rambut pubis bisa normal/sedikit/tidak ada
- Alat-alat genetalia mengalami antrifi pada anoreksia nervosa, sindrom amenore
galaktore dan insufisiensi hipofisis.
- Amenore pada sindrom feminisasi testikuler vagina tidak ada dan pendek atau
buntu, serviks dan uterus tidak ada.
- Amenore pada tumor ovarium dan sindrom adreno genital didapatkan
pembekuan klitoris
Ekstremitas : Pada amenore karena sindrom turner disertai tanda ruas tulang tangan dan
kaki pendek, osteoporosis.
f. Pemeriksaan penunjang
1) Apabila pemeriksaan klinik tidak dapat memberi gambaran yang jelas mengenai sebab
amenore, maka dapat dilakukan pemeriksaan, sebagai berikut :
- Foto rontgen thorax : apakah ada TBC pulmonum, apakah ada perubahan pada sella
tursika.
- Pemeriksaan sitologi vagina : untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan
berkat pengaruhnya.
- Pemeriksaan sitologi vagina : untuk mengetahui adanya DM.
- Kerokan uterus : untuk mengetahui keadaan endometrium adanya endometritis
tuberkulosa.
- Pemeriksaan metabolik basal : jika perlu pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui
fungsi glandola tiroidea
- Pemeriksaan mata : keadaan retina dan lapang panjang, virus jika ada kemungkinan
tumor hipofisis (Hanifa W, 2006 : 209).
2) Uji laboratorium pertama adalah terhadap peta HCG
- Jika positif, maka wanita hamil
- Jika negatif, dapatkan nilainya TSH, prolaktin dan uji tantangan progesteron (provera 5-10
mg per os tiap hari selama 5-10 hari)
- Kadar TSH dan prolaktin normal yang bergabung dengan darah yang diambil dari uji
tantangan progesteron anovulasi (Varney, 2002 : 55).
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
Mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
cemas
Mengungkapkan tehnik
mengontrol cemas
Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Jakarta : EGC
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI.
Jakarta