Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN GSR EMENORHEA

PADA NY.Y

OLEH :
NURLINDA, S.Kep
NIM : 2004005

CI LAHAN CI INSTITUSI

(RAHMANIA, S.Kep.,Ns) (MIKAWATI, S.Kp.,M.Kes)

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM PROFESI NERS
2020/2021
DEFINISI AMENORHEA

Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
Amenorea terbagi menjadi amenorea fisiologik dan patologik. Amenorea fisiologik yaitu terdapat dalam
masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi, dan sesudah menopause. Amenorea patologik
yaitu amneorea yang terjadi karena sebab tertentu diluar amenorea fisiologik.

Amenorea dapat dibagi menjadi amenorea primer dan amenorea sekunder.

1. Amenorea primer adalah apabila seorang wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah mendapatkan
menstruasi. Amenorea primer terjadi pada 0.1 – 2.5% wanita usia reproduksi. Amenorea primer
umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit diketahui, seperti kelainan kongenital
dan kelainan genetik.

2. Amenorea sekunder adalah penderita pernah mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian tidak
mendapatkan lagi atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi biasa. Angka kejadian
berkisar antara 1 – 5%. Adanya amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul
kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit
infeksi dan lain-lain.

1. ETIOLOGI AMENOREA
Penyebab amenorea sekunder:

a. Penurunan berat badan secara drastis (akibat kemiskinan, diet yang salah, anoreksia nervosa,

bulimia nervosa, aktivitas fisik yang sangat berat dan penyebab lainnya).

b. Obesitas yang ekstrem.

c. Penyakit kronis yang diderita dalam jangka waktu yang lama.


d. Abnormalitas organ genital wanita (tidak adanya uterus, vagina, septum vagina, stenosis servikal,

dan selaput dara yang terlalu tebal).

e. Tubuh mengalami kelainan seperti hipoglikemia (kadar gula darah secara abnormal rendah),

hipotiroidisme (kelenjar tiroid kurang aktif), hipertiroidisme (kelenjar tiroid bekerja secara

berlebihan), cystic fibrosis (penyakit yang diturunkan atau diwariskan dari kelenjar-kelenjar

lendir dan keringat), atau cushing’s disease (kadar kortikosteroid berlebihan).

f. Wanita yang pernah mengalami kelainan penyakit polikistik ovarium mempunyai risiko tinggi

terhadap penyakit Amenorrhea.

g. Adanya penyakit akibat kelainan kromosom seperti Sindrom Turner atau Sindrom Sawyer.

h. Kadar hormone prolaktin di dalam tubuh cukup tinggi (hiperprolaktinemia).

i. Kehamilan.

j. Stres.

k. Ketidakseimbangan mekanisme sistem hormon reproduksi wanita.

Penyebab tersering dari amenorea primer adalah:


 Pubertas terlambat
 Kegagalan dari fungsi indung telur
 Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina)
 Gangguan pada susunan saraf pusat
 Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi dapat dipikirkan
apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal.
Penyebab amenore sekunder:
1. Penurunan berat badan yang drastis
2. Olah raga yang berlebihan
3. Lemak tubuh kurang dari 15-17%extreme
4. Mengkonsumsi hormon tambahan
5. Obesitas
6. Stres emosional
7. Kelainan endokrin (misalnya sindroma Cushing yang menghasilkan sejumlah besar hormon
kortisol oleh kelenjar adrenal)
8. Obat-obatan (misalnya busulfan, klorambusil, siklofosfamid, pil KB, fenotiazid)
9. Prosedur dilatasi dan kuretase
10. Kelainan pada rahim, seperti mola hidatidosa (tumor plasenta) dan sindrom Asherman
(pembentukan jaringan parut pada lapisan rahim akibat infeksi atau pembedahan).
2. TANDA DAN GEJALA AMENOREA
Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun, dengan atau tanpa
perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara, perkembangan rambut pubis), atau kondisi
dimana wanita tersebut tidak mendapatkan menstruasi padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan
menstruasi. Gejala lainnya tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya amenorea.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore:


 Sakit kepala
 Galaktore (pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang menyusui)
 Gangguan penglihatan (pada tumor hipofisa)
 Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
 Vagina yang kering
 Hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria), perubahan suara
dan perubahan ukuran payudara.

3. PATOFISIOLOGI AMENOREA

Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi hormon yang diproduksi
oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin
fungsional, yang dikenal sebagai axis HPO, dengan regulasi hormon dan reaksi umpan balik, seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah. 
Siklus menstruasi yang teratur dapat diprediksi jika hormon estradiol dan progesteron dikeluarkan
ovarium secara teratur sesuai respon rangsangan dari hipotalamus dan hipofisis. estradiol yang beredar
merangsang pertumbuhan endometrium. Progesteron yang diproduksi oleh korpus luteum setelah ovulasi
merubah endometrium proliferasi menjadi endometrium sekretori. Jika kehamilan tidak terjadi,
endometrium sekretori ini luluh selama periode menstruasi.

Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal sebagai
axis HPO, dengan regulasi hormonal dan reaksi umpan balik.

Hipotalamus, terletak di sistem saraf pusat, melepaskan gonadotropin-releasing hormone (GnRH)


terus menerus, yang diangkut ke hipofisis anterior, di mana ia mengikat reseptor GnRH untuk
menstimulasi gonadotropin. Sebagai respon terhadap rangsangan oleh GnRH, sel-sel ini mengeluarkan
gonadotropin follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Selanjutnya, hormon ini
merangsang ovarium untuk mensintesis dan mengeluarkan hormon steroid. Pelepasan hormon melalui
axis (HPO) hipotalamus-hipofisis-ovarium diatur dengan umpan balik negatif hormon steroid pada
gonadotropin di hipofisis anterior dan inhibisi langsung pada tingkat hipotalamus. Stimulasi dan inhibisi
negatif melengkapi jalur antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Setiap gangguan axis ini dapat
mengakibatkan amenorea. 

Menetapkan adanya disfungsi primer sangat penting dalam menentukan patofisiologi amenore.
Amenorrhea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan stimulasi
gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai dan atau terjadi kegagalan
ovulasi dan kegagalan produksi progesteron. Amenorrhea juga dapat terjadi jika ovarium gagal
menghasilkan jumlah estradiol yang cukup meskipun stimulasi gonadotropin normal oleh hipotalamus
dan hipofisis. Dalam beberapa kasus, hipotalamus, hipofisis, dan ovarium semua dapat berfungsi normal,
namun amenore dapat terjadi karena kelainan uterus seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek
pada serviks, septum uteri, dan hymen imperforata.

4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK AMENOREA


Dari klasifikasi diatas dapat kita lihat bahwa gejala amenorea dijumpai pada penyakit-penyakit
atau gangguan-gangguan yang bermacam-macam. Sudah jelas bahwa untuk menegakkan diagnosis yang
tepat berdasarkan etiologi, tidak jarang diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit
dan mahal harganya.
Dalam kebanyakan kasus, variabel klinis saja tidak cukup untuk menentukan mekanisme
patofisiologis mengganggu siklus haid. Semua wanita yang hadir dengan 3 bulan amenore sekunder harus
memiliki penilaian diagnostik dimulai pada kunjungan pertama.
Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting.
1. apakah amenorea itu primer atau sekunder;
2. apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan
gangguan emosional;
3. apakah ada kemungkinan kehamilan;
4. riwayat menstruasi sebelumnya, usia saat pertama kali menstruasi, lama menstruasi,
banyaknya perdarahan, periode menstruasi terakhir;
5. apakah ada riwayat infeksi rongga panggul, riwayat trauma, operasi, pengobatan;
6. apakah anggota keluarga lain (ibu atau saudara wanita) ada yang mendapatkan
menstruasi berselang 1 tahun;
7. apakah penderita menderita penyakit akut atau menahun;
8. apakah ada gejala-gejala penyakit metabolik;
9. kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, olahraga, diet, situasi di rumah, ada
tidaknya kelainan psikis;
10. apakah terdapat gejala-gejala klinis seperti gejala vasomotor, panas badan, galactorrhea,
nyeri kepala, lemah badan, pendengaran berkurang, perubahan pada penglihatan, dan
lain-lain.
Mengambil sejarah pasien sangat penting untuk menguraikan etiologi potensial amenore sekunder. Sering
kali, keterbatasan waktu tidak mengizinkan praktisi untuk memperoleh riwayat menyeluruh dan review
gejala pada kunjungan pertama. Penjadwalan kunjungan ulang terhadap evaluasi yang lebih menyeluruh
mungkin diperlukan.

Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama.


1. keadaan umum :
a. BB/ TB (IMT)
b. Anoreksia-cacheksia
2. apakah ciri-ciri kelamin sekunder tumbuh dan berkembang dengan baik atau tidak
3. apakah ada tanda hirsutisme

pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui :


1. adanya aplasia vaginae,
2. keadaan klitoris,
3. aplasia uteri,
4. adanya tumor,
5. keadaan ovarium, dan sebagainya.

Dengan anamnesis, pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus amenorea dapat
diketahui sebabnya.

Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan foto roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan dari sella tursika
untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut. Dengan pemeriksaan foto roentgen
dari sella tursika dapat ditentukan ada tidaknya tumor hipofisis.
2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan berkat
pengaruhnya.
3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.
4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapangan visus jika ada
kemungkinan tumor hipofisis.
5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui adanya
endometritis tuberkulosa.
6. Pemeriksaan metabolisme basal atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3, dan T4 untuk
mengetahui fungsi glandula tiroidea.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:


1. Biopsi endometrium
2. Progestin withdrawal
3. Kadar prolaktin
Kadar prolaktin lebih dari 200 ng / mL tidak diamati, kecuali dalam kasus adenoma hipofisis
prolaktin-mensekresi (prolaktinoma). Secara umum, kadar prolaktin serum berkorelasi dengan
ukuran tumor.
4. Kadar hormon (misalnya testosteron)
Testosteron dan dehydroepiandrosterone sulfat: Mendapatkan tes-tes ini tidak diperlukan pada
wanita dengan tidak ada bukti kelebihan androgen.
5. Tes fungsi tiroid
6. Tes kehamilan
7. Kadar FSH (follicle stimulating hormone) < LH (luteinizing hormone), TSH (thyroid stimulating
hormone)
Tingkat FSH dalam kisaran menopause merupakan indikasi dari ketidakcukupan ovarium primer
atau kegagalan ovarium prematur. Periksa rentang referensi untuk laboratorium dimana tes
dilakukan.
Kemungkinan kecil, kadar FSH yang sangat tinggi adalah karena adenoma, hipofisis fungsional
FSH-mensekresi.Jika hal ini terjadi, kadar estradiol serum akan ditinggikan (bukan menurun,
seperti yang terlihat pada insufisiensi ovarium primer atau kegagalan ovarium prematur) dan
hiperstimulasi ovarium dengan pembesaran, ovarium kistik mungkin ada.
LH meningkat pada defisiensi 17-20-lyase, defisiensi 17-hydroxylase, dan kegagalan ovarium
premature.
8. Kariotipe untuk mengetahui adanya kelainan kromosom
9. CT scan kepala (jika diduga ada tumor hipofisa).
 
Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :
1. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang berat, aplasia
uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik (sindrom Stein-Leventhal) dan
sebagainya.
2. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara genetik seorang wanita.
Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti bahwa penderita yang bersangkutan seorang
wanita yang genetik normal oleh karena kromatin seks positif dijumpai pula pada gambaran
kromosom 44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik seperti XX/XO, XXXY atau XXYY.
3. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-ihwal kromosom, antara
lain apabila fenotipe tidak sesuai dengan genotipe.
4. Pemeriksaan kadar hormon.
Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea. Selain itu,
pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan 17-ketosteroid mempunyai arti yang
penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya kadar FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium
umumnya kadar FSH tinggi dan kadar estrogen rendah. Pada hiperfungsi glandula suprarenalis kadar 17-
kelosteroid meningkat.

Pemeriksaan Penunjang
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka
diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (ovarium, uterus, perlekatan dalam rahim) melalui
pemeriksaan USG, histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan
pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH. Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea
sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon
tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin dalam
tubuh juga perlu diperiksa. Dilakukan pula tes progesteron (pemberian obat hormon progesteron), bila
hasil positif pada kadar prolaktin dan tiroid yang normal maka amenore yang terjadi disebabkan karena
siklus anovulasi. Bila kadar prolaktin tinggi diagnosisnya hiperprolaktinemia, bila TSH tinggi maka
diagnosisnya adalah hipotiroidisme. Bila hasil tes progesterone negatif dan diagnosis belum jelas
dilakukan tes estrogen dan progesterone (yaitu minum obat hormone estrogen selama 21 hari) dan
hormone progesterone 10 hari terakhir ) bila setelah obat habis timbul haid lanjutkan pemeriksaan
hormone FSH. Jika FSH tinggi dan pasien berusia lebih 30 tahun, indikasi untuk pemeriksaan kromosom.
Jika didapati mosaik dengan kromosom Y, peluang 25% tumor ganas ovarium. Jika FSH normal atau
rendah lakukan CT-Scan kepala adalah tumor hipofisis. Bila tidak timbul haid, permasalahan pada rahim.
Sindrom asherman adalah yang paling mungkin. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka
Estrogen atau Progestogen Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap
lapisan endometrium dalam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.
6.PENATALAKSANAAN AMENOREA
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami, apabila
penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk mengatasi stress
dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi amenorea diklasifikasikan
berdasarkan penyebab saluran reproduksi, penyebab ovarium, dan penyebab susunan saraf pusat.

A. Saluran reproduksi
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen

2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa vagina
(vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil)

3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang memiliki ovarium
normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki keduanya namun kecil atau mengerut.
Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang
dilakukan berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina
berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft

4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe, dan memiliki
dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis
dengan fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi
dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun
infertil (tidak dapat memiliki anak)

5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine (dalam rahim)
yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi
(operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan
histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang
dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi
terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim

B. Gangguan Ovarium
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung telur yang
digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan
dan hormon seksual

2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur sebelum usia
40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau proses autoimun

3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal

C. Gangguan Susunan Saraf Pusat


1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan amenorea.
Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat
mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis
dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya
fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa
pengangkatan tumor.

2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan Sindrom Cushing
merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya.

3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan fungsional


(anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikiater.

Farmakologis
Agonis Dopamin merupakan satunya terapi medis khusus disetujui untuk membalikkan sebuah
patologi yang mendasari yang mengarah ke amenore. Dalam kebanyakan kasus, agonis dopamin efektif
mengurangi hiperprolaktinemia.

Terapi gonadotropin atau terapi GnRH pulsatile ditujukan pada wanita yang menginginkan
kesuburan namun tetap anovulasi karena gangguan hipotalamus atau hipofisis.

Setelah diagnosis ditegakkan, untuk beberapa wanita dengan oligomenore atau amenore yang
tidak ingin menjadi hamil, oral kontrasepsi dapat menjadi pilihan yang baik untuk memulihkan siklus
menstruasi dan diberikan penggantian estrogen. Tidak adanya kehamilan harus didokumentasikan
sebelum kontrasepsi oral terapi dimulai.

Pada pasien dengan amenore atau oligomenorrhea withdrawal bleeding harus diinduksi dengan
suntikan progesteron atau mg 5-10 medroksiprogesteron selama 10 hari.

Terapi penggantian hormon, yang terdiri dari estrogen dan progestin, diperlukan untuk
perempuan dengan defisiensi estrogen tetap karena fungsi ovarium tidak dapat dipulihkan. Peran
pengganti androgen saat ini tidak jelas dan merupakan subjek investigasi yang sedang berlangsung.

PENGKAJIAN

1. Data subyektif
a. Biodata
Umur :
- Usia reproduktif 20-35 tahun, wanita yang pernah mendapat haid, tapi kemudian tidak dapat haid
selama 3 bulan (Manuaba, 1998 : 399).
- Pubertas, ibu hamil, ibu meneteki, menopause (Sulaiman Sastrawinata, 1981 : 31)
Pekerjaan :
- Beresiko terhadap wanita-wanita yang bekerja sering terpapar radiasi (radiologi) (Sulaiman
Sastrawinata, 1981 : 31)
Pergantian lingkungan dapat menimbulkan amnore karena stress (Sulaiman Sastrawinata, 1981 : 29)
b. Keluhan utama
Tidak adanya haid selama 3x siklus berturut-turut atau lebih (Pusdiknakes, 1992 : 2).
c. Riwayat kesehatan
- Adanya gangguan pankreas (DM), adanya tumor, radang, distruksi, hipotyroidea, kretinisme
(Sarwono, 2006 : 206-208).
- Adanya kelainan gizi, gangguan pada hepar dan ginjal (Sulaiman Sastrawinata, 1981 : 32)
d. Riwayat kebidanan
1) Haid
- Pola haid sebelumnya teratur, kemudian tidak datang haid selama 3 bulan/lebih (Sarwono, 2006 :
202).
2) Kehamilan dan persalinan
- Pernah mengalami histerektomi (sarwono, 2006 : 208)
- Pada wanita yang tidak hamil, tapi ingin sekali hamil (Sarwono, 2006 : 212).
- Dapat untuk membantu menentukan amenore primer atau sekunder (Sarwono, 1999 : 208)
e. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Kelainan organik pada serebrum berupa radang (encephalitis), tumor, trauma dan sebagainya dapat
disertai amenore, tetapi peranan gejala ini kecil. Penting untuk diagnosis ialah anamnesis dan
gambaran klinik yang bersangkutan dengan kelainan-kelainan itu (Sarwono, 2006 : 211).
f. Pola kebiasaan sehari-hari
Nutrisi : Amenore bisa terjadi pada anoreksia nervosa, tidak ada nafsu makan, gangguan gizi berat,
tetapi tanpa letargi dan rasa nyeri diepigastrium (Sarwono, 2006 : 211).
Aktifitas : Pada amenore yang disebabkan anoreksia nervosa penderita masih tetap aktif (Sarwono,
2006 : 212).
Istirahat : Pada wanita dengan stressor yang tinggi dapat mengganggu pola istirahat/tidur (Sarwono,
2006 : 213)
Seksual : Pada amenore karena insufisiensi hipotesis biasanya disertai adanya penurunan libido
(Sarwono, 2006 : 214)
g. Riwayat ketergantungan
Pada sindrom amenore galaktore ditemukan pada kasus-kasus wanita yang memakai alat penenang
(Phonothiazine) dalam jangka lama (Sarwono, 2006 : 213).
h. Riwayat psikososial
Keadaan kejiwaan dengan syock emosional karena trauma atau kejadian yang menyedihkan serta
pergantian lingkungan dapat menimbulkan amenore. Psikosis yang paling sering ditemukan bersama
amenore adalah penyakit yang disertai depresi (Sarwono, 2006 : 211).
i. Riwayat KB
Pada wanita dengan sindrom amenore galakfore dapat pola ditemukan pada wanita-wanita yang telah
menghentikan minum pil kontrasepsi (Sarwono, 2006 : 213).

2. Data obyektif
a. Keadaan umum : baik
b. Tanda-tanda vital
Pada amenore karena anoreksia nervosa dapat terjadi bradikardi dan suhu yang lebih rendah dari
normal (Sarwono : 211).
c. Berat badan
Amenore sering memyertai pada wanita yang mengalami obesitas (kelebihan berat badan) (Sarwono,
2006 : 208).
d. Tinggi badan
Pada sindrom turner dapat dijumpai tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm (Sarwono, 2006 : 218).
e. Pemeriksaan fisik
Menurut Sarwono P, 2006 : 211-218
Mata : Mengetahui keadaan retina, luas lapang panjang, virus, jika ada kemungkinan tumor hipofisis
yang dapat menyebabkan amenore.
Thorax : - Amenore pada sindrom turner disertai adanya dada berbentuk perisai dengan puting susu
jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak sedikit/tidak ada.
- Terjadi pula pada sindrom feminisasi, yaitu hipoplasia puting susu, rambut ketiak
sedikit/tidak ada.
- Mammae mengeluarkan cairan seperti air susu pada kasus sindrom amenore galakkore
Abdomen : Pada amenore karena cushing sindrom didapatkan adanya striae terutama pada dinding
perut.
Genetalia : - Rambut pubis bisa normal/sedikit/tidak ada
- Alat-alat genetalia mengalami antrifi pada anoreksia nervosa, sindrom amenore
galaktore dan insufisiensi hipofisis.
- Amenore pada sindrom feminisasi testikuler vagina tidak ada dan pendek atau buntu,
serviks dan uterus tidak ada.
- Amenore pada tumor ovarium dan sindrom adreno genital didapatkan pembekuan
klitoris
Ekstremitas : Pada amenore karena sindrom turner disertai tanda ruas tulang tangan dan kaki pendek,
osteoporosis.
f. Pemeriksaan penunjang
1) Apabila pemeriksaan klinik tidak dapat memberi gambaran yang jelas mengenai sebab amenore,
maka dapat dilakukan pemeriksaan, sebagai berikut :
- Foto rontgen thorax : apakah ada TBC pulmonum, apakah ada perubahan pada sella tursika.
- Pemeriksaan sitologi vagina : untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan berkat
pengaruhnya.
- Pemeriksaan sitologi vagina : untuk mengetahui adanya DM.
- Kerokan uterus : untuk mengetahui keadaan endometrium adanya endometritis tuberkulosa.
- Pemeriksaan metabolik basal : jika perlu pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi
glandola tiroidea
- Pemeriksaan mata : keadaan retina dan lapang panjang, virus jika ada kemungkinan tumor
hipofisis (Hanifa W, 2006 : 209).
2) Uji laboratorium pertama adalah terhadap peta HCG
- Jika positif, maka wanita hamil
- Jika negatif, dapatkan nilainya TSH, prolaktin dan uji tantangan progesteron (provera 5-10 mg per os
tiap hari selama 5-10 hari)
- Kadar TSH dan prolaktin normal yang bergabung dengan darah yang diambil dari uji tantangan
progesteron anovulasi (Varney, 2002 : 55).

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.       Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan


b.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik, tahap perkembangan, perseptual, dan penyakit
c.       Harga diri rendah situasional berhubungkan dengan gangguan fungsional (amenorrhea primer)
d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat tentang penyakitnya
(amenorrhea)

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Tujuan dan KH Intervensi


Diagnosa
1 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat kecemasan : ringan, sedang,
keperawatan selama 1 x 24 jam berat, panic
cemas pasien dapat teratasi dengan 2. Berikan kenyamanan dan ketentraman hati
kriteria hasil : 3. Beri dorongan pada pasien untuk
·  Cemas berkurang mengungkapkan pikiran dan perasaan untuk
·  Tidak menunjukan perilaku mengeksternalisasikan kecemasan
agresif 4. Anjurkan distraksi seperti nonton tv,
dengarkan radio, permainan untuk
mengurangi kecemasan.
5. Singkirkan stimulasi yang berlebihan

2 Setelah diberikan asuhan 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan


keperawatan selama 1 x 24 jam 2. Berikan informasi factual mengenai diagnosis,
pasien diharapkan tidak mengalami tindakan prognosis
gangguan citra tubuh dengan 3. Dengarkan dengan penuh perhatin
kriteria hasil : 4. Identifikasi tingkat kecemasan

 Mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
 Mengungkapkan tehnik
mengontrol cemas

3 Setelah diberikan asuhan 1. Tetapkan hubungan saling percaya perawat


keperawatan selama 1 x 24 jam dan pasien
pasien diharapkan tidak mengalami 2. Ciptakan batasan terhadap pengungkapan
harga diri rendah dengan kriteria negative
hasil : 3. Bantu untuk mengidentifikasi respon positif
·  Mengungkapkan penerimaan diri terhadap orang lain
secara verbal 4. Bantu penyusunan tujuan yang realitas untuk
mencapai harga diri rendah yang tinggi
5. Berikan penghargaan dan pujian terhadap
pengembangan pasien dalam pencapaian
tujuan

4 Setelah dilakukan asuhan 1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien tentang


keperawatan selama 1 x 24 jam penyakit yang dideritanya
pasien mampu menjelaskan 2. Memberikan pengajaran sesuai dengan
penyakit dan mampu mengenal tingkat pemahaman pasien
penyakitnya dengan kriteria hasil: 3. Memberikan informasi dari sumber-sumber
·  pasien mengetahui tentang yang akurat dan dapat
penyakitnya dipertanggungjawabkan
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Difa Danis. Kamus Kedokteran. Gitamedia Press.

Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta :

EGC

Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai