Anda di halaman 1dari 18

KISTA OVARIUM

A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Seiring

meningkatnya

ilmu

pengetahuan

di

Indonesia,

berkembang pula upaya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap


wanita yang semakin membaik. Sarana dan prasarana di pelayanan
kesehatan menunjang terdeteksinya penyakit wanita yang bermacammacam, termasuk penyakit ginekologi. Berbagai macam penyakit
sistem reproduksi yang memiliki efek negatif pada kualitas kehidupan
wanita dan keluarganya dengan gejala salah satunya gangguan
menstruasi seperti menarche yang lebih awal, periode menstruasi yang
tidak teratur, panjang siklus menstruasi yang pendek, paritas yang
rendah, dan riwayat infertilitas (Heffner & Danny, 2008).
Gangguan menstruasi yang umum pada wanita biasanya terjadi
dismenore atau nyeri saat haid. Dismenore atau menstruasi yang
menimbulkan nyeri merupakan salah satu masalah ginekologi yang
paling umum dialami wanita dari berbagai usia. Selain itu periode
menstruasi yang tidak teratur dengan volume pengeluaran darah yang
berlebih

dapat

mengakibatkan

anemia.

Anemia

menyebabkan

penurunan kapasitas darah untuk membawa oksigen (Wiliams, 2005).


Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat
adanya massa pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kista
adalah bentuk gangguan adanya pertumbuhan sel-sel otot polos yang
abnormal. Pertumbuhan otot polos abnormal yang terjadi pada
ovarium disebut kista ovarium.

Kista ovarium secara fungsional

adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan


siklus menstruasi (Bobak, Lowdermilk & Jensen. 2005).
Selama tahap kehidupan, massa yang biasanya disebabkan oleh
kista ovarium fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan
pasca infeksi pada tuba fallopii (Heffner & Danny, 2008). Kista
ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker

ovarium merupakan penyebab kematian dari semua kanker ginekologi.


Di Amerika Serikat pada tahun 2001 diperkirakan jumlah penderita
kanker ovarium sebanyak 23 .400 dengan angka kematian sebesar
13.900 orang. Tingginya angka kematian karena penyakit ini sering
tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan, sehingga tidak diketahui
dimana sekitar 60% - 70% penderita datang pada stadium lanjut. Maka
penyakit ini disebut juga silent killer. Angka kejadian kanker ovarium
di Indonesia belum diketahui secara pasti karena pencatatan dan
pelaporan di negeri kita kurang baik. Sebagai gambaran di RSU,
kanker Dharmais ditemukan penderita kanker ovarium sebanyak 30
kasus setiap tahun. Studi epidemologi menyatakan beberapa faktor
resiko nullipara, melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun
dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat kehamilan
pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun. Penggunaan pil
kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak
3060% (Dharmais,2007).
Penanganan dan pengobatan kanker ovarium yang telah
dilakukan dengan prosedur yang benar namun hasil pengobatannya
sampai saat ini belum begitu ada manfaatnya termasuk pengobatan
yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Angka
kelangsungan hidup 5 tahun penderita kanker ovarium pada stadium
lanjut berkisar 20-30 %, oleh karena itu sebagai perawat dalam
menangani masalah klien dengan kista ovarium atau kanker ovarium
maka perlu memperhatikan aspek biopsikososialspiritual dalam
pemberian asuhan keperawatannya, sehingga hal ini yang menarik
penulis untuk membahas asuhan keperawatan pada klien dengan kista
ovarium.

1. PENGERTIAN
Beberapa pengertian mengenai kista ovarium sebagai berikut:
a Menurut (Winkjosastro, 2005) kistoma ovarii merupakan suatu
tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak
atau ganas. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang
paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein.
Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan
letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya
b

kepala ke dalam panggul.


Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal
pada ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium
secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh
hormonal dengan siklus mentsruasi (Bobak, Lowdermilk & Jensen.

2005).
Kista ovarium merupakan pembesaran sederhana ovarium normal,
folikel de graf atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul
akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium. (Smelzer & Bare,

2002)
Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan terpisah dari
uterus dan umumnya diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik
(Sjamsoehidayat, 2005).
Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan
terpisah dari uterus dan umumnya diagnosis didasarkan pada
pemeriksaan fisik (Sjamsoehidyat, 2005). Jenis-jenis kista ovarium
terdiri dari:
1. Kistoma ovari simpleks, kista yang permukaannya rata dan
halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral dan dapat
menjadi besar. Dinding kista tipis berisi cairan jernih yang
serosa dan berwarna kuning.
2. Kistodema ovari musinosum, bentuk kista multilokular,
biasanya unilateral dan dapat tumbuh menjadi besar.

3. Kistadenoma ovari serosum, kista yang berasal dari epitel


germinativum, kista ini dapat membesar.
4. Kista dermoid, teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal
berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada
mesoderm dan endoterm. Dinding kista keabu-abuan dan agak
tipis.
2. ETIOLOGI
Berdasarkan (Smelzer & Bare, 2002), penyebab dari kista
belum diketahui secara pasti, kemungkinan terbentuknya kista akibat
gangguan pembentukan hormon dihipotalamus, hipofisis atau di
indung telur sendiri (ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat
timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami
involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi
didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat
membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah
yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista
theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening,
berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel
yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari
folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.
3. TANDA DAN GEJALA
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau
hanya sedikit nyeri yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang
berkembang menjadi besar dan menimpulkan nyeri yang tajam.
Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena
mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis,
radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker
ovarium. Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala
atau perubahan ditubuh Anda untuk mengetahui gejala mana yang

serius. Berdasarkan (Mansjoer, 2002), gejala-gejala berikut mungkin


muncul bila anda mempunyai kista ovarium:
1. Perut terasa penuh, berat, kembung
2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar
ke punggung bawah dan paha.
5. Nyeri mendadak dibagian perut bawah
6. Nyeri pinggul ketika menstruasi
7. Menstruasi nyang datang terlambat disertai dengan nyeri
8. Menstruasi yang kadang memanjang dan memendek
9. Nyeri sanggama
10. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada
saat hamil.
4. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa
fungsi ovarium yang normal tergantung pada sejumlah hormon, dan
kegagalan salah satu pembentukan hormon dapat mempengaruhi
fungsi ovarium tersebut. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal
jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah
yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan
penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam
ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan, gagal
berinvolusi, gagal mereabsorbsi cairan dan gagal melepaskan sel telur,
sehingga menyebabkan folikel tersebut menjadi kista.
Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista
kecil yang disebut folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel
dominan dengan diameter lebih dari 2.8cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada
saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista di tenga-tengah.
Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan
mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila
terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan.

Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista


fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikural dan
luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut
dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuik FSH dan HCG.

5. PATHWAY
Ketidakseimbangan dan kegagalan salah satu
pembentukan hormon yang mempengaruhi indung telur
Fungsi ovarium abnormal
Penimbunal folikel yang terbentuk secara tidak sempurna
Folikel gagal mengalami pematangan, gagal
berinvolusi dan gagal mereabsorbsi cairan
Terbentuk kista ovarium

Adanya cairan dalam


jaringan di daerah ovarium
Klien merasa nyeri
diperut bagian bawah
Nyeri akut b.d agen
injury biologi

Klien mengalami
ketakutan dalam
melakukan mobilisasi
Hambatan
mobilisasi fisik
b.d kelemahan
fisik

Ansietas b.d
perubahan status
kesehatan

Pembedahan
Jaringan terputus
Kerusakan
integritas
jaringan b.d
faktor mekanik

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan

(Winkjosastro,

2005)

bahwa

pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan kista ovarium


sebagai berikut:
1. Laparaskopi, pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui
apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk
menentukan silat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas
tumor apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung
kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan
pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen, pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat
dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram
intravena dan pemasukan bubur barium dalam colon disebut di
atas.
4. Pap smear, untuk mengetahui displosia seluler menunjukan
kemungkinan adaya kanker atau kista.
7. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Hamylton (2005); Bobak, Lowdermilk, & Jensen
(2004); Winkjosastro (2005) bahwa penatalaksanaan yang dapat
dilakukan pada klien dengan kista ovarium sebagai berikut:
a. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui
tindakan bedah misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi
salpingooforektomi. Tindakan operasi pada tumor ovarium
neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan
mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung

tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi, perlu
dilakukan

pengangkatan

ovarium,

bisanya

disertai

dengan

pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi).


b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium
dan menghilangkan kista.
c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat
kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan
abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra
abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar
biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini
dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai
penyangga.
d. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien
tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik
atau tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen
atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan
yang akan terjadi seperti tanda-tanda infeksi, perawatan insisi luka
operasi.
e. Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan
yang mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti
hemorargi atau infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui
tanda-tanda vital, asupan dan keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi
intravena, antibiotik dan analgesik biasanya diresepkan. Intervensi
mencakup tindakan pemberiaan rasa aman, perhatian terhadap
eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan
emosional Ibu.
f. Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum penderita,
karena kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor
terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha
pernafasan, tanda-tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan
perdarahan. Perawat juga harus mengajarkan bagaimana aktifitas
pasien di rumah setelah pemulangan, berkendaraan mobil
dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak boleh

mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan


mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat
menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis, aktifitas seksual
sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol untuk
evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran.
8. KOMPLIKASI
Berdasarkan Winkjosastro (2005) bahwa beberapa ahli
mencurigai kista ovarium bertanggung jawab atas terjadinya kanker
ovarium pada wanita diatas 40 tahun. Mekanisme terjadinya kanker
masih belum jelas namun dianjurkan pada wanita yang berusia diatas
40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini terhadap
kemungkinan terjadinya kanker ovarium.

Faktor resiko lain yang

dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama yang berfungsi


menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia
subur menggunakan metode konstrasepsi ini dan kemudian mengalami
keluhan pada siklus menstruasi, lebih baik segera melakukan
pemeriksaan lengkap atas kemungkinan terjadinya kanker ovarium.

B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN KISTA OVARIUM


1. PENGKAJIAN
- Data fokus dari status obstetrikus, meliputi :
a. Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
b. Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan
- Pengkajian pasca operasi rutin,
a.
Kaji tingkat kesadaran
b.
Ukur tanda-tanda vital
c.
Auskultasi bunyi nafas
d.
Kaji turgor kulit
e. Pengkajian abdomen: inspeksi ukuran dan kontur abdomen,
auskultasi bising usus, palpasi terhadap nyeri tekan dan massa,
tanyakan tentang perubahan pola defekasi, kaji status balutan
f. Kaji terhadap nyeri atau mual
g. Palpasi nadi pedalis secara bilateral

h. Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan


lamanya waktu di bawah anestesi.
i. Kaji status psikologis pasien setelah operasi
2. DIAGNOSA
Herdman (2010), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien
dengan kista ovarium adalah
a.Nyeri akut b.d agen cedera biologi
b. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
c.Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik
d. Kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanik

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (KRITERIA HASIL, INTERVENSI, RASIONAL)


e.
DIAG
NOSA

f.

TUJUAN

g.

i.
j.
k.
l.
m.
n. 1.
o.
p.
q.
r. 2.
s.
t. 3.
u.
v.
w.
x. 4.
y.
z. 5.
aa.
ab.
ac.
ad.6.
ae.
af.

ai.
S
aj.
am.
Pasien mampu
mengenali faktor
penyebab nyeri
Mengenali onset
nyeri
Memberikan
analgesik
(kolaborasi dengan
tim kesehatan lain)
Melaporkan
kontrol nyeri
Pasien mampu
melaporkan
nyerinya
Klien mengetahui
frekuensi nyeri
an.

ak.
ap.
aq.
ar.
as.
at.
au.
av.
aw.
ax.
ay.
az.
ba.
bb.
bc.
bd.
be.

al.
bf.
bg.
bh.
bi.
bj.
bk.
bl.
bm.
bn.
bo.
bp.
bq.
br.
bs.
bt.
bu.

INTERVENSI

h.
cb.
NIC:
Pa
in
Ma
na
ge
me
nt

1. Melakukan pengkajian secara komprehensif


mengenai lokasi, karakteristik, lamanya,
frekuensi, kualitas nyeri dan faktor presipitasi
2. Mengobservasi penyebab ketidaknyamanan
klien secara verbal dan nonverbal
3. Menyakinkan klien akan pemberian analgesik
4. Menggunakan komunikasi teraupetik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
5. Mengkaji dampak dari pengalaman nyeri (ggg
tidur, ggg hubungan)
6. Mengontrol faktor lingkungan yang
menyebabkan klien merasa tidak nyaman

RASIONAL

1. Mengetahui kualitas nyeri


pasien
2. Dapat mengurangi rasa
cemas dan takut sehingga
mampu mengurangi rasa
sakit
3. Menurunkan nyeri
4. Komunikasi
terapeutik
mampu
menurunkan
kecemasan
5. Mengetahui
kondisi
ketidaknyamanan
klien
yang
kemungkinan
mampu
mengagnggu
kualitas hidupnya
6. Meminimalkan
nyeri
dengan
menciptakan
lingkungan nyaman
7. Meningkatkan relaksasi
cc.
cd.

ag.
ah.

ao.

(ruangan, temperatur, cahaya)


bv.7. Instruksikan pasien untuk melakukan teknik
K
relaksasi seperti bimbingan imajinasi, nafas
dalam
bw.
1
bx.
2
by.
3
bz.
4
ca.
5

ce.

1.

2.

3.
4.

cg.
Klien
mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan menunjukkan
tehnik
untuk
mengontol cemas
Vital sign dalam
batas normal
Postur
tubuh,
ekspresi
wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

ch.
cj.
ck.
cl.
cm.
cn.
co.
cp.
cq.
cr.
cs.
ct.
cu.
cv.

cf. 1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang


S
dirasakan selama prosedur
2. Temani pasien untuk memberikan keamanan
dan mengurangi takut
ci.
3. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
cw.
tindakan prognosis
cx.
4.
Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
cy.
5. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
cz.
tehnik relaksasi
da.
6. Dengarkan dengan penuh perhatian
db.
7. Identifikasi tingkat kecemasan
dc.
8. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
dd.
9. Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan
de.
perasaan,
ketakutan,
persepsi
df.
dg.
dh.
di.

dj.
dk.

1. Mengurangi kecemasan
selama tindakan untuk
kesehatan klien
2. Mengalihkan
perhatian
dengan
berbincangbincang
3. Mengurangi kecemasan
4. Keluarga
dapat
memberikan kenyamanan
pada pasien
5. Untuk
meningkatkan
kenyamanan
dan
mengurangi kecemasan
dq.

K
dl.
1
dm.
2
dn.
3
do.
4
dp.

5
dr.
dt.
1. Klien meningkat
dalam aktivitas
fisik
2. Mengerti tujuan
dari peningkatan
mobilitas

1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan 1. Mengetahui


status
S
dan lihat respon pasien saat latihan
kemampuan klien dalam
2. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
latihan ambulasi
tentang teknik ambulasi
2. Merubah posisi mencegah
dv.
3.
Kaji
kemampuan
pasien
dalam
mobilisasi
dekubitus
ee.
4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
ef.
ADLs secara mandiri sesuai
eg.
er.kemampuan
eh.
5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
ei.
berikan bantuan jika diperlukan
ej.
ds.

du.
dx.
dy.
dz.
ea.
eb.
ec.

3. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah

ed.

ek.

dw.
el.
K
em.
1
en.
2
eo.
3
ep.
4
eq.
5

es.

ev.
ey.

ez.
fa.
fb.

fc.

fd.

ew.
fe.
ff.
fg.
fh.
fi.
fj.
fk.
fl.
fm.
fn.
fo.
fp.
fq.
fr.
fs.
ft.
fu.
fv.

ex.
fw.
fx.
fy.
fz.
ga.
gb.
gc.
gd.
ge.
gf.
gg.
gh.
gi.
gj.
gk.
gl.
gm.
gn.

et. 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan


S
gv.
pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
eu. 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
gw.
dan kering
4. Anjurkan pasien untuk melakukan mobilisasi
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
7. Monitor status nutrisi pasien
8. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman
luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal
9. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
gx.
perawatan luka
10. Lakukan tehnik perawatan luka

go.

1. Mengurangi penekanan
daerah luka
2. Mengurangi kelembapan
3. Menjaga kebersihan luka
4. Untuk
mempercepat
penyembuhan luka
5. Memungkinkan infeksi
6. Mengetahui sejauh mana
klien dapat melakukan
mobilisasi
7. Protein
menyebabkan
percepatan
penyembuhan luka
8. Mengetahui kondisi luka
untuk perbaikan luka
9. Mempercepat granulasi
luka

gp.
K
gq.
1
gr.
2
gs.
3
gt.
4
gu.
5

gy.

Anda mungkin juga menyukai