Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO SAECARIA DENGAN INDIKASI KALA 1 LAMA


STASE MATERNITAS
RS PKU MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG

Disusun Oleh
Nama : Sri Andini Widya Ningrum
NIPP : 20174030090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017/2018
A. Pengertian Sectio Caesaria
Sectio caesaria merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomendan
uterus. Prosedur ini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai (mis, usia kehamilan
lebih dari 24 minggu ) (Myles, 2011).
Sectio caesaria juga dapat diartikan sebagai pengeluaran janin melalui insisi
abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika
telah terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah
malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.
Sectio caesaria dapat merupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk sectio saecaria
biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural. (Muttaqin, 2010).

B. Klasifikasi Sectio Caesaria


1. Insisi abdomen
a. Insisi Vertikal
Insisi vertical garis tengah infra umbilikus adalah insisi yang paling cepat dibuat.
Insisi ini harus cukup panjang agar janin dapat lahir tanpa kesulitan. Oleh
karenanya, panjang harus sesuai dengan taksiran ukuran janin
b. Insisi Transversal/Lintang
Kulit dan jaringan subkutan disayat dengan menggunakan insisi transversal
rendah sedikit melengkung. Insisi kulit transversal jelas memiliki keunggulan
kosmetik .walaupun sebagian orang beranggapan bahwa insisi ini lebih kuat dan
kecil kemungkinannya terlepas ,insisi ini juga memiliki kekurangan,pada sebagian
wanita pemajanan uterus yang hamil dan apendiksnya tidak sebaik pada insisi
vertical.
c. Insisi Uterus
Suatu insisi vertical ke dalam korpus uterus diatas segmen bawah uterus dan
mencapai fundus uterus namun tindakan ini sudah jarang digunakan saat ini.
Keuntungannya adalah menghindari risiko robekan ke pembuluh darah
uterus,kemampuan untuk memperluas insisi jika diperlukan ,hanya pada segment
bawah saja.
Untuk presentasi kepala,insisi tranversal melalui segment bawah uterus
merupakan tindakan pilihan.secara umum,insisi transversal:
1) Lebih mudah di perbaiki
2) Terletak ditempat yang paling kecil kemungkinannya rupture disertai
keluarnya janin ke rongga abdomen pada kehamilan berikutnya
3) Tidak menyebabkan perleketan usus atau omentum ke garis insisi..
d. Teknik insisi sesarea klasik
Kadang-kadang perlu dilakukan insisi klasik untuk melahirkan janin. Beberapa
indikasinya adalah :
1) Apabila segmen bawah uterus tidak dapat dipajankan atau dimasuki dengan
aman karena kandung kemih melekat erat akibat pembedahan sebelumnya,atau
apabila sebuah mioma menempati segmen bawah uterus atau apabila terdapat
karsinoma invasive diserviks.
2) Apabila janin berukuran besar dan terletak melintang ,terutama apabila selaput
ketuban sudah pecah dan bahu terjepit jalan lahir.
3) Pada sebagian kasus plasenta previa dengan implantasi anterior
4) Pada sebagian kasus janin yang sengat kecil terutama dengan presentasi
bokong yang segment bawah uterusnya tidak menipis.
5) Pada sebagian kasus ibu dengan obesitas berat yang hanya memungkinan
untuk menakses bagianatas uterus saja.
e. Seksio sesarea ekstra peritoneum
Tujuan operasi adalah untuk membuka uterus secara ekstra peritoneum
dengan melakukan diseksi melalui ruang retzius dan kemudian disepanjang salah
satu dan di belakang kandung kemih untuk mencapai segmen bawah uterus.
Prosedur ini hanya berlangsung singkat sebagian besar mungkin karena
tersedianya berbagai obat antimikroba yang efektif.
f. Secctio Caesaria Postmortem
Kadang-kadang seksio sesarea dilakukan pada seorang wanita yang baru
meninggal atau yang diperkirakan tidak lama lagi akan meninggal.pada situasi
seperti ini prognosis yang memuaskan pada bayi bergantung pada:
1) Antisipasi kematian ibu,bila mungkin
2) Usia gestasi janin
3) Ketersediaan petugas dan peralatan yang sesuai
4) Ketersediaan ventilasi perimortem dan masase jantung bagi ibu
5) Pelahiran segera dan resusitasi neonates yang efektif.
2. Insisi Vagina
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian).(obstetric wiliams.2006)

C. Penyebab Sectia Caesaria


Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kala 1 lama
Persalinan dengan kala I lama adalah persalinan yang fase latennya berlangsung
lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi;
kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan
persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam
pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap
(rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada
primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada multigravida (Saifuddin,
2009)
7. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
- Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
- Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
- Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2009).
D. Pathway
Terlampir

E. Konsep Kala 1 Lama


1. Pengertian
Persalinan dengan kala I lama adalah persalinan yang fase latennya berlangsung
lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi;
kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan
persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam
pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap
(rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini terjadi pada 5 persen persalinan dan pada
primigravida insidensinya dua kali lebih besar daripada multigravida (Saifuddin, 2009)
2. Etiologi
Menurut Mochtar (2011), sebab-sebab terjadinya partus lama yaitu:
 Kelainan letak janin
 Kelainan-kelainan panggul
 Kelainan his
 Janin besar atau ada kelainan kongenital
 Primitua
 Ketuban pecah dini
3. Klasifikasi
Kala I lama diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a) Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase)
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu
(Saifuddin,2009)
b) Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase)
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang
dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju
dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn, 2010)
4. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kala I lama antara lain:
a) Kelainan letak janin
Meliputi presentasi puncak kepala, presentasi muka, presentasi dahi, letak
sungsang, letak melintang, dan presentasi ganda. Pada kelainan letak janin dapat
menyebabkan partus lama dan ketuban pecah dini, dengan demikian mudah terjadi
infeksi intrapartum. Sementara pada janin dapat berakibat adanya trauma partus
dan hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus (Mochtar, 2011).
b) Kelainan his
Menurut Wiknjosastro (2010) kelainan his antara lain :
 Inertia Uteri
 Hypotonic uterine contraction
Suatu keadaan dimana kontraksi uterus lebih lama, singkat, dan jarang
daripada biasa. Keadaan umum penderita baik, dan rasa nyeri tidak seberapa.
Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu
maupun janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
 Inersia uteri sekunder
Timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama. Karena
dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama sehingga dapat
menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia sekunder jarang ditemukan,
kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik pada waktu persalinan.
 His terlampau kuat (hypertonic uterine contraction)
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai
dalam waktu yang singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam,
dinamakan partus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa,
kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah
terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina, dan
perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena
bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
 Incoordinate uterine action
Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan sehingga
menyebabkan kala I lama.
 Kelainan lain
Meliputi pimpinan persalinan yang salah, janin besar atau ada kelainan
kongenital, primi tua primer dan sekunder, perut gantung, grandemulti, ketuban
pecah dini ketika serviks masih menutup, keras dan belum mendatar, kecemasan
dan ketakutan atau respon stress, pemberian analgetik yang kuat atau terlalu
cepat pada persalinan dan pemberian anastesi sebelum fase aktif, ibu bertubuh
pendek <150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi, riwayat persalinan
terdahulu sectio caesarea, IUFD (Intra Uterine Fetal Death), ibu usia muda atau
di bawah 17 tahun, adanya derajat plasenta previa yang tidak diketahui, atau
adanya masa seperti fibroid yang muncul dari uterus atau serviks (Chapman,
2006; Simkin, 2005; Oxorn, 2010; Liu, 2007).

5. Tanda Klinis
Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi pada ibu dan juga pada janin
meliputi:
 Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat
dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks,
cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium.
 Pada janin
a) Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban
terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
b) Kaput suksedaneum yang besar.
c) Moulage kepala yang hebat.
d) Kematian janin dalam kandungan.
e) Kematian janin intra partal.
6. Komplikasi pada Ibu dan Janin Akibat Kala I Lama
 Bagi ibu
a) Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari uterus
diarahkan ke bagian membran yang meyentuh os internal. Akibatnya, ketuban
pecah dini lebih mudah terjadi infeksi (Wijayarini, 2004).
b) Sepsis Puerperalis
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin pada kasus persalinan
lama, terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan
meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang (Wijayarini, 2004).
c) Ruptur Uterus
Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal menimbulkan bahaya serius
selama persalinan lama. Jika disproporsi sangat jelas sehingga tidak ada
engagement atau penurunan, segmen bawah rahim menjadi sangat teregang,
dan dapat diikuti oleh ruptur (Cunningham, 2013)
d) Cedera dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubung adalah
konsekuensi pelahiran pervaginam yang sering terjadi, terutama apabila
pelahirannya sulit (Cunningham, 2013).
 Bagi janin
Persalinan dengan kala I lama dapat menyebabkan detak jantung janin
mengalami gangguan, dapat terjadi takikardi sampai bradikardi. Pada pemeriksaan
dengan menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia intrauterin. Dan pada
pemeriksaan sampel darah kulit kepala menuju pada anaerobik metabolisme dan
asidosis. Selain itu, persalinan lama juga dapat berakibat adanya kaput
suksidaneum yang besar (pembengkakan kulit kepala) seringkali terbentuk pada
bagian kepala yang paling dependen, dan molase (tumpang tindih tulang-tulang
kranium) pada kranium janin mengakibatkan perubahan bentuk kepala
(Hollingworth, 2012 ; Manuaba, 2013 ; Wijayarini, 2004).
7. Diagnosis Penunjang
Oxorn (2010) mengatakan untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang antara lain :
 Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.
 Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin guna
mengidentifikasi apakah pasien menderita anemia atau tidak.
 Pemeriksaan sinar rontgen dilakukan jika diagnosis sulit ditegakkan karena
terjadi moulage yang cukup banyak dan caput succedanum yang besar, pemeriksaan
sinar rontgen dapat membantu menentukan posisi janin disamping menentukan
bentuk dan ukuran panggul.
8. Prognosis
 Bagi ibu
Persalinan lama terutama fase aktif memanjang menimbulkan efek terhadap ibu.
Beratnya cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko
tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam serta terdapat kenaikan
insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan syok. Angka
kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu
(Oxorn, 2010).
 Bagi janin
Oxorn (2010) mengatakan bahwa semakin lama persalinan, semakin tinggi
morbiditas serta mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan berikut ini :
1. Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
2. Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
3. Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
4. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan
terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru
serta infeksi sistemik pada janin membawa akibat yang buruk bagi anak.
Bahaya tersebut lebih besar lagi jika kemajuan persalinan pernah terhenti.
Kenyataan ini khususnya terjadi saat kepala bayi macet pada dasar perineum
untuk waktu yang lama sementara tengkorak kepala terus terbentur pada
panggul ibu.
9. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2005) dan Oxorn (2010), penanganan umum pada
ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:
 Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
 Tentukan keadaan janin:
a) Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya minimal
sekali dalam 30 menit selama fase aktif.
b) Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi
lakukan ekstraksi vacum atau forceps.
c) Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah
pikirkan kemungkinan gawat janin.
d) Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah,
pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang dapat
menyebabkan gawat janin.
 Perbaiki keadaan umum dengan:
a) Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan.
b) Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai
adanya aseton dalam urine harus dicegah.
c) Pengosongan kandung kemih dan usus harus
d) Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan dengan
pemberian analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg). Semua preparat ini
harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat sebab dalam jumlah yang
berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan bayinya.
e) Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil
mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi.
Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.
f) Apabila kontraksi tidak adekuat
 Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi
dalam persalinan.
 Rehidrasi melalui infus atau minum.
 Merangsang puting susu.
 Acupressure.
 Mandi selama persalinan fase aktif.
 Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
 Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam apabila garis
tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea. Apabila ada kemajuan
evaluasi setiap 2 jam.
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali
pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat,
suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah
sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama : keluhan yang dirasakan pasien sebelum masuk ke ruang operasi
dan setelah dari ruang operasi.
c. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun
sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau
abortus.
- Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka
cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di
ikuti tanda-tanda persalinan.
- Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam keluarga
seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pengakajian dasar pra operasi
- Pengkajian psikososial : perasaan takut/cemas, keadaan emosional pasien.
- Pengkajian fisik :
o TTV : tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu.
o Sistem integument: pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan.
o Sistem kardiovaskuler
 Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?
 Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung?
 Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
 Kebiasaan merokok, minum alcohol
 Apakah terdapat Oedema
 Irama dan frekuensi jantung
 Pucat
o Sistem pernafasan : Apakah pasien bernafas teratur ?
o Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ?

2. Diagnosa Keperawatan
a. Cemas
- Batasan karakteristik :
o Perilaku : penurunan produktivitas, gelisah, melihat sepintas, kontak mata
yang buruk, tampak waspada.
o Afektif : gelisah, kesedihan yang mendalam, distress,ketakutan, perasaan
tidak adekuat, berfokus pada diri sendiri, gugup, senang berlebihan,
bingung, menyesal, ragu/tidak percaya diri, khawatir.
o Fisiologis : wajah tegang, tremor tangan, peningkatan keringat, gemetar,
suara bergetar.
o Simpatik : anoreksia, diare, mulut kering, wajah merah, jantung berdebar-
debar, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan
frekuensi perpasan, pupil melebar.
o Parasimpatik : nyeri abdomen, penurunan tekanan darah, penurunan denyut
nadi, diare,vertigo, letih, mual, gangguan tidur.
o Kognitif : kesulitan berkonsentrasi, lupa, gangguan perhatian, khawatir,
melamun.
- Factor yang berhubungan : perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan,
status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran), terkait keluarga,
infeksi, krirsis maturasi, krisis situasional, stress, ancaman kematian.
b. Kerusakan intergitas kulit
- Batasan karakteristik : kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit,
invasi struktur tubuh.
- Factor yang berhubungan :
o Eksternal: zat kimia, usia yang ekstrim, kelembapan, hipertermia,
hipotermia, factor mekanik ( missal gaya gunting, tekanan, pengekangan),
medikasi, lembab, imobilitas fisik, radiasi.
o Internal : perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan turgor,
factor perkembangan, penurunan sirkulasi, tonjolan tulang.
c. Risiko ketidakseimbangan volume cairan
- Factor Resiko : bedah abdomen, ansietas, luka bakar, obstruksi intestinal,
pangkreatitis, merasakan berkeringat, sepsis, cedera traumati.
d. Risiko perdarahan
- Factor risiko : komplikasi pascapartum (missal atonia uteri, retensi plasenta),
komplikasinterkait kehamilan (missal plasenta previa, kehamilan mola,
sulosio placenta), trauma, efek samping terkait terapi ( missal pembedahan,
pemberian obat, pemberian produk darah defisiensi trombosit, keoterapi).
e. Resiko infeksi
- Factor risiko : prosedur invasive, malnutrisi, pertahanan tubuh primer yang
tidak adekuat (gangguan peristaltic, kerusakan integritas kulit, KPD, trauma
jaringan), ketidakadekuatan pertahanan sekunder (penurunan HB,
imunosupresi, leukopenia).
f. Kurang pengetahuan
- Batasan karakteristik : perilaku hiperbola, ketidakakuratan mengikuti perintah,
ketidakakuratan melakukan tes, perilaku tidak tepat, pengungkapan masalah.
- Factor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi,
kurang pajanan, kurang mibat belajar, kurang dapat mengingat, tidak familiar
dengan sumber informasi.
-
3. Intervensi Keperawatan
1. Cemas b.d krisis situasional d.d gelisah, tremor, TD meningkat, nadi meningkat.
- NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah cemas
dapat teratasi dengan criteria hasil :
o Tekanan darah dalam rentang normal (110/70 mmHg)
o Nadi dalam rentang normal (60-100x/menit)
o Pasien tetap tenang
o Tidak menunjukkan ekpresi wajah gelisah
- NIC
o Kaji tingkat kecemasan pasien
o Dorong pasien untuk mengungkapkan kecemasan yang dirasakannya
o Jelaskan kepada pasien prosedur tindakan yang akan dilakukan
o Kolaborasikan dengan keluarga untuk memberikan support emosional
kepada pasien
2. Risiko perdarahan
- NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 1x24 jam masalah risiko
perdarahan dapat teratasi dengan criteria hasil:
o Tekanan darah normal
o Nadi normal
o Akral hangat
o Konjungtiva tidak pucat
- NIC
o Monitor TTV pasien
o Kolaborasi pemasangan infus
o Kolaborasi tranfusi darah jika diperlukan

3. Risiko ketidakseimbangan volume cairan


- NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, masalah resiko
ketidakseimbangan volume cairan dapat teratasi dengan criteria hasil:
o TTV normal
o Turgor kulit baik
o Mukosa bibir tidak kering
- NIC
o Pantau TTV pasien
o Kolaborasikan pemberian cairan melalui infus sesuai advice
4. Resiko infeksi
- NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jm, masalah resiko
infeksi dapat teratasi dengan criteria:
o Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
o Pasien dapat menyebutkan tanda-tanda infeksi
- NIC:
o Observasi tanda-tanda infeksi
o Lakukan perawatan luka dengan benar untuk mencegah infeksi
o Edukasikan kepada pasien tanda dan gejala infeksi
o Edukasikan kepada pasien makanan tinggi protein untuk mempercepat
penyembuhan luka
o Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian antibiotic dan anti
inflamasi unntuk mencegah infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, L. J. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Herdman, T. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta. EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC
Saifuddin, AB. 2009. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta
: penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka

Anda mungkin juga menyukai