Anda di halaman 1dari 16

GANGGUAN SISTEM ENDROKIN

DIABETES INCIPIDUS

Oleh: kel III


Rudi yuli widodo (7315008)
Heri pujiono(7315081)
Antoni hariyanto (7315096)
Dimas kusramadhani (7315073)
Triventiningtyas (7315088)
Sulastri (7315067)
Piani (7315020)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2015-20016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vasopresin atau Arginen Vaso Previn (APV) adalah Anti Diuretik Hormon
(ADH) yang bekerja melalui reseptor-reseptor tubuli distal dari ginjal untuk
menghemat air dan mengonsentrasi urin dengan menambah aliran osmotik dari
lumina-lumina ke intestinum medular yang membuat kontraksi otot polos. Dengan
demikian ADH memelihara konstannya osmolaritas (konsentrasi larutan) dan volume
dalam tubuh ( Syaifuddin, 2009).
ADH berfungsi sebagai homeostasis tubuh ketika terjadi dehidrasi, bila cairan
ekstrasel terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis keluar dari sel
osmoreseptor sehingga mengurangi ukuran sel dan menimbulkan sinyal saraf dalam
hipotalamus untuk menyekresi ADH. Begitu pula sebaliknya, bila cairan ekstrasel
terlalu encer, air bergerak melalui osmosis dengan arah berlawanan masuk kedalam
sel. Keadaan ini akan menurunkan sinyal saraf untuk menurunkan sekresi
ADH( Syaifuddin, 2009).
Fungsi ADH dalam tubuh berkaitan erat dengan tingkat hidrasi dalam tubuh,
maka jika seseorang mengalami gangguan pada sekresi vasopresinnya akan
menimbulkan dehidrasi pada penderita. Gangguan sekresi APV diantaranya adalah
diabetes insipidus, penyakit ini berbeda dengan diabetes melitus karna pada penyakit
diabetes melitus adalah sekresi hormon insulin yang mengalami gangguan. Walaupun
penyakit ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, tetapi penyakit ini dapat
timbul akibat cedera kepala atau infeksi. Makalah ini akan membahas tentang
diabetes insipidus.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai kepada
pasien dengan diabetes insipidus.
2. Tujuan Khusus
A. Mahasiswa mampu memahami tentang gambaran penyakit diabetes
insipidus.
B. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap pasien diabetes
insipidus secara komperhensif.
C. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan melakukan
tindakan keperawatan yang tepat sesuai dengan NIC/NOC.
C. Rumusan Masalah
a. Gambaran penyakit diabetes insipidus ( definisi, etiologi, manifestasi
klinis, pengkajian, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaannya).
b. Patofisiologi empiema.
c. Diagnosa yang mungkin muncul serta intervensi dan kriteria hasilnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi,
sekresi atau fungsi ADH. Istilah diabetes insipidus berhubungan dengan kualitas dan
kuantitas urin (Corwin, Elizabet J, 2009).
Diabetes insipidus merupakan gangguan metabolisme air yang disebabkan
oleh defisiensi vasopresin (juga dikenal dengan hormon ADH) yang bersikulasi atau
oleh resistensi ginjal terhadap hormon ini ( William dan Wilkins, 2011).
Diabetes insipidus adalah gangguan dari metabolisme air. Hal ini berarti air
atau cairan yang diminum dengan cairan yang dikeluarkan tidak seimbang. Diabetes
insipidus bisa disebabkan karena kekurangan vasopresin (ADH) atau tidak
beresponsnya atau resistensi hormon ADH ini didalam tubuh (Bethesda, MD, 2006).
B. Klasifikasi
Menurut Bethesda, MD (2006) diabetes insipidus di klasifikasikan sebagai
berikut :
1. Diabetes insipidus kranial atau central
Diabetes jenis ini adalah jenis yang paling umum dari diabetes insipidus
dan disebabkan oleh tingkat ADH yang rendah. Diabetes insipidus central
biasanya disebabkan karena penyakit, gangguan atau cedera yang
melibatkan kelenjar pituitari atau hipotalamus. Diabetes ini bisa juga
disebabkan oleh tumor, pembedahan saraf, infeksi atau perdarahan yang

mempengaruhi kemampuan otak untuk mensekresikan vasopresin. Pada


pasien dengan gangguan ini tingkat ADH tidak cukup tinggi untuk
mencegah ginjal mensekresi air dalam jumlah besar.
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Diabetes insipidus nefrogenik terjadi ketika kadar ADH dalam tubuh
memadai tetapi ginjal tidak menanggapi hormon dengan benar. Kondisi ini
mungkin disebabkan oleh saluran air yang abnormal ( aquaporins ) di
ginjal, gangguan metabolisme seperti hiperglikemia , atau dengan obatobat yang mengurangi ekspresi aquaporins seperti lithium digunakan untuk
mengobati gangguan jiwa bipolar.
C. Etiologi
Menurut William dan Wilkins (2011) etiologi dari diabetes insipidus sebagai
berikut :
1. Fraktur tengkorak atau trauma kepala yang merusak struktur neurohipofiseal
2. Penyakit granulomatosa
3. Hipofisektomi atau pembedahan saraf lainnya
4. Indiopatik
5. Infeksi atau perdarahan pada otak
6. Lesi neoplastik atau metastatik intrakranial
7. Lesi vaskular

D. Manifestasi Klinis
Menurut William dan Wilkins (2011) etiologi dari diabetes insipidus sebagai
berikut :
1. Poliuria
2. Nokturia
3. Polidipsi
E. Patofisiologi
Tanpa kerja vasopresin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi
pengeluaran urin yang sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001 hingga
1,005 dalam jumlah yang sangat besar setiap harinya. Urin tersebut tidak
mengandung zat-zat yang biasanya terkandung didalamnya seperti glukosa
dan albumin. Karena rasa haus yang luar biasa pasien cenderung minum 4
hingga 40 liter perhari dengan gejala khas ingin minum air dingin (Brunner
dan Suddart, 2002).
Penyakit ini tidak dapat dikendalikan dengan membatasi asupan
cairan, karena kehilangan urin dalam jumlah besar akan terus-menerus terjadi
sekalipun tidak dilakukan penggantian cairan. Upaya-upaya untuk membatasi
asupan cairan akan membuat pasien tersiksa oleh keinginan minum yang luar
biasa disamping akan menimbulkan hipernatremia dan dehidrasi berat
(Brunner dan Suddart, 2002).
G. Komplikasi
Dehidrasi berat dapat terjadi apabila tidak tersedia air minum dalam jumlah
besar (Corwin, Elizabet J, 2009).

H. Penatalaksanaan
Menurut Corwin, Elizabet J (2009) penatalaksanaan dari pasien diabetes
insipidus sebagai berikut :
1. Obat-obatan yang cara kerjanya menyerupai ADH. Obat yang paling sering
digunakan adalah demopresin, diberikan sebelumnya hanya sebagai nasal
spray untuk digunakan dirumah.
2. Untuk diabetes insipidus nefrogenik, diberikan diuretik tiazid. Obat ini
bekerja dengan cara menurunkan laju filtrasi glomerulus sehingga
memungkinkan peningkatan jumlah cairan untuk direabsorpsi ditubulus
proximal.

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Anamnesa
1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit saat ini
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pengkajian psiko-sosial-spiritual
B. Pemeriksaan per sistem
Pernafasan
Kardiovaskuler
Persyarafan
Perkemian
Pencernaan
Muskuluskeletal

C. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar ADH dengan peningkatan
osmolalitas plasma dan hipernatremia (Corwin, Elizabet J, 2009)
2. Urianalisis memperhatikan urin yang nyaris tidak berwarna dan memiliki
osmolalitas rendah ( 50-200mOsm/kg berupa air, sedangkan plasma kurang
dari jumlah tersebut) dan gravitasi spesifik yang rendah ( William dan

Wilkins, 2011).
3. Uji kehilangan air (uji dehidrasi) diperlukan untuk membuktikan defisiensi
vasopresin, yang menyebabkan ginjal tidak mampu menghimpun urin
( William dan Wilkins, 2011)
2. Diagnosa
1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
4. Anxietas berhubungan dengan perkembangan penyakit
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
3. Intervensi
Dx 1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan pasien
terpenuhi.
NOC : Fluid balance
Criteria hasil :
1. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin normal
2. TTV dalam batas normal.
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kuit baik, membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Skala penilaian NOC :
1. tidak pernah menujukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Fluid management
Intervensi :

1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat


2. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD
ortostatik)
3. Monitor Vital sign
4. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
6. Dorong masukan oral
Dx. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi.
NOC : Status nutrisi
Indicator :
1. Stamina
2. Tenaga
3. Tidak ada kelelahan
4. Daya tahan tubuh
Skala penilaian NOC :
1. tidak pernah menujukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Nutrition monitoring
Intervensi :
1. BB dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
4. Monitor turgor kulit
5. Monitor kalori dan intake nutrisi
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien.
Dx. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
Tujuan : seteah diakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak
terganggu.
NOC : Sleep
Criteria hasil :
1. Jam tidur cukup
2. Pola tidur baik
3. Kualitas tidur baik
4. Tidur tidak terganggu
5. Kebiasaan tidur.
Skala penilaian NOC :
1. tidak pernah menujukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Peningkatan tidur
Intervensi :
1. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit.
2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor yang menyebabkan kurang tidur.
3. Dekatkan pispot agar pasien lebih mudah saat BAK pada malam hari.
4. Anjurkan pasien untuk tidur siang.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Dx. 4. Anxietas berhubungan dengan perkembangan penyakit
Tujuan : setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa cemas pasien dapat
berkurang.
NOC : Control cemas
Indikator :
1. Monitor intensitas cemas

2. Menyingkirkan tanda kecemasan


3. Merencanakan strategi koping
4. Menggunakan strategi koping yang efektif
5. Menggunakan tehnik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
Skala penilaian NOC :
1. tidak pernah dilakukan
2. jarang dilakukan
3. kadang dilakukan
4. sering dilakukan
5. selalu dilakukan
NIC : Penurunan kecemasan
Intervensi :
1. Tenangkan klien
2. Jelaskan seluruh prosedur tindakan kapada kien dan perasaan yang mungkin
muncul pada saat dilakukan tindakan.
3. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan.
4. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi,
takipneu, ekspresi cemas non verbal)
5. Instruksikan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi.
Dx. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penegtahuan pasien
menjadi adekuat.
NOC : Pengetahuan tentang proses penyakit
Indicator :
1. Mendeskripsikan proses penyakit
2. Mendeskripsikan factor penyebab
3. Mendeskripsikan factor resiko
4. Mendeskripsikan tanda dan gejala
5. Mendeskripsikan komplikasi
Skala penilaian NOC :
1. tidak pernah dilakukan

2. jarang dilakukan
3. kadang dilakukan
4. sering dilakukan
5. selalu dilakukan
NIC : Mengajarka proses penyakit
Intervensi :
1. Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengar (mental, kemampuan untuk
melihat, mendengar, kesiapan emosional, bahasa dan budaya)
2. Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
3. Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala)
4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang dapat mencegah atau mengontrol proses
penyakit.
5. Diskusikan tentang terapi atau perawatan.

BAB III
A. Kesimpulan
Vasopresin atau Arginen Vaso Previn (APV) adalah Anti Diuretik
Hormon (ADH) yang bekerja melalui reseptor-reseptor tubuli distal dari ginjal
untuk menghemat air dan mengonsentrasi urin dengan menambah aliran osmotik
dari lumina-lumina ke intestinum medular yang membuat kontraksi otot polos.
Fungsi ADH dalam tubuh berkaitan erat dengan tingkat hidrasi dalam tubuh,
maka jika seseorang mengalami gangguan pada sekresi vasopresinnya akan
menimbulkan dehidrasi pada penderita. Gangguan sekresi APV diantaranya
adalah diabetes insipidus, penyakit ini berbeda dengan diabetes melitus karna
pada penyakit diabetes melitus adalah sekresi hormon insulin yang mengalami
gangguan. Walaupun penyakit ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas,
tetapi penyakit ini dapat timbul akibat cedera kepala atau infeksi.
Tanda dan gejala dari penyakit ini hampir sama dengan diabetes melitus,
yaitu polidipsi dan poliuri, tetapi pasien dengan diabetes insipidus tidak

mengalami glukosuria ataupun polifagi, pasien cenderung mengalami gangguan


makan disebabkan oleh anoreksia karena perut terasa penuh.
Hal utama yang dilakukan pada pasien dengan diabetes insipidus yaitu
memberikan hidrasi yang baik agar pasien tidak mengalami dehidrasi ataupun
syok hipovolemi.

B. Saran
Tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayan kesehatan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memberikan asuhan
keperawatan, sehingga dapat menurunkan angka kejadian pada kasus diabetes
insipidus.

Daftar Pustaka

Bethesda, MD. 2009. Diabetes Insipidus. Clinical Center, National Institute of


Health.
Brenda dan Suzanne 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddarth. Vol 2 E/8.
EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabet J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Doenges, ME. 2002, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman untuk Perencanaan
dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3.Jakarta : EGC.
Herdman TH. 2013. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses Penyakit,
Edisi 6, Vol 2. Jakarta : EGC.
William dan Wilkins. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit.
Jakarta : PT Indeks

Anda mungkin juga menyukai