Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PAST PARTUM DENGAN SECTIO CAESAREA DI RUANG


RAWAT INAP KEBIDANAN GINCU 3
RSUD INDRAMAYU TAHUN 2021

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Maternitas


Profesi Ners

NENIH JUNAYATUL MUSKIAH


NIM : 21149011026

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YPIB


MAJALENGKA
PROGRAM PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP SECTIO CEASAREA


1. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di
atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sedangkan menurut (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006) Sectio caesarea adalah tindakan untuk
melahirkan janin dengan berat badan di atas 500 gram melalui sayatan
pada dinding uterus yang utuh, dan menurut (Mansjoer,2002) Sectio
caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding parut dan dinding rahim.

2. Jenis-jenis Sectio Caesarea


a) Sectio caeasarea transperitonealis profunda
Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di
segmen bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan
teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini :
1) Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
2) Bahaya peritonitis tidak besar
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen
bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
b) Sectio caesarea korporal / klasik
Pada Sectio caesarea korporal / klasik ini di buat kepada
korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya
di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio
caesarea transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen uterus.
c) Sectio caesarea ekstra peritoneal
Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk
mengurangi bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan tehadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uteri berat.
d) Sectio caesarea hysteroctomi
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat

3. Etiologi
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah
dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram> Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal.
Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalau oleh janin ketika akan lahir secara normal.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre- eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu
diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KDP ( Ketuban Pecah Dini ) adalah pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam
belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
d. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara
sectio caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki
resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir,
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah
puncak kepala, pada pemerikasaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi),
sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah
ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5
%.
c) Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan
defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasnya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau
letak belakang kepala.
2) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong
berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak sempurna
dan presentasi kaki.

4. Manisfestasi Klinik
Menurut Saifuddin (2002), manifestasi klinis terbagi atas 4 bagian
yaitu :
a. Pusing
b. Mual muntah
c. Nyeri sekitar luka operasi
d. Peristaltic usus menurun

5. Patofisiologi
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat di atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh. Indikasi dilakukan tindakan sc yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk
ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan janin
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dari aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak
adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah satu utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan
rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnou yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.
Anastesi ini juga mempengaruhi saluran pencarnaan dengan
menurunkan mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah
makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancur dengan
bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di
lambung akan menumpung dan karena reflek untuk batuk juga
menurun. Maka pasien sengat motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin,
Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik
dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian
CT.
d. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah.

8. Komplikasi
Menurut Cunningham (2006) yang sering terjadi pada ibu SC :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas dibagi atas :
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung.
3) Berat, peritonealis, sepsisi dan usus paralitik.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat
pembedahan cabang-cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia
uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur. Yang sering terjadi pada
bayi : Kematian perinatal.

9. Penatalaksanaan
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan klien post Sectio
Caesarea ialah :
a. Keperawatan
1) Perawatan awal
a) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama
1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya.
Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
b) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
c) Transfusi darah jika perlu
d) Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan
transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah
kemungkinanan terjadi perdarahan pasca bedah.
e) Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu di mulailah pemberian minuman dan
makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah
yang sedikit sudah bleh dilakukan pada 6-10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
f) Mobilisasi
(1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam
setelah operasi
(2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil
tidur telentang sedini mungkin setelah sadar.
(3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan
selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
(4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi
posisi setengah duduk (semifowler).
(5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari,
pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
smapai hari ke-5 pasca operasi.
g. Fungsi gastrointestinal
1) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
2) Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul
3) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4) Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minum
dengan baik.
h. Perawatan funsi kandung kemih
1) Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan
atau sesudah semalam.
2) Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai
urine jernih.
3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter
terpasang sampai minimum 7 hari atau urine jernih.
4) Jika sudah tidak memekai antibiotik berikan nirofurantoin
100 mg per oral per hari smapai kateter dilepas. 5.
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyri
dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus
dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang
24 – 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
i. Pembalutan dan perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar
cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut.
2) Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut,
tapi beri plester untuk mengencangkannya.
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka
jahitan kulit dilakukan pada hari ke-5 pada SC.
b. Medis
1. Cairan IV sesuai indikasi.
2. Anestesi regional atau general
3. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea.
4. Tes laboratorium sesuai indikasi
5. Pemberian oksitosin sesuai indikasi
6. Tanda vital per protokol ruang pemulihan
7. Persiapan kulit pembedahan abdomen
8. Persetujuan ditandatangani
9. Pemasangan kateter fole

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang ditemukan
meliputi distres janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan,
malposisi janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta
previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku
bangsa, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor
registrasi, dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat ini dikumpulkan
untuk menentukan prioritas intervensi keperawatan, keluhan utama
pada post operasi SC biasanya adalah nyeri dibagian abdomen,
pusing dan sakit pinggang.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan
yang keluar pervaginan secara spontan kemudian tidak di ikuti
tanda-tanda persalinan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya,
panggul sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi penyakit
yang lain dapat juga mempengaruhi penyakit sekarang.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung,
HT, TBC, DM, penyakit kelamin, abortus yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
a) Rambut
Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan
rambut, dan apakah ada benjolan.
b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata
pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sclera kuning.
c) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
d) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum
kadang- kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
e) Mulut dan gigi
Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab.
2) Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar
tiroid, karna adanya proses penerangan yang salah.
3) Thorak
a) Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara,
areola hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu
lancer dan banyak keluar.
b) Paru-paru
I : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak terlihat
pembengkakan.
P : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba massa P
: Redup / sonor
A : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing c.
Jantung
I : Ictus cordis teraba / tidak P : Ictus cordis teraba / tidak
P : Redup / tympani
A : Bunyi jantung lupdup
4) Abdomen
I : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya strie
gravidarum
P : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus lembek / keras P
: Redup
A : Bising usus
4) Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban,
bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak
5) Eksremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
6) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosis yang muncul


a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan
tampak meringis.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan
dengan merasa lemah.
d. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
dibuktikan dengan tidak mampu mandi/berpakaian secara mandiri.
e. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen
farmakologis (anestesi) dibuktikan dengan fisik lemah.
f. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur
pembedahan dibuktikan dengan perdarahan
.
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera Setelah dikakukan tindakan Observasi :
fisik dibuktikan dengan tampak meringis keperawatan 1x24 jam diharapkan  Identifikasi lokasi, karakteristik,
Tingkat nyeri menurun. frekuensi, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil :  Identifikasi factor penyebab nyeri
 Keluhan nyeri menurun (5)  Monitor efek samping penggunaan
 Tampak meringis menurun analgetik
(5)
 Sikap protektif menurun (5) Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis
(tarik nafas dalam, kompre hangat
atau dingin)
 Kontrok lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi :
 Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi pereda nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan teknik nonfarkamkologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik
(jika perlu)
2 Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan Setelah melakukan tindakan
Observasi :
integritas kulit. keperawatan 1x 8 jam diharapkan
Tingkat infeksi menurun.  Monitor tanda dan gejala infeksi
Kriteria Hasil : local dan sistemik
• Kebersihan tangan meningkat (5) Terapeutik :
• Kebersihan badan meningkat (5)
• Nyeri menurun (5)  Batasi jumlah pengunjung
 Berikan perawatan kulit pada area
edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknikn aseptic pada
pasein beresiko tinggi
Edukasi :
 Jelaska tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cuci tangan dengan benar
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberianantibiotok ataupun
imusisasi (jika perlu)
3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah melakukan tindakan Observasi :
imobilitas dibuktikan dengan klien merasa keperawaran 1x24 jam diharapkan  Identifikasi keterbatasan fungsi
lemah. Toleransi aktivitas meningkat. dan gerak sendi
Kriteria Hasil :  Monitor lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau rasa
 Kemudahan dalam melakukan sakit selama bergerak atau
aktivitas sehari-hari meningkat beraktivitas
(5)
 Kecepatan berjalan meningkat Terapeutik :
(5)  Lakukan pengendalian nyeri
 Jarak berjalan meningkat (5) sebelum memulai latihan
 Perasaan lemah menurun (5)  Berikan posisi tubuh optimal untuk
gerakan sendimpasif atau aktif
 Fasilitasi menyusun jadwal latihan
rentang gerak aktif atau pasin
 Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama
Edukasi :
 Jelaskan kepada pasien atau
keluarga tujuan dan rencanakan
latihan bersama
 Anjurkan pasien duduk ditempat
tidur, disisi tempat tidur (menjuntai)
atau di kursi
 Anjurkan melakukan latihan
rentang gerak pasif dan aktif secara
sistematis
4 Deficit perawatan diri berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak mampu keperawatan 1x24 jam diharapkan  Monitor tingkat kemandirian
mandi/berpakaian secara mandiri. Perawatan diri meningkat.  Identifikasi kebutuhan alat bantu
Kriteria Hasil : dlam melakukan kebersihan diri,
 Kemampuan mandi meningkat berpakaian, berhias, dan makan.
(5)  Monitor integritas kulit pasien.
 Kemampuan mengenakan
pakaian secara mandiri Terapeutik :
meningkat (5)  Dampingi dalam melakukan
 Mempertahankan kebersihan perawatan diri
diri meningkat (5)  Fasilitasi kemandirian klien
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :
 Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
 Anjurkan ke toilet secara mandiri
5 Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
efek agen farmakologis (anestesi) dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan fisik lemah. Mobilitas fisik meningkat.  Identifikasi adanya nyeri
Kriterian Hasil : atau keluhan fisik lainnya
 Nyeri menurun (5)  Identifikasi toleransi
 Kelemahan fisik menurun (5) fisik melakukan pergerakan
 Kekuatan otot meningkat (5 Terapeutik :
 Gerakan terbatas menurun (5)
 Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
 Anjurkan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk
di tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
6 Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
dengan prosedur pembedahan dibuktikan dengan keperawatan 1x24 jam
perdarahan. diharapkan Keseimbangan cairan  Monitor frekuensi dan kekuatan
meningkat. nadi
 Monitor tekana darah
Kriteria Hasil :  Monitor jumlah dan warna urin
 Monitor inteka dan output
 Asupan cairan meningkat (5)
 Kelembaban membrane cairan Terapeutik :
mukosa meningkat (5)
 Membrane mukosa membaik  Atur waktu pemantauan sesuai
(5) dengan kondisi klien
 Turgor kulit membaik (5)  Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan
4. Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah
dalam menetapkan tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat
dilakukan secara mandiri atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya
(Hidayat, 2004).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah untuk penilaian yang dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan tujuan. Jika kriteria yang ditetapkan belum tercapai maka
tugas perawat selanjutnya adalah melakukan pengkajian kembali
(Hidayat, 2004).
DAFTAR PUSTAKA

SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: PPNI.

Erin Sagita, F. (2019). Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Dengan


Post Operasi Sectio Caesarea Di Ruangan Rawat Inap Kebidanan
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019.

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: PPNI.

SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai