Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN SECTIO CAESARIA ATAS INDIKASI LETAK SUNGSANG


DI IBS RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

Oleh

ARFIANI RACHMAWATI
(NIM. 1301460055)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESI


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
2017
A. KONSEP SECTIO CAESARIA
1. Definisi
Istilah sectio caesaria berasal dari bahasa latin caedere yang berarti
memotong atau menyayat. Dalam ilmu obstetri, istilah tersebut mengacu
pada tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan
membuka dinding perut dan rahim ibu ( Lia et al.,2010)
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik
ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah
terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini
adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi
sefalopelvis janin dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan prosedur elektif
atau darurat . Untuk sectio caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal atau
epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan dan pemasangan
duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek depresif obat anestesi
pada bayi (Muttaqin, Arif.,2010).
Bedah caesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan
sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus
untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika
kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi,
kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal
(Yusmiati, 2007).

Gambar Sectio Caesaria

2. Klasifikasi Operasi Sectio Caesarea


Klasifikasi atau tipe sectio caesaria terdiri atas :
a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) SC klasik atau corporal
2) SC ismika atau profundal
3) SC ekstra peritonealis
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)

3. Indikasi
a. Indikasi ibu
1) Panggul sempit dan dystocia mekanis
a) Disproporsi fetopelvik
Disproporsi fetopelvik mencakup panggul sempit (contracted
pelvis), fetus yang tumbuhnya terlampau besar, atau adanya
ketidak-imbangan relative antara ukuran bayi dan ukuran
pelvis. Yang ikut menimbulkan masalah disproporsi adalah
bentuk pelvis, presentasi fetus serta kemampuannya untuk
moulage dan masuk panggul, kemampuan berdilatasi pada
cervix, dan keefektifan kontraksi uterus
b) Malposisi dan malpresentasi
Abnormalitas ini dapat menyebabkan perlunya sectio caesarea
pada bayi yang dalam posisi normal dapat dilahirkan
pervaginam. Bagian terbesar dari peningkatan insidensi sectio
caesarea dalam kelompok ini berkaitan dengan presentasi
bokong. Barangkali sepertiga dari presentasi bokong harus
dilahirkan lewat abdomen. Bukan saja akibat langsung
kelahiran vaginal terhadap janin lebih buruk pada presentasi
bokong disbanding pada presentasi kepala, tetapi juga terbukti
adanya pengaruh jangka panjang sekalipun kelahiran tersebut
tanpa abnormalitas. Ada perkiraan bahwa persalinan kaki dan
bokong bayi premature yang viable paling baik dilakukan
melalui sectio caesarea
c) Disfungsi uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak
terkoordinasikan, inertia, cincin konstriksi dan
ketidakmampuan dilatasi cervix. Partus menjadi lama dan
kemajuannya mungkin terhenti sama sekali. Keadaan ini sering
disertai disproporsi dan malpresentasi.
d) Distosia jaringan lunak
Distosia jaringan lunak (soft tissue dystocia) dapat
menghalangi atau mempersulit kelahiran yang normal. Ini
mencakup keadaan seperti cicatrix pada saluran genitalia,
kekakuan cervix akibat cedera atau pembedahan, dan atresia
atau stenosis vagina. Kelahiran vaginal yang dipaksa akan
mengakibatkan laserasi yang luas dan perdarahan
e) Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan
normal tidak mungkin terlaksana. Kanker invasive cervix yang
didiagnosis pada trimester ketiga kehamilan dapat diatasi
dengan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi,
pembedahan radikal ataupun keduanya
f) Persalinan yang tidak dapat maju
Dalam kelompok ini termasuk keadaan – keadaan seperti
disproporsi cephalopelvik, kontraksi uterus yang tidak efektif,
pelvis yang jelek, bayi yang besar dan defleksi kepala bayi.
Sering diagnosis tepat tidak dapat dibuat dan pada setiap kasus
merupakan diagnosis akademik. Keputusan ke arah sectio
caesarea dibuat berdasarkan kegagalan persalinan untuk
mencapai dilatasi cervix dan atau turunnya fetus, tanpa
mempertimbangkan etiologinya.
2) Pembedahan sebelumnya pada uterus
a) Sectio caesaria
Pada sebagian besar Negara ada kebiasaan yang dipraktekkan
akhir-akhir ini, yaitu setelah prosedur pembedahan caesaria
dikerjakan, maka semua kehamilan yang mendatang harus
diakhiri dengan cara yang sama. Bahaya rupture lewat tempat
insisi sebelumnya dirasakan terlalu besar. Akan tetapi, pada
kondisi tertentu ternyata bisa dilakukan trial of labor dengan
kemungkinan persalinan lewat vagina. Kalau upaya ini
berhasil, baik morbiditas maternal maupun lamanya rawat
inapakan berkurang.
b) Histerotomi
Kehamilan dalam uterus akan disertai bahaya rupture uteri bila
kehamilan sebelumnya diakhiri dengan histerotomi. Resikonya
sama seperti resiko sectio caesarea klasik. Histerotomi kalau
mungkin harus dihindari dengan pertimbangan bahwa
kehamilan berikutnya akan mengharuskan sectio caesaria.
3) Pendarahan
a) Placenta previa
Sectio caesarea untuk placenta previa centralis dan lateralis
telah menurunkan mortalitas fetal dan maternal. Keputusan
akhir diambil melalui pemeriksaan vaginal dalam kamar
operasi dengan menggunakan double setup. Darah sudah
tersedia dan sudah dicocokkan (cross-matching). Team dokter
bedah harus sudah siap sedia. Jika pada pemeriksaan vaginal
ditemukan placenta previa centralis atau partialis, sectio
caesarea segera dikerjakan.
b) Abruptio placentae
Abruptio placentae yang terjadi sebelum atau selama persalinan
awal dapat diatasi dengan pemecahan ketuban dan pemberian
tetesan oxytocin. Kalau perdarahannya hebat, cervix mengeras
dan menutup atau kalau ada kecurigaan apoplexia
uteroplacental, maka diperlukan sectio caesarea untuk
menyelamatkan bayi, mengendalikan perdarahan, mencegah
afibrinogenemia dan untuk mengamati keadaan uterus serta
kemampuannya berkontraksi dan mengendalikan perdarahan.
Pada sebagian kasus diperlukan tindakan histeroktomi.
4) Toxemia gravidarum
Toxemia gravidarum dapat menyebabkan pengakhiran kehamilan
sebelum waktunya. Pada sebagian besar kasus, pilihan metodenya
adalah induksi persalinan. Kalau cervix belum matang dan induksi
sukar terlaksana, sebaiknya dikerjakan sectio caesarea.
5) Lain – lain
a) Primigraviditas usia lanjut
b) Bekas jahitan pada vagina
c) Anomali uteri congenital
d) Riwayat obstetric yang jelek
e) Forceps yang gagal
f) PEB (Pre Eklamsi Berat)
g) KPD ( Ketuban Pecah Dini)
b. Indikasi fetal
1) Gawat janin
2) Cacat atau kematian janin sebelumnya
3) Prolapsus funiculus umbilicalis
4) Insufisiensi plasenta
5) Diabetes maternal
6) Inkompatibilitas rhesus
7) Postmortem caesarean
8) Infeksi virus herpes pada traktus genitalis
9) Kelainan Letak Janin
Kelainan-kelainan janin menurut Mochtar (1998) antara lain :
a) Kelainan pada letak kepala
 Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya
kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil
atau mati, kerusakan dasar panggul.
 Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang
terjadi, kira-kira 0,27-0,5%
 Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi
letak muka atau letak belakang kepala.
 Letak Sungsang
Janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim,
kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar,
1998).Menurut (Sarwono, 1992) letak sungsang
merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong
kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki.
10) Bayi kembar
11) Faktor hambatan jalan lahir

4. Kontra Indikasi
a. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk dalam uterus sehingga
kemungkinan hidup kecil, dalam hal ini tidak ada alasan untuk
melakukan operasi
b. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi
c. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas
d. Adanya kelainan kongenital berat

B. KONSEP LETAK SUNGSANG


1. Definisi
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin yang memanjang
(membujur) di dalam rahim dan kepala berada pada fundus (Manuaba, 2008).
Kehamilan dengan letak sungsang adalah kehamilan dimana bayi
letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu. Kepala pada fundus uteri
sedangkan bokong merupakan bagian terbawah (di daerah PAP/sympisis)
(Winkjosastro, 2005). Pada persalinan justru kepala yang merupakan bagian
terbesar bayi akan lahir terakhir. Kehamilan dengan letak sungsang
merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala pada
fundus uteri dan bokong berada di bawah kauvum uteri.

2. Etiologi
a. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban
masih banyak dan kepala anak relatif besar.
b. Hydramnion karena anak mudah bergerak.
c. Placenta praevia karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu
atas panggul.
d. Bentuk rahim yang abnormal seperti uterus bicornis.
e. Panggul sempit; walaupun panggul sempit sebagai sebab letak sungsang
masih disangsikan oleh berbagai penulis.
f. Kelainan bentuk kepala: hydrocephalus, anencephalus, karena kepala
kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
g. Sudut Ibu
1. Keadaan Rahim
 Rahim arkuatus
 Septum pada rahim
 Uterus dupleks
 Mioma bersama kehamilan
2. Keadaan Plasenta
 Plasenta letak rendah
 Plasenta previa
3. Keadaan Jalan Lahir
 Kesempitan rahim
 Deformitas tulang panggul
 Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi
kepala
h. Sudut Janin
 Tali pusat pendek/lilitan tali pusat
 Hidrosefalus / anesefalus
 Kehamilan gemelli (kembar)
 Hidramnion atau oligohidramnion

3. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,
jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri
dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah
air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat
lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang
yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih
kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa
pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,
sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan
dalam presentasi kepala Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu. Sebagian
dari mereka berada dalam posisi sungsang.

4. Manifestasi Klinis
Kehamilan dengan letak sungsang seringkali oleh ibu hamil dinyatakan
bahwa kehamilannya terasa lain dari kehamilan sebelumnya, karena perut
terasa penuh dibagian atas dan gerakan lebih hanyak dibagian bawah. Pada
kehamilan pertama kalinya mungkin belum bisa dirasakan perbedaannya.
Dapat ditelusuri dari riwayat kehamilan sebelumnya apakah ada yang
sungsang.
Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan
bahwa Leopold I difundus akan teraba bagian yang keras dan bulat yakni
kepala. Leopold II teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain.
Leopold III-IV teraba bokong dibagian bawah uterus. Kadang-kadang
bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi
bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin pada
umumnya ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada
umbilicus.
Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan letak sungsang apabila
didiagnosis dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat oleh karena dinding
perut tebal, uterus berkontraksi atau air ketuban banyak. Setelah ketuban
pecah dapat lebih jelas adanya bokong vang ditandai dengan adanya sakrum,
kedua tuberositas iskii dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus
dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan
ditemukan ibu jari vang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan
panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada
persalinan lama, bokong mengalami edema sehingga kadang-kadang sulit
untuk membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat
membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke
dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan
kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan,
mulut dan tulang pipi akan membentuk segitiga, sedangkan anus dan
tuberosis iskii membentuk garis lurus. Pada presentasi bokong kaki
sempurna, kedua kaki dapat diraba disamping bokong, sedangkan pada
presentasi bokong kaki tidak sempuma hanya teraba satu kaki disamping
bokong. Informasi yang paling akurat berdasarkan lokasi sakrum dan
prosesus untuk diagnosis posisi.

5. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan jika masih ada keragu-raguan dari pemeriksaan luar dan
dalam, sehingga harus di pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan
ultrasonografik atau MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pemeriksaan
ultrasonografik diperlukan untuk konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan
fisik belum jelas, menentukan letak placenta, menemukan kemungkinan
cacat bawaan. Pada foto rontgen (bila perlu) untuk menentukan posisi tungkai
bawah, konfirmasi letak janin serta fleksi kepala, menentukan adanya
kelainan bawaan anak.

6. Penatalaksanaan
a. Dalam Kehamilan
Pada umur kehamilan 28-30 minggu ,mencari kausa daripada letak
sungsang yakni dengan USG; seperti plasenta previa, kelainan
kongenital, kehamilan ganda, kelainan uterus. Jlka tidak ada kelainan
pada hasil USG, maka dilakukan knee chest position atau dengan versi
luar (jika tidak ada kontraindikasi).
Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan 34-38 minggu. Pada
umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu dilakukan
karena kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri,
sedangkan setelah minggu ke 38 versi luar sulit dilakukan karena janin
sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang. Sebelum
melakukan versi luar diagnosis letak janin harus pasti sedangkan denyut
jantung janin harus dalam keadaan baik. Kontraindikasi untuk
melakukan versi luar; panggul sempit, perdarahan antepartum,
hipertensi, hamil kembar, plasenta previa.

Gambar 2. Versi luar


Keberhasilan versi luar 35-86 % (rata-rata 58 %). Peningkatan
keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech,
letak lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar
berdasarkan penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).
Tabel 1. Skor Bishop
Skor 0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5+
Panjang serviks (cm) 3 2 1 0
Station -3 -2 -1 +1,+2
Konsistensi Kaku Sedang Lunak
Position posterior Mid anterior
Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai >9.
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot
dinding perut, penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan, tetapi
kerugiannya antara lain: narkosis harus dalam, lepasnya plasenta karena
tidak merasakan sakit dan digunakannya tenaga yang berlebihan,
sehingga penggunaan narkosis dihindari pada versi luar.
b. Dalam Persalinan
Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak
ketekunan dan kesabaran dibandingkan dengan persalinan letak kepala.
Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang
menjadi indikasi seksio, seperti kesempitan panggul, plasenta previa atau
adanya tumor dalam rongga panggul.
Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sungsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada. Persalinan pada letak
sungsang dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal (seksio
sesaria). Pervaginam dilakukan jika tidak ada hambatan pada
pembukaan dan penurunan bokong. Syarat persalinan pervaginam pada
letak sungsang: bokong sempurna (complete) atau bokong murni (frank
breech), pelvimetri, klinis yang adekuat, janin tidak terlalu besar, tidak
ada riwayat seksio sesaria dengan indikasi CPD, kepala fleksi.
Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung melalui tiga tahap
yaitu :
 Persalinan bokong
 Bokong masuk ke pintu atas panggul dalam posisi melintang
atau miring.
 Setelah trokanter belakang mencapai dasar panggul, terjadi
putaran paksi dalam sehingga trokanter depan berada di bawah
simfisis.
 Penurunan bokong dengan trokanter belakangnya berlanjut,
sehingga distansia bitrokanterika janin berada di pintu bawah
panggul.
 Terjadi persalinan bokong, dengan trokanter depan sebagai
hipomoklion.
 Setelah trokanter belakang lahir, terjadi fleksi lateral janin
untuk persalinan trokanter depan, sehingga seluruh bokong
janin lahir.
 Terjadi putar paksi luar, yang menempatkan punggung bayi ke
arah perut ibu.
 Penurunan bokong berkelanjutan sampai kedua tungkai bawah
lahir.
 Persalinan bahu
 Bahu janin memasuki pintu atas panggul dalam posisi
melintang atau miring.
 Bahu belakang masuk dan turun sampai mencapai dasar
panggul.
 Terjadi putar paksi dalam yang menempatkan bahu depan
dibawah simpisis dan bertindak sebagai hipomoklion.
 Bahu belakang lahir diikuti lengan dan tangan belakang.
 Penurunan dan persalinan bahu depan diikuti lengan dan tangan
depan sehingga seluruh bahu janin lahir.
 Kepala janin masuk pintu atas panggul dengan posisi melintang
atau miring.
 Bahu melakukan putaran paksi dalam.
 Persalinan kepala janin
 Kepala janin masuk pintu atas panggul dalam keadaan fleksi
dengan posisi dagu berada dibagian posterior.
 Setelah dagu mencapai dasar panggul, dan kepala bagian
belakang tertahan oleh simfisis kemudian terjadi putar paksi
dalam dan menempatkan suboksiput sebagai hipomiklion.
 Persalinan kepala berturut-turut lahir: dagu, mulut, hidung,
mata, dahi dan muka seluruhnya.9
 Setelah muka, lahir badan bayi akan tergantung sehingga
seluruh kepala bayi dapat lahir.
 Setelah bayi lahir dilakukan resusitasi sehingga jalan nafas
bebas dari lendir dan mekoneum untuk memperlancar
pernafasan. Perawatan tali pusat seperti biasa. Persalinan ini
berlangsung tidak boleh lebih dari delapan menit.

7. Jenis Persalinan Sungsang


a. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan
kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara, Bracht.
2. Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery),
janin dilahirkan sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu
dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
3. Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan
seluruhnya dengan memakai tenaga, penolong.
b. Persalinan perabdominam (seksio sesaria).

8. Komplikasi
a. Dari faktor ibu:
1. Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta.
2. Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma
(endometritits)
3. Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis.
b. Dari faktor bayi:
1. Perdarahan seperti perdarahan intracranial, edema intracranial,
perdarahan alat-alat vital intra-abdominal.
2. Infeksi karena manipulasi
3. Trauma persalinan seperti dislokasi/fraktur ektremitas, persendian
leher,rupture alat-alat vital intraabdominal, kerusakan pleksus
brachialis dan fasialis, kerusakan pusat vital di medulla oblongata,
trauma langsung alat-alat vital (mata, telinga, mulut), asfiksisa
sampai lahir mati.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
1. Fase Pre Operatif
a. Pengkajian Pre Operatif
Pengkajian pre operatif meliputi:
(1). Pengkajian Umum
- Identitas pasien.
- Jenis pekerjaan.
- Persiapan umum (inform consent, formulir checklist).
(2). Riwayat Kesehatan
- Riwayat alergi.
- Kebiasaan merokok, alkohol, narkoba.
- Pengkajian nyeri.(PQRST).
(3). Pengkajian Psikososiospiritual
- Kecemasan pra operatif.
- Perasaan.
- Konsep diri, citra diri.
- Sumber koping.
- Kepercayaan spiritual.
- Pengetahuan, persepsi, dan pemahaman.
(4). Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum dan tanda- tanda vital.
- Pengkajian tingkat kesadaran.
(5). Pengkajian Diagnostik
- Pemeriksaan darah lengkap.
- Analisis elektrolit serum, koagulasi, kreatinin serum, dan
urinalisis.
- Pemeriksaan skrining tambahan apabila usia di atas 40 tahun, atau
pasien yang mempunyai riwayat penyakit jantung, maka
diperlukan pemeriksaan foto dada, EKG atau pemeriksaan yang
lainnya sesuai dengan kebutuhan diagnosis pra bedah.
b. Diagnosis Keperawatan Pre Operatif
1) Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan.
2) Risiko tinggi injury berhubungan dengan transfer dan transport
pasien ke branchart/ meja operasi.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
c. Rencana Intervensi Pre Operatif dan Kriteria Evaluasi
a) Diagnosa 1
Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan
Tujuan ;
Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan pasien hilang/berkurang
Kriteria evaluasi:
Pasien melaporkan kecemasan menurun sampai tingkat yang dapat
ditangani
Intervensi:
(1) Mandiri : saat pasien masuk ruang sementara sambut dan
panggil namanya.
(2) Beri lingkungan yang tenang, jangan bicara tentang
pembedahan
(3) Orientasikan pasien terhadap prosedur pra-induksi dan aktivitas
yang diharapkan
(4) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya
(5) Kolaborasi berikan obat anti cemas sesuai indikasi
b) Diagnosa 2
Resiko tinggi injury berhubungan dengan transfer dan trasport
pasien ke branchart/meja operasi
Tujuan :
Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi injury pada pasien
Kriteria Evaluasi :
Persiapan pra bedah terlaksana dengan optimal
Intervensi:
(1) Bantu pasien berpindah dari branchart ke kursi roda kamar
operasi
(2) Angkat pasien dari branchart ke meja operasi dengan 3 orang
(3) Dorong pasien ke ruang tindakan dengan hati-hati
c) Diagnosa 3
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya infoemasi
tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
Tujuan :
Dalam waktu 1 x 24 jam pemahaman pasien terhadap informasi
terpenuhi
Kriteria evaluasi :
Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan
penanganannya, pasien berpartisipasi dalam program penanganan.
Intervensi :
(1) Dorong pasien mengekspresikan pikiran, perasaan dan
pandangan dirinya
(2) Dorong pasien untuk bertanya mengenai masalah penanganan,
perkembangan dan prognosa kesehatan
(3) Berikan informasi yang dapat dipercaya dan diperkuat dengan
informasi yang diberikan

2. Fase Intra Operatif


a. Pengkajian Intra Operatif
Pengkajian keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif
meliputi 4 hal, yaitu:
1) Safety manajemen
2) Pengaturan posisi pasien
3) Monitoring fisiologis
a) Melakukan balance cairan (intake output).
b) Memantau kondisi cardio pulmunal (fungsi pernapasan, pulse,
TD, saturasi oksigen, perdarahan).
4) Monitoring psikologis (bila pasien dalam keadaan sadar)
a) Memberi dukungan emosional kepada pasien.
b) Mengkaji status emosional pasien dan mengkomunikasikannya
kepada tim bedah bila terjadi adanya suatu perubahan yang
tidak diharapkan.

b. Diagnosis Perawatan Intra Operatif


1) Resiko tinggi cedera intra operatif berhubungan dengan pengaturan
posisi bedah dan prosedur invasif bedah.
2) Resiko infeksi intra operatif berhubungan dengan adanya port de
entree prosedur bedah.

c. Rencana Intervensi
1) Diagnosa I
Resiko tinggi cidera intra operatif berhubungan dengan pengaturan
posisi bedah dan prosedur invansif bedah
Tujuan :
Resiko cidera intra operatif sekunder pengaturan posisi bedah tidak
terjadi
Kriteria evaluasi :
- Selama intra operatif tidak terjadi gangguan hemodinamik
- Penghitungan sponges dan instrumen sesuai dengan jumlah
yang dikeluarkan
- Pasca operasi tidak ditemukan cedera tekan dan cedera listrik
Intervensi :
(1) Kaji ulang identitas pasien
(2) Siapkan kamar bedah sesuai dengan jenis pembedahan pasien
(3) Siapkan sarana pendukung pembedahan
(4) Siapkan alat hemostasis dan cadangan dalam kondisi siap pakai
(5) Lakukan pemasangan katheter dengan tehnik steril
(6) Lakukan pengaturan posisi bedah
(7) Bantu ahli bedah pada saat memulai insisi, melakukan
intervensi hemostasis, membuka jaringan lapis demi
lapis,lakukan penghisapan bila diperlukan, dan bantu ahli
bedah pada saat akses bedah tercapai sesuai dengan tujuan
pembedahan yang dilakukan sampai menutup jaringan

2) Diagnosa 2
Resiko infeksi intra operatif berhubungan dengan adanya port de
antry prosedur bedah.
Tujuan :
Optimalisasi tindakan asepsis dapat dilaksanakan selama prosedur
bedah
Kriteria evaluasi ;
Luka pasca operasi tertutup rapi dengan kasa steril
Intervensi :
(1) Siapkan sarana scrub
(2) Siapkan instrumen sesuai dengan jenis pembedahan
(3) Lakukan manajemen asepsis pra bedah
(4) Lakukan manajemen asepsis intra operatif
(5) Lakukan penutupan luka pembedahan

3) Fase Post Operatif


a. Pengkajian
Pengkajian Implikasi dan Hasil Pengkajian
Pengkajian Pengkajian awal post operatif adalah sebagai berikut:
Awal Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan.
Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan napas,
TTV.
Anesthesi dan medikasi lain yang digunakan.
Semua masalah yang terjadi di ruang operasi yang
mungkin mempengaruhi perawatan post operatif (henti
jantung, perdarahan, syok).
Cairan yang diberikan, kehilangan,penggantian.
Segala selang, drain, katheter atau alat bantu pendukung
lainnya.
Informasi spesifik tentang siapa ahli bedahatau ahli
anesthesi yang akan diberitau.
Sistem Kontrol Pernapasan
Pernapasan Obat anesthesi tertentu dapat menyebabkan depresi
pernapasan. Perawat perlu waspada pernapasan yang
dangkal dan lemah.
Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi
napas, warna membran mukosa.
Kepatenan Jalan Napas
Oral airway masih dipasang untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas sampai tercapai pernapasan yang
nyaman dengan kecepatan normal.
Salah satu kekhawatiran perawat adalah obstruksi jalan
napas akibat aspirasi muntah, akumulasi sekresi mukosa
di faring, atau spasme faring.

Sistem Sirkulasi
Pengkajian Implikasi dan Hasil Pengkajian
Respon Perdarahan post Operatif
Masalah sirkulasi yang sering terjadi adalah perdarahan.
Perdarahan dapat mengakibatkan turunnya TD,
meningkatnya denyut jantung dan pernapasan, pulse
lemah, kulit dingin, pucat dan gelisah.
Perawat harus selalu waspada dengan drainage di bawah
tubuh pasien.

Kontrol Suhu Lingkungan ruang operasi dan ruang pemulihan sangat


dingin.
Ukur suhu tubuh pasien dan berikan selimut hangat.
Menggigil mungkin disebabkan oleh pengaruh obat
anesthesi tertentu.

Status Bersamaan dengan hilangnya efek anesthesi maka


Neurologi refleks, kekuatan otot dan tingkat orientasi pasien akan
kembali normal.
Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien (berespon,
bingung, atau disorientasi).
Perawat dapat memeriksa pupil, reflek muntah.
Kaji tingkat respon sensibilitas dengan membandingkan
peta dermatom untuk menilai kembalinya fungsi sensasi
taktil.
Jelaskan bahwa pembedahan telah selesai dan beri
gambaran tentang prosedur dan tindakan perawatan di
ruang pulih sadar.

Respon Nyeri Nyeri mulai terasa sebelum kesadaran pasien kembali


penuh. Nyeri akut akibat insisi menyebabkan pasien
gelisah TTV berubah.
Skala nyeri merupakan metode efektif untuk mengkaji
nyeri post operatif, digunakan sebagai dasar bagi perawat
untuk mengevaluasi efektivitas intervensi selama
pemulihan.

Genitourinari Dalam waktu 6-8 jam setelah anesthesi pasien akan


mendapatkan kontrol fungsi berkemih secara volunter.
Kandung kemih yang penuh menyebabkan nyeri.
Bila telah terpasang katheter sedikitnya harus
2cc/kgBB/jam untuk dewasa dan 1cc/kgBB/jam untuk
anak- anak.
Observasi warna dan bau urine.
Pembedahan yang melibatkan saluran perkemihan akan
menyebabkan urine mengandung darah ± selama 12-24
jam setelah pembedahan.
Pengkajian Implikasi dan Hasil Pengkajian

Sistem Anesthesi memperlambat motilitas usus dan


Gastrointes- menyebabkan mual.
Tinal Kaji adanya distensi abdomen yang mungkin terjadi
akibat akumulasi gas, perdarahan internal.

Keseimba-ngan Kaji status hidrasi, monitor fungsi jantung dan neurologi


cairan dan untuk melihat adanya perubahan elektrolit.
elektrolit Satu- satunya sumber asupan cairan untuk pasien segera
setelah pembedahan adalah melalui infus. Jaga kepatenan
infus IV.
Catatan intake output berguna membantu proses
pengkajian fungsi ginjal dan sirkulasi.
Integritas Kulit, Kaji kondisi kulit pasien, melihat adanya kemerahan,
Kondisi Luka, ptekie, abrasi atau luka bakar.
dan Drainage Kemerahan menunjukkan adanya sensitivitas terhadap
obat atau alergi.
Abrasi dan ptekie dapat terjadi karena posisi yang kurang
tepat atau pengikatan yang menyebabkan cedera pada
lapisan kulit.
Luka bakar menunjukkan bahwa bantalan arde couter
listrik tidak terpasang dengan benar.
Observasi jumlah, warna, bau, dan konsistensi drainage.

(Sumber: Arif Muttaqin, 2008)

b. Diagnosis Perawatan Post Operatif


1) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan kontrol pernapasan efek sekunder anesthesi.
2) Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak, kerusakan
neurovaskular pasca bedah.

c. Rencana Intervensi
1) Diagnosa 1
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan kontrol pernafasan efek sekunder anestesi
Tujuan :
Mengefektifkan jalan nafas, mempertahankan ventilasi
pulmonal,mencegah hypoksemia ( penurunan kadar oksigen dalam
darah) dan hypercapnea ( kelebihan karbondioksida dalam darah )
Kriteria Evaluasi:
- Frekwensi pernafasan dalam batas normal
- Pasien tidak menggunakan alat bantu nafas
- Tidak terdengar suara nafas tambahan
- Oral airway dapat dilepas tanpa komplikasi
Intervensi:
( 1) Atur tempat pasien dekat dengan akses oksigen dan suction
( 2) Kaji dan observasi jalan nafas
( 3) Pertahankan kepatenan jalan nafas
( 4) Atur posisi kepala untuk mempertahankan jalan nafas
( 5) Berikan oksigen 3 liter /menit atau sesuai indikasi
( 6) Bersihkan sekret pada jalan nafas

2) Diagnosa 2
Nyeri berhubungan dengan cidera jaringan lunak, kerusakan
neurovaskuler pasca bedah
Tujuan :
Dalam waktu 1 x 24 jam rasan yeri teratasi
Kriteria evaluasi :
TTV dalam batas normal
Nyeri pada tingkat 0 atau 1 dari skala 0-4
Intervensi:
(1) Kaji tanda nyeri verbal/nonverbal, catat lokasi, intensitas (
skala 0-10 dan lama nyeri
(2) Letakan pasien dalam posisi semifowler. Sokong kepala/leher
dengan bantal pasir
(3) Ajarkan tehnik relaksasi dan dekstraksi
(4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito L. J. 2005. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, M E. 2000. Rencana Askep Pedoman Untuk Perencanaan Dan

Pendokmentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Gruendemann, BJ dan Fernsebner, B. 2006. Buku ajar Keperawatan Perioperatif

Volume 2:Praktik. Jakarta: EGC

Mansjoe, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Manuaba, Ida, Bagus Gde. 2008. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Mochtar, Rustam. 2008. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. Dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif.Banjarmasin

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta.

Prawiroharjo, Sarwono. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:

YBS-SP.

Wim de Jong dan Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi Jakarta:

EGC.

Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai