I. Definisi
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa
berfungsi untuk membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam (Price &
Wilson, 2006).
II. Etiologi:
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan
peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak
berlangsung terus-menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung
mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan
dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam
perut.
7. Iritasi tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung
tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
8. Trauma abdomen baik yang tumpul maupun tajam hingga menyebabkan perforasi,
perdarahan organ abdomen (Medicastore)
III. Patofisiologi
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga
abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga
abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau
kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan
merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam
peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor)
banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum
minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen
dan membentuk mesenterium usus halus.
Fungsi peritoneum :
Proses terjadinya peritonitis adalah diawali dengan adanya kebocoran isi organ abdomen
ke dalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau
perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke
dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam
beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan
pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon
yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas tetapi segera dikuti oleh ileus
paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong pus (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa dan
semakin lama menjadi sumbatan atau mengakibatkan obstuksi usus. Sumbatan yang lama
pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik
(sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi
hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir
dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran
bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus
dan mencapai jaringan limfoid plaque penyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertropi di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi,
perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang
lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri
perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar ke seluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi
mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding
apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik
lokal maupun general.
Pada trauma abdomen (trauma tembus dan trauma tumpul) dapat mengakibatkan
peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial.
Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai
dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia
prosesnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas,
misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan
akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila dibagian bawah seperti kolon, mula-
mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang
biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.
Bila bakteri yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni
dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. (WOC terlampir).
Pada klien yang mengalami peritonitis, dari hasil pemeriksaan fisik dengan fokus pada
sistem gastrointestinal tersebut diperoleh tanda-tanda klinis yang tampak pada klien
sebagai manifestasi adanya gangguan sistem gastrointestinal adalah sebagai berikut :
1. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis
umum.
2. Demam
3. Distensi abdomen
4. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada
perluasan iritasi peritonitis.
5. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh
dari lokasi peritonitisnya.
6. Nausea
7. Vomiting
8. Penurunan peristaltik
1. Pemeriksaan Laboratorium
1. Leukositosis
2. Hemoglobin mungkin rendah bila terjadi perdarahan
3. Hematokrit meningkat
4. Asidosis metabolik
2. Pemeriksaan Penunjang
a. X-Ray
A. Pre Operasi
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah, anoreksia dan
tidak mampu dalam mencerna makanan
B. Post Operatif
A. Pre Operatif
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang atau
terkontrol.
Kriteria Hasil :
Rencana Intervensi :
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah dan anoreksia.
Tujuan:
KH:
Rencana Intervensi :
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan, prosedur tindakan invasif (bedah) yang
akan dilakukan
Rencana Intervensi :
B.Post Operatif
Rencana Intervensi :
Rencana Intervensi :
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung / dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukak disentri amuba / colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium
wechii.
Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pneumokokus