Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KMB

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERKEMIHAN


DIABETES INSIPIDUS

Dosen Pengampu:
M.D. Panjaitan, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh:
Ronni manik
Seven manik

AKADEMI KEPERAWATAN SURYA NUSANTARA


PEMATANGSIANTAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas izin dan kuasaNya
makalah dengan judul ”Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus” dapat
diselesaikan.

Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Sistem Perkemihan Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus” . Penyusunan
makalah terlaksana dengan baik berkat dukungan dari banyak pihak. Untuk itu,
pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen kami yang
telah memberikan tugas ini kapada kami.

Kesalahan bukan untuk dibiarkan tetapi kesalahan untuk diperbaiki. Walaupun


demikian, dalam makalah ini kami menyadari masih belum sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan tugas
makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kami dan dapat dijadikan
acuan bagi pembaca terutama bagi ilmu keperawatan.

Pematangsiantar, 4 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Defenisi Diabetes Insipidus ...................................................................... 3
B. Klasifikasi Diabetes Insipidus................................................................... 3
C. Etiologi Diabetes Insipidus ....................................................................... 5
D. Patofisiologi Diabetes Insipidus................................................................ 9
E. Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus .................................................... 10
F. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Insipidus ............................................ 11
G. Komplikasi Diabetes Insipidus ............................................................... 13
H. Penatalaksanaan Diabetes Insipidus ....................................................... 13
I. Pathway ................................................................................................... 15
J. Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus ................................................ 16

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 21
B. Saran ................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... iii

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vasopresin atau Arginen Vaso Previn (APV) adalah Anti Diuretik Hormon (ADH) yang
bekerja melalui reseptor-reseptor tubuli distal dari ginjal untuk menghemat air dan
mengonsentrasi urin dengan menambah aliran osmotik dari lumina-lumina ke intestinum
medular yang membuat kontraksi otot polos. Dengan demikian ADH memelihara
konstannya osmolaritas (konsentrasi larutan) dan volume dalam tubuh ( Syaifuddin,
2009).

ADH berfungsi sebagai homeostasis tubuh ketika terjadi dehidrasi, bila cairan ekstrasel
terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis keluar dari sel osmoreseptor
sehingga mengurangi ukuran sel dan menimbulkan sinyal saraf dalam hipotalamus untuk
menyekresi ADH. Begitu pula sebaliknya, bila cairan ekstrasel terlalu encer, air bergerak
melalui osmosis dengan arah berlawanan masuk kedalam sel. Keadaan ini akan
menurunkan sinyal saraf untuk menurunkan sekresi ADH( Syaifuddin, 2009).

Fungsi ADH dalam tubuh berkaitan erat dengan tingkat hidrasi dalam tubuh, maka jika
seseorang mengalami gangguan pada sekresi vasopresinnya akan menimbulkan dehidrasi
pada penderita. Gangguan sekresi APV diantaranya adalah diabetes insipidus, penyakit
ini berbeda dengan diabetes melitus karna pada penyakit diabetes melitus adalah sekresi
hormon insulin yang mengalami gangguan. Walaupun penyakit ini belum banyak dikenal
oleh masyarakat luas, tetapi penyakit ini dapat timbul akibat cedera kepala atau infeksi.
Makalah ini akan membahas tentang askep diabetes insipidus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari diabetes insipidus?
2. Apa klasifikasi diabetes insipidus?
3. Apa etiologi diabetes insipidus?
4. Bagaimana patofisiologi dari diabetes insipidus?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari diabetes insipidus?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari diabetes insipidus?

1
7. Bagaimana komplikasi dari diabetes insipidus?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari diabetes insipidus?
9. Bagaimana pathways diabetes insipidus?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari diabetes insipidus?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai kepada pasien
dengan diabetes insipidus

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa definisi dari diabetes insipidus
b. Untuk mengetahui apa klasifikasi diabetes insipidus
c. Untuk mengetahui apa etiologi diabetes insipidus
d. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari diabetes insipidus
e. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari diabetes insipidus
f. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari diabetes insipidus
g. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari diabetes insipidus
h. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari diabetes insipidus
i. Untuk mengetahui bagaimana pathways diabetes insipidus
j. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari diabetes insipidus

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Definisi Diabetes Insipidus


Diabetes insipidus adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan polidipsi
dan poliuri. Dua mekanisme yang mendasari adalah gangguan pelepasan
ADH oleh hipotalamus atau hipofisis (sentral) dan gangguan respons
terhadap ADH oleh ginjal (nefrogenik) (Kusmana, 2016).

Diabetes Insipidus (DI) adalah penyakit yang sangat kompleks dan langka.
Kata "Diabetes Insipidus" adalah gabungan dua kata "Diabetes" dan
"Insipidus". Diabetes adalah kata asal Yunani yang berarti "siphon" dan
Insipidus adalah kata asal Latin yang berarti "tanpa rasa". ADH diproduksi
oleh syaraf supraoptik dan nukleus paraventrikular yang terletak di
hipotalamus. Setelah produksi ADH mengalir deras sepanjang saluran
hipotiroid-hypophyseal dan disimpan di hipofisis posterior, yang mana tepat
di stimulus dari osmoreseptor, dilepaskan dari lokasi penyimpanannya
Produksi. (Abbas, dkk., 2016). Sedangkan menurut Hamcock (1999) Diabetes
insipidus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan polyuria dan polidipsi
yang disebabkan oleh defisiensi ADH.

B. Klasifikasi Diabetes Insipidus


Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran,
2007. Jakarta:EGC Dan menurut Batticaca (2008) secara patogensis, menurut
Kusmana (2016) diklasifikasikan berdasarkan sistem yang terganggu yaitu
sebagai berikut:
1. Diabetes insipidus sentral (neurogenik)
Pada dewasa yang sering antara lain karena kerusakan kelenjar hipofisis
atau hipotalamus akibat pembedahan, tumor, inflamasi, cedera kepala, atau
penyakit (seperti meningitis). Sedangkan pada anak-anak, penyebabnya

3
karena kelainan genetik. Kerusakan ini mengganggu pembuatan,
penyimpanan, dan pelepasan ADH.Penanganan pada keadaan DI sentral
adalah dengan pemberian sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia
dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi
desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini
yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal mengekskresikan sedikit
urin dan kurang peka terhadap perubahan keseimbangan cairan dalam
tubuh.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di
sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal
seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle
cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini,
terapi desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan
hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang
dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien
hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume
overload.
3. Diabetes Insipidus Dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di
hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang
abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output
urin. Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes
insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak
menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga
terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi
dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat
berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk
diabetes insipidus dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang
dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus

4
pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus
dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak
boleh digunakan sebagai terapi.

C. Etiologi Diabetes Insipidus


Diabetes insipidus sentral disebabkan kondisi-kondisi yang mengganggu
pembuatan, penyimpanan, dan pelepasan ADH. Angka kejadian sama antara
laki-laki dan perempuan, dapat terjadi pada seluruh rentang usia, dengan
onset terutama pada usia 10-20 tahun. Penyebab diabetes insipidus sentral
dibagi menjadi dua kategori (Tabel 1):
1. Didapat
a. Kerusakan regio hipotalamoneurohipofiseal karena trauma kepala,
operasi, atau tumor. Kerusakan bagian proksimal (30-40% kasus pasca-
operasi trauma kepala) menghancurkan lebih banyak neuron
dibandingkan kerusakan bagian distal (50-60% kasus).
b. Idiopatik. Sebanyak 50% kasus diabetes insipidus sentral dilaporkan
sebagai kasus idiopatik; sering disebabkan lesi intrakranial yang lambat
pertumbuhannya. Beberapa otopsi kasus juga menunjukkan atrofi
neurohipofisis, nukleus supraoptik, atau paraventrikuler. Laporan lain
mencatat antibodi bersirkulasi yang melawan neuron hipotalamus
penghasil ADH, sehingga ada dugaan peranan autoimun. Kasus
idiopatik memerlukan pengkajian lebih cermat.
c. Kelainan vaskular. Contoh: aneurisma dan sindrom Sheehan.
d. Racun kimia, antara lain racun ular.
2. Diturunkan
Bersifat genetik. Beberapa jenis resesif autosomal dan x-linked. Diabetes
insipidus nefrogenik disebabkan adanya gangguan struktur atau fungsi
ginjal, baik permanen maupun sementara, akibat penyakit ginjal (penyebab
tersering), obatobatan, atau kondisi lain yang menurunkan sensitivitas
ginjal terhadap ADH. Secara patofisiologi, kerusakan ginjal dapat berupa:
Gangguan pembentukan dan/ atau pemeliharaan gradien osmotik
kortikomedular yang mengatur tekanan osmosis air dari duktus kolektikus

5
menuju interstisial. Gangguan penyesuaian osmosis antara isi tubulus dan
medula di interstisial karena aliran cepat di tubulus akibat kerusakan
komponen proksimal dan/atau distal sistem ADH-CAMP. Penyebab
diabetes insipidus nefrogenik dibagi menjadi dua kategori:
1. Didapat
a. Penyakit ginjal. Penyakit ginjal yang menyebabkan gagal ginjal
kronis akan mengganggu kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi
urin.
b. Obat, terutama lithium.14 Sekitar 55% pengguna lithium jangka
panjang mengalami gangguan mengkonsentrasi urin.15,16 Obat lain
seperti gentamisin dan furosemid.
c. Gangguan elektrolit. Pada hipokalemia terjadi gangguan dalam hal
menciptakan dan mempertahankan gradien osmotik di medula.
Selain itu, terjadi resistensi terhadap efek hidro-osmotik ADH di
duktus kolektikus. Pada hiperkalsemia terjadi kalsifikasi dan
fibrosis yang menyebabkan gangguan anatomis ginjal, sehingga
mengganggu mekanisme konsentrasi urin.
d. Kondisi lain. Kehamilan, mieloma multipel, sickle cell anemia,
kekurangan protein, amiloidosis, dan sindroma Sjorgen dapat
menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik.

2. Diturunkan
a. Mutasi gen yang mengkode reseptor ADH tipe-2 (reseptor V2 atau
AVPR2) pada kromosom Xq28 adalah bentuk paling sering.
b. Mutasi gen aquaporin-2 (AQP2) pada kromosom 12q13 (1% kasus)
menyebabkan peningkatan kanal air yang diekspresikan di duktus
kolektikus ginjal.

6
Tabel 1. Etiologi diabetes insipidus central

Didapat
Kerusakan pada regio hipotalamo-neurohipofiseal
1. Trauma kepala
a. Pendengaran intrakranial
b. Edema serebri
2. Pasca-operasi kepala
a. Hipotalamus
b. Pituitari
3. Tumor
a. Primer
a) Kraniofaringoma
b) Gioma hipotalamus
c) Adenoma pituitari
d) Disgerminoma
e) Meningioma
b. Hematolohi
a) Limfoma
b) Leukimia
c. Metastase
a) Mammae
b) Paru
4. Infeksi
a. Meningitis TB
b. Meningitis viral
c. Abses serebri
d. Toksoplasosis
e. Ensefalitis
5. Granuloma
a. Sarkoidosis
b. Histositosis
6. Inflamasi
a. Lupus eritematosus sistemik
b. Skleroderma
c. Penyakit wegener
7. Pasca-radioterapi
Idiopatik
Kelainan vaskular
1. Aneurisma
2. Ensefalopati hipoksik
3. Trombosis
Racun kimia
1. Racun ular
2. Tetrodotoksin
Genetik

1) Sindrom Wolfram

7
Tabel 2. Etiologi diabetes insipidus nefrogenik

Didapat

Penyakit ginjal

1. Gagal ginjal kronis


2. Penyakit medula ginjal kronis
3. Pielonefritis
4. Uropati obstruktif
5. Penyakit ginjal polikistik
6. Transplatasi ginjal
7. Asidosis tubulus renal
Obat

1. Amfoterisin B
2. Aminolikosida
3. Cisplatin
4. Cidofavir
5. Demeklosiklin
6. Didanosin
7. Ifosfamid
8. Kolkisin
9. Lithium
10. Metoksifluran
11. Ofloksasin
12. Orlistat
Gangguan elektrolit

1) Hipokalemia
2) Kehamilan
3) Kelaparan protein
4) Mieloma multipel
5) Sicklecell disease
6) Sindrom Sjorgen
Diturunkan

Genetik

Mutasi gen pengkode reseptor ADH tipe 2 (AVPR2)

Mutasi gen aquaporin 2 (AQP2) pada kromosom 12q 13

8
D. Patofisiologi Diabetes Insipidus
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di
nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama
dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari
badan sel neuron (tempat pembuatannya), melalui akson menuju ke ujung
saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat
penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak
aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur
oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic.
Peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume
intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin.

Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul


ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan
adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih
meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya
dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296
mOsm/kg H2O. Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan
pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang
permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.

Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan
sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang
rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang
sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka
tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang
apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan
berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).

Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes


insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan
diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak

9
responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin. Diabetes insipidus sentral
dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang
merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan
oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis
hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul karena
gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptikohipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan
untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. DIS
dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang
kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak
berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena
terbentuknya antibody terhadap ADH.

E. Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus


1. Poliuria : haluaran urin harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan
urin yang sangat encer, berat jenis urin 1,001 sampai 1,005. Biasanya
mempunyai awitan yang mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada
orang dewasa.
2. Polidipsia : rasanya sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari
terutama sangat membutuhkan air yang dingin.
3. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia
4. Penggantian air yang tidak cukup dapat menyebabkan :
a. Hiperosmolalitas dan gangguan SSP ( cepat marah, disorientasi, koma
dan hipertermia )
b. Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit
buruk.
1) Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi.
Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi
yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera
terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi
mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering

10
berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. Gejala lain :
Penurunan berat badan, Bola mata cekung, Hipotensi. Tidak
berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
serta Anoreksia

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah :
1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test. Pemberian infuse larutan garam
hipertonis secara cepat pada orang normal akan menurunkan jumlah urin.
Sedangkan pada diabetes insipidus urin akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien
DIS dan menetapnya jumlah urin pada pasien DIN.
2) Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
a. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kencingnya kemudian ditimbah berat badannya, diperiksa
volum dan berat jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini
diambil sampel plasma untuk diukur osmolalitasnya.
b. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap
jam
c. Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau
setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300 ml/jam.
d. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan
segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus
disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari
es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 %
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Pengujian ini dilanjutkan
dengan :
1) Uji nikotin
a. Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam
sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.

11
b. Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap
sampel urine sampai osmolalitas/berat jenis urin menurun
dibandingkan dengan sebelum diberikan nikotin.
2) Uji Vasopresin :
a. Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
b. Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis
berikutnya atau 1 jam kemudian.
3) Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis
bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan
normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan
osmolalitas urin osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. pada keadaan
dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma
lebih dari 295 mOsmol/l dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l.
urin pucat atau jernih dan kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan
laboraturium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah.
Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
4) Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus
dengan defisiensi dan juga untuk membedakan diabetes insipidus
dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan
pagi hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar osmolalitas
plasma urin setiap 2 jam. Pada keadaan normal, osmolalitas akan naik
(<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenis yang
baik (800-1200).
5) Radioimunoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan
diabetes insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada
hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus
neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan
diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.
6) Rontgen cranium

12
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor
intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran slla tursunika, erosi
prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura.
7) MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar
pitutaria anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau
disebut titik terang atau isyarat terang.

G. Komplikasi Diabetes Insipidus


1. Hipertonik enselopati
2. Gagal tumbuh
3. Kejang terlalu cepat koreksi hipernatremia, sehingga edema serebral
4. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila tidak tersedia air minum dalam
jumlah besar

H. Penatalaksanaan Diabetes Insipidus


1. Terapi cairan parenteral
Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam
jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus karena penyakit diabetes
insipidus merupakan suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon
antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan dan pengeluaran
sejumlah besar air kemih yang sangat encer sehingga penderita bayi dan
anak-anak harus sering diberi minum.
2. Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide,
clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.
3. Jika berat diberikan ADH melalui semprotan hidung dan diberikan
vasopressin atau desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon
antidiuretik). Pemberian beberapa kali sehari berguna untuk
mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Terlalu banyak
mengkonsumsi obat ini dapat menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan dan gangguan lainnya.

13
4. Obat-obat tertentu dapat membantu, seperti diuretik tiazid (misalnya
hidrochlorothiazid/HCT) dan obat-obat anti peradangan non-steroid
(misalnya indometacin atau tolmetin).
5. Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti
(hormonal replacement) DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin)
yang merupakan pilihan utama. Selain itu, bisa juga digunakan terapi
adjuvant yang mengatur keseimbangan air, seperti: Diuretik Tiazid,
Klorpropamid, Klofibrat, dan Karbamazepin.

14
I. Pathway

15
J. Asuhan Keperawatan Diabetes insipidus
1. Pengkajian.
a) Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b) Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:Tekanan darah, Pulse rate,Respiratory, Suhu
c) Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayattrauma
kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium
karbamat, infeksi kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan
tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
d) Pengkajian Pola Gordon
1. persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
2. mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
3. Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
4. pola nutrisi metabolic
5. nafsu makan klien menurun.
6. Penurunan berat badan 20% dari berat badan ide
7. pola eliminasi
8. kaji frekuensi eliminasi urine klien
9. kaji karakteristik urine klien
10. klien mengalami poliuria (sering kencing)
11. klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
12. pola aktivitas dan latihan
13. kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
14. kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih
sulit bergerak)
15. kaji penurunan kekuatan otot
16. pola tidur dan istirahat

16
kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus
mengalami kencing terus menerus saat malam hari
sehingga mengganggu pola tidur/istirahat klien.

J. Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi
Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan
pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan
yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit
kering.
b. Palpasi
Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia,
takipnea.
c. Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).

2. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS:Pasien mengeluh Diabetes Insipidus kekurangan volume cairan
sering haus .
DO : Pasien terlihat Tubuh tidak kompensasi
pusing mulut kering, = tidak ada pemasukan
lengket merasa haus cairan yang cukup
dan,mudah Dehidrasi
mengantuk. Kekurangan volume
cairan

17
2. DS :Pasien Diabetes Insipidus Gangguan eliminasi urine
mengeluh sering Produksi urin
kencing setiap hari meningkat
kadang sampai lebih
dari 5 kali . Poliuria
DO : Pasien terlihat
gelisah, menahan Gangguan eliminasi
kencing. urine

3. DS :Pasien Diabetes Insipidus - Gangguan pola tidur


mengeluh jarang bisa Poliuria
tidur karena sering Nocturia
kencing malam . Sering terbangun ketika
DO : Pasien terlihat malam hari
kelelahan.
- Gangguan pola tidur
4. DS :Pasien Diabetes Insipidus Defisensi pengetahuan
mengeluh bingung
dengan yang di Klien mengeluarkan
sarakan . urin secara terus
DO : Pasien terlihat
tidak mengerti Klien tidak tahu apa
dengan penyakitnya. yang terjadi

Defisensi pengetahuan

3. Diagnosa.
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif : poliuria &
nocturia
2. Gangguan eliminasi urine b.d. penurunan permeabilitas tubulus
ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
3. Gangguan pola tidur b.d nocturia.
4. Defisensi pengetahuan b.d tidak familier dengan gejala penyakit.

4. Rencana Keperawatan.

18
No Diagnosa Tujuan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Kekurangan Setelah dilakukan 1) Tidak terdapat tanda- 1) Pantau tanda-tanda
volume cairan b.d asuhan keperawata tanda dehidrasi ( turgor dehidrasi (turgor kulit
kehilangan cairan Dalam waktu 3 x baik bila kulit ditekan jelek, kulit kering, mata
aktif : poliuria & 24 jam, diharapkan akan cepat kembali ke cowong).
nocturia Kekurangan kontur normal, mata 2) Anjurkan pasien untuk
volume cairan tidak cowong). minum banyak (2000-
teratasi. 1) Mempertahankan urine 2500 cc/hari).
output sesuai dengan 3) Monitor status cairan
usia dan BB termasuk intake dan
 Usia 1-2 output.
hari : 4) Monitor hidrasi
15-60 ml/hari (kelembaban membaran
 Usia 3-10 mukosa, nadi adekuat,
hari : 1 tekanan darah ortostatik).
00-300 ml/hari 5) Monitor respon px
 Usia 10-12 terhadap penambahan
bulan : 25 cairan.
0-400 ml/hari 6) Pemberian cairan IV
 Usia 12 Bln-1 monitor adannya tanda
Th : 400- gejala kelebihan volume
500 ml/hari cairan.
7) Kolaborasi tim medis
 Usia 1-3
lain terkait pemberian
Tahun :
obat dan terapi lebih
500-600 ml/hari
lanjut
 Usia 3-5
Tahun :
600-700 ml/hari
 Usia 5-8
Tahun :
700-1000 ml/hari
 Usia 8-14
Tahun : 8
00-1400 ml/hari
 Usia 14 Th-
Dwsa : 15
00 ml/hari
 Dewasa
tua :
<1500 ml/hari
,
2) TTV px dalam batas BJ
urine normal (1,003-
1,030, rata-rata
1,020).normal (Nadi:
60-100 x/mnt, RR: 16-
24 x/mnt; TD: 120/80
mmHg; suhu : 36-
37,5°C)
Px tidak mengalami pusing,
mulut tidak kering ,tidak
mudah mengantuk dan tidak
sering merasa haus

19
2. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan 1) Karakteristik urine 1) monitor dan kaji karakteristik
urine b.d. asuhan keperawata meliputi warna(kuning urine meliputi frekuensi,
penurunan Dalam waktu 2 x pekat), berat jenis BJ konsistensi, bau, volume dan
permeabilitas 24 jam, diharapkan urine normal (1,003- warna.
tubulus ginjal, Eliminasi urine 1,030, rata-rata 2) Pantau intake input dan
ditandai dengan teratasi dan kembali 1,020).jumlah, bau output
poliuri dan normal . normal (seperti amonia) 3) Batasi cairan sesuai
nokturia. dan px sudah tidak kebutuhan
merasa ingin sering 4) Catat waktu terakhir px
kencing lagi. eliminasi urin.
5) Instruksikan px/keluarga
untuk mencatat output urine
px.
6) Kolaborasi tim medis lain
terkait pemberian obat dan
terapi lebih lanjut

3. - Gangguan pola Setelah diberikan 1) TTV px dalam batas 1) Kaji dan Pantau TTV dan
tidur b.d nocturia. asuhan normal (Nadi: 80-110 catat jika ada perubahan.
keperawatan x/mnt, RR: 16-24 x/mnt; 2) Jika kecing malam
selama 1x 24 jam, TD: 120/80 mmHg; mengganggu, batasi asupan
diharapkan pola suhu : 36-37,5°C) cairan waktu malam dan
tidur px terkontrol. 2) Px tidak sering kecing sebelum tidur.
terbangun di malam hari 3) Anjurkan keluarga px untuk
akibat ingin buang air memberi klien rutinitas
kecil. relaksasi untuk persiapan
3) Px tidak mengalami tidur.
kesulitan untuk tertidur.
4. Defisensi Setelah diberikan 1) Px dan keluarga 1) kaji pengetahuan awal px
pengetahuan b.d asuhan mengetahui definisi mengenai penyakitnya.
tidak familier keperawatan diabetes insipidus. 2) Jelaskan patofisologi
dengan gejala selama 1x 24 jam, 2) Px dan keluarga penyakitnya dan bagaimana
penyakit. diharapkan mengetahui factor itu bisa berpengaruh terhadap
pengetahuan px penyebab diabetes bentuk dan fungsi tubuh.
bertambah. insipidus. 3) Deskripsikan tanda dan gejala
3) Px dan keluarga penyakit yang diderita klien.
mengetahui tanda dan 4) Diskusikan terapi pengobatan
gejala awal diabetes yang diberikan kepada klien.
insipidus.
4) Klien dan keluarga 5) Diskusikan perubahan gaya
mengetahui terapi hidup yang dilakukan untuk
pengobatan yang mencegah terjadinya
diberikan pada klien komplikasi .
dengan penyakit
diabetes insipidus.

20
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang
disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic
(ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia )
dan pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar. (Suzanne C,
2001). Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang
ditemukan. Menurut sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini
merupakan penyakit langka yang terdapat 1 : 2000 orang. Penyebab
terjadinya Diabetes Insipidus antara lain : Defisiensi ADH ( diabetes
insipidus sentral) yang mungkin kongenital atau didapat, disebabkan oleh
defek SSP, trauma kepala, infeksi , tumor otak, atau idiopatik. Penurunan
sensitivitas ginjal pada ADH ( diabetes insipidus nefrogenik ) biasanya
menyertai penyakit ginjal kronis , atau supresi ADH sekunder akibat
mengkonsumsi cairan berlebihan ( polidipsia).

Klasifikasi diabetes insipidus yaitu ada 4, DI sentral, DI nefrogenik, DI


dispogenik, DI gestasional. Adapun manifestasi klinis pada diabetes insipidus
meliputi polidipsia, poliuria, gangguan pola tidur akibat nokturia dan poliuria,
anoreksia, penurunan berat badan, dll. Pemeriksaan diagnostic untuk
menegakkan diabetes insipidus dapat menggunakan uji nikotin, uji
vasopresin, laboraturium: darah, urinalis fisis dan kimia, tes deprivasi air,
MRI, dll. Penatalakasanaan secara kolaboratif yaitu vasopressin sebagai obat
pilihan untuk penderita diabetes insipidus dan penatalaksanaan secara
keperawatan dapat memantau status keseimbangan cairan dan elektrolit untuk
memonitor pasien yang beresiko terhadap dehidrasi.

21
B. Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan
mengetahui asuhan keperawatan dan konsep/teori dari gangguan pada sistem
Endokrin mulai dari definisi, penyebaran penyakit, klasifikasi, etiologi,
manifestasi klinis, factor resiko, pemeriksaan penunjang, penatalaksaandan
komplikasi. Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu dan
menguasai konsep/teori sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan
pada gangguan sistem perkemihan yang nantinya sebagai bekal pada saat
terjun langsung ke rumah sakit dan berhadap langsung dengan seorang klien.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abbas MW et al. 2016. Diabetes Insipidus: The Basic and Clinical Review .
International Journal of Research in Medical Sciences. Jan;4(1):5-11 :
www.msjonline.org

Batticaca, Fransisca B.2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Effendi. 1981. Fisiologi Sistem Hormonal dan Reproduksi dan Patofisiologinya.


Bandung: Penerbit Alumni anggota IKAPI Bandung

Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Felix. 2016.Diabetes Insipidus-Diagnosa Dan Terapi. Surabaya : CDK-246/ Vol.


43 no. 11 th. 2016

Guyton, A. C. M. D. and Hall, J. E., 2007. Buku Ajar Patofisiologi


Kedokteran.Jakarta : EGC.

National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. 2008.


Diabetes Insipidus. NIH Publication No. 08–4620 September 2008 :
https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/diabetes-
insipidus

Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &


NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction.

Lorraine. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4.


Penerbit Buku Kedokteran EGC

iii

Anda mungkin juga menyukai