Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

SC (SECTIO CAESARIA)

A. Definisi SC

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui

suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono 2009).

Sectio caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas

500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro,

2010).

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2012).

B. Etiologi

Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan

menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal

yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan

normal ( Dystasia ).

a Pada Ibu : disproporsi kepala panggul, disfungsi uterus, distosia jaringan lunak,

plasenta previa dan his lemah / melemah

b. Pada Anak : janin besar, gawat janin, letak lintang dan hydrocephalus

C. Indikasi SC

Manuaba (2012) indikasi ibu dilakukan sectio caesaria adalah ruptur uteri

iminen, perdarahan antepartum, ketubuh pecah dini, Sedangkan indikasi dari janin

adalah fetal distress dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor

1
sectio caesaria diatas dapat diuraikan beberapa indikasi sectio caesaria sebagai

berikut :

a) Indikasi Maternal

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkaran panggul

ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkaran kepala janin yang dapat menyebabkan

bu tidak dapat melahirkan secara alamai. Tulang-tulang panggul merupakan

susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang meruapakan

jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk

panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patoligis juga dapat

menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan

tindakan oprasi. Keadaan patoligis tersebut menyebabkan bentuk rongga

panggul menjadi asimetris dan ukuran – ukuran bidang panggul menjadi

abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-Eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabakan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah

perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian

maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidnan. Karena itu

doagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar

tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum tedapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban

2
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu dilakukan SC, sedangkan

dibawah 36 minggu dilakukan konsevatif.

4. Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada

jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

5. Perdarahan Antepartum

Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan

22 minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan

sebelum 22 minggu.

6. Riwayat operasi pada rahim (BSC)

Operasi caesar merupakan salah satu jenis operasi yang diperlukan

untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dikandungnya. Tapi jika ibu seringkali

melakukan operasi caesar, maka bisa berbahaya dan meningkatkan resiko

kesehatan. Beberapa resiko melahirkan dari operasi caesar berulang adalah

ruptur uteri, jaringan parut, plasenta previa dan plasenta accreta.

7. Kegagalan induksi persalinan

Induksi adalah proses untuk merangsang rahim sebelum kontraksi

alami terjadi dengan tujuan untuk mempercepat proses persalinan. Prosedur ini

tidak dapat dilakukan sembarangan karena mengandung lebih banyak resiko

dibandingkan dengan persalinan normal.

8. myopia

Mengejan (ngeden) membutuhkan banyak tenaga dan dapat menimbulkan

ketegangan berat. Hal ini diyakini bisa meningkatkan tekanan pada otot-otot perut,

3
dada, dan mata. Tekanan besar inilah yang dikhawatirkan dapat memicu lepasnya

retina mata.

b) Indikasi Bayi

1. Bayi Kembar

Tidak selamanya bayir kembar dilahirkan secara caesar, Hal ini karena

kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada

kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau

salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

2. Kelainan letak janin

a. Kelainan pada letak kepala

1) Letak kepala tengadah

Bagian bawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba

UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala

bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati dan kerusakan dasar

panggul.

2) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak

paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira – kira 0,27 – 0,5

%.

3) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi

terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya

dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak

belakang kepala.

4
b. Letak sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang

dengan kepala difundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum

uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,

presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna

dan presentasi kaki (Saifuddin, 2012).

c. Letak melintang

Letak melintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan

sumbu panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di

dalamnya bila janin dalam posisi oblique). Letak lintang kasep adalah letak

lintang kepala janin tidak dapat didorong ke atas tanpa merobekkan uterus.

3. Kelainan pada janin

a. Fetal distress (Gawat Janin)

Fetal distress (gawat janin) adalah gangguan pada janin dapat terjadi

pada masa antepartum atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum

menjadi nyata dalam bentuk retardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia

janin peningkatan tahanan vaskular pada pembuluh darah janin (Nelson,

Ilmu Kesehatan Anak).

b. Prolapsus tali pusat

Prolapsus tali pusat merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan

dalam bidang obstetri. Prolapsus tali pusat merupakan penyulit di dalam

persalinan. Walaupun prolapsus tali pusat bukan suatu malpresentasi,

keadaan ini lebih mungkin terjadi pada malpresentasi atau malposisi janin.

5
Tali pusat mungkin terdapat di dalam tonjolan cairan amnion, atau

dikatakan presentasi tali pusat (tali pusat terkemuka), atau mungkin

mengalami prolaps dan berada di depan bagian presentasi janin setelah

membran ruptur (dikatakan penumbangan tali pusat). Yang menjadi

masalah pada prolaps tali pusat adalah tali pusat terletak di jalan lahir di

bawah bagian presentasi janin, dan tali pusat terlihat pada vagina setelah

ketuban pecah. Tali pusat lebih mungkin mengalami prolaps jika ada

sesuatu yang mencegah bagian presentasi janin di segmen bawah uterus

atau penurunannya ke dalam panggul ibu. Presentasi tali pusat jarang

terdiagnosis, sehingga memerlukan pemeriksaan yang teliti. Pemeriksaan

ini harus dilakukan pada semua kasus persalinan, seperti pada persalinan

preterm atau jika terdapat malpresentasi atau malposisi janin.

c. Post maturitas

Post maturitas adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia

kehamilan melebihi 42 minggu. Gambaran fisik bayi post-matur :

panjangnya cukup umur, tetapi berat badannya rendah sehingga tampak

kurus, terutama jika fungsi plasenta sangat menurun, kulit kering dan

mengelupas.

D. Klasifikasi SC

a. Berdasarkan sayatannya SC dibagi menjadi :

1) Sectio caesaria transperitonealis prafunda

Section caesaria transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah

uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.

Keunggulan pembedahan ini adalah :

6
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak

b. Bahaya peritonitis tidak besar

c. Perut uterus umunya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak

besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak

mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih

sempurna

2) Sectio caesaria klasik atau sectio caesaria korporal

Pada sectio caesaria klasik ini dibuat kepada korpus uteri, pembedahan ini

yang agak mudah dilakukan, hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk

melakukan sectio caesaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada

segmen atas uterus.

3) Sectio caesaria ekstra peritoneal

Sectio caesaria ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi

bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi

pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak

dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uteri berat.

4) Sectio caesaria hysteroctomy

Setelah sectio caesaria, dilakukan hysteroctomy dengan indikasi :

a. Atonia uteri

b. Plasenta accreta / increta / percreta

c. Infeksi intra uteri berat

b. Berdasarkan indikasi operasi SC di terdiri dari :

1. Sectio caesaria primer

7
Sectio caesaria primer yaitu dari semula telah direncanakan bahwa janin akan

dilahirkan secara sectio caesaria, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya

pada panggul sempit.

2. Sectio caesaria sekunder

Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus

percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru

dilakukan sectio caesaria.

3. Sectio caesaria emergency

Sectio caesaria emergency (operasi caesar darurat) adalah jika operasi

dilakukan ketika proses persalinan telah berlangsung. Hal ini terpaksa dilakukan

karena ada masalah pada ibu maupun janin. Beberapa keadaan yang memaksa

terjadinya operasi caesar darurat, seperti persalinan macet, stress pada janin,

posisi sungsang, BSC atau komplikasi lainnya.

4. Sectio caesaria elektif

Sectio caesaria elektif (operasi caesar terencana) adalah operasi caesar yang

telah direncanakan jauh – jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan

mempertimbangkan keselamatan ibu maupun janin. Beberapa keadaan yang

menjadi pertimbangan untuk melakukan operasi caesar secara elektif, seperti janin

dengan presentasi bokong, kehamilan kembar, plasenta previa, kondisi medis ibu

dan masalah pada janin.

E. Patofisiologi

SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram

dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini

yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsi jaringan lunak, placenta

8
previa, dll untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin (fetal distress).

Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post

partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang

ionformasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oksitosin yang tidak adekuat akan

mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de

entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka

dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan

gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anesthesi bisa bersifat

regional dan umum. Namun anesthesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap

janin maupun ibu anesthesi janin sehingga kadang – kadang bayi lahir dalam

keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,

sedangkan pengaruhnya anesthesi bayi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa

atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas

yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot

nafas silia yang ,meutup. Anesthesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan

dengan menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi

proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk

metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang

menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan

menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat

beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu

9
mortilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pada eliminasi yaitu

konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2012).

10
G. Komplikasi SC

Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :

1) Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifasdibagi

menjadi :

a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari

b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit

kembung

c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus peristaltik

2) Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang –

cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri

3) Komplikasi – komplikasi lainnya antara lain, luka kandung kencing, embolisme paru

yang sangat jarang terjadi

4) Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa

terjadi ruptur uteri

H. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemantauan EKG

b. Lab : Hb (Hematokrit), Golongan darah, Gula darah, Urinalisis, BTCT, dan

Pemantauan virus berbahaya

c. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

d. Elektrolit

e. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi

f. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.

11
I. Penataksanaan SC

1) Pre Op SC

a. Anamnesis : Nama, tanggal lahir, usia, alamat, jumlah anak dan cara persalinan

sebelumnya, hamil, riwayat operasi KPD atau APB dan alergi obat

b. Pemeriksaan Fisik : KU (TTV), paru, jantung, abdomen (letak janin, DJJ,

plasenta) dan Statis lokilit (VT)

c. Laboratorium : GDA

d. Persiapan Umum : Kaji indikasi, informed consent, pasang infus, anesthesi

konsul dokter, pasang kateter, periksa DJJ pre op SC

2) Post Op SC

a. Perawatan awal

- Letakkan pasien dalam posisi pemulihan

- Periksa kondisi pasien, cek tanda – tanda vital tiap 15 meniit sekali selama 1

jam pertama, kemudian tiap 30 menit sekali di jam berikutnya

- Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

- Transfusi darah jika diperlukan

- Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi darah, segera

kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah

b. Diet

Pemberian cairan infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus, bising usus

normal, kaki bisa ditekuk lalu di mulailah dengan pemberian minuman dan

makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh

dilakukan pada 6 – 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh

12
c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

- Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 – 10 jam setelah operasi

- Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit

- Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi semi fowler

d. Fungsi gastrointestinal

- Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair

- Jika ada tanda infeksi, tunggu bissing usus timbul

- Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik

e. Perawatan fungsi kandung kemih

- Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah

semalam

- Jika urin tidak jernih berikan kateter terpasang sampai urin jernih

- Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai

minimum 7 hari atau urin jernih

f. Pembalutan dan perawtan luka

- Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan / keluar cairan tidak terlalu

banyak jangan mengganti pembalut

- Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk

mengencangkan

- Ganti pembalut dengan cara steril

- Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih

g. Jika masih terdapat perdarahan : Lakukan masage uterus

13
h. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotik kombinasi sampai pasien bebas

demam selama 48 jam

i. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

j. Obat – obatan lain : Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita

dapat diberikan roborancia seperti neurobion vit C

J. Pemeriksaan Rutin Saat Kehamilan

WHO dalam Marmi (2011) menganjurkan dalam masa kehamilan ibu harus
memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan paling sedikit 4 kali :

1. Trismester I : satu kali kunjungan (sebelum usia kehamilan 14 minggu)

2. Trismester II : satu kali kunjungan (usia kehamilan antara 14-28 minggu)

3. Trismester III : dua kali kunjungan (usia kehamilan antara 28-36 minggu dan
sesudah usia kehamilan 36 minggu).

14
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Keluhan Utama
Sakit perut , perdarahan , nyeri pada luka jahitan , takut bergerak
2. Riwayat Kehamilan
Umur kehamilan serta riwayat penyakit menyetai
3. Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus
haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus
4. Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah perkawinan sah atau
tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?
5. Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium: USG, darah, urine,
keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi
keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh
6. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang
dijalaninya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai
saat ini atau kambuh berulang–ulang
7. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetik
seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit menular, kelainan
congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga
8. Kebiasaan sehari –hari

a. Pola istirahat dan tidur: pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan
tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri luka sc.
b. Pola eliminasi: Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia
(hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya kontrol blas, terjadi over
distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa takut luka adanya luka sc,

15
apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut BAB
karena luka sc yang menimbulkan nyeri saat bergerak.
c. Personal Hygiene: Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut
dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias rambut dan wajah
d. Rekreasi dan hiburan: Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang
membuat fresh dan relaks.
9. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan kesadaran klie, BB/TB, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu
b. Head To Toe
1) Rambut: warna rambut, jenis rambut, baunya, apakah ada luka lesi/lecet
2) Mata: sklera nya apakah ihterik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, apakah
palpebra oedema/tidak, bagaimana fungsi penglihatannya baik/tidak, apakah
klien menggunakan alat bantu penglihatan/tidak. Pada umumnya ibu hamil
konjungtiva anemis.
3) Telinga: apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat serumen/tidak,
apakah klien menggunakan alat bantu pendengaran/tidak, bagaimana fungsi
pendengaran klien baik/tidak
4) Hidung: apakah klien bernafas dengan cuping hidung/tidak, apakah terdapat
serumen/tidak, apakah fungsi penciuman klien baik/tidak
5) Mulut dan gigi: bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah lembab atau
kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan pendarahan, apakah
ada karies gigi/tidak, keadaan lidah klien bersih/tidak, apakah keadaan mulut
klien berbau/tidak. Pada ibu hamil pada umumnya berkaries gigi, hal itu
disebabkan karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium
6) Leher: apakah klien mengalami pembengkakan tyroid
7) Paru–paru
Inspeksi : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan
kanan, apakah ada terdapat luka memar/lecet, frekuensi pernafasan nya

Palpasi : apakah ada teraba massa/tidak , apakah ada teraba


pembengkakan/tidak, getaran dinding dada apakah simetris/tidak antara kiri
dan kanan

16
Perkusi : bunyi Paru

Auskultasi : suara nafas

8) Jantung
Inspeksi : warna kulit, apakah ada luka lesi/lecet, ictus cordis apakah
terlihat/tidak

Palpasi : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS%
Midclavikula

Perkusi : bunyi jantung

Auskultasi : apakah ada suara tambahan/tidak pada jantung klien

9) Abdomen
Inspeksi : keadaan perut, warna nya, apakah ada/tidak luka lesi dan lecet

Palpasi : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah
masuk PAP/belum, pemeriksaan leopold

Perkusi : bunyi abdomen

Auskultasi : bising usu klien, DJJ janin apakah masih terdengar/tidak

10) Payudara: puting susu klien apakah menonjol/tidak,warna aerola, kondisi


mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah mengeluarkan ASI/belum
11) Ekstremitas
Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi/memar, apakah ada oedema/tidak

Bawah : apakah ada luka memar/tidak, apakah oedema/tidak

12) Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema/tidak pada
daerah genitalia klien
13) Intergumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik/tidak

17
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis
2) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi ditandai dengan
distensi kandung kemih , perubahan – perubahan jumlah / frekuensi berkemih
3) Konstipasi berhubungan dengan nyeri perineal ditandai dengan perubahan
bising usus , feses kurang dari biasanya
4) Gangguan mobiltas fisik berhubungan dengan nyeri luka jahitan perineum
5) Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) mengenai perawatan diri dan bayi
berhubungan dengan kurang pemahaman , salah interpretasi tidak tahu sumber
– sumber
6) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya pendarahan saat
nifas

18
3. PERENCANAAN / INTERVENSI

1) Dx 1
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri ibu
berkurang dengan criteria evaluasi : skala nyeri 0-1 , ibu mengatakan nyerinya
berkurang sampai hilang , tidak merasa nyeri saat mobilisasi , tanda vital
dalam batas normal . S = 37 C . N = 80 x/menit , TD = 120/80 mmHG , R = 18
– 20 x / menit
Intervensi :
a. Kaji ulang skala nyeri
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan dan intervensi yang tepat
b. Anjurkan ibu agar menggunakan teknik relaksasi dan distraksi rasa nyeri
Rasional : untuk mengalihkan perhatian ibu dan rasa nyeri yang dirasakan

c. Motivasi : untuk mobilisasi sesuai indikasi

Rasional : memperlancar pengeluaran lochea, mempercepat involusi dan


mengurangi nyeri secara bertahap.

d. Delegasi pemberian analgetik

Rasional : melonggarkan system saraf perifer sehingga rasa nyeri


berkurang

2) Dx 2
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan ibu tidak mengalami gangguan
eliminasi (BAK) dengan KE : ibu dapat berkemih sendiri dalam 6-8 jam post
partum tidak merasa sakit saat BAK, jumlah urine 1,5-2 liter/hari.
Intervensi :

a. Kaji dan catat cairan masuk dan keluar tiap 24 jam.


Rasional : mengetahui balance cairan pasien sehingga diintervensi dengan
tepat.
b. Anjurkan berkamih 6-8 jam post partum.
Rasional : melatih otot-otot perkemihan.

19
c. Berikan teknik merangsang berkemih seperti rendam duduk, alirkan air
keran.
Rasional : agar kencing yang tidak dapat keluar, bisa dikeluarkan sehingga
tidak ada retensi.
d. Kolaborasi pemasangan kateter.
Rasional : mengurangi distensi kandung kemih.
3) Dx 3
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan konstipasi tidak terjadi pada ibu
dengan KE : ibu dapat BAB maksimal hari ke 3 post partum, feses lembek.
Intervensi :

a. Anjurkan pasien untuk melakukan ambulasi sesuai toleransi dan


meningkatkan secara progresif.

Rasional : membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.

b. Pertahankan diet reguler dengan kudapan diantara makanan, tingkatkan


makan buah dan sayuran.

Rasional : makanan seperti buah dan sayuran membantu meningkatkan


peristaltik usus.

c. Anjurkan ibu BAB pada WC duduk.

Rasional : mengurangi rasa nyeri.

d. Kolaborasi pemberian laksantia supositoria.

Rasional : untuk mencegah mengedan dan stres perineal.

4) Dx 4
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan gerak dan aktivitas terkoordinasi
dengan KE : sudah tidak nyeri pada luka jahitan saat duduk, luka jahitan
perinium sudah tidak sakit (nyeri berkurang).
Intervensi :

a. Anjurkan mobilisasi dan latihan dini secara bertahap.

20
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan aliran darah ke ekstremitas bawah.

b. KIE perawatan luka jahitan periniom.

Rasional : mempercepat kesembuhan luka sehingga memudahkan gerak


dan aktivitas.

c. Kolaborasi pemberian analgetik.

Rasional : melonggarkan sistem saraf parifer sehingga rasa nyeri


berkurang

5) Dx 5
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan pengetahuan ibu tentang
perawatan dini dan bayi bertambah dengan KE : mengungkapkan kebutuhan
ibu pada masa post partum dan dapat melakukan aktivitas yang perlu
dilakukan dan alasannya seperti perawatan bayi, menyusui, perawatan
perinium.
Intervensi :

a. Berikan informasi tentang perawatan dini (perawatan perineal) perubahan


fisiologi, lochea, perubahan peran, istirahat, KB.

Rasional : membantu mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan dan


berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional.

b. Berikan informasi tentang perawatan bayi (perawatan tali pusat, ari,


memandikan dan imunisasi).

Rasional : menambah pengetahuan ibu tentang perawatan bayi sehingga


bayi tumbuh dengan baik.

c. Sarankan agar mendemonstrasikan apa yang sudah dipelajari.

Rasional : memperjelas pemahaman ibu tentang apa yang sudah dipelajari.

21
6) Dx 6
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan infeksi pada ibu tidak
terjadi dengan KE : dapat mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan
resiko infeksi, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
a. Kaji lochea (warna, bau, jumlah) kontraksi uterus dan kondisi jahitan
episiotomi.
Rasional : untuk dapat mendeteksi tanda infeksi lebih dini dan
mengintervensi dengan tepat.
b. Sarankan pada ibu agar mengganti pembalut tiap 4 jam.
Rasional : pembalut yang lembab dan banyak darah merupakan media
yang menjadi tempat berkembangbiaknya kuman.
c. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : peningkatan suhu > 38C menandakan infeksi.
d. Sarankan ibu membersihkan perineal dari depan ke belakang.
Rasional : membantu mencegah kontaminasi rektal melalui vaginal.
4. PELAKSANAAN / IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan masalah yang ada berdasarkan
perencanaan yang telah dibuat (Doenges M.E, 2010)

5. EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan 2 cara yaitu evaluasi formatif dan sumatif.

a. Evaluasi formatif : evaluasi yang dilakukan berdasarkan respon pasien


terhadap tindakan yang dilakukan.

b. Evaluasi sumatif : evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui secara


keseluruhan apakah tujuan tercapai atau tidak.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid I. Jakarta : Media Sudi Amus
(08095) Diposkan oleh Diary of Effata Zebaoth di 00.45

Cardenito, L.J. 2012. Buku Saku Doagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doenges, M.E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal Edisi 3. Jakarta : EGC

Helen Farrer, 2011. Perawatan Maternitas. Jkarta : EGC

Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan
Bidan : Jakarta EGC

Judi Januadi Endjun.2002. Persalinan Sehat. Puspa Swara Mansjoer,

Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid I. Jakarta : Media Sudi Amus
(08095) Diposkan oleh Diary of Effata Zebaoth di 00.45

23

Anda mungkin juga menyukai