KOLELITIASIS
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VI
MOCHAMAD KUSNAN
NIM : 7315013
SULASTINI
NIM : 7315068
IWANLUDDIN SUHARTONO
NIM : 7315076
TRIVENTININGTYAS
NIM : 7315088
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Alloh SWT Yang Maha kuasa atas segala
limpahan rahmat, hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Asuhan
Keperawatan dalam waktu yang telah direncanakan.
Dalam proses penyelesaian tugas Asuhan Keperawatan ini, banyak pihak yang telah
memberikan bantuan berupa ilmu, saran, serta kritik yang positif dan menunjang dalam
penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari sempurna,
maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak untuk dapat
penyempurnaan selanjutnya.
Dan hanya pada Alloh SWT kita kembalikan semua dan semoga Tugas Asuhan
Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi kami sebagai penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan
lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik. Pada sekitar 80%
dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu. Biasanya batu - batu
ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini
murni dari satu komponen saja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian :
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran
empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis
(Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen
empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe
batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui.
Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga
sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah Kedokteran
Indonesia, volum 57, 2007).
B. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh
karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar
empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1.
2.
3.
Kegemukan (obesitas).
4.
Faktor keturunan
5.
Aktivitas fisik
6.
7.
Hiperlipidemia
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang
Afrika)
C. Klasifikasi
Menurut Lesmana L, 2000 dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I gambaran
makroskopis dan komposisi kimianya, dan Menurut Hadi (2002), batu empedu
Batu empedu di golongkan atas 3 (tiga) golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%
kolesterol).
2. Batu pigmen
Merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20% kolesterol.
yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam
glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut.
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi
bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat. Umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.
Dapat berupa batu soliter atau multiple. Permukaanya mungkin licin atau multifaset,
bulat, berduri, da nada yang seperti buah murbei.
D. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu
yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena
bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol
terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol
turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air.empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel ( kulit)yang hidrofilik dari garam
empedu dan fosfolipd ( lesitin), jadi sekresi kolesterol yang berlebihan ( karena empedu
adalah saluran utama yang mengeluarkan bahan inti dari badan), atau kadar asam empedu
rendah, atau trjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Batu pigmen sangat beresiko terjadi pada seseorang yang mengalami sirosis,
hemolisis, infeksi pada percabangan bilier.dan batu ini tidak bias dilarutkan dan
E. Gejala Klinis
Asimtomatik
Kurang dari 25% akan merasakan gejala yang membutuhkan intervensi setelah lima
tahun. Karena tidak menyebabkan rasa nyeri, tetap hanya menyebabkan gejala
gastrointestinal ringan
Rasa nyeri dan kolik bilier
Pasien akan mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kwadran kanan
atas, terasa panas, teraba massa padat abdomen rasa nyeri ini biasanyan disertai mual
dan muntah, dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam setelah makan.
Serangan ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbat oleh batu.
Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh
darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna
kuning.
Perubahan warna feses dan urine
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekat yang disebut dengan clay-colored .
Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut
lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini
jika defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu proses
pembekuan darah normal.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut. Enzim hati AST (SGOT), ALT
(SGPT), LDH agak meningkat
Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan penyakit
kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun
demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat
tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
Gambar 1:
sinarX
kolelitiasis
Foto
hasil
pada
polos
abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di fleksura
hepatika. Walaupun teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab
nilai diagnostiknya rendah.
Gambar 2: Hasil
foto
polos
abdomen
pada
kolelitiasis
Ultrasonografi
(USG)
Pemeriksaan USG
telah
menggantikan
kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini
dapat dilakukan dengan cepat dan akurat,
USG merupakan metode non-invasif yang sangat bermanfaat dan merupakan
pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan ketepatan mencapai 95%.
Gambar
3:
Kolesistografi
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama, namun untuk
penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung
jumlah dan ukuran batu.
Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu. Cara ini juga memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan
ultrasonografi.
Gambar 4:
Hasil
pemeriksaan
kolesistografi
Endoscopic
Retrograde
Cholangiopnacreatography (ERCP)
Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi
insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai
duodenum pasrs desenden.Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koledokus
dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus
tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP
juga memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan akses ke
dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil batu empedu.
Gambar 5:
hasil ERCP pada
kolelitiasis
Percutaneou
s
Transhepatic
Cholangiography (PTC)
Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras secara langsung
ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan
relative besar, maka semua komponen dalam system bilier tersebut, yang mencakup
duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang doktus koledokus, duktus sistikus
dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
Computed Tomografi (CT)
CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk
menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis.
Walaupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding US.
Gambar 6: Hasil
CT pada kolelitiasis
Magnetic
resonance
imaging
(MRI) with
magnetic
resonance
cholangiopancreatography (MRCP)
G. Penatalaksanaan
1. Diet
Rendah lemak dalam usaha mencegah nyeri lebih lanjut
Pemberian vitamin yang larut dalam lemak (ADEK)
Infuse dan makanan bila ada masalah mual muntah
2. Terapi obat
Analgesic/narkotika (meperidine hydrochloric/Demerol)
Antispasme dan anti colinergik (prophateline bromide/probanthine) untuk
relaksasi otot polos dan menurunkan tonus dan spasme saluran empedu.
Anti muntah untuk mengontrol mual muntah.
Terapi asam empedu untuk melarutkan batu empedu yang kecil (chenodiol)
Cholesteramine untuk menurunkan gatal yang sangat karena penumpukan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melalui lima fase berikut yaitu
pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi.
1. Pengkajian
Data yang dikumpulkan meliputi:
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin suku/bangsa, agama pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, no register, diagnose medic, alamat, semua
data mengenai identitas klien tersebut untuk tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2.
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas.
Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
(P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak
(Q): Nyeri dirasakan hebat
R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar ke punggung
atau bahu kanan.
(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi
(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu
Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat
sebelumnya.
Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis.
3.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien, biasanya pada penyakit ini kandung empedu dapat
terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung
empedu
4.
Pola aktivitas
Dikaji tentang pola makan, nafsu makan, aktivitas sehari-hari, aspek psikologis klien
tentang emosi klien, pengetahuan tentang penyakit dan suasana hati klien
Diagnosa-NANDA
Nyeri Akut b.d Agen Cedera Biologis: Obstruksi Kandung Empedu
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d Ketidakmampuan
Pemasukan Nutrisi
Mual b.d Iritasi Lambung
Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan Aktif
Insomnia b.d Ketidaknyamanan Fisik: Nyeri
Hambatan Mobilitas Fisik b.d Nyeri
Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Nyeri
Ansietas b.d Ancaman Kematian
Kerusakan Integritas Kulit b.d Faktor mekanik
Risiko Perdarahan
Risiko Infeksi b.d Kerusakan Integritas Kulit: Prosedur Invasif
Prioritas Diagnosa
No Priorotas
Diagnosa
2
3
Empedu.
Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Nyeri
Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan
Aktif
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
5
6
7
8
9
10
11
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut
NOC
NIC
Rasional
Penatalaksanaan Nyeri :
1. Membantu
membedakan
penyebab
perilaku
kemajuan/perbaikan penyakit,
oleh pasien.
terjadinya
yang
diamati
atau
dilaporkan.
Dibuktikan dengan indikator berikut :
komprehensif
akan
menunjukkan
meliputi
karakteristik,
lokasi,
awitan/durasi,
dan
keparahan
aktifitas
hiburan
sesuai
nyeri,
dan
faktor
nyeri
dan
komplikasi
dan
keefektifan intervensi.
2. Meningkatkan
istirahat,
memusatkan
kembali
presipitasinya.
2. Ajarkan
penggunaan
nonfarmakologi
umpan
balik
teknik
(misalnya,
biologis,
(TENS),
hipnosis,
terapi
aktivitas,
kompres
3. Meringankan
nyeri
akibat
hangat/dingin,
sebelum,
3. Penurunan penampilan peran atau
hubungan interpersonal
4.
setelah
masase)
dan
jika
dan
kemampuan
untuk
mengendalikan
terjasi
selama
atau
meningkat;
penggunaan
pascaoperasi
(manajemen
nyeri).
4. Meminimalkan ketidaknyaman
akibat nyeri.
dan
tindakan
Ketidakefektifan
Status
Respirasi:
Pergerakan
Pola Nafas
paru.
nafas.
inspirasi
Pengelolaan
1. Pantau
dan
kemudahan bernafas
kedalaman
jalan
nafas:
inspirasi
dan
usaha
respirasI.
1. Kedalaman
otot
menandakan
bantu
pola
ada
untuk
meningkatkan
pola
4.
pernafasan
3. Berikan
3.
obat
nyeri
untuk
Keseimbangan
volume cairan
Elektrolit
Asam-Basa:
dan
pasien
untuk
mengoptimalkan pernafasan.
Pengelolaan
Cairan:
Keseimbangan
Peningkatan
keseimbangan
cairan
dan
pencegahan
1. Untuk
1. Elektrolit
natrium,
serum
kaliun,
kalsium,
dan
dasar/indikator/mengidentifikasi
diinginkan.
(misalnya,
Aktivitas:
1.
relevan
keseimbangan
dengan
jenis urine).
2. Anjurkan
3.
untuk
4.
pasien
2.
cairan
bahan
pertimbangan
dijadikan
jika
pasien
tidak
menginformasikan
perawat
bila haus.
3.
Berikan
penggantian
ketentuan
nasogastrik
perlu.
Status Gizi: Nilai Gizi : Keadekuatan Pengelolaan Nutrisi : Bantuan atau
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
energi
bagaimana memenuhinya.
3.
Tentukandengan melakukan
kolaborasi bersama ahli gizi,
secara tepatjumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan
untuk
memenuhi
kebutuhan
kebutuhannya
agar
untuk
nutrisi klien.
luka).
4. Berikan pasien minuman dan
camilan bergizi, tinggi protein,
tinggi
kalori
yang
siap
Kesimpulan
Hiperlipidemia, Diet tinggi lemak dan rendah serat, Pengosongan lambung yang
memanjang, Nutrisi intravena jangka lama, Dismotilitas kandung empedu, Obat-obatan
antihiperlipedmia (clofibrate), Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus,
sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan
garam empedu), Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit
putih, baru orang Afrika). Ukuran batu empedu bisa bervariasi, bisa sekecil butiran pasir
atau sebesar bola golf.
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan
kolelitiasis dapat berupa penatalaksanaan nyeri, pengelolaan jalan nafas, pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit dan asam basa, pengaturan status gizi.
Daftar Pustaka
Cahyono, Suharjo B. 2009. Batu Empedu. Yogyakarta: Kanisus
Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung: Alumni
Herdman, T.Heather. 2010. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC
Kurnia, Nila Ramdani. Kolelitiasis (Online)
http://bedahmataram.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=104:kolelitiasis-ur&catid=43:regfraturologi&Itemid=81. (Diakses 22 November 2012; 18.00).
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sanjaya, Arif. Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu (Online)
http://penyuluhan-kesehatan.blogspot.com/2011/12/patofisiologi-pembentukan-batuempedu.html (Diakses 23 November 201; 10.30)
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Sherlock, Sheila. 1990. Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Jakarta: Widya Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC
Sulaiman, Ali dkk. 1990. Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta : CV.Sagung Seto
Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media
Tjokronegoro, Arjatmo dan Utama, Hendra. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC