Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESAREA

DI RUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT H. ABDUL MANAP JAMBI

DISUSUN OLEH:

NURLINA

PO71200210006

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

TAHUN AJARAN 2023/2024


A. KONSEP DASAR MEDIS POST PARTUM SECTIO CAESAREA
1. Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut (Kusuma, 2015)
Sectio Caesarea adalah jalan alternatif menyambut kelahiran seorang bayi melalui
operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan rahim ibu. Sectio Caesarea
dilakukan sebagai tindakan penyelamatan terhadap kasus-kasus persalinan normal yang
berbahaya. Oleh karena itu tindakan ini hanya di lakukan ketika proses persalinan
alamiah melalui vagina tidak memungkinkan karena risiko medis tertentu (Wahyudi,
2016).
Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. (Reeder, 2015). Post Partum
merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama Post Partum ini antara 6-8
minggu. (Solehati & Kosasih, 2015 yang melaporkan penelitian tahun 2002 oleh
Mochtar)

2. Etiologi
1) Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan
letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa
terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I- II, komplikasi kehamilan
yang disertai penyakit ( jantung, DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
2) Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapses tali pusat dengan pembukaan kecil, 8 9 kegagalan persalinan vakum atau
forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015). Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan
sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah
dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin bear melebihi 4.000
gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lair secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya mash belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian bear ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah. Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan
dasar panggul.
b) Presentasi muka , Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0,27- 0,5%.
c) Presentasi dahi , Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pad
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, bias any
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala.
g. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).

3. Klasifikasi
Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan William R. Forte, 2010)
1) Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara in memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun
dikerjakan kemudian pada sat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian pada
saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang
segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
2) Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang,
insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cedera pada bayi.
3) Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul
Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong
dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis.
Pada masa modern in hamper sudah tidak dipertimbangkan lag untuk mengerjakan
Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah
kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah
4) Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya histerektomi
pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh peritonitis
generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio Caesarea
Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada prosedur
in relative lebih sulit, sering tapa sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan
isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap
disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.

4. Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih komprehensif
yaitu perawatan post operatif dan post partum, manifestasi klinis Sectio Caesarea
menurut Dongoes 20 yaitu:
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus terletak di umbilicus
d. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 – 1000
f. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
i. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
j. Bonding attachment pada anak yang bar lahir

5. Patofisiologi
Ada beberapa kelainan tau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak lahir normal atau spontan, misalnya disebabkan oleh panggul sempit dan
plasenta previa. Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi, efek anastesi menyebabkan konstipasi.
Dalam proses pembedahan akan dilakukan tindakan insisi pada dining abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya jaringan merangsangnya sensorik yang menyebabkan
gangguan rasa nyaman yaitu nyeri.
Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post sectio caesarea, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menyebabkan resiko
infeksi. Pada sat post partum mengalami penurunan hormon progesteron dan estrogen
akan terjadi kontraksi uterus dan involusi tidak adekuat sehingga terjadi pendarahan dan
bisa menyebabkan risiko syok, Hb menurun dan kekurangan 02 mengakibatkan
kelemahan dan menyebabkan defisit perawatan diri (Nurarif & Kusuma, 2015).

6. Penatalaksanaan medis
a) Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per
intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b) Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa
air putih dan air teh.
c) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai
sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita
sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi,
penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari,
pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d) Kateterisasi
Kandung kemih yang penh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
e) Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai
indikasi.
f) Analgetik dan obat-obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup
2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat 14 diberikan tramadol atau paracetamol
tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
g) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit C.
h) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti.
i) Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang haris diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,
dan pernafasan.
j) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tampak
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

7. Pemeriksaan penunjang
a) Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
b) Pemantauan EKG
c) JDL dengan diferensial
d) Elektrolit
e) Hemoglobin/Hematokrit
f) Golongan Darah
g) Urinalis
h) Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesual indias1
i) Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
j) Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker,Susan martin, 1998. Dalam buku Aplikasi Nanda
2015).

8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah
komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok perdarahan,
obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ abdomen seperti usus,
ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi infeksi
sampai sepsis apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi
komplikasi pada bekas luka operasii (Anggi, 2015).
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi
jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi in terjadi karena banyak factor, seperti infeksi
intrauteri, adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya, abses
tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol,
kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang
mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi buruk, termasuk anemia berat,
sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga, alergi pada materi benang yang
digunakan dan kuman resisten terhadap antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio
Caesarea akan terbuka dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya
kulit dan subkulit saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen.
Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena
kuman tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu
harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari cairan luka tersebut. (Valleria,
2016).

B. KONSEP ASUHAN KEPRAWATAN


1. Pengkajian
Asuhan keperawatan merupakan serangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan secara langsung kepada pasien/klien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan. Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis dalam
melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok, dan masyarakat yang berfokus
pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respons pasien terhadap penyakitnya
(Tarwoto & Wartonah, 2010)
1) Pengkajian
a. Pengkajian adalah proses dinamis yang terorganisasi yang meliputi tiga aktvitas
dasar, yaitu mengumpulkan data secara sistematis, memilah dan mengatur data
yang dikumpulkan, mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka
kembali (Tarwoto & Wartonah, 2010)
b. Pengkajian pada klien post operasi sectio caesarea menurut Chairani (2017) yaitu
sebagai berikut:
c. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
d. Keluhan utama: nyeri pada area post operasi
e. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
f. Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (plasenta
previa)
g. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga
mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
h. Keadaan klien meliputi:
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
3) Makanan dan cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet
ditentukan)
4) Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi
spinal epidural.
5) Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
6) Pernapasan: bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan: balutan badomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh.
8) Seksualitas: fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.

2. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (D.0077. Hal 172)
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan(D.0129. Hal 282)
3) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat.
(D.0142. Hal 304)

3. Intervensi
Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri I.08238,
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 hal 201)
diskontuinitas jaringan jam diharapkan nyeri dapat Observasi :
(D.0077.Hal 172) terkontrol dengan kriteria 1. Identifikasi
hasil 1. Keluhan nyeri lokasi,karakteristik,durasi
pasien menurun. (5) frekuensi,kualitas,intensitas
2. Meringis pasien nyeri
menurun.(5). 2. Identifikasi skala nyeri
3. Skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri
berkurang 0-3 secara non verbal
4. Kegelisahan pasien 4. Identifikasi faktor yang
menurun.(5) memperberat dan
5. Ketegangan otot memperingan nyeri
pasien.(5) 5. Identifikasi pengetahuan
6. Kesulitan tidur dan keyakinan tentang nyeri
pasien menurun 6. Identifikasi pengaruh
7. Kemampuan budaya terhadap respon nyeri
menuntaskan 7. Monitor keberhasilan
aktivitas pasien terapi komplementer yang
meningkat. (5) sudah diberikan
8. TTV dalam batas 8. Monitor efek samping
normal penggunaan analgesic
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
1.Jelaskan
penyebab,periode,dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5. Anjurkan teknik
nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgesic
Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan ( Perawatan luka I.14564,
berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 Hal.328)
kerusakan jam diharapkan keutuhan Observasi :
jaringan(D.0129 Hal 282) kulit meningkat dengan 1. Monitor karakteristik luka
kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda
1. Suhu kulit membaik.(5) infeksi
2. Sensasi kulit membaik.(5) Terapeutik :
3. Tekstur kulit membaik.(5) 1. Lepaskan balutan dan
4. Nyeri menurun.(5) plester secara perlahan 2.
5. Kemerahan pada kulit Cukur rambut disekitar
menurun. (5) daerah luka, jika perlu
6. Elastisitas kulit 3. Bersihkan dengan cairan
meningkat.(5) NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
4. Besihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika perlu
6. Pasang balutan sesuai jenis
luka
7. Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka 8. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan
kalori 30-35 kkal/kgBB/hari
dan protein 1,25- 1,5
g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen
vitamin dan mineral
12. Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur
debridement
2. Kolaborasi pemberian
antibiotic
Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan ( Pencegahan Infeksi I.14539
berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 Hal.278)
pertahanan primer tubuh jam diharapkan pasien Observasi :
yang tidak adekuat. mengetahui dan mencegah 1. Monitor tanda dan gejala
(D.0142 Hal 304) resiko infeksi dengan infeksi lokal dan sitemik
kriteria hasil : Terapeutik :
1. Pasien mampu 1. Batasi jumlah pengunjung
mengidentifikasi resiko 2. Berikan perawatan kulit
meningkat. (5) pada area edema
2. Kemampuan melakukan 3. Cuci tangan sebelum dan
strategi kontrol resiko sesudah kontak dengan
meningkat. (5) pasien dan lingkungan pasien
3. Kemampuan pasien 4. Pertahankan teknik aseptik
mengubah prilaku pada pasien berisiko tinggi
meningkat. (5)
4. Kemampuan pasien Edukasi :
menghindari faktor resiko 1. Jelaskan tanda dan gejala
meningkat. (5) infeksi
5. Kemampuan mengenali 2. Ajarkan cara mencuci
perubahan status kesehatan tangan dengan benar
meningkat.(5) 3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. Implementasi
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya
(intervensi).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani,
2009).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung,
2011). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


dan Indikator

Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan

Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Abdul Bari Saifuddin. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal Dan

Maternal.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007

Aprina dan Anita. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio

Caesarea . Jurnal Kesehatan, 8 (1), 90-99

Smeltzer, S, C., & Bare, B, G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai