Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan Post Partum dengan SC

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Maternitas

DOSEN PEMBIMBING :

Emmelia Astika Fitri Damayanti, Ns. S. Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :

Faradhea Ayuningtias

AKADEMI KEPERAWATAN YASPEN JAKARTA

Jalan Batas No.54, Kel.Baru – Pasar Rebo Jakarta Timur


Email : akperyaspen@ymail.com
Facebook : akper yaspen
Telp. 021-87703785 Fax. 021-8717353

Tahun Akademik 2020/2021


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sectio Caesarea adalah janin dilahirkan melalui insisi yang dibuat pada dinding
abdomen dan uterus. Prosedur ini diindikasi untuk beberapa kondisi yang membahayakan
kesehatan ibu atau bayi dan untuk penundaan persalinan atau persalinan pervagina yang akan
membahayakan keselamatan pasien dan bertujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi
(Marynani, 2016). Salah satu indikasi dilakukan nya sectio caesarea adalah kehamilan lewat
waktu (post date) karena dapat menyebabkan gawat janin. Kehamilan post date merupakan
salah satu penyebab angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang sering ditemukan.
Kehamilan post date disebut juga kehamilan post term, kehamilan serotinus, prolonged
pregnancy atau pescamaturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu atau
249 hari atau lebih, di hitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan
siklus haid rata rata 28 hari (Sarwono, 2008).
Sectio caesarea bukan hal yang baru dikalangan masyarakat hal ini dibuktikan dengan
tingginya angka kejadian dalam tindakan sectio caesarea. Pada sectio caesarea dengan
indikasi post date jika tidak dilakukan dengan cepat akan berdampak buruk pada keadaan
bayi dan ibu bahkan hingga kematiaan bayi dengan dilakukannya section caesarea untuk
meringankan angka kesakitan dalam persalinan dan dalam perencanaannya dapat ditentukan.
Selain untuk meringkan proses persalinan juga sebagai salah satu cara menangani indikasi
yang dapat menyulitkan ibu dan janin (Marynani, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) angka persalinan dengan Sectio
Caesarea sekitar 10 - 15% dari semua proses persalian (WHO, 2015). Di Indonesia angka
persalinan dengan sectio caesarea mencapai 9,8%. Sedangan pada kehamilan post date di
Indonesia angka kejadian mencapai 10%, apabila batas waktu 42 minggu antara 10,4% - 12%
dan apabila batas waktu 43 minggu antara 3,4 - 4 %.
Kehamilan post date dapat disebabkan oleh diduganya ada factor dari hormonal yaitu
hormone progesterone yang merupakan komponen penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin. Jika
hormone ini masih terus berlangsung, maka tanda tanda persalinan pada kehamilan belum
akan muncul. Dan diduga tidak timbulnya his karena kurangnya air ketuban, insufisiensi
plasenta dan kerentanan akan stress pada ibu yang juga diduga berhubungan dengan
kehamilan lewat waktu. Faktor yang lain yaitu herediter, biasanya keluarga tertentu memang
sudah mempunyai riwayat pada kehamilan post date. Manifestasi klinik pada kehamilan post
date adalah terdapat gerakan janin yang kurang, berat bayi lebih berat dari bayi normal,
tulang dan sutura lebih keras dan rambut di kepala lebih tebal dari bayi normal (Maryunani
dan Puspitasari, 2013).
BAB 2
ISI
A. Pengertian Sectio Caesarea
1. Konsep Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah janin dilahirkan melalui insisi yang dibuat pada dinding abdomen
dan uterus (Ayuk Maryunani, 2016).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan atau cara melahirkan dengan buat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut, section caesarea juga dapat didefinisikan
sebagai suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Nurbaeti, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk mealahirkan bayi dengan berat 500 gram,
melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Prawirohardjo, 2009).
2. Macam - Macam Sectio Caesarea
A. Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri
sedangkan sectio cesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim. Sectio caesarea klasik atau corporal (dengan insisi memanjang
pada corpus uteri) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10 cm.
 Kelebihan :
(1) Mengeluarkan janin dengan cepat
(2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
(3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
 Kekurangan :
(1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik
(2) Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan 11
(3) Sectio caesarea ismika atau profundal (low cervical dengan insisi pada segmen
bawah rahim)
2. Sectio Caesarea Ektra Peritonealis
Tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum
abdominal. Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
 Kelebihan :
(1) Penjahitan luka lebih mudah
(2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
(3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum
(4) Perdarahan tidak begitu banyak
(5) Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
 Kekurangan :

(1) Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan
uteri pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
(2) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

3. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)


Menurut Anggie (2012) sayaan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
1) Sayatan memanjang ( Longitudinal )
2) Sayatan melintang ( Transversal )
3) Sayatan huruf T ( T insicion )

B. Indikasi
Menurut Anggie (2012) ada lima faktor yang dianjurkan untuk dilakukannnya sectio
caesarea yaitu:
1. Faktor janin.
A. Bayi Terlalu Besar
Berat bayi 4000-gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit
keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada
ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga
berbeda.

2. Kelainan letak
A. Letak Sungsang.
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan
alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada
bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil
lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang
menguntungkan. Karena: pertama, persalinan terlambat beberapa
menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu,
padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang
dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun
kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang
rangka dan viseral abdomen.
B. Letak lintang.
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir,
panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta
previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin.
Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan
presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama,
mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak
janin.
C. Gawat Janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen
(hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium
dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan
berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio
caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis
akibat keadaan asidosis yang progresif.
D. Janin Abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.

3. Plasenta
A. Plasenta Previa.
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau
seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu
dari janin. Hal ni menyebabkan janin kekurangan O₂ dan nutrisi yang
biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan sectio caesarea,
dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga
serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
B. Solusio Plasenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin
lahir. Sectio caesarea dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau
keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan
perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di
dalam rahim.
C. Plasenta Accrete
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa
plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika
banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
D. Yasa Previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila
dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.

4. Kelainan tali pusat.


A. Pelepasan Tali Pusat (Tali Pusat Menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian
terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan
keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
B. Terlilit Tali Pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat
terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin
tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang
sudah waktunya dilahirkan.
C. Bayi Kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih
tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan
ketuban yang berlebihan.
5. Faktor ibu
A. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya diatas 35th, memiliki resiko
melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki
penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.
B. Cephalopevic Disspiroprion.
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin
menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit
lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm.
C. Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri,
sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului
oleh keadaan umum yang kurang baik, anemia saat hamil, sudah terdapat
manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi. Perluakaan operasi yang
menjadi jalan masuk bakteri.Terdapat retensio plasenta dan pelaksanaan
operasi persalinan yang kurang legeartis.
D. Trauma Tindakan Operasi Persalinan
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga
menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan
sebagai berikut:
(1) Perluasan luka episiotomi
(2) Perlukaan pada vagina
(3) Perlukaan pada serviks
(4) Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
(5) Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
(6) Terjadi fistula dan ingkontinensia

C. Kontra Indikasi
Kontraindikasi merupakan suatu keadaan dimana Sectio Caesarea tidak layak atau
pun tidk boleh dilakukan, pada umumnya kontraindikasi Sectio Caesarea bilamana
terdapat keadaan seperti dibawah ini :
1. Bila pada pemeriksaan didapatkan janin yang dikandung telah mati
2. Klien dalam keadaan syok
3. Anemi berat yang belum diatasi
4. Kelainan congenital berat pada janin
5. Teknik Sectio Caesarea
6. Insisi Abdominal

D. Patofisiologi
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38 minggu dan kemudian
fungsi plasenta akan menurun setelah 42 minggu. Hal ini dapat terlihat dari
menurunnya kadar esterogen dan laktogen plasenta. Selain itu dapat terjadi juga
spasme arteri spiralis plasenta. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intra uterin.
Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorbs. Kondisi ini bisa mengganggu janin atau
tidak baik untuk janin, dimana resiko kematian perinetal pada bayi postmatur
cukup tinggi yaitu Prepartum (30%), Intrapartum (55%) dan Post-partum (15%)
(Maryunani, 2016)

E. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
2. Identitas
Anamese adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal. Meliputi identitas
klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, agama, pendidikan yang
rendah biasanya akan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kehamilan, ibu
dengan pekerjaan yang beresiko lebih rentan dilakukannya sectio caesarea,
status perkawinan dengan sudah lamanya pernikahan dan ibu sudah pernah
mengalami post date maka akan berpotensi untuk mengalami post date
kembali, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
No. RM, diagnose medis, dan alamat. Identitas penanggung jawab : nama,
umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien,
dan alamat.
3. Keluhan Utama
Keluhan utama gangguan kenyamanan (nyeri) disebabkan oleh trauma
pembedahan atau setelah pembedahan.
4. Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi,
siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah apakah cair atau
menggumpal, warna darah, dismenorea, dan untuk mengetahui hari pertama
menstruasi terakhir serta tanggal kelahiran dari persalinan atau HPHT.
5. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
A. Kehamilan
Untuk mengetahui berapa umur kehamilan berdasarkan HPHT karena
mempengaruhi berapa lama usia kehamilan, bagaimana letak janin
dan berapa tinggi fundus uteri, bagaimana keadaan janin, jika terjadi
kegawatan pada janin maka secepatnya akan dilakukan sectio
caesarea (Prawihardjo, 2009)
B. Persalinan
Untuk mengetahui proses persalinan spontan atau buatan, jika klien
pernah mengaami persalinan secara sectio caesarea maka kelahiran
selanjutnya baisanya akan secara sectio caesarea juga, lahir aterm
atau prematur, ada atau tidak perdarahan, waktu persalinan ditolong
oleh siapa, dimana tempat melahirkan, ada atau tidak riwayat
persalinan post date sebelumnya (Prawihardjo, 2009)
C. Nifas
Untuk mengetahui perdarahan yang terus berlangsung pada nifas,
jenis lochea, TFU setinggi pusat atau 2 jari dibawah pusat (Tinggi
Fundus Uteri), teraba keras atau lunak, kontraksi uterus kuat,
bagaimana keadaan klien setelah dilakukanya post sectio caesarea,
adanya nyeri tekan pada luka bekas operasi (Anna, 2013)
6. Riwayat penyakit sekarang
Menurut Nurbaeti (2015) riwayat penyakit sekarang meliputi :
1. Provocative: adanya indikasi sectio caesarea, menyebabkan klien dilakukan
operasi sectio caesarea akiatnya terjadi trauma pembedahan diskontunitas
jaringan menimbulkan nyeri .
2. Quality: nyeri dirasakan klien setelah efek anastesi secara perlahan hilang,
nyeri akan timbul jika efek pemberian analgetika berakhir (4jam setelah
pemberian) dan akan hilang saat analgetika diberikan. Qualitas nyeri bersifat
subyektif tergantung bagaimana klien mempersiapkan nyeri tersebut
3. Region: daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi yang terdapat pada
abdomen. Insisi pada sectio caesarea klasik di midline abdomen antara pusat
dan simpisis pubis, pada sectio caesarea transprovunda didaerah supra simpisis
pubis dengan luka insisi melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai
bokong dan terkadang adanya after pain (nyeri alihan) yang dirasakan klien
sampai ke pinggang.
4. Severity Scale: Keparahan atau intensitas nyeri berkisar antara dari nyeri
ringan (1-3), nyeri sedang (4-6) sampai nyeri berat (7-10)
5. Timing: nyeri dirasakan setelah 6 - 12 jam post sectio caesarea, dan 1 - 3
hari setalah sectio caesarea.
7. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah atau tidaknya mengalami penyakit menular seperti TBC dan
penyakit keturunan seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus,
asma dan penyakit kelamin atau abortus.
8. Kedaan ibu post sectio caesarea yaitu
a) Integritas Ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan atau
refleksi negative pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraab, ketakutan, menarik diri atau kecemasan
(Rheldayani, 2014)
b) Pola Sensori
Nyeri / ketidaknyamanan mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sember
karena trauma bedah, distensi kandung kemih, efek efek anesthesia, nyeri
tekan uterus mungkin ada (Rheldayani, 2014)
c) Pola Kognitif
Pemberian ASI dapat dimuali pada hari post operasi jika ibu baru
mendapatkan anak pertama biasanya ibu kurang mengetahui bagaimana cara
menyusi dan merawat payudaranya dan jika memutuskan tidak menysui maka
dianjurkan untuk pemasangan pembalut payudara yang mengecangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri (Rheldayani, 2014)
d) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh, jalur parental
bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan (Arya,
2015)
e) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak diumbilikus. Aliran lokhea sedang (Arifin,
2014). Setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama tinggi fundus uteri 1 -
2jari dibawah pusat (Nurbaeti, 2015)
f) Pola Hubungan Dan Peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
9. Sistem Pernafasan (B1)
A. Inspeksi : Respirasi rate normal (16 sampai 24x/m), tidak ada retraksi otot
bantu nafas, tidak terjadi sesak nafas, pola nafas teratur, tidak
menggunakan alat bantu nafas, pergerakan dinding dada sama, bentuk
dada normal chest, susunan ruas tulang belakang sama
B. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada aera dada, tidak ada benjolan dan lesi,
vocal fremitus antara kanan dan kiri sama
C. Perkusi : Suara perkusi sonor
D. Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada suara tambahan seperti
wheezing atau ronchi (Rheldayani, 2014)
10. Sistem Kardiovaskuler (B2)
A. Inspeksi : Terjadi anemis dan tidak terjadi perdarahan vagina.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira kira
600 - 800ml, tidak terjadi sianosis, tidak ada cubing finger
B. Palpasi : CRT
C. Auskultasi : Bunyi S1 dan S2 tunggal, suara jantung regular, tidak ada
bunyi jantung abnormal seperti murmur dan gallop (Rheldayani, 2014)
11. Sistem Persyarafan (B3)
A. Inspeksi: Kesadaran Composmentis (GCS 4-5-6), istirahat tidur terganggu
karena ibu merasakan nyeri pada luka operasinya, tidak ada nyeri kepala,
tidak ada kaku kuduk, tidak terjadi kejang, tidak ada brudsky
12. Sistem Perkemihan (B4)
A. Inspeksi : terdapat lokhea lubra, warna merah segar, terpasang kateter
sering terjadi adanya perasaan sering atau susah kencing sealama masa
nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema yang menimbulkan
infeksi dari uretra
B. Palpasi : ada nyeri tekan pada kandung kemih
13. Sistem Pencernaan (B5)
A. Inspeksi : Mulut bersih, mukosa lembab, nafsu makan meningkat karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya, sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB
B. Palpasi : Tidak terdapat nyeri epigastrium, tidak teraba pembesaran hepar
C. Perkusi : Biasanya timpani yang dominan karena adanya gas pada saluran
pencernaan
D. Auskultasi : Bising usus normalnya 5 - 35x / menit
14. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
a. Inspeksi : Dhiaporesis, terdapat oedema, adanya varises atau tidak, terjadi
kelemahan akibat efek tindakan anastesi, terbatas pada aktifitas berat,
cepat lelah, terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi
areola mamae, dan papilla mamae, terdapat stiae atau linea, terdapat luka
post operasi sectio caesarea, tertutup kasa, luka kurang lebih 10cm, bersih
tidak ada pus
b. Palpasi : Turgor kulit elasti, oedema pada ekstremitas bawah atau kaki,
terdapat nyeri tekan pada daerah luka post op sectio caesarea(Faiz, 2013)
15. Sistem Pengindraan (B7)
a. Inspeksi :
i. Mata : Pupil isokor kanan atau kiri, reflek cahaya normal kanan
atau kiri, konjungtiva normal kanan atau kiri, terdapat anemis,
sclera putih kanan atau kiri, palpebra normal kanan atau kiri,
pergerakan bola mata normal kanan atau kiri
ii. Hidung : Mukosa lembab, tidak ada secret
iii. Telinga : Bentuk simetris kanan atau kiri, ketajaman
pendengaran baik kanan atau kiri
iv. Perasa : Bisa merasakan pahit, asam, dan asin.
v. Peraba : Normal dan dapat berfungsi dengan baik
16. Sistem Endokrin (B8)
a) Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan pembesaran kelenajar
getah bening, klien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan.
b) Palpasi : Tidak ada benjolan pada leher, pembesaran vena jugularis dan
adanya pembesaran kelenjar tyroid
B. Analisa Data
Langkah awal dari perumusan keperawatan adalah pengolahan data dan analisa data
dengan menghubungkan data satu dengan data lainnya sehingga tergambar fakta
C. Diagnosa Keperawatan
i. Nyeri akut berhubungan dengan luka pembedahan
ii. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut
iii. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit rusak akibat
pembedahan sectio cesarea
iv. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
tentang perawatan payudara, perawatan luka
v. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri atau ketidak nyamanan
D. Intervensi keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
Kriteria hasil :
1) Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
2) Pasien mengatakan rasa nyaman dan melaporkaswq9an bahwa nyeri telah
berkurang
3) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan menggunakan teknik non
farmakologi dalam mengurangi nyeri)
4) Tanda tanda vital dalam batas normal
 Tekanan darah : 110 - 125/60-80 mmHg
 Nadi : 60 - 80x/menit
 RR : 16 - 24x/menit
 Suhu : 36,5c - 37,5c
E. Implementasi Keperawatan
Pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan luka pembedahan selama 2 x 24
jam dilakukan tindakan keperawatan berupa melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi pada nyeri,
mengobservasi tanda tanda vital dengan melakukan ttv secara langsung, mengkaji
tipe dan sumber nyeri yang mempengaruhi klien, mengajarkan teknik non
farmakologi seperti teknik relaksasi berupa nafas dalam dan teknik disktraksi
berupa pengalihan rasa nyeri dengan membaca atau menonton tv, memberikan
posisi yang nyaman berupa posisi semifowler dan meningkatkan istirahat dengan
istirahat yang teratur, mengkolaborasi pemberian analgesic dengan dokter
F. Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan luka pembedahan
Evaluasi :
1) Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan
2) Menurunnya intensitas nyeri
3) Adanya respon fisiologis yang baik
4) Pasien mampu melakukan aktifitas sehari hari tanpa keluhan nyeri
5) Tanda Tanda vital dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA
https://repository.kertacendekia.ac.id/media/299404-asuhan-keperawatan-pada-ibu-dengan-
diagn-a63ce349.pdf

Anda mungkin juga menyukai