Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN TYPHOID

Definisi

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran. (Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, 1993).

Etilogi

Salmonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang - kurangnya empat macam antigen yaitu : antigen 0
(somatik), H (flagella), Vi dan protein membran hialin. (Mansjoer, 2000).

Pathofisiologi

Kuman salmonella masuk bersama makanan atau minuman, setelah berada dalam
usus halus akan mengadakan invasi ke jaringan limfoid pada usus halus (terutama
plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan
nekrosis, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju
organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Pada akhir masa
inkubasi 5 - 9 hari kuman kembali masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung
empedu ke rongga usus halus dan menyebabkan reinfeksi di usus.

Dalam masa bakteremia ini kuman yang mengeluarkan endotoksin yang susunan
kimianya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula di duga
bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala - gejala dari demam tifoid.

Demam tifoid disebabkan karena salmonella typhosa dan endotoksinnya yang


merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleb leukosit pada jaringan yang
meradang. Selanjutnya beredar mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus
yang akhirnya menimbulkan gejala demam. (Penyakit infeksi Tropik Pada Anak,
1993).

Penatalaksanaan

1. Perawatan

Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk di isolasi, observasi serta
pengobatan. Penderita harus istirahat 5 - 7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah
baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid dimasa lampau. Mobilisasi
dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita.
Penderita dengan kesadaran menurun posisi tubuhnya perlu diubah - ubah untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

2. Diet

Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dan bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan kondisi pasien. Pemberian
bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari perdarahan usus atau perforasi
usus. Banyak penderita tidak senang diet demikian, ini mengakibatkan keadaan
umum dan gizi penderita memburuk dan masa penyembuhan menjadi semakin lama.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran yang berserat kasar) dapat
diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

3. Obat

Obat - obat antimikrobia yang sering digunakan :

a. Kloramfenikol

b. Tiamfenikol

c. Cotrimoxazole

d. Ampicilin dan amoxilin

Obat - obat simtomatik

a. Antipiretika

b.Kortikosteroid
ASKEP PADA KLIEN DENGAN THYPOID

A. Pengkajian

I. IDENTITAS PASIEN

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

II. RIWAYAT KESEHATAN PASIEN

1. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan panas sudah 2 hari, muntah 3x

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien datang dengan diantar keluarganya dengan keluhan panas, pusing, mual
muntah 3x, semula di rumah sudah diperiksakan ke mantri setempat, tetapi karena
panas lagi maka segera dibawa ke rumah sakit.

3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu

Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini dan tidak pernah dirawat di rumah
sakit, hanya pilek atau batuk dan biasanya diperiksakan ke mantri setempat. Tidak ada
riwayat alergi.

Pasien mendapat immunisasi lengkap yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, DT dan
Hepatitis.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Anggota keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini dan tidak ada penyakit
herediter yang lain.

III. POLA KEBIASAAN PASIEN SEHARI-HARI

1. Pola Nutrisi

Sebelum sakit: Makan 3 x sehari, dengan nasi, lauk dan sayur, makanan yang tidak
disukai yaitu kubis dan yang paling disukai yaitu mie ayam. Pasien
makan dengan piring dan sendok biasa, tanpa memperhatikan warna
dan bahannya. Minum 7 - 8 gelas sehari.

Selama sakit : Makan 3x sehari, dengan diet bubur halus, hanya habis ¼ porsi,
karena lidahnya terasa pahit. Pasien makan dari tempat yang
disediakan oleh rumah sakit. Minum 7 - 8 gelas sehari.

2. Pola Eleminasi

Sebelum sakit: BAB 1 x sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning. BAK 3-4 x
sehari , warna kuning jernih.

Selama sakit: selama 2 hari pasien belum BAB. BAK 3-4 x sehari, warna kuning
jernih

3. Pola Istirahat - Tidur

Sebelum sakit: pasien tidur dengan teratur setiap hari pada pukul 20.00 WIB sampai
jam 05.00 WIB. Kadang-kadang terbangun untuk BAK. Pasien juga
terbiasa tidur siang dengan waktu sekitar 2 jam. Ibu pasien selalu
membacakan cerita sebagai pengantar tidurnya.

Selama sakit : pasien susah tidur karena suasana yang ramai.

4. Pola Aktivitas

Sebelum sakit: pasien bermain dengan teman - temannya sepulang sekolah dengan
pola permainan berkelompok dan jenis permainan menurut
kelompok.

Selama sakit: pasien hanya terbaring di tempat tidur.

IV. PENGKAJIAN PSIKO - SOSIO - SPIRITUAL

1. Pandangan pasien dengan kondisi sakitnya.

Pasien menyadari kalau dia berada dirumah sakit dan dia mengetahui bahwa dia
sakit dan perlu perawatan tetapin dia masih ketakutan dengan lingkungan barunya.

2. Hubungan pasien dengan tetangga, keluarga, dan pasien lain.


Hubungan pasien dengan tetangga dan keluarga sangat baik, banyak tetangga dan
sanak saudara yang menjenguknya di rumah sakit. Sedangkan hubungan dengan
pasien lain tidak begitu akrab. Pasien ketakutan.

3. Apakah pasien terganggu dalam beribadah akibat kondisi sakitnya.

Pasien beragama Islam, dalam menjalankan ibadahnya pasien dibantu oleh


keluarganya. Ibu pasien selalu mengajakya berdoa untuk kesembuhannya.

V. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum : pasien tampak lemah.

b. Kesadaran : composmentis.

c. Kepala : normochepalic, rambut hitam, pendek dan lurus dengan penyebaran yang
merata.. Tidak ada lesi.

d. Mata : letak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

e. Hidung : pernapasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada polip, bersih.

f. Mulut : tidak ada stomatitis, bibir tidak kering.

- gigi : kotor dan terdapat caries

- lidah : kotor

g. Telinga : pendengaran baik, tidak ada serumen.

h. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.

i. Dada : simetris, pernapasan vesikuler.

j. Abdomen : nyeri tekan pada epigastrium.

k. Ekstremitas :

- atas : tangan kanan terpasang infus dan aktifitasnya dibantu oleh keluarga.

- bawah : tidak ada lesi


l. Anus : tidak ada haemorroid.

m. Tanda - tanda Vital :

Tekanan Darah: 120/80 mmHg

Nadi : 120 x/menit

Suhu : 39° C

Respirasi : 24 x/menit

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium

a. Hematologi

Hb : 11,6 d/dl (14 – 18 d/dl)

Ht : 34,7% (34 – 48%)

Entrosit : 4,11 juta/uI (3,7 – 5,9.106 juta/uI)

VER : 84,5 fl (78 – 90 fl)

KHER : 33,6 g/dl (30 – 37 g/dl)

Leukosit : 12.200 /uI (4,6 – 11.103 /uI)

LED 1 jam : 40 /1 jam (P = 7 – 15 /jam)

2 jam: 80 /1jam (L = 3 -11 /jam)

Trombosit : 232.000 /uI (150 – 400.103 /uI)

Hitung jenis

Eosinofil :- Segmen: 91%

Basofil :- Limfosit: 9%
N. Batang : - Monosit: -

b. Bakteriologi Serogi

Widal

St - O 1/320

St - H 1/160

St - AH -

Spt - BH 1/320

c. Urine

Phisis = warna: kuning

Kimia = PH : agak keruh

Protein :- (negatif)

Glukosa : - (negatif)

Sedimen = epitel : +

Lekosit : + (6 – 8)

Eritrosit : + (1 -2)

Kristal : - (negatif)

Silinder : - (negatif)

B. Diagnosa keperawatan

Setelah data-data terkumpul kemudian dianalisa untuk menentukan masalah


pasien dan merumuskan diagnosa keperawatan.

1. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam tinjauan kasus yang ada dalam pathway :
2. Hypertermi berhungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dan kebutuhan berhubungan dengan intake yang


kurang.

4. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus.

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan immobilisasi.

Diagnosa keperawatan yang tidak ada dalam kasus nyata tetapi dalam teori ada,
yaitu:

Diare berhubungan dengan inflamasi usus.

ANALISA DATA

NO SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM


1 DO : a. Suhu 39°C Pengaruh Hypertermi
endotoksin pada
b. Nadi 120 x/ menit hipothalamus

c. Turgor sedang

DS : a. Pasien mengatakan

badannya terasa panas

b. Pasien rnengeluh pusing

2. DO : a. Pasien makan hanya habis ¼


porsi intake yang kurang Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
b. Muntah 3 x kebutuhan tubuh

c. Lidah kotor

d. Pasien tampak lemah


e. BB turun:

Sebelum sakit = 26 kg

Setelah sakit = 24 kg

DS : a. Pasien mengatakan nafsu

makannya berkurang

b. Pasien mengatakan mual

c. Pasien. Mengatakan

lidahnya terasa pahit

DO: a. Pasien tampak


Nyeri akut Peradangan usus
meringis kesakitan jika halus
3
perutnya ditekan

b. Ekspresi wajah pasien tegang

c. Skala nyeri 3

d. Leukosit = 12.200 uI

DS : a. Pasien rnengeluh nyeri


epigastrium

b. Pasien mengatakan mual

DO : a. Gigi tampak kotor

b. Mulut bau Immobilisasi Defisit perawatan


4 diri
c. Kulit kotor

d. Pasien tampak lemah

DS : Pasien mengatakan belum


mandi dan gosok gigi selama 2
hari

C. Perencanaan

Pada tahap-tahap perencanaan asuhan keperawatan pada An. S dengan Typhus


Abdominalis meliputi penentuan prioritas, penentuan tujuan dan menentukan
tindakan keperawatan

Dalam menentukan tujuan yang akan dicapai, unsur-unsur tujuan yang


digunakan yaitu spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan waktu pencapaianya
juga perlu menentukan kriteria hasil. (Budi Anna Kelliat,1996)

Diagnosa keperawatan pertama, tujuan yang ingin dicapai adalah suhu tubuh
menjadi normal kembali setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan dengan kriteria waktu tersebut tidak terjadi kekurangan cairan karena
perspirasi yang meningkat yang akan menyebabkan kondisi tubuh makin lemah.

Rencana tindakannya antara lain dengan mengukur tanda-tanda vital, yang


ditekankan pada pengukuran suhu untuk memantau penurunan suhu dengan tidak
mengabaikan pengukuran pernafasan, nadi dan tekanan darah.

Kompres dingin dan pemberian minum yang banyak untuk mengganti cairan
yang hilang lewat penguapan Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti piretik,
untuk menurunkan suhu.

Diagnosa keperawatan ke dua, dengan kritenia waktu 1 x 24 jam diharapkan


pasien tidak mual dan tidak muntah sehingga dapat menghabiskan porsi makannya
dengan evaluasi terakhir terjadi kenaikan berat badan.

Penulis membuat rencana tindakan dengan melibatkan keluarga dalam


memberikan makanan yang disukai pasien dalam batas diet, melakukan penimbangan
berat badan tiap hari untuk mengetahui status gizi pasien sehingga dapat dilakukan
tindakan keperawatan lebih lanjut dan memudahkan dalam pemberian terapi.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti emetik untuk mencegah rasa mual
dan muntah, serta pemberian cairan parenteral sebagai penambah asupan mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh.

Diagnosa keperawatan ke tiga, tujuan yang ingin dicapai nyeri berkurang


setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, karena kalau tidak cepat
diatasi akan mengganggu aktifitas pasien. Dengan rencana tindakan yang lebih
memfokuskan pada pengajaran tehnik relaksasi dan distraksi serta latihan nafas dalam
saat nyeri. Juga kompres dingin pada daerah yang nyeri karena dengan vasokontriksi
dapat memblok rasa nyeri. Pemberian diet lunak dimaksudkan pada pasien Typhus
Abdominalis terdapat tukak-tukak pada usus halus sehingga tidak terjadi pendarahan
atau perforasi usus.

Diagnosa keperawatan ke empat, tujuan yang hendak dicapai adalah perawatan


diri terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan sekitar 20 menit.

D. Pelaksanaan

Pada diagnosa keperawatan yang pertama, semua rencana tindakan dapat


dilakukan seluruhnya. Pada saat kompres seharusnya dilakukan pada lipatan ketiak,
lipat paha dan dahi yang banyak pembuluh darahnya tetapi hanya dilakukan di dahi
karena pasien merasa risih. Mengukur tanda-tanda vital dilakukan setiap 6 jam sekali.
Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan anti piretik (paracetamol 3 x 500 mg)
dan anti biotik (injeksi ampicillin 2 x I gr). Injeksi antibiotik dilakukan sampai hari
ke-6 dan diganti anti biotik oral (amoxilin 3 x 500 mg).

Dalam diagnosa keperawatan ke dua, diberikan cairan parenteral (dextrose 5%


20 tetes/menit) dan anti emetik (primperan 1/2 cth). Semua tindakan dapat dilakukan
bersama perawat dan keluarga terutama dalam memberikan makanan tambahan.

Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga dan kelima rencana tindakan


keperawatan dapat dilakukan sepenuhnya.

Kompres dingin, tehnik relaksasi dan distraksi dilakukan pasien men jelang
tidur agar atau saat nyerinya datang dapat beristirahat dengan cukup dan untuk
mengurangi rasa nyeri.

Diagnosa keperawatan yang ke empat dilakukan tidak hanya sekali, tetapi setiap
pagi dan sore selama pasien dirawat.

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.


Evaluasi digunakan sebagai tolak ukur berhasil tidaknya tindakan keperawatan
yang telah dilakukan. Evaluasi dari keseluruhan diagnosa keperawatan adalah sebagai
berikut :

1. Hypertermi berhubungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.

Masalah dapat diatasi sepenuhnya tanggal 13 Juli 2005, suhu tubuh kembali
normal menjadi normal 37°C dan tetap diobservasi sampai pasien diperbolehkan
pulang.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang.

Masalah dapat teratasi pada tanggal 16 Juli 2005 dengan kenaikan berat badan
pasien yang semula 24 kg menjadi 24,1 kg

3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus.

Masalah dapat teratasi sepenuhnya pada tanggal 14 Juli 2005, dari skala nyeri 3
menjadi skala nyeri 0. Rencana tindakan dihentikan.

Anda mungkin juga menyukai