Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN RHEMATOID ARTRITIS

DISUSUN OLEH :

BESSE MAESSY AULIA AZIS

19 04 035

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PANAKKUKANG MAKASSAR

TAHUN AJARAN

2019 / 2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Proses penuaan pada lansia diantaranya mengalami penurunan diberbagai sistem

tubuh yang meliputi beberapa aspek baik biologis,fisiologis,psikososial,maupun

spiritual merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multidimensial (Stanley &

Beare,2007). Salah satu penurunan tersebut adalah adanya kehilangan total massa

tulang progresif yang menyebabkan kemungkinan adanya gangguan pada aktivitas

fisik, perubahan hormonal dan reabsorpsi tulang aktual,terjadinya perubahan

fungsional otot,yaitu terjadinya penurunan kekuatan dan kontraksi otot,elastisitas dan

fleksibilitas otot,kecepatan waktu reaksi dan relaksasi serta kerja fungsional.Pengaruh

kehilangan tulang diantaranya tulang menjadi lemah, tulang belakang lebih lunak dan

tertekan,tulang panjang kurang resisten untuk membungkuk(Lueckenottedalam

Potter&Perry,2005).Selainitu, lansia mengalami perubahan statusfungsional sekunder

akibat perubahan status mobilisasi.Perubahan fisiologis ini bervariasi pada setiap

lansia dan bukan proses patologis.

Perubahan ini terjadi pada semua orang tetapi pada kecepatan yang berbeda

dan tergantung keadaan dalam kehidupan.Pada usia90-an, 32%wanita dan17%laki-

laki mengalami patah tulang panggul dan 12-20% meninggal karena komplikasi.

Massa tulang menurun10% dari massa puncak tulang pada usia 65 tahun dan 20%

pada usia 80 tahun.Pada wanita,kehilangan massa tulang lebih tinggi,kira- kira15-

20% pada usia 65 tahun dan 30% pada usia 80 tahun.Laki-laki kehilangan massa

tulang sekitar 1% pertahun sesudah usia 50 tahun,sedangkan wanita mulai kehilangan


massa tulang pada usia30-an tahun,dengan laju penurunan 2-3% pertahun sesudah

menopouse (Karim,2002)

Kehilangan massa tulang ini juga bervariasi terutama ditentukan oleh domisili

lansia,dimana dari segifisik,psikososial dan sosio ekonomi keadaan lansia

dikotaTidak lebih baik dibandingkan lansia di desa. Lansia dengan banyak

beraktifitas

Fisik dan teratur berolahraga yang kebanyakan lansia tinggal didesa terbukti lebih

sehat, kekuatan otot lebih terjaga. Dari segi penerimaan kehidupan dan

penerimaan sosial terhada plansia,kehidupan di desa masih bertahan pola-pola

kehidupan kekerabatan yang menekankan pada keluarga luas maupun interaksi sosial

yang intensif sehingga tidak terjad ipemisahan dan alienasi orang lanjut usia secara

mencolok. Lansia menempati kedudukan sosial dalam menjalankan sejumlah

peranan,serta mempunyai fungsi sosial tertentu dalam kehidupan masyarakat. Lansia

yang sudah tidak mampu bekerja dan mengurus dirinya sendiri tetap diterima di

lingkungan keluarga dan tidak diserahkan padaperawatan RS atau panti wreda secara

penuh(Indriana,2005).

Tuntutan kehidupan masa kini,seperti kehidupan perkotaan menimbulkan

pandangan tentang pentingnya kemandirian orang tua dari ketergantungan pada anak

sehingga banyak orang tua yang tinggalterpisah dari anaknya. Sebagian masyarakat

beranggapan bahwa lansia tidak lagi mempunyai peran atau fungsi apapun dalam

masyarakat. Hal ini didasarkan pada kondisi lansia yang cenderung lemah,tidak

dinamis, pelupa dan tidak dapat melakukan beberapa aktivitas tanpa bantuan orang

lain(Indriana,2005).

Ada keluhan rasa lelah. Namun,kegiatan yang dilakukan tidak lama sehingga tetap

diperlukan suatu latihan fisik yang harus dilakukan lansia diluar jam kegiatan sasana
seperti, waktu sore hari atau malam hari sebelum tidur.ada keluhan rasa lelah.

Namun,kegiatan yang dilakukan tidak lama sehingga tetap diperlukan suatu latihan

fisik yang harus dilakukan lansia diluar jam kegiatan sasana seperti waktu sore hari

atau malam hari sebelumtidur.


B. Perubahan Terkait Usia Pada Fungsi Muskuloskeletal

Lansia mengalami perubahan pada anatomi dan fisiologi tubuhnya,yang

menyebabkan penurunan fungsi sistem tubuh Fungsi mobilisasi manusia

dihubungkan pada tiga hal yakni tulang,ototdan persendian yang juga didukung oleh

sistem saraf. Penurunan atau perubahan tersebut mempengaruhi kemampuan

mobilisasi pada lansia (Kimetal,1995dalamPerry&Poter, 2005).

1. TULANG

Tulang menyediakan kerangka kerja untuk system muskuloskeletal dan bekerja

sama dengan sistem otot untuk membuat suatu pergerakan (Exton-Smith,1985,

Riggs andMelton, 1986 dalam Miller 2012). Fungsi lain dari tulang adalah

sebagai tempat penyimpanan kalsium,produksi sel-sel darah serta melindungi

jaringan dan organ tubuh. Pertumbuhan tulang mencapai kematangan dimasa

dewasa awal. Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk mempertahankan

kalsium darah yang stabil dan penyimpanan kembali kalsium untuk membentuk

tulang baru dikenalsebagairemodellingdan terjadi sepanjang rentang kehidupan

manusia (Stanley&Beare, 2007).

Perubahan yang berkaitan dengan proses menua yang mempengaruhi renovasi

ini meliputi: peningkatan resorpsi tulang, penyerapan kalsium berkurang,

peningkatan hormon parat iroid serum, gangguan regulas aktivitas osteoblas,

gangguan pembentukan tulang sekunder untuk mengurangi produksi osteoblast

dari matrix tulang,dan penurunan jumlah sel sumsum karena untuk penggantian.

Sumsum dengan isi lemak,serta penurunan estrogen pada perempuan dan

testosterone pada laki-laki. Faktor yang dapat mempengaruhi remodeling tulang

dan biasa terjadi pada dewasa tua adalah hipertiroid,penurunan tingkat aktivitas,
COPD,defisien sikalsium dan vitamin D dan terapi medis seperti glukokortiroid

dan anticonvulsant. (Exton-Smith, 1985, Riggs and Melton,1986 dalam Miller.

2. OTOT

Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah massaotot tubuh mengala mi

penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk mempertajam

kontur tubuh dan memperdalam cekungan disekitar kelopak mata, aksila, bahu

dan tulangrusuk. Tonjolan tulang (vertebrae, kristailiaka, tulangrusuk, skapula)

menjadi bertambah. (Stanley&Beare,2007)

Kekuatan muskular mulai merosot sekitar usia40 tahun, dengan suatu

kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup dan

penurunan penggunaan sistem neuromuskular adalah penyebab utama untuk

kehilangan kekuatan otot. Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah

serabut otot dan atrofi secara umum pada organ dan jaringan tubuh. Regenerasi

jaringan melambat dengan penambahan usia, danjaringan atrofi digantikan oleh

jaringan fibrosa. Perlambatan, pergerakan yang kuranga ktif dihubungkan

dengan perpanjangan waktu kontraksi otot, periode laten, dan periode relaksasi

dari unit motor dalam jaringan otot (Stanley&Beare,2007).

Perubahan terkait penuaan yang berefek pada otot meliputi berkurangnya

serabut otot (jumlahdan ukuran) yang menyebabkan lajumetabolik basal dan laju

konsumsi oksigen maksimal berkurang sehingga Otot menjadi lebihmudah

capek dan tidak mampu mempertahankan aktivitas serta kecepatan kontraksi

akan melambat, tergantinya serabut otot dengan jaringan ikat ataul emak, dan

rusaknya membran sel otot karena berkurangnya komponen cairan dan

potassium di dalamnya. Semua aktivitas sehari-hari dipengaruhi oleh fungsi

otot skeletal dimana dikontrol oleh neuron. Perubahan otot karena proses menua
diantarnya adalah akibat pemecahan protein, lansia mengalami kehilangan

massatubuh yang membentuk sebagian otot. Semua perubahan diatas disebutkan

disisarkopenia, yaitu kehilangan massa otot ,kekuatan dan daya tahan otot

(Miller,2012).

3. SENDI

Fungsi muskuloskeletal secara keseluruhan tergantung pada tulang, otot dan

sendi, namun sendi adalah satu-satunya komponen yang jika digunakan secara

terusmenerus akan menunujukkan efek dan keausan bahkan pada massa dewasa

awal. Namun, pada kenyataannya proses degeneratif yang mempengaruhi

efisiensi fungsional sendimulai terjadi sebelum skeletal matur Beberapa

perubahan pada persendian seiring penuaan adalah berkurangnya viskositas

cairan sinovial, degenerasi kolagen dan selelastin, pecahnya struktur fibrosa

dalam jaringan penghubung, perubahan seluler kartilago karena selalu

digunakan secaraterus menerus, pembentukan jaringan scar dan kalsifikasi di

persendian dan jaringan penghubung. serta adanya perubahan degenartif pada

arteri kartilago menjadi retak, robek, dan permukaannya menipis. Akibat dari

perubahan itu diantaranya adalah gangguan gerakan fleksi dan ekstensi,

penurunan fleksibilitas struktur fibrosa, berkurangnya gerakan, adanya erosi

tulang dan berkurangnya kemampuan jaringan ikat (Whitbourne,1985 dalam

Miller, 2012).

Lansia yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi purin yang terlalu banyak

juga akan menyebabkan hasil metabolisme asam urat menumpuk dipersendian

hingga bengkak dan terasa nyeri. Asam urat ini seharusnya dikeluarkan bersama

urin dan feses namun ketika ginjal sudah mengalami penurunan fungsi, maka

penumpukan asam urat akan bertambah parah (Mujahidullah, 2012). Secara


umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-

sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang di permukaan sendi.

Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada

jaringan penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak dipakai lagi,

mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi

dandeformitas (Stanley& Beare,2012).

4. SISTEM PERSYARAFAN

Mempertahankan keseimbangan pada posisi tegak merupakan suatu

keterampilan yang kompleks pada sistem saraf yang dipengarui oleh proses

penuaan. Perubahan kemampuan visual, penurunan reflek scepat, gangguan

proprioception terutama padawanita, dan berkurangnya sensasi getardan sendi

pada ekstrimita sbawah. Selain itu, proses penuaan pada kontrol postural

meningkat pada goyangan tubuh, yang dapat mengukur gerakan tubuh ketika

berdiri. Akhirnya karena proses penuaan terjadi reaksi yang lambat, berjalan

lambat dan berkurangnya waktu respon terhadap stimulasi lingkungan. Para

peneliti telah menemukan bahwa dewasa tua dapat belajar untuk

mengkompensasi perubahan karena penuaan pada sistem saraf pusat untuk

pencegahan jatuh (Doumas, Rapp, & Krampe, 2009 dalam Miller, 2012).

5. JARINGAN IKAT.

Kelenturan merupakan salah satu komponen dari kebugaran. Jaringan ika tyang

tidak fleksibel lebih mudah timbul trauma. Pada usia lanjut, dijumpai kehilangan

sifat elastisitas dari jaringan ikat. Proses disuse dapat menyebabkan pengerutan

dari jaringan ikat sehingga kurang mampu mengakomodasikan berbagai

pergerakan. Karena menjadi tidak fleksibel maka kelompok usia lanjut ini

kurang dapat mentoleransi berbagai pergerakan yang berpotensi membawa


kecelakaan dan lebih mudah terjatuh. Pada orang dewasa muda, diperkirakan

kelenturan, kekuatan otot, dan koordinasi merupakan bufer dari kemungkinan

trauma, tetapi bufer ini jelas berkurang, bahkan hilang pada usia lanjut.

C. Faktor- faktor resiko yang menyebabkan gangguan fungsi Muskuloskeletal .

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi muskuloskelatal

antara lain :

1. Usia

Lanjut usia cenderung mengalami nyeri muskuloskeletal dari sel- sel tubuh yang

rusak.

2. Pekerjaan

Beberapa pekerjaan memerlukan tugas yang berulang atau menyebabkan sikap

tubuh yang buruk , dan dapat membuat beresiko mengalami gangguan fungsi

muskuloskeletal

3. Tingkat aktifitas

Mengunakan otot terlalu berlebihan , maupun terlalu lama aktif, seperti duduk

sepanjang hari dapat menyebakan gangguan fungsi muskuloskeletal

Jaringan otot bisa rusak akibat kelelahan dengan kegiatan sehari- hari, cedera atau

trauma pada suatu bagian yang di sebabkan oleh gerakan tiba- tiba, kecelakaan

mobi, jatuh.

D. Konsekuensi Fungsional

Banyak kondisi patologis yang mempengaruhi kesejajaran tubuh dan mobilisasi.

Kelainan postur yang didapat atau kongenital mempengaruhi efisiensi sistem

muskuloskeletal, seperti kesejajaran tubuh, keseimbangan dan penampilan.


Kelainan postur mengganggu kesejajaran dan mobilisasi atau keduanya. Diantara

kelainan tubuh meliputi tortikolis yaitu mencondongkan kepala kesisi yang sakit,

dimana otot sternokleidomastoideus berkontraksi, lordosis yaitu kurva anterior pada

spinal lumbal yang melengkung berlebihan, kifosis yaitu peningkatan kelengkungan

pada kurva spinal torakal, kifolordosis yaitu kombinasi dari kifosis dan lordosis,

skoliosis yaitu kurva turaspinal lateral, tinggi pinggul dan bahu tidak sama,

kifoskoliosis yaitu tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan lateral.

E. KONSEP KEPERAWATAN REMATOID ATRITIS

1. Pengertian

Artritis Rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik

yang walaupun manifestasi utamannya adalah poliartritis yang progresif, akan

tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada umumnya selain

gejala artikular, AR dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa

kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non artikular lainnya.

Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang

diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyababnya. Artritis reumatoid

kira-kira 2 ½ kali lebih sering menyerang perempuan daripada laki-laki. Insiden

meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada perempuan. Insedens

puncak adalah antara usia 40 sampai 60 tahun

2. Etiologi

Penyebab AR sampai sekarang belum diketahui. Beberapa faktor di bawah ini

diduga berperan dalam timbulnya penyakit artritis rheumatoid.

a. Faktor genetik dan lingkungan


Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu penderita

mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.

b. Hormon seks

Faktor keseimbangan hormonal diduga ikut berperan karena perempuan lebih

banyak menderita penyakit ini dan biasanya sembuh sewaktu hamil.

c. Infeksi

Dugaan adanya infeksi timbul karena permulaan sakitnya terjadi secara

mendadak dan disertai tanda-tanda peradangan. Penyebab infeksi diduga

bakteri, mikoplasma, atau virus.

d. Heat Shock Protein (HSP)

HSP merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang dibentuk oleh

tubuh sebgai respons terhadap stres.

e. Radikal bebas

Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang merangsang

keluarnya prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan dan

pembengkakan.

f. Umur

Penyakit ini terjdai pada usia 20-60 tahun, tetapi terbanyak antara umur 35-45

tahun.

Artritis reumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius,

disebabkan oleh peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut

persendian. Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama

pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut. Penyebab artritis

reumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai

patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak dapat ditunjukkan memiliki


hubungan pasti dengan genetik. Terdapat kaitan dengan penanda genetik

seperti HLA-DW4 (Human Leukocyte Antigens) dan HLA-DR5 pada orang

Kaukasia.

3. Patofisiologi

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun (yang sudah dijelaskan sebelumnya)

terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-

enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kogen sehingga terjadi

edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus

akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya

adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot

akan terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan

menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

4. Tanda dan gejala

a. Tanda dan gejala setempat

 Sakit persendian disertai dengan kaku dan pergerakan terbatas

 Lambat laun membengkak, panas , merah dan lemah

 Semua sendi bisa terserang , panggul, lutut m pergelangan tangan, siku

rahang dan bahu

b. Tanda dan geala sistemik

Lemah , demam tahcikardi. Berat badan menurun, anemia

5. Pemeriksaan Diagnostic

1) Tes serologi

- Bse positif

- Darah bisa terjadi anemia dan leukositosis

- Rheumatoid factor, terjadi 50-90% penderita


2) Pemeriksaan radiologi

- Periarticuler osteoporosis, permulaan persendian erosi

- Kelanjutan penyakit;ruang sendi menyempit, ub luksasi dan ankilosis

3) Aspirasi sendi

- Cairan synovial menunjukkan adanya proses radang aseptic, cairan dari

sendi dukultur dan bisa diperiksa secara makroskopik

6. Penatalakanaan

Bila rheumatoid progresif dan menyebabkan kerusakan sendi pembedahan

dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi, pembedahan dan

diindikasinya sebagai berikut:

a. Sinovektomi, untuk mencegah arthritis pada sendi tertetu, untuk

mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali

inflamasi

b. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian

c. Arhrodesis , sering dilaksanakan pada lutu, tumit dan pergelangan tangan

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.

b. Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.

c. Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.

d. Laju Endap Darah: Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin

kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat

e. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.

f. Sel Darah Putih: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.

g. Haemoglobin: umumnya menunjukkan anemia sedang.


h. Ig (Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun

sebagai penyebab AR.

i. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan

lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan

awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan

subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

j. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium

k. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan

irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi

l. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar

dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi,

produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi SDP dan lekosit, penurunan

viskositas dan komplemen (C3 dan C4).

m. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan

perkembangan panas.

8. Gambaran Klinis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seseorang artritis

reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat bersamaan

oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun

dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di

tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal.

Hampir semua sendi diartrodial dapat diserang.


c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam; dapat bersifat generalisata

tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan

kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama

beberapa menit dan selalu berkurang dari satu jam.

d. Artritis erosif; merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.

Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tei tulang.

e. Deformitas; Kerusakan jaringan penunjang sendi meningkatdengan pejalanan

penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi

metekarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa

deformitas tangan yangsering dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)

kaput metersal yang timbul sekunder dari subluksasi metetersal. Sendi-sendi

yang besar juga dapa teserang dan mengalami pengurangan kemampuan

bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.

f. Nodul-nodulreumatoid: adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar

sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering

dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang

permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat

juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya

merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.

g. Manifestasi dekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerangorgan-

organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan

pembuluh darah dapat rusak.

9. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus

peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat obat anti inflamasi

non-steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying

antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan

mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar

dibedakan akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan

dengan myelopati akibat ketidakstabilan vertebra vertical dan neuropati iskemik

akibat vaskulitis.

10. ANJURAN BAGI PENDERITA ARTRITIS RHEUMATOID

a. Makan sayuran (bayam, lobak, wortel, daun singkong, daun ubi jalar, seledri)

b. Mengkonsumsi buah-buahan segar (tomat, kesemek, pepaya, mangga)

c. Tiga hari berturut-turut minumlah susu dan telur ayam kampung setengah

matang.

d. Jangan mengkonsumsi makanan/minuman yang dingin.

e. Mandi berendam dengan air hangat.

f. Istirahat yang cukup.

g. Jangan sampai kedingingan

Beberapa jenis makanan yang harus dihindari bagi semua penderita rematik

adalah sebagai berikut.

a. Minuman beralkohol, teh, kopi, coklat.

b. Mentega, telur ayam negeri, rempah-rempah yang pedas.

c. Kue-kue dari tepung dan gula putih.

d. Sayur kangkung, melinjo (daun dan buah), rebung dan daging.


F. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-

organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya

eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis

lainnya.

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada

sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.

Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,

pekerjaan, keletihan.

Tanda : Malaise, Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/

kelaianan pada sendi.

b. Kardiovaskuler

Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis,

kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

c. Integritas ego

Gejala: Faktor-faktor stres akut / kronis: mis; finansial, pekerjaan,

ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan

(situasi ketidakmampuan), Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas

pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).

d. Makanan / cairan
Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan / mengkonsumsi makanan /

cairan adekuat: mual, anoreksia, Kesulitan untuk mengunyah (keterlibatan

TMJ).

Tanda: Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa.

e. Hygiene

Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.

Ketergantungan

f. Neurosensori

Gejala: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari

tangan.

Gejala: Pembengkakan sendi simetris

g. Nyeri / kenyamanan

Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan

jaringan lunak pada sendi).

h. Keamanan

Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki.

Kesulitan ringan dalam menangani tugas / pemeliharaan rumah tangga.

Demam ringan menetap. Kekeringan pada meta dan membran mukosa.

i. Interaksi sosial

Gejala: Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan

peran; isolasi.

j. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : Riwayat AR pada keluarga (pada awitan remaja). Penggunaan

makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian.

Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.


Pertimbangan: DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.

Rencana Pemulangan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi,

aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.

2. Diagnose Keperawatan

Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh dengan arthritis ditambah dengan

adanya data dari pemeriksaan diagnostic , maka diagnose keperawatan yang

sering muncul, yaitu:

a. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan tubuh, sendi benkok,

deformitas

b. Nyeri b/d erubahan patologis oleh arthritis rheumatoid

c. Resiko cedera b/d hilangnya kekuatan otot , rasa nyeri

d. Gangguan aktifitas sehari-hari b/d terbatasnya gerakan

e. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi

3. Diagnosa Keperawatan

a.Nyeri Akut/ Kronis

a. Dapat dihubungkan dengan :

1. Agen pencedera

2. Distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi

3. Destruksi sendi.

b. Dapat dibuktikan oleh:

1. Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan.

2. Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus

3. Perilaku distraksi/ respons autonomic

4. Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi


c. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan :

1. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol

2. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi

dalam aktivitas sesuai kemampuan.

3. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan

4. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan

ke dalam program kontrol nyeri.

d. Intervensi dan Rasional :

1. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10).

Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non

verbal

Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri

dan keefektifan program

2. Berikan matras / kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen

tempat tidur sesuai kebutuhan

Rasional : Matras yang lembut / empuk, bantal yang besar akan

mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress

pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan

pada sendi yang terinflamasi/nyeri

3. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan

trokhanter, bebat, brace.

Rasional : Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan

posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat

mengurangi kerusakan pada sendi


4. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak

di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari

gerakan yang menyentak.

Rasional: Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.

Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi

5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran

pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat

untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau

suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.

Rasional : Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan

rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas

dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan

6. Berikan masase yang lembut

Rasional : Meningkatkan relaksasi / mengurangi nyeri

7. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya

relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi,

pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.

Rasional : Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan

mungkin meningkatkan kemampuan koping

8. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil

salisilat)

Rasional : Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam

mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.


9. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan

Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama

periode akut

2. Mobilitas Fisik, Kerusakan

a. Dapat dihubungkan dengan :

1. Deformitas skeletal

2. Nyeri

3. Ketidaknyamanan

4. Intoleransi aktivitas

5. Kenurunan kekuatan otot.

b. Dapat dibuktikan oleh :

1. Keengganan untuk mencoba bergerak / ketidakmampuan

untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik

2. Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi,

penurunan kekuatan otot / kontrol dan massa (tahap lanjut).

c. Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan:

1. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya /

pembatasan kontraktur.

2. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi

dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.

3. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan

melakukan aktivitas

d. Intervensi dan Rasional:

1. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit

pada sendi
Rasional : Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/

resolusi dari peoses inflamasi

2. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan

jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus

dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.

Rasional : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan

seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan

mempertahankan kekuatan

3. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga

latihan resistif dan isometris jika memungkinkan.

Rasional : Mempertahankan / meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot

dan stamina umum.

Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya

aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.

4. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup.

Demonstrasikan / bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan

mobilitas, mis, trapeze.

Rasional : Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan

sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik

pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit

5. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter,

bebat, brace

Rasional : Meningkatkan stabilitas (mengurangi resiko cidera) dan

memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh,

mengurangi kontraktor
6. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.

Rasional : Mencegah fleksi leher

7. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk

tinggi, berdiri, dan berjalan

Rasional : Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas

8. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi,

menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.

Rasional : Menghindari cidera akibat kecelakaan / jatuh

9. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.

Rasional : Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas

yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam

mengidentifikasikan alat

10. Kolaborasi: Berikan matras busa / pengubah tekanan.

Rasional : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk

mengurangi risiko imobilitas

11. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).

Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut

3. Gangguan Citra Tubuh/ Perubahan Penampilan Peran

a. Dapat dihubungkan dengan :

1. Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas

umum

2. Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas

b. Dapat dibuktikan oleh :

1. Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.


2. Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa

lalu, dan penampilan.

3. Perubahan pada gaya hidup / kemapuan fisik untuk

melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan pada orang

terdekat

4. Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.

5. Perasaan tidak berdaya, putus asa.

c. Hasil yang dihapkan / kriteria Evaluasi-Pasien akan :

1. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam

kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan

kemungkinan keterbatasan.

2. Menyusun rencana realistis untuk masa depan.

d. Intervensi dan Rasional :

1. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses

penyakit, harapan masa depan.

Rasional : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/

kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung

2. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada

pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien

dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek

seksual.
Rasional : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi

diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap

intervensi/ konseling lebih lanjut

3. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang

terdekat menerima keterbatasan.

Rasional : Isyarat verbal / non verbal orang terdekat dapat mempunyai

pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri.

4. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan,

ketergantungan.

Rasional : Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan

bermusuhan umum terjadi

5. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal

atau terlalu memperhatikan perubahan.

Rasional : Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping

maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut

6. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.

Rasional : Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang

dapat meningkatkan perasaan harga diri

7. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan

membuat jadwal aktivitas.

Rasional : Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian,

dan mendorong berpartisipasi dalam terapi

8. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.


Rasional : Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra

diri

9. Berikan bantuan positif bila perlu.

Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri.

Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri

10. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat

spesialis psikiatri, psikolog.

Rasional : Pasien / orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan

selama berhadapan dengan proses jangka panjang / ketidakmampuan

11. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti

ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan.

Rasional : Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat

sampai pasien mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price, McCarty, WilsonLorraine. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Dalimartha, Setiawan. 2007. 96 Resep Tumbuhan Obat untuk Reumatik. Jakarta:

PENEBAR SWADAYA.

Gunadi, W. Rachmat, Et all. 2006. Diagnosis & Terapi Penyakit Reumatik. Bandung:

SAGUNG SETO.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudoyo, Aru, Et all. 2006. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. JILID III, EDISI IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Utomo, Prayogo. 2015. APRESIASI PENYAKIT PENGOBATAN SECARA TRADISIONAL

DAN MODERN. Jakarta: Penerbit RINEKA CIPTA.

1. Winoto, Pandi. 2003. Pengobatan Alternatif. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai