Anda di halaman 1dari 18

DIABETES INSIPIDUS

SISTEM ENDOKRIN

ASUHAN KEPERAWATAN

KELOMPOK III
RUDI YULI WIDODO
ANTHONI HARIYANTO
HERI PUJIONO
DIMAS KUSRAMADHANI
SULASTRI
PIANI
TRIVENTININGTYAS
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2015-2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Insipidus (DI) merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan.
Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu
mekanisme

neurophypophyseal-renal

reflex

sehingga

mengakibatkan

kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang


pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi pada
berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
Terdapat 4 jenis diabetes insipidus yaitu diabetes insipidus sentral,
nefrogenik, dipsogenik, dan gestasional. Pada diabetes insipidus sentral
terletak di hipofisis, sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik kelainan
dikarenakan ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik
sehingga ginjal terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang
encer. Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan Gen yang
menyebabkan penyakit ini bersifat dominan dan dibawa oleh kromosom X.
Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada
anak laki-lakinya. Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah
obat-obat tertentu.
Diabetes insipidus ditandai dengan gejala khas yaitu poliuria dan
polidipsia. Jika penyebabnya genetik, gejala biasanya timbul segera setelah
lahir. Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa
mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai
dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati
bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan
mental.

Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat

perkembangan fisik.
1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar Asuhan Keperawatan pada Sistem
Endokrin dengan Gangguan Diabetes Insipidus.
B. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang Definisi Diabetes Insipidus.
2. Menjelaskan tentang Klasifikasi Diabetes Insipidus.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Menjelaskan tentang Etiologi Diabetes Insipidus.


Menjelaskan tentang Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus.
Menjelaskan tentang Patofisiologi Diabetes Insipidus.
Menjelaskan tentang Komplikasi Diabetes Insipidus.
Menjelaskan tentang Pemeriksaan Penunjang Diabetes Insipidus.
Menjelaskan tentang Penatalaksanaan Diabetes Insipidus.
Menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus.

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oeh kekurangan
ADH yang ditandai oleh jumlah urine yang besar. (Purnawan Junadi, 1992)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh
berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme Neurohypophysealrena reflex sehingga mengkibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonvensi air.
(Sjaefoellah, 1996)
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan
produksi sekresi dan fungsi dari ADH. (Corwin, 2000)
Diabetes insipidus adalah kelainan yang disebabkan oeh ginjal yang
tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis.
Diabetes insipidus adalah kelainan lobus posterior dari kelenjar
hipofisis akibat defisiensi vasopresin yang merupakan hormone anti
deuretik/ADH.

2.2 Etiologi
Diabetes insipidus disebabkan oleh penurunan produksi ADH baik total
maupun parsial oeh hipotalamus atau penurunan pelepasan ADH dari
hipofisis anterior.
Berdasarkan etiologinya, diabetes insipidus dibagi menjadi dua yaitu :
1. Diabetes insipidus sentral
Penyebabnya antara lain :
a. Bentuk idiopatik

a) Bentuk non familiar.


b) Bentuk familiar
b. Pasca hipofisektomi
c. Trauma
Fraktur dasar tulang tengkorak
d. Granuloma
a) Sarkoid
b) Tuberkulosis
c) Sifilis
d) Infeksi
e) Meningitis
f) Ensefalitis
g) Landry-Guillain-Barres syndrome
e. Vascular
a) Trombosis atau perdarahan serebral
b) Aneurisma serebral
c) Post-partum necrosis
f. Histiocytosis
a) Granuloma eosinofilik
b) Penyakit Schuller-Christian
2. Diabetes insipidus nefrogenik
a. Penyakit ginjal kronik
a) Penyakit ginjal polikistik
b) Medullary cystic disease
c) Pielonefritis
d) Obstruksi ureteral
e) Gagal ginajl lanjut
b. Gangguan elektrolit
a) Hipokalemia
b) Hiperkasemia
c. Obat-obatan
a) Litium
b) Demeklosiklin
c) Asetoheksamid
d) Tolazamid
e) Glikurid
f) Propoksifen
g) Amfoarisin
h) Vinblastin
i) Kolkisin
d. Penyakit Sickle Cell
e. Gangguan diet
a) Intake air yang berlebihan
b) Penurunan intake NaCl
c) Penurunan intake protein
f. Lain-lain
4

a)
b)
c)
d)

Multipel mieloma
Amiloidosis
Penyakit Sjogrens
Sarkoidosis

2.3 Manifestasi Klinis


Tanpa kerja vasopressin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi
pengeluaran urine yang sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001
hingga 1,005 dalam jumlah setiap harinya. Urine tersebut tidak mengandung
zat-zat yang biasa tedapan di dalamnya seperti glukosa dan albumin.
Pada diabetes insipidus herediter,gejala primernya dapat berawal sejak
lahir.kalau keadaan ini terjadi padat usia dewasa ,biasanya gejala poliuria
memiliki awitan yang mendadak atau terhadap (insidious).
Penyakit ini tidak dapat dikendalikan dengan membatasi asupan cairan
karena kehilangan urin dalam jumlah besar akan terus terjadi sekalipun untuk
penggantian cairan.
2.4 Patofisiologi
Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus,
termasuk didalamnya tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar
hipofisis di sela tursika, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus.
Gangguan sekresi vasopresin antara lain disebabkan oleh Diabetes
Insipidus dan sindrom gangguan ADH. Pada penderita Diabetes Insipidus,
gangguan ini dapat terjadi sekunder dari destruksi nucleus hipotalamik yaitu
tempat dimana vasopressin disintetis (Diabetes Insipidus Sentral) atau sebagai
akibat dari tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin (Diabetes
Insipidus nefrogenik).
Diabetes Insipidus sentral (DIS) disebabkan oeh kegagalan pelepasan
hormone antideuretik (ADH) yang secara fisiologis dapat merupakan
kegagalan sintesis atau penyimpanan, selain itu DIS juga timbul karena
gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan
untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.

Istilah Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN) dipakai pada Diabetes


Insipidus yang tidak responsive terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis
DIN dapat disebabkan oleh:
1. kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam
medulla renalis.
2. kegagalan utilisasi gradient pada kegagalan dimana ADH berada
dalam jumlah yang cukup dan berfungsi normal.
Kehilangan

cairan

yang

banyak

melalui

ginjal

ini

dapatdikompensasikan dengan minum banyak air. Penderita yang


mengalami dehidrasi, berat badan menurun, serta kulit dan membrane
mukosa

jadi

kering.

Karena

meminum

banyak

air

untuk

mempertahankan hidrasi tubuh, penderita akan mengeluh perut terasa


penuh dan anoreksia. Rasa haus dan BAK akan berlangsung terus
pada malam hari sehingga penderita akan merasa terganggu tidurnya
karena harus BAK pada malam hari.
2.5 Komplikasi
a. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak
adekuat.
b. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hiperatremia dan hipokalemia.
Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan
dpat terjadi gagal jantung kongesti.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis air
murni, maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis penyakit
yang menyebabkannya. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut :
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang
normal akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes
Insipidus urine akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien
DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujuian ini adalah :

a. Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan


menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek
ADH.
b. Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak dapat
membedakan defect partial atau komplit.
2. Fluid deprivation
a. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kemihnya kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan
berat jenis atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil
sample plasma untuk mengukur osmolalitasnya.
b. Pasian diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau
setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan
segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus
disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari
es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang lebih dahulu.
Pengujian dilanjutkan dengan:
3. Uji nikotin
a. Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak
3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b. Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap
sample

urin

sampai

osmolalitas/

berat

jenis

urin

menurun

bidandingkan dengan sebelum menghisap nikotin.


Kemudian uji coba dianjutkan dengan :
4. Uji vasopressin
a. Berikan pitresin dalam minyak 5u, intramuskular.
b. Ukur voume, berat jenis dan osmolalitas urin pada diuresis berikutnya
atau satu jam kemudian
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah
1. Untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat
2. Mengganti vasopressin (yang biasanya merupakan program teurapetik
jangka panjang)
7

3. Untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intracranial yang


mendasari.
Bentuk terapi yang lain adlah penyuntikan intramuskuler ADH,yaitu
vasopressin tannat dalam minyak ,yang dilakukan bila pemberian intranasal
tidak dimungkinkan .penyuntikan dilakukan pada malam hari agar hasil yang
optimal dicapai pada saat tidur . kram abdomen merupakan efek samping obat
tersebut. Rotasi lokasi penyuntikan harus dilakukan untuk menghindari
lipodistrofi.
Penyebab nefrogenik .jika diabetes insipidus tersebut disebabda,kan
oleh gangguan ginjal ,terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida,penurunan
garam yang ringan dan penyekat prostaglandin (ibuprosen ,indometasin,serta
aspirin)digunakan untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus .

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Anamnesa
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk
mengetahui riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis
harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian
besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas,
riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit.
b. Keluhan Utama

Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan


utama tidak harus sejalan dengan diagnosis utama.
c. Riwayat kesehatan
a) Adanya riwayat infeksi sebelumya.
b) Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c) Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
d) Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
3.2 Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : membrane mukosa kering
b. Palpasi : kulit kering, turgor kulit kurang.
c. Auskultasi : kardiovaskuler takikardi
d. Data subyektif
1. Asal idiopatik
2. Poliuria
3. Polidipsia
4. Nocturia
5. Kelelahan
6. Konstipasi
e. Data obyektif
1. Trauma kepala
2. Bedah syaraf
3. Tumor hipotaamus
4. Trauma
5. Infeksi
6. Penurunan BB
7. Hipotensi ortostatik
8. Penurunan CVP
9. EKG mungkin terdapat takikardi
10. Penggunaan obat-obatan
Misalnya : litium karbonat, penitoin (dilatin), demeklosiklin,
aminoglikosida.
3.3 Analisa Data
No.
1.

DATA
DS : Pasien menyatakan

ETIOLOGI
Diuresis Osmotic

sering buang air kecil


DO :
- Penurunan status mental
- Penurunan tekanan darah
- Penurunan volume nadi
- Penurunan tekanan nadi
- Penurunan turgor kulit
- Penurunan turgor lidah
- Penurunan
turgor

MASALAH
Defisit volume cairan
tubuh

haluaran urin
- Penurunan

pengisian

vena
- Kulit kering
- Membrane

mukosa

kering
- Hematokrit meningkat
- Suhu tubuh meningkat
- Frekuensi
nadi
2.

meningkat
DS : Pasien mengatakan

Anoreksia

tidak nafsu makan.


DO :
- Berat badan 20 % atau

nutrisi kurang

lebih di bawah ideal


- Dilaporkan
adanya
asupan makanan yang
kurang

dari

RDA (Recomended
Daily Allowance)
- Membran mukosa dan
konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang
digunakan

untuk

menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada
rongga mulut
- Mudah

merasa

kenyang, sesaat setelah


mengunyah makanan
- Dilaporkan atau fakta
adanya
makanan
- Dilaporkan

Ketidakseimbangan

kekurangan
adanya

perubahan sensasi rasa


- Perasaan

10

ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan berat badan
dengan makanan cukup
- Keengganan
untuk
makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri
abdominal
dengan

atau

patologi
- Kurang

tanpa
berminat

terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler
mulai rapuh
- Diare

dan

atau steatorrhea
- Kehilangan
rambut
yang

cukup

banyak

(rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi
3.

DS : Paien mengatakan

Nocturia

tidak bisa tidur


DO :
-

Penurunan kemempuan
fungsi

Penurunan proporsi
tidur REM

Penurunan proporsi
pada tahap 3 dan 4 tidur.

Peningkatan proporsi
pada tahap 1 tidur
11

Gangguan pola tidur

Jumlah tidur kurang dari


4.

normal sesuai usia


DS : Pasien merasa cemas

Perkembangan penyakit

Anxietas

- Sulit berkonsentrasi
DS : Paien menyatakan

Kurang terpapar

Kurang pengetahuan

tidak mengetahui tentang

informasi

tentang

kondisi

yang

dialaminya
DO :
- Insomnia
- Kontak mata kurang
- Kurang istirahat
- Berfokus pada diri sendiri
- Iritabilitas
- Takut
- Nyeri perut
- Penurunan TD dan denyut
nadi
- Diare, mual, kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
5.

informasi.
DO :
ketidakakuratan mengikuti
instruksi, perilaku tidak

12

sesuai

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
4. Anxietas berhubungan dengan perkembangan penyakit
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
3.5 Rencana Asuhan Keperawatan
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
1. Defisit volume cairan NOC : Fluid balance
tubuh

berhubungan Criteria hasil :


1. Mempertahankan
dengan diuresis osmotic
urin output sesuai
Tujuan
:
setelah
dengan usia dan BB,
dilakukan
tindakan
BJ urin normal
keperawatan diharapkan
2. TTV dalam batas
kebutuhan cairan pasien
normal.
terpenuhi.
3. Tidak ada tandatanda

Intervensi
NIC : Fluid management
Intervensi :
1.

Pertahankan

catatan

intake dan output yang


akurat
2. Monitor status hidrasi
(kelembaban

membrane

mukosa, nadi adekuat, TD

dehidrasi, ortostatik)

elastisitas turgor kuit 3. Monitor Vital sign


baik,
mukosa

membrane 4.

Monitor

masukan

lembab, makanan/cairan dan hitung

tidak ada rasa haus intake kalori harian


yang berlebihan.
Skala penilaian NOC :
1. Tidak

Ketidakseimbangan
nutrisi

kurang

13

Kolaborasikan

pemberian cairan IV

pernah 6. Dorong masukan oral

menujukan.
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Selalu menunjukan
NOC : Status nutrisi
dari Indicator :

5.

NIC

monitoring

Nutrition

kebutuhan

tubuh

berhubungan

1.
2.
3.
4.

dengan

anoreksia.
Tujuan

dilakukan
keperawatan

Stamina
Tenaga
Tidak ada kelelahan
Daya tahan tubuh

setelah Skala penilaian NOC :


tindakan

1. Tidak

diharapkan
2.
3.
4.
5.

kebutuhan nutrisi pasien


terpenuhi.

pernah

menujukan
Jarang menunjukan
Kadang menunjukan
Sering menunjukan
Selalu menunjukan

Intervensi :
1. BB dalam
normal
2. Monitor

batas
adanya

penurunan BB
3. Monitor
kulit
kering

dan

perubahan
pigmentasi
4. Monitor

turgor

kulit
5. Monitor kalori dan
intake nutrisi
6. Kolaborasi dengan
ahli

gizi

untuk

menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi
3

Gangguan

pola

yang

dibutuhkan pasien.
NIC : Peningkatan tidur

tidur NOC : Sleep

berhubungan

dengan Criteria hasil :


Intervensi :
1. Jam tidur cukup
1. Jelaskan
nocturia.
2. Pola tidur baik
pentingnya
tidur
Tujuan : seteah diakukan
3. Kualitas tidur baik
4. Tidur
tidak
yang
adekuat
tindakan
keperawatan
terganggu
selama sakit.
diharapkan pola tidur
5. Kebiasaan tidur.
2. Bantu pasien untuk
pasien tidak terganggu.
Skala penilaian NOC :
mengidentifikasi
1. Tidak
2.
3.
4.
5.

pernah

menujukan
Jarang menunjukan
Kadang menunjukan
Sering menunjukan
Selalu menunjukan

factor

yang

menyebabkan
kurang tidur.
3. Dekatkan
pispot
agar pasien lebih
mudah saat BAK
pada malam hari.

14

4. Anjurkan

pasien

untuk tidur siang.


5. Ciptakan
lingkungan
4

Anxietas
dengan
penyakit

berhubungan NOC : Control cemas


perkembangan Indikator :
1. Monitor

keperawatan

tanda kecemasan
3. Merencanakan

diharapkan rasa cemas


pasien dapat berkurang.

strategi koping
4. Menggunakan
strategi koping yang
efektif
5. Menggunakan tehnik
relaksasi

untuk

mengurangi
Skala penilaian NOC :

2.
3.
4.
5.

Intervensi :\
1. Tenangkan klien
2. Jelaskan
seluruh
prosedur tindakan
kapada kien dan
perasaan

yang

mungkin

muncul

pada

pernah

dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan

saat

dilakukan
tindakan.
3. Berikan informasi
tentang

kecemasan
1. Tidak

nyaman.
:
Penurunan

kecemasan
intensitas

cemas
2. Menyingkirkan

Tujuan : setelah diakukan


tindakan

NIC

yang

diagnosa,

prognosis

dan

tindakan.
4. Kaji

tingkat

kecemasan

dan

reaksi fisik pada


tingkat kecemasan
(takikardi,
takipneu, ekspresi
cemas non verbal)
5. Instruksikan pasien
untuk
menggunakan

Kurang

tehnik relaksasi.
pengetahuan NOC : Pengetahuan tentang NIC : Mengajarka proses

15

berhubungan

dengan proses penyakit


Indicator :
terpapar
1. Mendeskripsikan

kurang
informasi.
Tujuan

proses penyakit
2. Mendeskripsikan

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan

penegtahuan

pasien

factor penyebab
3. Mendeskripsikan
factor resiko
4. Mendeskripsikan

menjadi adekuat.

tanda dan gejala


5. Mendeskripsikan
Skala penilaian NOC :

2.
3.
4.
5.

Intervensi :
1. Mengobservasi
kesiapan
untuk

klien

mendengar

(mental,
kemampuan untuk
melihat,
mendengar,
kesiapan

komplikasi
1. Tidak

penyakit

pernah

dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan

emosional, bahasa
dan budaya)
2. Menentukan
tingkat
pengetahuan klien
sebelumnya.
3. Menjelaskan
proses

penyakit

(pengertian,
etiologi, tanda dan
gejala)
4. Diskusikan
perubahan

gaya

hidup yang dapat


mencegah

atau

mengontrol proses
penyakit.
5. Diskusikan tentang
terapi
perawatan.

16

atau

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon
antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan
pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Diabetes
insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala
usia.
Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih
yang berlebihan.
Gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah
produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain
poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali
bahaya baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi
zat-zat terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus
4.2 Saran
Jika penderita penyakit neurogenic diabetes insipidus, maka segeralah berobat
ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang
intensif. Perawatan pasien diabetes insipidus menggunakan obat sebagai
pengganti hormon. Misal jika pasien mengalami buang air kecil secara
berlebihan dan berlangsung terus menerus, maka diberikan terapi obat
desmopressin sebagai pengganti vasopressin sehingga frekuensi buang air
kecil menjadi berkurang.

17

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Eizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Cotran, Robbin. 1996. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC.
Johnson, Marion, dkk. 2000. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes
Classifcation (NOC), Second edition. USA : Mosby.
Junadi, Purnawan, dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedoteran UI.
McCloskey, Joanne C. dkk. 1996. IOWA Intervention Project Nursing
Intervention
Classifcation (NIC), Second edition. USA : Mosby.
Oswari, E. 1985. Penyakit dan Penangguangannya. Jakarta : PT Gramedia.
Talbot, Laura, dkk.1997. Pengkajian Keperawatan Kritis, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Waspadji, Sarwono. 1996. Imu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FK UI

18

Anda mungkin juga menyukai