Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY.R DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST SECTIO CAESAREA


ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI (KPD)
DI RSUD SYEKH YUSUF GOWA
Disusun dalam rangka memenuhi tugas Stase Keperawatan Maternitas

OLEH :

KELOMPOK I

Hijrawati Anugrah, S.Kep Mega Murni Laratmase, S.Kep

Antomina Yensen, S.Kep Rachmat Ramadhan, S.Kep

Enjel Batkunde, S.Kep Hasnawati, S.Kep

Jusmianti, S.Kep Leni Kosaplawan, S.Kep

Yuyun Metalmety, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)
FAMIKA MAKASSAR
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Sectio Caesarea


1. Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Kusuma, 2015). Sectio
Caesarea adalah jalan alternatif menyambut kelahiran seorang bayi melalui
operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan rahim ibu. Sectio Caesarea
dilakukan sebagai tindakan penyelamatan terhadap kasus-kasus persalinan normal
yang berbahaya. Oleh karena itu tindakan ini hanya di lakukan ketika proses
persalinan alamiah melalui vagina tidak memungkinkan karena risiko medis
tertentu (Wahyudi, 2016).

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan


pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (amru sofian,2015).

Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. (Reeder, 2015). Post
Partum merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama Post
Partum ini antara 6-8 minggu. (Solehati & Kosasih, 2015 yang melaporkan
penelitian tahun 2002 oleh Mochtar).

2. Etiologi
1) Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II,
komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ). Gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
2) Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, 8 9 kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuranukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
 Letak kepala tengadah , Bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
 Presentasi muka , Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,270,5 %.
 Presentasi dahi , Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
g. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

3. Klasifikasi
Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte, 2010).
1) Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman
sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan
kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka
insisi melintang segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam
pelaksanaan obstetric.
2) Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi
melintang, insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan
gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi.
3) Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding
anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang
berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering
dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus
ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hamper sudah tidak
dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya
indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam
menyingkapkan segmenn bawah.
4) Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan
mencegahh peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa
metode Sectio Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan
Norton, T. tekhnik pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja
masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria
meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai
cadangan kasus-kasus tertentu.

Histerektomi Caesarea Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang


dilanjutkan denngan pengeluaran uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus
dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral
lebih mmudah dan dapatt dikerjakan lebih cepat, maka pemmbedahan subtoral
menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau
jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam
ini lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin.
4. Patofisiologi
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak lahir normal atau spontan, misalnya disebabkan oleh
panggul sempit dan plasenta previa. Dalam proses operasinya dilakukan tindakan
anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi, efek anastesi
menyebabkan konstipasi. Dalam proses pembedahan akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya jaringan
merangsang area sensorik yang menyebabkan gangguan rasa nyaman yaitu nyeri.
Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post sectio caesarea, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menyebabkan resiko infeksi. Pada saat post partum mengalami penurunan hormon
progesteron dan estrogen akan terjadi kontraksi uterus dan involusi tidak adekuat
sehingga terjadi pendarahan dan bisa menyebabkan risiko syok, Hb menurun dan
kekurangan O2 mengakibatkan kelemahan dan menyebabkan defisit perawatan
diri (Nurarif & Kusuma, 2015).
5. Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum, manifestasi klinis
Sectio Caesarea menurut Dongoes 20 yaitu :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus terletak di umbilicus
d. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 – 1000
f. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
i. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
j. Bonding attachment pada anak yang baru lahir

6. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah


komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok
perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ
abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio
Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan
ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasii
(Anggi, 2015).

Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu


infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor,
seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan
infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus,
gula darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV,
Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi
buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga,
alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap
antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam
minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit
saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka
akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman
tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu
harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari caiiran luka tersebut.
(Valleria, 2016).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial
d. Elektrolit
e. Hemoglobin/Hematokrit
f. Golongan Darah
g. Urinalis
h. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
i. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
j. Ultrasound sesuai pesanan.
(Tucker,Susan martin,1998. Dalam buku Aplikasi Nanda 2015).

8. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur
telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler),
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai
indikasi.
f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen
sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat 14 diberikan tramadol atau
paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6
jam bila perlu.
g. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit C.
h. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
i. Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
j. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.

B. Konsep Ketuban Pecah Dini (KPD)


1. Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-
10 % perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Saifuddin,
2014).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi
proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau
kurang waktu (Ida Ayu, 2016). KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu
melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya
(Nugroho, 2010).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini
(KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat
terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD
preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

2. Etiologi
Menurut Manuaba (2013), penyebab ketuban pecah dini antara lain :
a. Servik inkompeten (penipisan servikx) yaitu kelainan pada servik uteri dimana
kanalis servikalis selalu terbuka.
b. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan
hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas
ostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin secara
mendadak.
c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic.
d. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten.
 Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
 Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin
 Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat
e. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak
lintang, karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul
yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi.
f. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini.

3. Klasifikasi
Menurut POGI (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok ,yaitu KPD
Preterm dan KPD Aterm:
a. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling , tes nitrazin dan tes fern atau IGFBP- (+) pada usia <37
minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecahnya
ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu ,
sedangkan KPD Preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 sampai kurang 37
minggu.
b. KPD Aterm
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnyaa ketuban sebelum waktunya yang
terbukti dengan vaginal pooling , tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1(+)
pada usia kehamilan >37 minggu.

4. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
1) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat
lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
2) Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan
prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas
IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga
terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion,
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
3) Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban
menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion
dengan dunia luar.
b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau
dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin
menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan
iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam
yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi
(Prawirohardjo (2015).

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (2016) antara lain :
a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan,
sedikitsedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
c. Janin mudah diraba
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering
f. Kecemasan ibu meningkat.
Menurut Manuaba (2013) mekanifestasi klinis ketuban pecah dini, antara lain:
1. jadi pembukaan prematur servik
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi:
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang
mengeluarkan enzim preteolitik dan kolagenase.
6. Komplikasi
Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini yaitu
a. peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas,
b. komplikasi selama persalinan dan kelahiran,
c. resiko infeksi baik pada ibu maupun janin, dimana resiko infeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi (Sarwono, 2016).

7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan
terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan
yang disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang
menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning
dan nitrazine tes. Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban
pecah dini dapat dilakukan:
a. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks
posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis.
b. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak
manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan
infeksi asenden dan persalinan prematuritas. (Manuaba, 2013)

Menurut Nugroho (2015), pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini dapat


dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG):

1) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri.
2) Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidramnion.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.R DENGAN DIAGNOSA
PORT SECTIO ATAS INDIKASI KEBUTUBAN PECAH DINI (KPD)
DI RSUD SYEKH YUSUF GOWA

PENGKAJIAN POST PARTUM

Tanggal pengkajian : 17 Januari 2023

Ruangan RS : Perawatan Nifas

A. DATA UMUM PASIEN

Inisial Pasien : Ny.R Inisial suami : Tn.S

Umur : 17 Tahun Usia : 20 Tahun

Status perkawinan : Menikah Status perkawinan : Menkah

Pendidikan Terakhir : SMP Pedidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buru Harian

Agama : Islam Agama : Islam

Tanggal MRS : 16 Januari 2023 Pukul 02:35 Wita

Riwayat persalinan dan kehamilan yang lalu

No Tahun Tipe Penolong Jenis BBL Keadaan Masalah


Persalinan Kehamilan Bayi

1 2023 SC Dokter Tunggal 3285 sehat KPD


gram

Pengalaman Menyusui : Ya / Tidak

Riwayat Kehamilan Saat Ini

1. Berapa kali periksa kehamilan : Pasien Mengatakan selalu memeriksa kehamilan


setiap Bulan

2. Masalah kehamilan : Pasien mengatakan saat hamil tidak ada masalah

Riwayat Persalinan

1. Jenis Persalinan : Sectio Cesarea (SC), Tgl/Jam : 16-01-2023 11:30 Wita

2. Jenis Kehamilan Bayi : Perempuan (BBL : 3285 gram, PBL : 51 cm, LK : 34cm )

3 Masalah Dalam Persalianan : KPD (Kebutuhan Pecah Dini) + HDK (Hipertensi Dalam
Kehamilan)
Riwayat Ginekologi

1. Masalah Ginekologi : Tidak ada

2. Riwayat KB : Tidak ada

B. DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI

Status obstretik : P1A0 Bayi rawat Gabung : Ya

Keadaan Umum : Baik

Kesadaraan : Composmentis

BB : 58 kg

TB : 157 cm

Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 112/68 mmHg

Nadi : 92x/i

Suhu : 36,5 c

Pernapasan : 20 x/i

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala/Leher
- Kepala : Rambut hitam merata, bentuk kepala normal, tidak ada nyeri tekan
- Mata : Simetris kiri dan akan,tidak ada gangguan penglihatan
- Hidung : Simetris kiri dan kanan,fungsi penciuman baik
- Mulut : Bibir lembab,mulut bersih,tidak ada ganguan pengecap
- Telinga : Simetris kiri dan kanan, Tidak ada ganguan pendengaran
- Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid, tidak ada nyeri tekan
- Masalah khusus : Tidak ada
2. Dada
- Jantung : Bunyi jantung normal
- Paru-paru : Bunyi nafas vasikuler
- Payudara : Normal, tidak ada nyeri tekan
- Putting susu : Ada
- Pengeluaran ASI : Baik
- Masalah khusus : Tidak ada
3. Abdomen
- Inspeksi : Terdapat balutan luka post op SC
- Invelus Uterus
- Fundus Utures : Ada Kontraksi : Ada Posisi : 2 jari di atas umbilicus
- Kandung Kemih : Tidak ada distensi kandung kemih
- Fungsi pencernaan: Pasien mengatakan nafsu makan baik, tidak ada mual muntah
- Masalah Khusus : Tidak Ada
4. Perineum & genitalia
Vagina

- Integritas kulit : Baik


- Edema : Tidak ada
- Memar : Tidak ada
- Hematom : Tidak ada
- Perenium : Utuh
- Tanda Reeda
R : Kemarahan : Tidak ada
E : Bengkak : Tidak ada
E : Echimosi : Tidak ada
D : Dijoharge : Tidak ada
A : Approximete : Tidak ada

Lochea

- Jumlah : + 30 ml
- Jenis / Warna : Merah Pekat
- Konsisten : Cair
5. Ekstremitas
- Ekstremitas atas : Simetris kiri dan kanan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema
- Ekstremitas bawah : Simetriskiri dan kanan,tidak ada nyeri tekan,tidak ada edema
6. Eliminasi
BAK
- Kebiasaan BAK: Pasien mengatakan BAK Lancar, warna kuning pekat, bau khas
- BAK saat ini : Pasien tampak menggunakan Kateter urine
BAB
- Kebiasaan BAB : Pasien mengatakan BAB lancar
- BAB Saat ini : Pasien mengatakan belum BAB setelah Caesar
- Masalah Khusus : Tidak ada
7. Istrahat dan Kenyamanan
Pola Tidur

- Kebiasaa Tidur : Pasien mengatakan lama tidurnya + 8 jam perhari


- Pola Tidur Saat ini : Pasien mengatakan lama tidurnya + 6 jam perhari

Keluhan tidak nyaman

- Lokasi : Pasien mengatakan merasakan nyeri pada area abdomen (Luka jahit
post op )
- Sifat : Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul, dan dirasakan
saat bergerak
- Insensitas : 3 - 4 menit
- Keluhan : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasinya

Pengkajian Nyeri

Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka bekas operasi Caesar, pasien tampak
meringis.

- P : Pasien mengatakan nyeri di rasakan saat bergerak


- Q : Pasien mengatakan nyerinya seperti tertusuk-tusuk dan perih
- R : Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut pada luka bekas operasi Caesar
- S : Skala Nyeri 5 (dari skala 1-10)
- T : Pasien mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul ( 3 – 4 menit)
8. Mobilisasi dan Latihan
- Tingkat Mobilisasi : Pasien tidak bisa bergerak aktif secara mandiri,
pasien mengatakan di bantu keluarganya untuk
beraktivitas. Pasien tampak di bantu oleh keluarganya.
- Latihan/ senam : Tidak dilakukan
- Masalah Khusus : Tidak ada
9. Nutrisi dan cairan
- Asupan Nutrisi : Pasien mengatakan nafsu makan baik, makan 3 akali sehari,
nasi, sayur dan lauk.
- Asupan cairan : Pasien mengatakan minum air putih 6 – 7 gelas/hari.
- Masalah Khusus : Tidak ada
10. Kemampuan Menyusui : Pasien mengatakan mampu menyususi / memberi ASI

kepada anaknya

11. Obat-obatan
- Inj Cefotaxsim 1gr/12 jam
- Inj Ranitidin 1ampul/ 8 jam
- Inj Ketorolax 1 ampul/ 8 jam
- Inj AsamTranixsamat 500mg/8jam
12. Keadaan Umum Ibu : Baik

Tanda-Tanda Vital :

TD : 112/68 mmHg

N : 92x/i

S : 36,5 c

RR : 20x/i

Jenis persalian : Sictio Cesaria (SC)

Indikasi : KPD + HDK

PEMERIKSAAN PENUJANG

LABORATORIUM, Tanggal 16 Januari 2023

JENIS HASIL NILAI RUJUKAN KET


WBC 18,96 (103/ul) ( 4.00-10.00) +
RBC 4,78 (106/ul) (4.00-6.20)
HGB 13,3 (9/dL) (11.00-18.0)
HCT 39,2 % (35.0-55.0)
ROW-CV 17,2 % (10.0-16.0) +
NEU 15,83 (103/ul) (1.50-7.00) +
LYN 1,86 (103/ul) (1.00-3.70)
MON 1,25 (103/ul) (0.00-0.70) +
EOS 0,01 (103/ul) (0.00-0.40) -
NEU 83,5 % (37.0-72.0) +
LYM 9,9 % (20.0-50.0) -
MON 6,6 % (0.0-14.0)
EOS 0,0 % (0.0-6.0) -
KEADAAN BAYI SAAT LAHIR

Lahir Tanggal : Senin, 16 januari 2023

Jam : 11:37 WITA

Jenis Kelamin : Perempuan

Kelahiran : Tunggal

NILAI APGAR

NILAI
TANDA JUMLAH
0 1 2
Denyut Jantung Tidak ada < 100x/i >100x/i 2 2
Usaha Nafas Tidak ada Lambat Menangis 2 2
kuat
Tonus Otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan 1 2
fleksi sedikit aktif
Iritabilitas Refleks Tidak Gerakan Reaksi 1 2
bereaksi sedikit melawan
Warna Biru atau Kaki biru kemerahan 2 2
pucat
Total 8 10

Keterangan :

: Penilaian Menit 1

: Penilaian Menit ke 5

 Tindakan Resusitasi : Tidak ada

 Plasenta : Berat : 475 gram

 Tali pusat : Panjang : 23 cm Ukuran : Normal

 Jumlah Pembuluh Darah : -

 Kelaian : Tidak ada

 Hasil pemeriksaan penujang

- CBC : 10.07 103/UL

- RBC : 4.80 103/UL

- HGB : 12.0 g/dL

- PLT : 281 103/UL


RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN

Ny.R berusia 17 tahun awalnya datang ke IGD Maternal RSUD SYEKH YUSUF
pada tangal 16 januari 2023 pukul 02:35 Wita tanpa rujukan datang dengan keluhan
keluar air dari jalan lahir sejak hari jumat, 2 hari yang lalu dan mengeluh pusing (TD :
140/100 mmHg, N: 80x/i). Kehamilan Ny R merupakan kehamilan pertama dan tidak
perna keguguran sebelumnya. Diagnose awal G1 P0 A0, Gravid atern + KDP + HDK.
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh doker kandungan, pemeriksaan penujang
dan indikasi lainnya. Selanjutnya Ny R di persiapakan untuk tindakan SC Tanggl 16
Januari pukul 11: 00 wita.

Ny R melahirkan bayi Perempuan dengan tindakan Sectio Caesarea oleh dokter di


RSUD Syekh Yusuf pukul 11:37 Wita dengan BBL : 3285 gram, PBL: 51cm, LK : 34
cm setelah tindakan SC Ny R di pindahkan ke ruang ICU untuk observasi kondisi Post
operasi, selanjutnya pada tanggal 17 Januari 2023 pukul 06:00 wita Ny R di pindahkan
ke ruang perawatan nifas atau PNC (RSUD SYEKH YUSUF Kamar 505 lt 5 ). Keluhan
saat di dikaji Ny.R mengatakan nyeri pada perut bekas operasi, tampak luka terbalut
perban pada perut bagian bawah,pasien tampak meringis, nyeri dirasakan hilang timbul.
Nyeri bertambah jika bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk dan perih, pasien mengatakan
dibantu oleh keluarga untuk beraktivitas.
ANALISA DATA

No Data Etiologi Diagnosa Keperawatan


1 DS : Post Sectro Sesaria Nyeri Akut (0.0077)
- Pasien mengatakan nyeri
nyeri pada bagian perut B3 (Brain)
pada luka bekas operasi
Caesar Nifas(Post pembedahan)
- Pasien mengatakan
nyerinya seperti di Terputusnya kontiniutas
tertusuk-tusuk dan perih jaringan
- Pasien mengatakan nyeri
yang dirasakan hilang Pengeluaran Mediator
timbul Nyeri
DO :
- Tampak luka terbalut Nyeri saat Beraktifitas
verban pada perut bagian
bawah Mk : Nyeri Akut
- Skala nyeri 5
- Pasien tampak meringis
- TTV
TD : 112/68 mmHg
N : 92x/i
S : 36,5 c
RR : 20x/i

2 DS : Post sectio Cesaria Intoleransi Aktivitas


- Pasien mengatakan (0.0056)
dibantu keluarganya B6 (Bone)
untuk beraktivitas
- Pasien mengatakan nyeri Kelemahan otot
di rasakan saat bergerak
DO : Bedrest
- Pasien tampak dibantu
oleh keluarganya dalam Intoleransi aktivitas
beraktivitas
- Pasien tampak lemah

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur operasi) ditandai
dengan pasien tampak meringis (D.0077)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasien tampak
lemah (D.0056)
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL

1 Nyeri Akut Setelah di lakukan Manejemen Nyeri 1.Untuk mengetahui


tindakan keperawatan (I.08243) tingkat nyeri pasien
selama 3x24 jam
diharapkan 1.Identifikasi skala 2.Agar pasien mampu
nyeri memonitor nyeri
1.Keluhan nyeri
menurun 2.Anjurkan memonitor 3.Agar pasien mampu
nyeri secara mandiri mengurangi nyeri
2.Menangis menurun
3.Anjurkan teknik 4.Agar dapat
3.Skala nyeri berkuran relaksasi nafas dalam mengukur tingkat
nyeri
4.Kegelisan pasien 4.Anjurkan memonitor
menurun nyeri secara mandiri 5.Istirahat akan
relaksasi
5.Kesulitan tidur 5.Anjurkan semuajaringan
pasein menurun beristirahat ketika sehingga akan
nyeri muncul meningkatkan
6.Kemampuan
menuntaskan aktivitas 6.Memberikan kenyamanan
meningkat (L.08066) pendidikan kesehatan 6.Agar pasien
tentang nyeri mengetahui tentang
7.Kalaborasi nyeri yang dialami
pemberian Analgetik 7. Untuk mengurangi
nyeri pasien

2 Intoleransi Setelah di lakukan Dukungan Mobilisasi 1.Mengidentifikasi


aktivitas tindakan keperawatan (1.05173) keluhan pada pasien
selama 3x24 jam
diharapkan metabolisis 1.identifikasi adanya 2.Mengetahui factor
fisik meningkat : nyeri dan keluhan yang mempengaruhi
nyeri lainnya toleransi aktivitas
1.Kekuatan otot pasien pasien
meningkat 2.Imdentifikasi
toleransi fisk 3.Supaya tidak terjadi
2.Rentang Gerak cukup melakukan pergerakan cedera pada saat
meningkat melalukan mobilisasi
3.Monitor ferekwesi
3.Nyeri menurun jantung dan tekanan 4.Mencegah terjadi
darah sebelum cedera yang dapat
4.Kelemasan Pasien memulai mobilisasi meperberat mobilisasi
menurun 4.Monitor kondisi 5.Agar dapat
umum sebelum mempermudah
5.Kelemahan fisik mobilisasi mobilisasi pasien
menurun
5.Libatkan keluarga 6.Agar menambah
6.Gerakan terbatas untuk membantu pengetahuan dan
pasien menurun pasien dalam wawasan pasien
7.Kekakuan sendi meningkatkan
menurun(L.05038) pergerakan

6.Jelaskan tujuan dan


prosedur mabilisasi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Inisial klien : Ny.R

Tanggal / hari : Selasa 17 januari 2023 (Hari I)

NO DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI

1 Nyeri Akut 09:00 1. Mengidentifikasi skala nyeri S:


Hasil :
WITA - Pasien Mengatakan
Skala nyeri 5
masih nyeri pada luka
09:05 2. Menganjurkan memonitor
post oprasi
nyeri secara mandiri
Hasil: O:
Pasien mampu memonitor
- Skala nyeri 5
nyeri secara mandiri
- Pasien melakukan
3. Mengajarkan teknik non
teknik napas dalam saat
09:15 farmakologi pereda nyeri
nyerinya timbul
(teknik napas dalam)
Hasil : A : Masalah belum teratasi
Pasien mau dan
P : Lanjutkan intervensi
mempraktekkan teknik napas
dalam 1. Mengidentifikasi skala
09:20 4. Menganjurkan untuk nyeri
beristiahat ketika nyeri 2. Menganjurkan
muncul memonitor nyeri
09:30 5. Melakukan kolaborasi secara mandiri
pemberian analgetik 3. Mengajarkan teknik
Hasil : non farmakologi
- Inj Cefotaxsim 1gr/12 jam pereda nyeri (teknik
- Inj Ranitidin 1ampul/ 8 jam napas dalam)
- Inj Ketorolax 1 ampul/ 8 4. Menganjurkan untuk
jam beristiahat ketika nyeri
- Inj AsamTranixsamat muncul
500mg/8jam 5. Melakukan kolaborasi
pemberian analgetik
2 Intoleransi 10:00 1. Mengidentifikasi adanya S:
Aktivitas nyeri dan keluhan lain
WITA - Pasien mengatakan
Hasil :
belum mampu
Pasien mengatakan nyeri
beraktivitas sendiri
hanya dirasakan pada daerah
perut bekas operasi caesar O:
10:10 2. Mengidentifikasi tolenransi
- Pasien di bantu keluarga
fisik melakukan pergerakan
- TD : 112/68 mmHg
Hasil :
- N : 92 x/i
Pasien mengatakan dibantu
- S : 36,3 C
keluarganya untuk
- RR : 20 x/i
beraktivitas
10:20 3. Memonitor frekwensi jantung A : Masalah belum teratasi
dan tekanan darah sebelum
P : Lanjutkan intervensi
memulai mobilisasi
Hasil : 1. Mengidentifikasi
TD :112/68 mmHg adanya nyeri dan
10:25
4. Memonitor kondisi umum keluhan lain
selama melakukan mobilisasi 2. Mengidentifikasi
5. Melibatkan keluarga untuk tolenransi fisik
10:30
membantu pasien dalam melakukan pergerakan
mobilisasi 3. Memonitor frekwensi
Hasil : jantung dan tekanan
Pasien tampak di bantu darah sebelum memulai
keluarga untuk beraktivitas mobilisasi
6. Menjelaskan tujuan dan 4. Memonitor kondisi
10:35
prosedur mobilisasi umum selama
Hasil : melakukan mobilisasi
Pasien mengerti tujuan dari 5. Melibatkan keluarga
mobilisi untuk membantu pasien
dalam mobilisasi
Inisial klien : Ny.R

Tanggal / hari : Rabu 18 Januari 2023 (Hari II)

NO DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI

1 Nyeri Akut 10:10 1. Mengidentifikasi skala S:


WITA nyeri
Pasien Mengatakan masih
Hasil :
nyeri pada luka bekas
Skala nyeri 3
oprasi
10:15 2. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri O:
Hasil:
- Ekspresi wajah mulai
Pasien mampu memonitor
rileks
nyeri secara mandiri
10:20 - TD : 110/70 mmHg
3. Mengajarkan teknik non
- Skala nyeri 3
farmakologi pereda nyeri
- N : 92X/I
(teknik napas dalam)
Hasil : A : Masalah belum teratasi
Mengajarkan pasien teknik
P : Lanjutkan intervensi
nafas dalam
10:30
4. Menganjurkan untuk 1. Mengidentifikasi skala
beristiahat ketika nyeri nyeri
muncul 2. Menganjurkan
5. Melakukan kolaborasi memonitor nyeri
10:35 pemberian analgetik secara mandiri
Hasil : 3. Mengajarkan teknik
- Inj Cefotaxsim 1gr/12 jam non farmakologi
- Inj Ranitidin 1ampul/ 8 pereda nyeri (teknik
jam napas dalam)
- Inj Ketorolax 1 ampul/ 8 4. Menganjurkan untuk
jam beristiahat ketika nyeri
- Inj AsamTranixsamat muncul
500mg/8jam 5. Melakukan kolaborasi
pemberian analgetik
2 Intoleransi 11:00 1. Mengidentifikasi adanya S:
aktifitas WITA nyeri dan keluhan lain
- Pasien mengatakan
Hasil :
mampu miring kanan-
Pasien mengatakan nyeri
kiri sendiri
pada daerah perut luka
- Pasien mengatakan
bekas operasi
11:10 sudah bisa duduk di
2. Mengidentifikasi tolenransi
tempat tidur
fisik melakukan pergerakan
Hasil : 0:
Pasien mengatakan sudah
- Mampu ddk di tempat
mampu duduk ditempat
tidur
tidur, miring kanan dan
- TD : 110/70 mmHg
miring kiri sendiri.
- Pasien Tampak di
11:15 3. Memonitor frekwensi
bantu keluarga untuk
jantung dan tekanan darah
berjalan
sebelum memulai
mobilisasi A : masalah belum teratasi
4. Memonitor kondisi umum
11:25 P : Lanjutkan Intervensi
selama melakukan
mobilisasi 1. Mengidentifikasi
5. Melibatkan keluarga untuk adanya nyeri dan
membantu pasien dalam keluhan lain
mobilisasi 2. Mengidentifikasi
tolenransi fisik
melakukan pergerakan
3. Melibatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
mobilisasi
Inisial klien : Ny.R

Tanggal / hari : kamis 19 Januari 2023 (Hari III)

NO DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI

1 Nyeri akut 11:00 1. Mengidentifikasi skala S:


WITA nyeri
- Pasien mengatakan masih
Hasil :
sedikit merasakan nyeri
Skala nyeri 2
11:10 2. Menganjurkan memonitor O:
nyeri secara mandiri
- Pasien lebih rileks
3. Mengajarkan teknik non
- Skala nyeri : 2
11:15 farmakologi pereda nyeri
- TD : 110/90 mmHg
(teknik napas dalam)
- N : 80X/I
4. Menganjurkan untuk
1120 beristiahat ketika nyeri A : Masalh teratasi
muncul
P : Intervensi dipertahankan
5. Melakukan kolaborasi
pemberian analgetik

2 Intoleransi 11:30 1. Mengidentifikasi adanya S:


Aktivitas WITA nyeri dan keluhan lain
- Pasien mengatakan sudah
2. Mengidentifikasi
bisa berdiri dan berjalan
tolenransi fisik melakukan
pelan
pergerakan
3. Melibatkan keluarga untuk O :
membantu pasien dalam
- mampu berjalan sendiri
mobilisasi
- TD : 110/90 mmHg

A : Masalah teratasi

P : intervensi di pertahankan

Anda mungkin juga menyukai