Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sehat
Sehat adalah suatu kondisi di mana segala sesuatu berjalan normal dan bekerja
sesuai fungsinya dan sebagaimana mestinya. Secara sederhana, sehat bersinonim
dengan kondisi tidak sakit. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, definisi sehat adalah
baik seluruh badan serta bagian-bagiannya. Ada beberapa pengertian sehat dari
berbagai sudut pandang, diantaranya adalah:
1. Pengertian Sehat menurut WHO (World Health Organizations)
Pengertian sehat menurut WHO atau organisasi kesehatan dunia adalah suatu
keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit
atau kelemahan. Definisi sehat menurut WHO ini adalah sehat secara keseluruhan,
baik jasmani, rohani, lingkungan berikut faktor-faktor serta komponen-komponen
yang berperan di dalamnya. Sehat menurut WHO terdiri dari suatu kesatuan penting
dari 4 komponen dasar yang membentuk ‘positif health’, yaitu:
 Sehat Jasmani
 Sehat Mental
 Sehat Spiritual
 Kesejahteraan social

2. Menurut Hendrik L Blum


Ada 4 faktor yang mempengaruhi status derajat kesehatan masyarakat atau
perorangan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Dari 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan ternyata faktor perilaku memiliki
pengaruh yang cukup besar kemudian di ikuti oleh Faktor Lingkungan, Faktor
Pelayanan Kesehatan dan yang terahir adalah faktor keturunan. Dan ke 4 faktor di atas
memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi.

1) Faktor Perilaku
Perilaku masyarakat yang sehat akan menunjang dan berdampak semakin
meningkatnya derajat kesehatan, hal ini dapat kita lihat dari semakin banyaknya
penyakit berbasis perilaku dan gaya hidup. Misal , kebiasaan dari pola makan
yang sehat dapat menghindarkan kita dari serangan banyak penyakit, antara lain ;
Jantung , darah tinggi, stroke, obesitas (kegemukan), diabetes melitus, dan lain
sebagainya. Kebiasaan (perilaku) mencuci tangan sebelum makan akan
menghindarkan kita dari penyakit saluran pencernaan (diare dan lain sebagainya)
Perilaku menggosok gigi setelah makan dan sebelum tidur dapat mencegah
penyakit seputar kesehatan gigi dan mulut. Dan masih banyak perilaku atau
kebiasaan yang berpengaruh terhadap kesehatan.
2) Faktor lingkungan
Lingkungan yang bersih sangat berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Perbandingan angka orang sakit yang signifikan terjadi antara
lingkungan yang bersih dengan lingkungan kumuh / kotor. Beberapa penyakit
yang sering menjangkiti masyarakat yang hidup di lingkungan kumuh antara
lain: Demam berdarah, gatal-gatal, infeksi saluran pencernaan dan pernafasan
3) Faktor Pelayanan Kesehatan
Ketersediaan fasilitas kesehatan dengan mutu pelayanan yang baik akan
mempercepat derajat kesehatan masyarakat. Dengan adanya fasilitas yang mudah
terjangka dan dengan mutu pelayanan yang baik akan meningkatkan akses
pelayanan kesehatan masyarakat. Ketersediaan fasilitas harus di ikuti dengan
tenaga kesehatan yang merata dan mencukupi juga yang memiliki kompetensi di
bidangnya itu sampai tingkat desa dan sampai pelosok.
4) Faktor Keturunan
Banyak penyakit yang dapat kita cegah dengan membersihkan lingkungan dsb ,
tapi sebagian penyakit tidak dapat kita hindari, seperti penyakit keturunan .
Semakin besar risiko penyakit keturunan maka akan semakin sulit meningkatkan
derajat kesehatan, untuk mencegah penyakit turunan perlu adanya konseling
perkawinan yang baik.

B. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun
kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa
negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja
yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam
kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi
dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria
tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga
terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola
RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan
sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas,
jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun
para pengunjung yang ada di lingkungan RS.

Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-
bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik
maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah
sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1) Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak
(obat– obatan).
2) Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3) Bahaya radiasi .
4) Luka bakar .
5) Syok akibat aliran listrik .
6) Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7) Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan,


antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada
kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di
rumah sakit / instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang
sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka
bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan
kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing,
bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries:
2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis:
1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department of Laboratorium, Bureau of
Laboratorium Statistics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada
perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813
perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera
musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya
kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data
penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas,
namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan
dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita
petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal
dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri
tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita
petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi
dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga,
sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat
kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi
bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila
mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman
manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan


Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan
mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi
dampak kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung
dampak dari kesalahan kerja.
Untuk mencapai tujuan tersebut, membagi kegiatan atau fungsi manajemen
tesebut menjadi :

1) Planning /(perencanaan)

2) Organizing/ (organisasi)

3) Actuating /(pelaksanaan)

4) Controlling /(pengawasan)

1) Planning/ (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan
di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini
adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi
kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan
pacsa perawatan dan merawat (hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter,
serta masyarakat umum lainnya). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang
ditentukan meliputi:

a. Hal apa yang dikerjakan

b. Bagaiman cara mengerjakannya

c. Mengapa mengerjakan

d. Siapa yang mengerjakan

e. Kapan harus dikerjakan

f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan

g. hubungan timbal balik (sebab akibat)

Kegiatan kesehatan (rumah sakit / instansi kesehatan) sekarang tidak lagi


hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang
pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin banyak
ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam
(rumah sakit / instansi kesehatan) makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha
pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius
oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

2) Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi


kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit /
instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional.
Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak
langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait
dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di
samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah
(wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja
rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :

a. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi


kesehatan .

b. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja


rumah sakit / instansi kesehatan .

c. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi


kesehatan .

d. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah


sakit / instansi kesehatan.

e. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah
sakit / instansi kesehatan.

f. Dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia


Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja
profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah
organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini.
Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit
/ instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah
(wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi
profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang
berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.

3) Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong


semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas
yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program
kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah
tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun
masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan
memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan
kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan
dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam
pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau
pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan
penyelesaiannya.

4) Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-


pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang
dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip
pokok, yaitu :

a. Adanya rencana

b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi


tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja
bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus
menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-
sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu
dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain :

a. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit /


instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.

b. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara-


cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.

c. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau


kecelakaan.
d. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan .

e. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan


mencegah meluasnya bahaya tersebut.

f. Dan lain-lain.

C. Risiko Kerja
Risiko didefinisikan sebagai “kombinasi dari kemungkinan terjadinya
peristiwa yang berhubungan dengan cidera parah; atau sakit akibat kerja atau
terpaparnya seseorang / alat pada suatu bahaya ” (klausul 3.21). Jadi, bahaya adalah
sifat dari proses yang dapat merugikan individu, dan risiko adalah kemungkinan
bahwa itu akan terjadi bersama dengan seberapa parah akibat yang akan diterima.
Jadi, jika Anda memiliki dua pekerjaan kantor yang membutuhkan gerakan berulang,
tapi satu yang dilakukan setiap hari dan yang kedua dilakukan sebulan sekali, risiko
akan lebih tinggi pada pekerjaan pertama. Demikian juga, jika Anda memiliki dua
proses yang memerlukan penambahan bahan kimia dalam proses produksi, dengan
proses pertama membutuhkan bahan kimia yang sangat berbahaya dan yang lainnya
tidak, maka proses pertama akan memiliki risiko lebih tinggi. Risiko (Risk) adalah
menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan/ kerugian pada periode waktu
tertentu atau siklus operasi tertentu (Tarwaka, 2008). Penilaian risko adalah proses
untuk menentukan pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan kerja/ penyakit
akibat kerja. Penilaian risko adalah proses evaluasi risiko-risiko yang diakibatkan
adanya bahaya-bahaya, dengan memperhatikan kecukupan pengendalian yang
dimiliki, dan menentukan apakah risikonya dapat diterima atau tidak (Operasional
Procedure No.31519). Menurut PERMENAKER No. 05/MEN/1996, pengendalian
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan dengan berbagai macam
metode, yaitu :
1) Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi,
ventilasi, higiene, dan sanitasi (engineering control).
2) Pendidikan dan pelatihan.
3) Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif,
penghargaan, dan motivasi diri.
4) Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi.
5) Penegakan hukum.

Pengertian risiko menurut AS/NZS 4360:2004 adalah sebagai peluang munculnya


suatu kejadian yang dapat menimbulkan efek terhadap suatu objek.Risiko diukur
berdasarkan nilai likelihood (kemungkinan munculnya sebuah peristiwa)
dan Consecuence (dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut).Risiko yang
dinilai secara kualitatif, semi-kuantitatif atau kuantitatif. Formula umum yang
digunakan untuk melakukan perhitungan nilai risiko dalam AS/NZS 4360:2004
adalah:
Dalam buku Risk Assesment and Manajement Handbook: For Environmental,
Health and Safety Profesional, risik dibagi menjadi 5 (lima) macam, antara lain :
1. Risiko Keselamatan (safety Risk)
Risiko ini secara umum memiliki cirri-ciri antara lain probabilitas rendah
(low probability), tingkat pemaparan yang tinggi (high-level exposure), tingkat
konsekuensi kecelakaan yang tinggi ((high-consequenceaccident), bersifat akut,
dan menimbulkan efek secara langsung. Tindakan pengendalian yang harus
dilakukan dalam respon tanggap darurat adalah dengan mengetahui penyebabnya
secara jelas dan lebih focus pada keselamatan manusia dan pencegahan timbulnya
kerugian terutama pada area tempat kerja.
2. Risiko Kesehatan (Health Risk)
Risiko ini memiliki cirri-ciri antara lain memiliki probabilitas yang tinggi
(High probability), tingkat pemajanan yang rendah (low level exposure),
konsekuensi yang rendah (low-consequence), memiliki masa laten yang panjang
(long-latency), delayed effect (efek tidak langsung terlihat) dan bersifat kronik.
Hubungan sebab akibatnya tidak mudah ditentukan. Risiko ini focus pada
kesehatan manusia terutama yang berada di luar tempat kerja atau fasilitas.
3. Risiko Lingkungan dan Ekologi (Environmental and Ecological Risk)
Risiko ini memiliki ciri-ciri antara lain melibatkan interaksi yang beragam
antara populasi dan komunitas ekosistem pada tingkat mikro maupun makro, ada
ketidakpastian yang tinggi antara sebab dan akibat, risiko ini focus pada habitat
dan dampak ekosistem yang mungkin bisa bermanifestasi jauh dari sumber risiko.
4. Risiko Kesejahteraan Masayarakat (public Welfare/Goodwill Risk)
Ciri dari risiko ini lebih berkaitan dengan persepsi kelompok atau umum
tentang performancesebuah organisasi atau produk, nilai property, estetika dan
penggunaan sumber daya yang terbatas.Fokusnya pada nilai-nilai yang terdapat
dalam masyarakat dan persepsinya.
5. Risiko Keuangan (Financial Risk)
Ciri-ciri dari risiko ini antara lain memiliki risiko yang jangka panjang dan
jangka pendek dari kerugian property, yang terkait dengan perhitungan asuransi,
pengembalian investasi. Fokusnya diarahkan pada kemudahan pengoperasian dan
aspek financial. Risiko ini pada umumnya menjadi pertimbangan utama,
khususnya bagi stakeholder seperti para pemilik perusahaan/pemegang saham
dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan organisasi, dimana setiap
pertimbangan akan selalu berkaitan dengan financial dan mengacu pada tingkat
efektifitas dan efisiensi.

D. Pengertian Hazard Kerja


Bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai
manusia atau sakit penyakit atau kombinasi dari semuanya (Operasional Procedure
No 31519). Bahaya adalah aktifitas, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan
segala sesuatu yang ada di tempat kerja/ berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi/
berpotensi menjadi sumber kecelakaan/ cidera/ penyakit/ dan kematian. Bahaya
pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan
kecelakaan (Suma’mur 2009). Selain resiko yang berbeda-beda, setiap bahan
mempunyai intensitas atau tingkat bahaya yang berbeda, misalnya pengaruh dari suatu
bahan kimia ada yang akut dan ada yang kronis. Untuk mengetahui setiap karakteristik
suatu bahan dan 52 penanganannya dibuat MSDS (Material Safety Data Sheet)
sebagai alat informasi kepada tenaga kerja agar dapat mengenali karakteristik dan cara
penanganan bahan-bahan kimia tersebut. Berdasarkan National Safety Council
mengatakan bahwa hazard adalah faktor faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu
berupa barang atau kondisi dan mempunyai potensi menimbulkan efek kesehatan
maupun keselamatan pekerja serta lingkungan yang memberikan dampak buruk.
Sedangkan menurut Miles Nedved hazard adalah suatu aktivitas atau sifat alamiah
yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Pengertian berdasarkan Frank Bird Jr,
hazard adalah suatu kondisi atau tindakan yang dapat berpotensial menimbulkan
kecelakaan dan kerugian (AS/NZS, 1999).
Beberapa komponen yang menyangkut terhadap hazard:
1) Karakteristik material.
2) Bentuk material.
3) Hubungan pemajanan dan efek.
4) Kondisi dan frekuensi penggunaan.
5) Tingkah laku pekerja

1. Risiko dan hazard dalam pengkajian asuhan keperawatan.


Seluruh kegiatan yang dilakukan baik yang dilakukan baik perseorangan ataupun
organisasi atau bahkan perusahaan juga mengandung resiko. Semakin besar resiko
yang dihadapi pada umumnya dapat diperhitungkan bahwa pengembalian yang
diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang
berbeda terhadap pengambilan resiko. Resiko melekat daritindakan pelayanan
kesehatan dalam hal ini pada saat melakukan pengkajian asuhan keperawatan adalah
bahwa dalam kegiatan ini yang diukur adalah upaya yang dilakukan. Pada proses
pengkajian data, hal-hal yang dapat terjadi seperti:
a. Kurangnya informasi atau data yang diberikan keluarga pasien/ pasien tersebut
(menyembunyikan sesuatu hal) sehingga dalam proses pengkajian kurang lengkap.
Akibatnya perawat/dokter akan salah dalam memberikan perawatan sehinggan
berbahaya terhadap pasien.
b. Tertularnya penyakit saat melakukan pengkajian dalam hal ini seperti kontak fisik
maupun udara. Pada saat perawat melakukan perawatan/pengkajian pasien maka
perawat mempunyai resiko tertular penyakit dari pasien.
c. Mendapatkan cacian atau pelecehan verbal saat melakukan pengkajian ataupun
pada proses wawancara. Dalam hal ini seperti halnya ketika perawat menanyakan
data/informasi pasien namun, keluarga/pasien menyembunyikannya namun demi
keselamatan pasieen, perawat tetap menanyakannya sehingga pasien/keluarga
pasien kurang menyukainya sehingga perawat mendapatkan cacian/perlakuan tidak
baik.
d. Mendapatkan kekerasan fisik dari pasien ataupun dari keluarga pasien pada saat
melakukan pengkajian/pemeriksaan. Misalnya, Pasien/keluarga yang tidak
menyukai proses perawatan/pengkajian dapat melakukan kekerasan fisik terhadap
perawatnya.

2. Risiko dan hazard dalam perencanaan asuhan keperawatan.


kesalahan saat merencanakan pengkajian. Misalnya jika perawat salah dalam
mengkaji, maka perawat akan salah dalam memberikan proses perawatan/pengobatan
yang pada akhirnya akan mengakibatnya kesehatan pasien malah semakin terganggu.
Hal lainnya yang dapat terjadi yaitu jika perawat salah dalam merencanakan tindakan
keperawatan maka perawatnya juga akan mendapatkan bahaya seperti misalnya
tertularnya penyakit dari pasien karena kurangnya perlindungan diri terhadap
perawatnya. Contoh kasus resiko dan hazard saat melakukan perawatan: Pada tanggal
27 maret 2016, di rumah sakit di Singapora terjadi kasus nyata kekerasan fisik dan
verbal pada saat perawat melakukan pengkajian. Perawat tersebut pada saat melakukan
pengkajian kepada pasien, mendapatkan kekerasan fisik sekaligus verbal dari pasien
yang dikaji..
Dalam proses pengkajian sendriri, terdapat beberapa hal hang harus diperhatikan
oleh perawat mulai dari pemahaman akan pengertian pengkajian, tahap-tahap dalam
melakukan pengkajian, hingga metode yang digunakan dalam melakukan pengkajian.
Dalam melakukan pengkajian terhadap pasien, perawat harus tau akan adanya
hazard/resiko yang mungkin mereka akan dapatkan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat untuk meminimalisirkan resiko/hazard
yang akan terjad, seperti :
a. Menggunakan Alat Pelindung Diri ( APD) dengan benar
b. SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup
dengan APD
c. Petugas diharapkan untuk tidak menyentuh bagian tubuh yang tidak tertutup APD
d. Cuci tangan sebelum melakukan dan setelak melakukan tindakan
e. Bersihkan kaki/tangan setelah melakukan tindakan
f. Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

3. Risiko dan hazard dalam implementasi asuhan keperawatan.


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan, mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping.
1. Tahap – tahap implementasi :
a. Persiapan
b. Intervensi
c. Evaluasi
2. Metode implementasi keperawatan:
a. Membantu dalam aktivitas sehari–hari
b. Konseling
c. Penyuluhan
d. Memberikan asuhan keperawatan langsung
e. Kompensasi untuk reaksi yang merugikan
f. Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien untuk
prosedur
g. Mencapai tujuan perawatan
h. Mengawasi dan mengevaluasi kerja dari staf lain
3. Pedoman implementasi asuhan keperawatan:
a. Mempertahankan keamanan klien Tindakan yang membahayakan tidak
hanya dianggap sebagai pelanggaran etika standar keperawatan
professional, tetapi juga merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum
yang dapat dituntut.
b. Memberikan asuhan yang efektif
c. Memeberikan asuhan yang efisien

4. Risiko dan hazard dalam evaluasi asuhan keperawatan.


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan, dan
implementasinya sudah berhasil dicapai. Perencanaan evaluasi memuat criteria
keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses denganpedoman/rencana
proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan
tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan
sebelumnya. Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut :
1) Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.
2) Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di
rumuskan dalam rencana evaluasi.
3) Hasil evaluasi Terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi :
a. Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai
dengan criteria yang telah di tetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk
mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa,
tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab
tidak tercapainya tujuan.

Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari


pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien, seluruh tindakannya harus di
dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai