ASMA BRONKIALE
Disusun oleh :
KELOMPOK ANAK
E. Etiologi
Menurut smeltzer (2009), ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit
alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut, ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, ex: perhiasan,
logam dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma.Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya.Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
F. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi
dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada
sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody
Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat.
Diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus.Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.
Imun
Bronkospasme
Pencetus : respon Pelepasan
Edema
• Allergen menjadi mediator
mukosa
• Olahraga aktif humoral
Sekresi
• Cuaca • Histamine
meningkat
• Emosi • SRS-A
inflamasi
• Serotonin
• Kinin
Penghambat
kortikosteroid
G. KOMPLIKASI
1. Gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Bronchitis kronis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
a. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
b. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
c. Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
d. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
e. Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
f. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain
asma.
I. Penatalaksanaan Asma
1. Saat Serangan
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus
diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh
pasien di rumahdan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat
serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan
termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru,
untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada serangan
asma obat-obat yang digunakan adalah : bronkodilator (β2 agonis kerja cepat
dan ipratropium bromida) dan kortikosteroid sistemik.Pada serangan ringan
obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan
dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara
sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin
oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5
hari.Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid
oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin
IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi
maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian
cairan IV. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan
IV, β2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan
aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia
dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.Pada serangan asma yang
mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.Pemberian obat-obat bronkodilator
diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada
dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).
2. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol
asma dan mencegah serangan.Pengobatan asma jangka panjang
disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.Prinsip pengobatan jangka
panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan
Menjaga kebugaran.Edukasi:Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan,
mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui obat-obat pelega
dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya, mengenali dan
menghindari faktor pencetus, kontrol ter
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas : umur, alamat : lingkungan tempat tinggal
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama. (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian)
batuk, sesak nafas dan mengi.
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit)
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien) : sesak nafas, alergi,
batuk pilek.
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat
genetik atau tidak) : asma, sesak nafas, batuk lama, alergi.
5) Riwayat imunisasi
6) Riwayat tumbuh kembang
c. Pemeriksaan Persistem
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status gizi (BB, TB, Usia)
2) Sistem persepsi sensori :
a) Sistem persyarafan : kesadaran
b) Sistem pernafasan : sianosis, wheezing / mengi, sesak nafas,
menggunakan otot nafas tambahan, cuping hidung, laju nafas
meningkat, produksi sekret meningkat.
c) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat akral
dingin, kapilary refill
d) Sistem gastro intestinal
e) Sistem integumen : sianosis, diaporesis, turgor
f) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir / oliguria / anuria
g) Sistem muskuloskeletal : tonus otot menurun, lemah secara umum
d. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan merokok
2) Pola nutrisi dan metabolisme : makanan terakhir yang dimakan, alergi
makan, suka es, suka makanan instan
3) Pola eliminasi : bak terakhir, oliguria / anuria
4) Pola aktifitas dan latihan : apakah anak sering kelelahan / sesak nafas
sehabis bermain ? Bermain di tempat berdebu ?
5) Pola tidur dan istirahat : susah tidur
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Pola toleransi dan koping stress : apakah anak punya masalah yang
belum terselesaikan?
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran.
10) Pola persepsi dan konsep diri
K. Diagnosa Keperawatan
1 Kebersihan jalan nafas tidak efektif b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas,
peningkatan sekresi trakheobronkheal
2 Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, kelelahan otot pernafasan
3 Resiko aspirasi b.d secret produktif, sesak nafas
4 Kurang pengetahuan tentang asma b.d kurang informasi, keterbatas-an
kognisi, tidak familier dengan sumber informasi
5 Cemas orang tua b.d perkembangan penyakit anaknya
6 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2,
kelemahan
7 Defisit self care b.d kelemahan, kelelahan, sesak nafas
L. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Kep NOC / Tujuan NIC / Intervensi