OLEH :
GIOVANI AGUSTINA
202101005
STIKES BANYUWANGI
T.A. 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Dengan Judul Nifas Sc dengan indikasi Pre Eklampsia Disusun Sebagai
Laporan Individu Di Ruang Sayu Wiwit (RG)
Giovani Agustina
202101005
1.3 Etiologi
Berbagai penyebab yang dapat menimbulkan dilakukan SC sebagai
berikut :
1. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para
tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik
(disproporsi janin / panggul), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta
previa terutama padu primigravida, solutsio plasenta tingkat 111,
komplikasi kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM).
Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan
sebagainya).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, 89
kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi.
1.4 Klasifikasi
1. Segmen bawah: Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun
dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian
pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi
melintang segmen bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan
obstetric
2. Segmen bawah: Insisi membujur Cara membuka abdomen dan menyingkapkan
uterus sama seperti insisi melintang, insisi membujur dibuat dengan scalpel dan
dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio Caesarea klasik Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel
kedalam dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan
gunting yang berujung tumpul. Diperlukan luka inaisi yang lebar karena bayi
sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan
uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hamper sudah
tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik. Satu-
satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam
menyingkapkan segmenn bawah.
4. Sectio Caesares Extraperitoneal Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk
mennghindari perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi
luas dengan mencegahh peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada
beberapa metode Sectio Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko,
dan Norton, T. tekhnik pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja
masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria meningkat.
Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan kasus-
kasus tertentu.
Histerektomi Caesarea Pembedahan ini merupakan Sectio Caesaren yang
dilanjutkan dengan pengeluaran uterus Jika mimuungkin histerektomi harus
dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral
lebih mmudah dan dapatt dikerjakan lebih cepat, maka pemmbedahan subtotal
menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan bebat dan pasien terjadi syok,
atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus
semacam ini lanjatas pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin
(Zahroh, 2021).
1.5 Patofisiologi
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak lahir normal atau spontan, misalnya disebabkan oleh
panggul sempit dan plasenta previa. Dalam proses operasinya dilakukan
tindakan anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisusi, efek
anastesi menyebabkan konstipasi. Dalam proses pembedahan akan dilakukan
tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
jaringan merangsang area sensorik yang menyebabkan gangguan rasa nyaman
yaitu nyeri Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post sectio caesarea, yang bila tidak dirawat dengan baik
akan menyebabkan resiko infeksi.
Pada saat post partum mengalami penurunan hormon progesteron dan
estrogen akan terjadi kontraksi uterus dan involusi tidak adekuat sehingga terjadi
pendarahan dan bisa menyebabkan risiko syok, Hb menurun dan kekurangan 02
mengakibatkan kelemahan dan menyebabkan defisit perawatan diri.
Patofisiologi Setelah persalinan kala II selesai, otot uterus akan mulai
berkontraksi dengan sangat kuat. Kontraksi ini akan menyebabkan pemendekan
serabut otot uterus, serta mengecilnya ukuran dan volume uterus. Pengecilan
volume uterus ini akan menyebabkan berkurangnya permukaan tempat
menempelnya plasenta. Selanjutnya kontraksi uterus ini akan menyebabkan
terbloknya aliran darah arteri radialis pada miometrium yang menyebabkan
kongesti pada pembuluh darah dan akhirnya akan terjadi ruptur pembuluh darah.
1.6 WOC
Post SC
MK: MK :
Konstipasi Gangguan
mobilitas
MK:
MK : Pola fisik
Resiko
Napas tidak infeksi
efektif
MK: Resiko
MK : Resiko MK:
defisit nutrisi
Syok Nyeri
akut
1.7 Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum, manifestasi klinis
Sectio Caesarea yaitu :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus terletak di umbilicus
d. liran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750-1000
f. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
i. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
j. Bonding attachment pada anak yang baru lahir
1.8 Komplikasi
1.8.1 Komplikasi Masa Nifas
Komplikasi dan Penyakit Dalam Masa Nifas Komplikasi dan
penyakit yang terjadi pada ibu masa nifas yaitu:
a. Infeksi nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat- alat
genetelia dalam masa nifas. Masuknya kumankuman dapat terjadi dalam
kehamilan, waktu persalinan, dan nifas. Demam nifas adalah demam
dalam masa nifas oleh sebab apa pun. Morbiditas puerpuralis adalah
kenaikan suhu badan sampai 38⁰ C atau lebih selama 2 hari dari dalam 10
hari postpartum. Kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali secara
oral.
b. Infeksi saluran kemih Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih
terhadap tegangan air kemih di dalam vesika sering menurun akibat
trauma persalinan atau analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan
kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman yang
ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi periuretra, atau hematoma
dinding vagina. Setelah melahirkan, terutama saat infus oksitosis
dihentikan, terjadi diuresis yang disertai peningkatan produksi urin dan
distensi kandung kemih. Over distensi yang disertai katerisasi untuk
mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.
c. Metritis
Metritis adalah inspeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah
satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau
kurang adekuat dapat menjadi abses pelvic yang menahun, peritonitis,
syok septik, trombosis yang dalam, emboli pulmonal, infeksi felvik yang
menahan dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.
d. Infeksi payudara
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah peradangan
pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh
kuman terutama Sraphylococcus aureus melalui luka pada puting susu
atau melalui peredaran darah.
e. Perdarahan pervagina Perdarahan pervagina atau perdarahan postpartum
adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia
setelah melahirkan. Hemoragi postpartum primer mencakup semua
kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran.
1.8.2 Komplikasi SC
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio
Caesarea adalah komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio
Caesarea, syok perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah,
dan cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih,
pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai
sepsis apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi
komplikasi pada bekas luka operasi (Rahmah Pebrianti, 2021).
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi
yaitu infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena
banyak factor, seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang
berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis
akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol, kondisi
imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang
mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi buruk, termasuk
anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga, alergi
pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap
antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka
dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit
dan subkulit saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan bust
abdomen. Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan
berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar melalui
aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat,
dibersihkan dan dilakukan kultur dari caliran luka tersebut.
1.9 Pemeriksaan penunjang
1) Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2) Pemantauan EKG
3) JDL dengan diferensial
4) Elektrolit
5) Hemoglobin/Hematokrit
6) Golongan Darah
7) Urinalis
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama:
Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri.
Lokasi luka
Hal-hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan
upaya-upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan
masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi,
nyeri, demam, edema, dan neuropati
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
3) B2 (Blood)
4) B3 (Brain)
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Perubahan pola
kemih seperti inkontinesia urin, disuria, distensi kandung kemih, warna dan
bau urin, dan kebersihan.
6) B5 (Bowel)
7) B6 (Bone)
o pendengaran.
o Mulut, dilihat apakah ada perdarahan pada gusi, jumlah gigi ada
berapa, terdapat lesi atau tidak, warna bibir dan tes pengecapan.
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan jalan napas dityandai
dengan akumulasi sekret (D.0005)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan nyeri saat
beraktivitas (D.0077)
3. Risiko syok dibuktikan dengan pendarahan yang meningkat (D.0039)
4. Risiko difisit nutrisi dibuktikan dengan cairan intake menurun (D.0032)
5. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen (D.0049)
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan bedrest
(D.0054)
7. Risiko infeksi ditandai dengan perawatan yang kurang (D.0142)
2.3 Intervensi keperawatan
No Diagnosa Luaran Intervensi
1. Pola napas tidak Setelah dilakukan Observasi
efektif berhubungan tindakan asuhan 1. Monitor pola napas (frekuensi,
dengan hambatan keperawatan selama 2 x kedalaman, usaha napas)
jalan napas dityandai 24 jam diharapkan pola 2. Monitor bunyi napas tambahan
dengan akumulasi napas membaik dengan (mis. gurgiling, mengi, wheezing,
sekret (D.0005) kriteria hasil : ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
1. Frekuensi napas
aroma)
membaik
Terapeutik
2. Akumulasi sekret
4. Pertahanan kepatenan jalan napas
menurun
dengan head-tift dan chin-lift (jaw-
(L.01004)
thrust jika curiga trauma servikal)
5. Posisikan Semi-Fowler atau
Fowler
Edukasi
6. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, Jika tidak komtraindikasi
7. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu
(I.
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan asuhan 1. Identifikasi lokasi,
agen pencedera fisik keperawatan selama 2 karakteristik, durasi, frekuensi,
ditandai dengan nyeri x 24 jam diharapkan kualitas, intensitas nyeri
saat beraktivitas Tingkat nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
(D.0077) menurun dengan 3. Identifikasi respon nyeri non
kriteria hasil : verbal
1. Keluhan nyeri Terapeutik
menurun 4. Berikan teknik
2. Meringis nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri (mis.
3. Kesulitan tidur TENS, hipnosis, akupresure,
menurun terapi musik, biofeedback,
(L.08006) terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi
bermain)
Edukasi
5. Jelaskan penyebab periode dan
pemicu nyeri
6. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
7. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
8. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Risiko syok Setelah dilakukan Observasi
dibuktikan dengan tindakan asuhan 1. Monitor status kardiopulmonal
pendarahan yang keperawatan selama 2 x (frekuensi dan kekuatan hadi,
meningkat (D.0039) 24 jam diharapkan frekuensi napas, TD, MAP)
perdarahan menurun 2. Monitor status oksigen
dengan kriteria hasil : (oksimetri nadi, AGD)
1. Tingkat kesadaran 3. Monitor status cairan (masukan
meningkat dan haluaran, tugur kulit, CRT)
2. Ttv membaik Terapeutik
(L.03032) 4. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen> 94%
Edukasi
5. Jelaskan penyebab/faktor resiko
syok
6. Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
7. Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
Agung, S. (2021) Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Post Sectio Caesarea Indikasi
Partus Tak Maju Di Ruang Baitunnisa 2 Rsi Sultan Agung Semarang.
Rahmah Pebrianti (2021) ‘Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Ny.D Dengan
Diagnosa Medis Post Sectio Caesarea Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini Di Rsud Dosis
Sylvanus Palangkaraya’.