DOSEN PEMBIMBING :
Disusun Oleh :
Faradhea Ayuningtias
A. Latar Belakang
Sectio Caesarea adalah janin dilahirkan melalui insisi yang dibuat pada dinding
abdomen dan uterus. Prosedur ini diindikasi untuk beberapa kondisi yang membahayakan
kesehatan ibu atau bayi dan untuk penundaan persalinan atau persalinan pervagina yang akan
membahayakan keselamatan pasien dan bertujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi
(Marynani, 2016). Salah satu indikasi dilakukan nya sectio caesarea adalah kehamilan lewat
waktu (post date) karena dapat menyebabkan gawat janin. Kehamilan post date merupakan
salah satu penyebab angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang sering ditemukan.
Kehamilan post date disebut juga kehamilan post term, kehamilan serotinus, prolonged
pregnancy atau pescamaturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu atau
249 hari atau lebih, di hitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan
siklus haid rata rata 28 hari (Sarwono, 2008).
Sectio caesarea bukan hal yang baru dikalangan masyarakat hal ini dibuktikan dengan
tingginya angka kejadian dalam tindakan sectio caesarea. Pada sectio caesarea dengan
indikasi post date jika tidak dilakukan dengan cepat akan berdampak buruk pada keadaan
bayi dan ibu bahkan hingga kematiaan bayi dengan dilakukannya section caesarea untuk
meringankan angka kesakitan dalam persalinan dan dalam perencanaannya dapat ditentukan.
Selain untuk meringkan proses persalinan juga sebagai salah satu cara menangani indikasi
yang dapat menyulitkan ibu dan janin (Marynani, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) angka persalinan dengan Sectio
Caesarea sekitar 10 - 15% dari semua proses persalian (WHO, 2015). Di Indonesia angka
persalinan dengan sectio caesarea mencapai 9,8%. Sedangan pada kehamilan post date di
Indonesia angka kejadian mencapai 10%, apabila batas waktu 42 minggu antara 10,4% - 12%
dan apabila batas waktu 43 minggu antara 3,4 - 4 %.
Kehamilan post date dapat disebabkan oleh diduganya ada factor dari hormonal yaitu
hormone progesterone yang merupakan komponen penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin. Jika
hormone ini masih terus berlangsung, maka tanda tanda persalinan pada kehamilan belum
akan muncul. Dan diduga tidak timbulnya his karena kurangnya air ketuban, insufisiensi
plasenta dan kerentanan akan stress pada ibu yang juga diduga berhubungan dengan
kehamilan lewat waktu. Faktor yang lain yaitu herediter, biasanya keluarga tertentu memang
sudah mempunyai riwayat pada kehamilan post date. Manifestasi klinik pada kehamilan post
date adalah terdapat gerakan janin yang kurang, berat bayi lebih berat dari bayi normal,
tulang dan sutura lebih keras dan rambut di kepala lebih tebal dari bayi normal (Maryunani
dan Puspitasari, 2013).
BAB 2
ISI
A. Pengertian Sectio Caesarea
1. Konsep Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah janin dilahirkan melalui insisi yang dibuat pada dinding abdomen
dan uterus (Ayuk Maryunani, 2016).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan atau cara melahirkan dengan buat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut, section caesarea juga dapat didefinisikan
sebagai suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Nurbaeti, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk mealahirkan bayi dengan berat 500 gram,
melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Prawirohardjo, 2009).
2. Macam - Macam Sectio Caesarea
A. Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri
sedangkan sectio cesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim. Sectio caesarea klasik atau corporal (dengan insisi memanjang
pada corpus uteri) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
(1) Mengeluarkan janin dengan cepat
(2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
(3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
(1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik
(2) Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan 11
(3) Sectio caesarea ismika atau profundal (low cervical dengan insisi pada segmen
bawah rahim)
2. Sectio Caesarea Ektra Peritonealis
Tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum
abdominal. Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
(1) Penjahitan luka lebih mudah
(2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
(3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum
(4) Perdarahan tidak begitu banyak
(5) Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
(1) Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan
uteri pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
(2) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
B. Indikasi
Menurut Anggie (2012) ada lima faktor yang dianjurkan untuk dilakukannnya sectio
caesarea yaitu:
1. Faktor janin.
A. Bayi Terlalu Besar
Berat bayi 4000-gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit
keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada
ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga
berbeda.
2. Kelainan letak
A. Letak Sungsang.
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan
alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada
bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil
lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang
menguntungkan. Karena: pertama, persalinan terlambat beberapa
menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu,
padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang
dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun
kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang
rangka dan viseral abdomen.
B. Letak lintang.
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir,
panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta
previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin.
Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan
presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama,
mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak
janin.
C. Gawat Janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen
(hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium
dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan
berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio
caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis
akibat keadaan asidosis yang progresif.
D. Janin Abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
3. Plasenta
A. Plasenta Previa.
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau
seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu
dari janin. Hal ni menyebabkan janin kekurangan O₂ dan nutrisi yang
biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan sectio caesarea,
dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga
serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
B. Solusio Plasenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin
lahir. Sectio caesarea dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau
keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan
perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di
dalam rahim.
C. Plasenta Accrete
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa
plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika
banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
D. Yasa Previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila
dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
C. Kontra Indikasi
Kontraindikasi merupakan suatu keadaan dimana Sectio Caesarea tidak layak atau
pun tidk boleh dilakukan, pada umumnya kontraindikasi Sectio Caesarea bilamana
terdapat keadaan seperti dibawah ini :
1. Bila pada pemeriksaan didapatkan janin yang dikandung telah mati
2. Klien dalam keadaan syok
3. Anemi berat yang belum diatasi
4. Kelainan congenital berat pada janin
5. Teknik Sectio Caesarea
6. Insisi Abdominal
D. Patofisiologi
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38 minggu dan kemudian
fungsi plasenta akan menurun setelah 42 minggu. Hal ini dapat terlihat dari
menurunnya kadar esterogen dan laktogen plasenta. Selain itu dapat terjadi juga
spasme arteri spiralis plasenta. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intra uterin.
Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorbs. Kondisi ini bisa mengganggu janin atau
tidak baik untuk janin, dimana resiko kematian perinetal pada bayi postmatur
cukup tinggi yaitu Prepartum (30%), Intrapartum (55%) dan Post-partum (15%)
(Maryunani, 2016)